Genius | Misteri ✔

بواسطة CHIKITASANTI

13.8K 2.8K 13.6K

Winter adalah seorang single parent, yang sedang dibuat bingung oleh putri bungsunya. Pasalnya, putri bungsun... المزيد

Perkenalan
Sombong Amat!
Perkara Sayur Sop
Berharga
Fitnah
Teman makan Teman
Tatapan
Hoax
Psikopat atau Sosiopat
Kejanggalan
Jamkos
Ancang-ancang
Drama Keluarga
Klarifikasi
17 tahun yang lalu
Sahira Aurelia Metea
Menjilat Ludah Sendiri
Pesan Whatsapp
Kasus
First Kiss
10 Hari Lagi
Bunda Pluto
Pita Merah
Siapa Mereka?
Es krim dan Gelato
Masa Training
Antara Mama dan Bunda
Satu Langkah Menuju Akhir
Akhir dari Segalanya

Dua Pertanyaan

406 114 355
بواسطة CHIKITASANTI

"Setelah kuperhatikan, perkataan Tika waktu itu, benar juga."
-Aurelia-

*******

Hari ini tiga siswi di kelas Iel tidak masuk sekolah dengan alasan yang berbeda-beda. Pertama, Ninda. Ia tidak masuk sekolah karena sakit. Kedua, Septi. Anak ini tidak masuk sekolah karena ada acara keluarga. Sedangkan yang ketiga, Ayu yang beralasan kesiangan. Mereka bertiga adalah dayang-dayangnya Elza.

Tuk ... tuk ... tuk

"Selamat siang semuanya," sapa Ghea kepada murid-muridnya.

"Siang, Bu," sahut murid-muridnya kompak.

Ghea menyimpan tasnya di atas meja, lalu mengambil dua lembar kertas HVS. "Sahira, pukul berapa sekarang?"

Kebetulan jam dinding di kelas Iel mati tadi pagi. Jadi, Iel menekan bagian bawah dari jam tangannya yang berbentuk kepala Doraemon itu, untuk melihat jam berapa sekarang.

"Pukul satu siang, Bu," jawab Iel.

"Oh sudah siang sekali ya. Pantas saja saya sedikit malas untuk masuk kelas tadi," ucap Ghea sambil berjalan perlahan mengitari kelas.

Ghea berdiri sambil menyandarkan tubuhnya di tembok belakang kelas. Ia menatap punggung murid-muridnya satu-persatu. Ghea bergumam. "Tegang sekali mereka."

Cantik-cantik begini, Ghea adalah guru yang paling disegani oleh para murid. Ia sangat tegas kepada murid-muridnya. Apalagi kepada kelas Iel.

"Andi?" Ghea menyebut nama seorang siswa yang duduk paling depan.

"I-iya, Bu?" sahut Andi sambil menoleh ke belakang.

"Dari tanggal enam sampai sepuluh bulan depan, sekolah kita akan melaksanakan apa?" tanya Ghea.

"Penilaian akhir semester, Bu," jawab Andi.

Ghea mengangguk. "Javier?"

Oknum yang merasa disebut namanya pun menoleh. "Iya, Bu?"

"Apa kamu dan teman-temanmu yang ada di kelas ini normal?" Ghea membuat murid-muridnya heran.

"Saya rasa begitu, Bu." Javier menjawab sambil menatap wajah teman-temannya satu-persatu.

Ghea mengangguk sambil tersenyum miring. "Baiklah, karena kata Javier kalian semua normal. Saya akan memberikan uang seratus ribu rupiah kepada kalian semua setelah menjawab pertanyaan dari saya. Tak hanya itu, kalian bisa keluar kelas dan bebas mau pergi ke mana saja. Selama jam pelajaran saya berlangsung. Acungkan tangan dulu baru menjawab, okay?"

Ucapan Ghea itu diangguki oleh seluruh murid. Lalu, Ghea melipat kedua lengannya dan meletakkannya di depan dada.

"Siang itu, kancil sedang minum di tepi sungai. Ia sangat kelelahan setelah membantu monyet menghabiskan pisang di kebun milik pak tani. Kancil sangat kehausan karena setelah menghabiskan seluruh pisang di kebun pak tani, ia dan sang monyet dikejar oleh pak tani sampai ke tengah hutan. Oleh sebab itu, ketika menemukan sungai, ia langsung meminum air sungai itu, tanpa memastikan kawasan tersebut aman atau tidak. Tanpa kancil sadari, seekor singa sedang mengintainya dibalik semak belukar, dan tak butuh waktu lama, kancil sudah berada di dalam perut sang singa," jelas Ghea sambil berjalan perlahan ke depan kelas.

"Pertanyaannya, pola interaksi apa yang terjadi antara kancil dan singa?" tanya Ghea sambil menghitung uang di dalam dompetnya.

Siswi berkacamata dengan rambut yang dikepang mengacungkan tangannya. Ghea menoleh ke arahnya. "Ya, Alia, apa jawabannya?"

"Predasi," jawab Alia singkat.

"Silakan ambil uang ini dan pergi ke luar," titah Ghea sambil meletakkan selembar uang pecahan seratus ribu di atas meja.

