Figuran Palsu

Por fwlavor

15.9K 1.7K 99

Dia Feyre Mozeela, mahasiswa tingkat akhir fakultas kedokteran dengan segala kejeniusan dan tingkah lakunya... Más

Bagian 1 : Awal Mula
Bagian 2 : Let's Start The Game, Babe!
Bagian 3 : Mulai Mencari Tahu
Bagian 4 : Misteri
Bagian 6 : Aneh
Bagian 7 : Tamu Tak Diundang
Bagian 8 : Baikan
Bagian 9 : Masa Lalu

Bagian 5 : Sakit

1.7K 219 1
Por fwlavor


5. Sakit

Gadis berbaju rumahan berwarna tosca yang dipadukan dengan legging hitam tengah berbaring sembari membenamkan wajahnya ke guling. Kepalanya pusing memikirkan kejadian tadi. Bukan, bukan kejadian dimana roh nya tertarik ke dunia masalalu, tetapi kejadian dengan tukang ojol. Itu sangat memalukan!

Pasti dirinya sudah di cap anak aneh oleh tukang ojek itu. Tiba tiba ngelamun terus kaget sendiri, ngelamun lagi terus kaget lagi, gitu aja terus. “Anjir gara gara Elma asli nih pokoknya. Aturan mah bawa roh gue jalan jalan ke masalalu pas lagi sendirian aja. Mana tadi ada jump scarenya, sialan.” Dumelnya.

Selain overthingking bagaimana citranya sekarang di depan tukang ojek tadi setelah acara ngelamun-kaget-ngelamun-kaget, Elma juga dibuat ketar ketir oleh pria misterius yang menatapnya, lebih parahnya sambil menyeringai saat ia berkunjung ke kehidupan Elma asli dahulu.

Seperti kaset rusak, tawa pria itu masih berputar di pikirannya. Elma bergidik membayangkan wajah pria itu. Warna monokrom sama sekali tidak menghalangi penglihatannya. Menurutnya, wajah pria misterius itu seperti tokoh fiktif King Candy di film fitur animasi Disney Wreck-It Ralph. Bukan hanya wajahnya, namun sifatnya juga. Si bangkotan banyak tingkah.

Elma menghembuskan nafasnya lelah, ia memukul pelan kepalanya yang semakin terasa sakit. Ia ingin meminta tolong ke Razan untuk membelikannya obat atau sekedar membuatkannya teh panas tapi rasanya terlalu sungkan. Mengingat bagaimana sikap Elma asli ke Razan dulu membuatnya merasa tidak etis jika datang ke Razan saat keadaannya seperti ini. Nanti dipikir datang pas butuhnya doang, kan ngga banget.

Rasanya ia ingin menangis sekarang. Mengadu ke mamihnya atau merengek ke papihnya. Namun menangis juga bukan pilihan yang tepat. Itu tidak akan merubah apa apa, malah menambah sakit di kepalanya.

Jika dulu ia punya Alan yang selalu stay disampingnya tanpa suruhan, sekarang ia tak punya siapa siapa yang bisa diandalkan. “Sialan,” umpatnya yang ditujukan ke Elma asli.

Elma berjanji akan memperbaiki hubungannya dengan Razan, bisa mati muda dua kali jika ia begini terus, tidak bisa dibiarkan!

***

Elma menggeliat, dengan mata yang masih terpejam dia meraba raba nakas berharap menemukan benda yang sedari tadi berbunyi. Apa benda itu tidak tau kemarin malam dia sulit tidur dan baru tidur beberapa jam yang lalu? Menyebalkan!

Namun sedetik kemudian ia terperanjat, memaksa tubuhnya berlari walau nyawanya belum terkumpul sepenuhnya.

Pantas saja ia mendengar banyak deringan alarm yang berasal dari jam weker dan handphone nya sedari tadi, ia memang sengaja memasang alarm yang berjarak setengah jam setiap jam-nya agar memudahkan dirinya bangun lebih awal.

Ya, setelah berjanji untuk memperbaiki hubungannya dengan Razan, Elma memutuskan untuk mengawali itikad baiknya itu dengan membuatkan Razan sarapan.

Elma menuruni tangga dengan tergesa apalagi saat melihat punggung tegap berbalut seragam sekolah dengan tas ransel hitamnya berjalan ke arah pintu utama. “RAZAN!”

Razan menatap kakaknya heran, kakaknya masih di rumah?

Elma melirik jam dinding yang sebentar lagi bergerak ke arah pukul tujuh lebih dua puluh menit. Tidak menyerah, ia menatap Razan meyakinkan. “2 menit Zan, tunggu kakak buatin bekal. Kamu pake sepatu nanti pas kok,” ujar Elma yang sudah ngibrit ke arah dapur.

