I'am The Irregular Villain Of...

By Kanade_Ren

1.1K 247 31

[ Volume 1: Arc Soul Revenge ] Sinopsis: Di dunia ini dominasi dunia meliputi yang kuat akan selalu menang da... More

Soul 0 - [Kemalangan]
Soul 1 - [Kelahiran Penjahat]
Soul 2 - [Estimasi Skill]
Soul 3 - [Beite]
Soul 4 - [Gadis bertanduk]
Soul 5 - [Pengintai]
Soul 6 - [Luka yang membekas]
Soul 7 - [Di antara 'Half']
Soul 8 - [Kota Damansus]
Soul 9 - [Sebelum malam dimulai]
Soul 10 - [Lord of Kijin, telah lahir!]
Soul 11 - [Kekuatan Kijin]
Soul 12 - [Dimana semua berawal]
Soul 13 - [Bolehkah sedikit serakah?!]
Soul 14 - [Tanya diri sendiri!]
Soul 15 - [Fakta Kerajaan Vascelia]
Soul 16 - [Apakah dendam itu Dosa?!]
Soul 18 - [Perang saudara!]
Soul 19 - [Bentuk lain dari simpati]
Soul 20 - [Jati diri?!]
Soul 21 - [Demonic God, Gremory!]

Soul 17 - [Ini adalah keputusan masing-masing]

27 8 1
By Kanade_Ren

Cain kembali terdiam setelah memberikan kontra pada Zepdis yang berat. Dalam ekspresinya telihat seperti tak mendapatkan jawaban apapun dari Zepdis. Namun, sedikit saja sekilas terlihat bahwa Cain merasa jawaban dari Zepdis cukup baginya.

Seperti menutup luka hanya dengan balutan yang pada akhirnya akan terbuka lagi dan lukanya semakin parah.

Cain merasakan hal ini waktu pertama bersama dengan Jeane, perasaan benar atau salah, karena telah menyelamatkannya.

Setiap hari.

Setiap saat.

Setiap detiknya. Selalu berpikir apakah hal ini benar?!

Keraguan dan juga kepedulian, bisa menjadi bom waktu bagi Cain. Tapi, mustahil. Meskipun Cain ingin menjadi penjahat terjahat sekalipun, seperti ada sedikit walau setetes atau sebutir pasir, kebajikan dalam hatinya yang terus mendorongnya.

Karena itu, tidak apa... Hanya untuk kali ini saja, merasa sedikit terpuaskan. Mungkin besok atau hari lainnya, perasaan seperti ini akan menghilang dengan cepat!

Masih dalam langkahnya, Cain membuka suara setelah kesekian menit dia terdiam.

"Zepdis, lakukan seperti biasa. Semua keputusan ada di tanganmu, carilah jalan keluar sendiri, dan jangan menunggu jawaban dariku! "

Zepdis paham, ia mengangguk dan menjawab. "Baik! "

Dalam situasi ini, dan dalam keadaan yang tak terduga, Cain merasa bahwa setiap harinya selalu saja ada masalah yang mendatanginya. Dari awal ia di dunia ini, hingga sekarang.

Kurang paham, apakah ini keberuntungan atau kesialan? Tapi, satu hal yang pasti, ini tak merubah segala tujuannya.

Yang artinya, entah ini tentang kebajikan atau kejahatan, atau bahkan ini tentang perasaan orang lain. Cain, melakukan itu semua demi tujuannya semata. Selagi tidak ada yang menghalangi, kemungkinan rasa kebajikan masih ada. Tapi, jika banyak yang menghalangi dan menghadang jalannya, maka Cain akan memusnahkan mereka.

Ini seperti tak ada yang lebih jernih daripada air dan susu.

Zepdis mungkin paham jika dari situasi yang seperti ini, karena dilihat bagaimana pun dalam segi mendasar Zepdis lebih unggul daripada Jeane. Lebih berpengalaman menghadapi hal seperti tindakan yang anti-mainstream.

Berbeda dengan Jeane, dilihat bagaimana pun, waktu di Kota Damansus itu adalah kali pertama ia membunuh makhluk hidup. Meski wujud dewasanya lebih berani, mungkin itu hanyalah kedok yang dibuat agar Cain lebih percaya padanya.

"Apakah anda yakin tidak melibatkan Jeane, Tuan?! "

Perkataan tak terduga dari orang yang sebenarnya paling tidak bisa bersama Jeane.

Padahal sepintas itu terpikir di kepala Cain, tentang hal ini untuk Jeane ikut campur atau tidak. Jeane adalah tipe yang bisa saja menghancurkan rencana, namun bisakah sedikit percaya?