"Pertanyaan kedua. Simbiosis apa yang terjadi antara pak tani dan kancil serta sang monyet?" tanya Ghea lagi sambil duduk di kursi Alia. Karena Alia sudah pergi ke luar.

Kini giliran Andi yang mengacungkan tangannya. "Parasitisme."

"Ya! Silakan keluar dan traktirlah pacarmu," titah Ghea sambil memasukkan uang berwarna merah, ke dalam kocek baju Andi.

Ghea berjalan mendekati Iel. "Pertanyaan selanjutnya. Selain karena berlari, kancil merasa kehausan karena terlalu banyak memakan pisang. Mengapa demikian? Jelaskan!"

Siswa yang duduk di tangah mengacungkan tangannya. "Ya, Jhio! Jelaskan apa jawabannya?"

"Sel-sel tubuh kancil kehilangan kandungan air, maka sel-sel tersebut akan mengirimkan sinyal kepada otak yang berisi informasi bahwa mereka membutuhkan banyak air, untuk mencairkan gula dalam darah. Maka hasilnya, tenggorokan kancil terasa begitu kering yang menyebabkan rasa haus," jelas Jhio panjang lebar.

Ghea mengangguk lalu memberikan uang kepada Jhio. Pertanyaan terus berlanjut, hingga akhirnya menyisakan tiga murid. Yaitu, Iel, Javier dan Elza.

"Waw, Javier! Saya meragukan jawaban kamu di awal tadi, buktinya kamu seperti tidak menginginkan uang," sindir Ghea kepada Javier.

Javier hanya bisa menelan salivanya sambil menahan rasa malu.

"Baiklah, saya ubah aturannya. Saya akan memberikan pertanyaan lalu nama yang saya sebut harus menjawab. Tapi, jika dalam tiga detik tidak bisa menjawab, maka pertanyaannya akan saya lempar kepada yang lain. Mengerti?"

Tiga murid itu mengangguk tanda mengerti.

"Aku adalah sebuah teori. Aku menjelaskan bahwa terbentuknya jagat raya berasal dari keadaan panas dan padat yang mengalami ledakan dahsyat dan mengembang. Pertanyaannya, teori apakah aku?" tanya Ghea sambil menatap tiga murid itu secara bergantian.

"Saya ingin yang menjawab adalah seseorang yang mendapatkan nilai tertinggi pada saat PTS kemarin. Silakan Elza," lanjut Ghea sambil menepuk pundak Elza.

Elza sadari tadi memang sudah terlihat sangat tegang. Sejak pertanyaan pertama, keringat dingin sudah bercucuran di dahinya. Bahkan mungkin sekarang pensilnya sudah habis ia gigiti.

Dan menurut Iel, ini adalah pemandangan yang sangat indah. Anak ini sengaja tidak mengacungkan tangannya sedari tadi. Ia sangat suka sekali melihat Elza ketar-ketir seperti ini. Bagaimana tidak, Ninda, Ayu, dan Septi sekarang tidak ada, lantas dari mana Elza bisa mendapat jawaban.

"Satu ... dua ... tiga. Ya! Javier apa jawabannya?" Ghea melempar pertanyaannya kepada Javier.

"Teori yang dimaksud adalah teori Big Bang," jawab Javier.

Ghea mengangguk lalu memberikan uang kepada Javier. Lalu, ia membaca dua pertanyaan yang sudah ia tulis di kertas HVS. Pertanyaan itu Ghea khususkan untuk Iel.

"Pertanyaan selanjutnya, saya ingin yang menjawab adalah anak dari sahabat saya. Sahira dengarkanlah pertanyaan ini baik-baik," ucap Ghea sambil menatap Iel serius.

"Beno adalah pembunuh bayaran pemula, untuk menguji kecerdasan Beno, atasannya memberi sebuah pistol dan sebuah peluru. Atasannya meminta Beno untuk membunuh dua orang sekaligus dengan satu kali tembakan." Ghea menelan salivanya sebelum membacakan pertanyaannya.

"Bu Ghea kok nanya gini ya ke Iel?" batin Elza heran.

"Pertanyaannya, siapakah yang akan dibunuh Beno?" tanya Ghea sambil menatap Iel.

Tanpa pikir panjang lagi Iel langsung menjawab. "Ibu hamil."

"Ya, bagus! Tepat sekali Sahira. Tapi saya ingin memberikan satu perda lagi kepadamu. Apa kamu keberatan?" tanya Ghea masih penasaran.

Iel menggeleng pelan sambil tersenyum manis kepada Ghea.

"Ada sepasang sahabat bernama Cindy dan Claudia. Mereka banyak memiliki banyak kesamaan. Salah satunya tipe lelaki yang mereka sukai itu sama. Pada saat pemakaman ibunya Claudia, Cindy melihat lelaki yang sangat tampan dan ia langsung jatuh cinta padanya. Pada suatu hari Cindy membunuh sahabatnya sendiri. Mengapa demikian?" tanya Ghea.