Walau kebingungan, Razan tak bisa menahan kedutan di bibirnya. Hari ini akan menjadi hari terbahagianya. Selama belasan tahun hidup di dunia, baru hari ini Elma dengan senang hati membuatkannya bekal. Kakaknya banyak berubah setelah bangun dari siumannya waktu lalu dan Razan senang akan hal itu. Semoga, semoga kakaknya tetap begini. Ya, semoga.

Berbeda dengan Razan yang sekarang cengar cengir, Elma tengah kebingungan mencari wadah bekal. Ia memukul kepalanya pelan berharap mengurangi rasa sakit melihat banyaknya pintu lemari penyimpanan perabotan dapur.

Tak ada apa apa juga di memorinya, terpaksa gadis itu harus membuka satu persatu. Bukannya ketemu, sedari tadi dia hanya menjumpai bahan masakan. Ini wadahnya dimana sih anj? Batinnya. Agak buat emosi.

Kepalanya semakin terasa berat, wadah bekal ngga ketemu ketemu belum lagi dia dikejar waktu. Elma paling benci berada dalam situasi seperti ini. Hey, dia tak punya super magic seperti mamihnya yang bisa menemukan barang hilang dalam kedipan mata tolonglah.

“Kak?” mendapati suara Razan yang memanggilnya membuat Elma keringat dingin di tempat. Gotcha! Elma menemukan wadahnya. “Sebentar sebentar Zan, tunggu sebentar! Ini bentar lagi jadi. Tinggal nutup tinggal nutup. Kamu ke depan pake sepatu aja nanti kakak anterin ke depan.”

“Taruh,” suara Razan menginterupsi. Elma menoleh, menatap Razan dengan pandangan yang sulit diartikan. Gadis itu memelas, “maaf telat bangun jadi ngga sempet siapin bekal. Sebentar doang ini Zan, 2 menit jadi.”

Razan menuntun Elma untuk duduk di kursi pantry, mengambilkannya segelas minum. Lelaki itu berjalan menuju salah satu almari kecil, mengambil sesuatu disana. Semua tingkahnya tak luput dari pandangan Elma. “Kenapa ngga bilang kalo kakak sakit?” ujarnya sambil memberikan beberapa obat kepada Elma.

“Jangan begini kak, Razan susah. Setidaknya kalo kakak ngga mau cerita ke Razan, bilang kalo kakak ngga enak badan. Razan juga sakit kalo kakak kaya gini. Razan cuma pengen jadi adek yang berguna buat kakak.”

Elma tertegun. Terbuat dari apa hati Razan sebenarnya? Bisa bisanya dia masih bersikap baik setelah sikap medusa Elma di masa lalu. Elma asli agak biadap.

“Kenapa masih peduli?” ribuan kata yang ada diotaknya malah tiga kata itu yang keluar dari mulutnya. Elma merutuki ucapannya.

“Karena Razan ngga punya alasan buat benci.” Seakan mengerti bagian mana yang sakit, Razan dengan hati hati memijat pelipis Elma. “Kamu punya banyak alasan lho Zan buat benci kakak.” Sahut Elma, ia menatap Razan dalam, mencari kebohongan disana. Namun nihil, dia tidak menemukannya.

“Hanya karena orang lain berbuat tidak baik kepada kita, bukan berarti kita harus membalasnya dengan cara yang sama. Gitu kan yang kakak bilang waktu Razan mau naik kelas satu SD dulu.” Lelaki itu tersenyum, manis sekali.

“Kalo Razan milih hidup di kubangan kebencian dan dendam itu ngga ada gunanya karena yang Razan punya sekarang cuma Kak Elma. Razan tau, kakak sebenernya ngga benci benci beneran sama Razan. Kakak didik Razan dengan cara kakak sendiri supaya Razan jadi pribadi yang tangguh, tahan banting sejak dini, kaya sekarang. Iya kan kak?”

Elma menganga. Positif thinking sekali orang didepannya ini. Tapi yang dikatakan Razan ada benarnya. Walau tindakan Elma asli tidak bisa dibenarkan tapi secara tidak langsung ini merupakan bentuk didikan Elma untuk adiknya. Mendidik Razan menjadi anak mental baja agar tetap bisa bertahan di kejamnya dunia. Mengingat mereka sudah tidak punya orang tua.