"Pada akhirnya korban akan berjatuhan. Aku akan pergi bersama Jeane. Sementara itu kau selidiki semuanya, sampai ke akarnya sekalipun. "

Mempercayai atau tidak, dalam hal ini peran Jeane akan lebih baik, karena dalam hal kekuatan Jeane bisa dibilang mempunyai nilai daripada Zepdis, karena mungkin dia seorang Lord.

"Kau bisa pergi sekarang. Biar aku sendiri yang ke pasar dan membeli barang. "

"Baiklah! "

Dengan sekejap seperti seorang flash, Zepdis melesat dan hanya meninggalkan ekor jejak dari kecepatannya ini.

Di setiap insiden yang muncul, Cain tak paham disini. Selalu terseret ke dalam permasalahan orang lain. Tapi, yang sebenarnya adalah masalah tentang perdagangan Demi-Human, yang terus berputar di kepalanya.

Mengesampingkan dirinya sendiri. Namun, Jeane dan Zepdis tak akan ragu!

Dua orang ini selalu memiliki pendirian yang kuat, namun pada akhirnya selalu memikirkan orang lain.

Aku tahu. Tapi, bagaimanapun Ras Demi-Human tak memiliki kebijakan di dunia. Lalu bagaimana, apa selamanya aku akan menyelamatkan orang lain yang tidak ada hubungannya.

Seandainya mereka memiliki dunia yang berbeda mungkin diskriminasi Demi-Human tidak akan seperti ini. Dan aku takkan repot.

Itu berarti aku tak akan bertemu dengan Zepdis dan Jeane?

Dalam hal ini, Cain membisu dan memutuskan melanjutkan apa yang ingin ia lakukan.

Sementara itu, Zepdis yang menjadi mata-mata ahli, menyusup ke dalam Istana dan dan menelusuri seisi ruangan yang ada disana, saat dia sampai di sebuah taman bunga dengan kursi panjang santai di dekat pepohonan besar.

Dari belakang terlihat punggung seorang pria yang mungkin sudah seperti kakek-kakek dengan rambut yang sudah beruban.

Disana duduk menyendiri dengan menatap ke langit yang bewarna orange dan biru gelap.

Zepdis penasaran dengan orang ini, hingga ia bersembunyi di balik dinding pilar di belakang.

Suasana yang Zepdis liat sama sekali tak membantunya, jika dilihat dari sudut ini maka ia tak menemukan apa-apa. Memutuskan untuk mendekat, namun ketika satu langkah kakinya hendak terangkat, seseorang datang memakai baju zirah di tubuhnya, itu ksatria penjaga.

Disana Zepdis berniat tak bergerak dari tempatnya dan melihat situasinya.

Ksatria itu bersimpuh. "Raja, Pangeran Ketiga tidak di temukan dimana-mana?! "

Dari belakang tempatnya berdiri Zepdis terkejut, bukan karena ketahuan menyusup oleh penjaga disana, melainkan tentang seseorang yang disebut sebagai Raja.

Raja?! Apakah dia Raja Kerajaan ini? Tidak kusangka aku menemukannya disini.

Sepoian udara membuat kesunyian di seluruh tempat ini, apakah adegan seperti ini ada? Bahkan orang yang disebut Raja tak menjawab apapun.

Sekitar 10 menit kemudian akhirnya bibir dari Raja turun.

"Begitu. Ernez sudah dewasa, biarkan dia melakukan apa yang diinginkannya. "

Setelah lama waktu berjalan, suara berat dan serak keluar dari mulut Raja.

Disana Zepdis mungkin tak bisa melihat apapun, dan hanya bisa mendengar. Tapi, dari nada suaranya Zepdis tahu, ekspresi seperti apa yang dikeluarkan oleh Raja yang duduk memandangi lautan angkasa.

Dan setelah ini, Raja sama sekali tak berkata apapun lagi, selama lebih dari satu jam dia duduk termenung memandang ke atas. Lalu setelah itu, Ksatria ini mengawalnya pergi dari sana karena langit sudah bewarna orange gelap di sertai suara dari burung-burung laut.

Melangkah ke depan, merasa bahwa informasinya lebih dari cukup setelah mengelilingi semua tempat dan sisi diistana, Zepdis melesat ke atas dengan menginjak atap.

Tak disangka bahwa hari ini terasa sangat cepat, bahkan untuk seekor mamalia, mereka tahu bahwa harus kembali ke kandangnya dan bersembunyi di hari yang gelap ini.

Disini Cain berada di depan penginapan, dimana disana Jeane berdiri menunggu kepulangannya dengan wajah penuh kerlipan saat melihatnya.