"Karena Cindy berharap dapat bertemu lagi dengan si lelaki yang ia sukai saat pemakaman Claudia berlangsung." Iel menjawab dengan wajah polosnya.

"Baiklah, Sahira. Ambillah uang ini dan pergi ke luar," titah Ghea sambil menyodorkan dua lembar uang berwarna merah kepada Iel.

Iel tersenyum penuh kemenangan. Sesaat setelah ia menerima uang dari Ghea, ia mendekati Elza yang masih setia dengan wajah tegangnya.

"Otak udang jangan sok keras, Bos!" bisik Iel tepat di telinga kanan Elza.

*****

16.30

Bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi sejak satu jam yang lalu. Tetapi hingga saat ini Iel belum dijemput juga. Sudah sepuluh kali ia menelepon ibunya dan Izam tapi tak ada yang mengangkatnya. Dan jangan harap Iel menelepon Ina, karena Iel masih mengibarkan bendera peperangan dengannya.

Iel mengerucutkan bibirnya ketika hujan mulai turun, dan sekarang ia menunggu sendirian di halte dekat sekolahnya.

Tin tin tin

Suara klakson itu berasal dari motor matic berwarna hitam yang dikendarai oleh Ina.

"Dek?" panggil Ina sambil turun dari motor.

Iel menaikkan alisnya sebelah. "Kakak kok ke sini?"

"Jemput kamu lah," jawab Ina sambil membuka sebuah tas berwarna hijau berisikan jas hujan.

"Kenapa harus Kakak?" tanya Iel ketus.

"Kenapa kamu banyak nanya?!" Ina bertanya balik sambil memakaikan Iel jas hujan.

"Mama ke mana?" tanya Iel lagi.

"Arisan," jawab Ina singkat.

"Mas?" Untuk ketiga kalinya Iel bertanya.

"Nganterin Mama," jawab Ina sambil melepaskan sepatu Iel lalu memasukkannya ke dalam kantong kresek.

"Kenapa Mas gak jemput aku dulu?" Iel kembali bertanya. Sepertinya sekali lagi ia bertanya, maka ia akan mendapatkan piring cantik.

"Kenapa kamu gak cepet-cepet naik motor?!" gerutu Ina sambil mengangkat tubuh Iel dan mendudukkannya di atas motor.

"Peluk kakak!" titah Ina kepada Iel, ketika Ina akan menaikkan kecepatan motornya.

Iel terlalu gengsi untuk memeluk Ina. Jadi, ia hanya berpegangan pada jas hujan yang dipakai Ina.

"Yang rapet dong peluknnya kek perawan," titah Ina lagi.

Tetapi gengsi Iel masih terlalu tinggi. Ia tetap hanya berpegangan pada jas hujan yang dipakai kakaknya.

Karena hujan semakin deras, Ina menarik satu-persatu lengan Iel, lalu ia lingkarkan di perutnya.

Iel merasakan tangan hangat kakaknya. "Kakak masih sakit kok jemput aku?"

"Mama sama Mas, pasti lupa jemput kamu, Kakak telepon juga gak diangkat. Jadi daripada kamu nunggu sampe malem, Kakak jemput deh," jawab Ina sedikit berteriak karena hujan semakin deras.

"Kamu lapar nggak?" Kini giliran Ina yang bertanya kepada Iel.

"Hah?" Iel tak mendengar pertanyaan Ina karena bisingnya suara air hujan yang mengenai jas hujan.

"Kamu lapar nggak?"

"Hah?"

"Lapar nggak?"

"Hah?"

"Budeg!" sentak Ina kepada Iel.

"Ish! Kok Kakak ngomong gitu?" tanya Iel dengan nada ngambek.

"Ini kan salah jas hujannya, krasak-krusuk mulu," imbuh Iel.

"Yaudah deh iya, Dedek lapar nggak?" tanya Ina dengan berteriak.

"Iya lapar," jawab Iel.

"Yaudah kita beli bakso dulu ya nanti di depan," ajak Ina yang dibalas dengan anggukan oleh Iel.

Ina menaikkan sedikit kecepatannya dan Iel mempererat pelukannya pada Ina. Kalau sudah ada traktiran begini, perang se-dahsyat apapun akan Iel akhiri.

"Badan Dedek daritadi nempel banget ke gue, tapi kok gue gak ngerasain detak jantung Dedek ya?" batin Ina heran.

*****


واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

560K 85.1K 74
Cocok untuk kamu peminat cerita dengan genre #misteri dan penuh #tekateki, juga berbalut #action serta #scifi yang dilatarbelakangi #balasdendam. Kas...
12.5K 807 27
[COMPLETED ✔️] First published on July 2016. Pada usianya yang sudah menginjak 13 tahun ini, Aideen diharuskan keluarganya untuk pindah ke sekolah be...
17.8K 1.9K 14
Umurnya baru tujuh belas tahun. Salah satu siswa SMA Negeri di Ibu kota. Hidup tanpa orang tua, hanya seorang adik laki-laki yang baru berusia lima b...
1.8K 463 55
{ FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA} Sebuah persahabatan yang sangat menarik, sering berbagi cerita, kesedihan dan kebahagiaan. keenam perempuan...