Gadis itu jadi berspekulasi. Jangan jangan dengan didikan keras Elma seperti ini sebenarnya bertujuan supaya Razan membenci Elma. Dengan Razan yang membenci Elma, Elma tidak perlu khawatir jika sewaktu-waktu pria misterius itu membunuhnya karena Razan sudah jelas tidak peduli dan lelaki itu tetap akan melanjutkan hidupnya seperti biasa. Ya, ini point nya! Tapi sayang seribu sayang, usaha Elma selama ini tidak membuahkan hasil. Buktinya Razan tetap merentangkan kedua tangan untuknya.

Elma dengan otak jeniusnya dan Razan dengan ke positif thinking an nya. Cocok!

Hidup Elma dari kecil sudah terancam, berbeda dengan Razan. Pria misterius itu hanya mengincarnya karena dia yang berada di tempat kejadian perkara. Tidak menutup kemungkinan bahwa pria misterius itu berniat menghancurkannya karena takut jika Elma buka mulut.

Tapi, waktu kejadian itu sudah lama, bertahun-tahun lalu dan posisinya Elma masih kecil. Berterus terang pada polisi sekarang tanpa menyertakan bukti juga tidak berguna. Mereka akan mengganggap nya sedang berhalu. Lebih lebih lagi jika polisi itu menganggap Elma sakit jiwa karena belum ikhlas ditinggal pergi selama lamanya oleh kedua orang tuanya.

Sedikit demi sedikit pertanyaan tentang kehidupan sang figuran sudah terjawab sekarang. Namun muncul satu pertanyaan lagi dibenaknya, nyawa Elma sedang diincar seseorang namun mengapa Elma malah pergi dengan cara bunuh diri?

Mustahil jika anak se jenius Elma mengibarkan bendera putih secara tiba tiba. Membantu penjahat yang mengincar nyawanya dengan menghilangkan nyawanya sendiri, agar mereka tidak perlu repot-repot membunuhnya. Alasan yang tidak masuk akal. Lagipun penjahat itu pasti akan menyiksa terlebih dahulu sebelum membunuh. Atau karena Elma males berada di step disiksa yang di backsoundi tawa menggelegar ditambah pemandangan horor dari wajah pria misterius yang benar-benar jump scare itu, monolognya.

Dilain sisi, Sagara memandang game nya tak minat. Ia beranjak dari duduknya “oit bos, mao kemane?” tanya Abri. Yang ditanya tidak menggubris dan tetap beranjak dari tempatnya.

“Ada yang dikacangin nih yeeee.” Sahut Haidar. Bocah itu dengan sengaja mencolek dagu Abri. “Kacang kacang, seribuan seribuan!”

“Anjir Haidar, ihhh seleranya Haidarrr.” Rengek Abri setelah merasakan colekan Haidar didagunya.

“Abri ihhh, apa tau seleranya Haidar ihhh.” Balas Haidar dengan suara yang dibuat buat.

“Ih Haidar ihh, jelas lah Abri tau ihh.” Lelaki itu meng pout kan bibirnya, menghentak hentakan kakinya agar terlihat lebih kyuti.

“Bocah prik.” Komentar Rashkal sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Sagara nemu dimana modelan bencong kaya gini, batinnya.

Haidar mencubit bibir Abri yang maju itu, “gewmes banget dehhh.”

“Sialan tangan lo asem cuk.” Ucap Abri seraya meng lap bibirnya dengan bajunya. Seakan tau apa yang akan dilakukan Abri, Haidar memasang ancang ancang kabur sebelum geplakan maut Abri mengenai dirinya. “EH SINI LO TAI!”

“AAAA ABRI AMPUN BRI! RASHKAL RASHKAL TOLONGIN! SI ABRI BERUBAH JADI REOG!”

Sagara mengetuk pintu kelas XI IPA 1. Berawal dari kegabutannya dan memutuskan untuk jalan jalan, lelaki itu malah dimintai tolong wali kelas kelas sebelahnya untuk mengambil absensi.

“Eh Sagara! Kunaon Ga?” Sapa Radit ramah.

“Disuruh ngambilin absensi kelas sama Bu Riri.” Jawab Sagara.

“Buku absensinya diilangin anak kelas Ga. Ntar gue bilang sendiri ke Bu Riri. Lagian anak anak masuk semua kecuali Elma.”

Sagara mengangguk anggukkan kepalanya pertanda paham kemudian pamit. Lelaki itu mengernyit, menerka nerka dalam batinnya “Elma kemana?”

TBC.

Halo, aku kembalii!

Terima kasih sudah mampir, see you next chap!  
    ᘏ⑅ᘏ_
/꒰๑>ᴗ•๑꒱っ ♡

Seguir leyendo

También te gustarán

302K 17.9K 36
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...
MARSELANA Por kiaa

Novela Juvenil

1.7M 63.1K 28
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
1.7M 119K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
263K 25K 31
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...