"Tuan Cain, selamat pulang! "

"Iya. "

Jeane memandu Cain ke kamar yang sudah mereka sewa. Dalam ruangan, satu ranjang besar ada di depannya, suasana terasa seperti aneh dan janggal, vas bunga penuh dengan mawar putih ada di dekat meja, tempat lilin menyinari ruangan penuh dengan cahaya ke orange an, dan terakhir kelopak mawar merah bertaburan di seluruh ranjangnya hingga aromanya menyengat di hidung.

Cain berdiri mematung, mencoba merealisasikan pikirannya namun tak bisa.

"Jeane, mungkinkah kita salah kamar? "

"Apa yang anda bicarakan, Tuan Cain? Sesuai perintah, seluruh bangunan ini aku sewa selama satu malam! "

Mendengar fakta ini Cain berpikir, sepertinya mulai saat ini tak membiarkan Jeane pergi sendiri dengan membawa uang bersamanya.

Aku tahu, aku bodoh karena mempercayakan hal seperti ini kepadanya. Pada dasarnya ini pertama kalinya Jeane melakukan hal seperti ini. Lain kali aku menyuruh Zepdis saja!

Cain menyentuh dahinya, pusing karena hal ini. Tapi, ekspresi Jeane sudah seperti mengharapkan sesuatu tidak bisa dihentikan.

"Kalau begitu, Tuan Cain... Apakah bisa kita mulai... "

Kalimat ini Jeane lakukan dengan melepas pakaiannya, dari jaket dan sepatunya.

Aroma mawar ini dan suasana ini seperti sebuah obat perangsang. Wajah Jeane merah merona, tubuhnya mulai panas, nafasnya terengah-engah seperti telah melakukan olahraga berat.

Cain melihat ini, ia memperhatikan dengan seksama Jeane melepaskan jaket dan sepatunya.

Ada yang salah disini, saat Jeane melepas gaun dalamnya, Cain menghentikan ini.

"Jeane, apa yang kau lakukan? Jika ingin mandi, maka pergilah ke kamar mandi dan lepaskan pakaianmu disana. Lalu kenapa banyak bunga disini? Buka jendelanya, aromanya terlalu menusuk. "

Terdengar jeritan dalam diam, tubuhnya retak seperti batu, hati polosnya pecah seperti kaca, saat hendak melepas pakaian terakhirnya Jeane di perlihatkan sebuah kenyataan kasar nan berat bagi pikirannya untuk bekerja saat ini.

Cain dengan santai berjalan dan duduk di sisi ranjang. Jeane kecewa dan berjalan seperti robot, mengerjakan apa yang dikatakan Cain, membuka jendela, dan menyingkirkan bunga yang berserakan di kasur dengan tangisan dalam diam.

Dari arah Jendela yang ada di bagian belakang ranjang nampak langit sudah gelap, hanya diperlihatkan gugus bintang dan bulan purnama disana.

Dari sudut ini pemandangan Kerajaan pada malam tak terlihat, jika ingin melihat maka harus berdiri di atas ranjangnya.

Dengan menyetel ulang kamar seperti semula, Jeane berdialog. "Zepdis ada dimana? Bukankah dia tadi bersama Tuan Cain? " sembari menata tempat lilin dan meletakan vas bunga ke tempat lain, Jeane ternyata lupa oleh sosok Zepdis.

Yah, karena disibukkan dalam keinginan duniawinya yang aneh maka Zepdis pun tak masuk ke dalam narasinya saat itu.

"Zepdis sedang melakukan tugas yang kusuruh. "

Tugas yang disuruh? Itu terlihat di wajah Jeane yang penasaran. Faktanya Zepdis lebih jago jika soal menjadi seorang ninja.

Cain menutup matanya, setelah semua ketenangan masuk ke dalam telinganya, dan Cain mengangkat kelopak matanya dengan cepat ke depan.

Seperti sebuah pusaran gelombang cahaya hijau berputar di kedua kornea matanya.

Resonansi terjadi dan membuat otak bagian dalam merangsang segala bentuk macam informasi dunia.

Sebuah potensi terlihat, slide dalam film berjalan dan membaur dalam kenangan. Itu adalah kekuatan muasal mata Beite.

Sebuah skenario terlihat di dalam satu persatu bagian dari Slide ini, itu adalah masa depan, dimana terdapat sebuah tragedi besar yang terjadi.

Dan semakin Cain melihat dan memperbesar sebuah Slide, gambaran ini muncul. Sebuah sosok jahat muncul dan menghancurkan seisi Kerajaan, ini terlihat di dalam kenangannya.

Sebuah sengatan listrik tiba-tiba memecah seperti retakan. Cain merintih, melenguh dan menggigit erat giginya, itu adalah rasa sakit luar biasa.

Ini bukan pertama kalinya aku menggunakan kekuatan mata Beite, namun tetap aku tidak terbiasa dengan ini dan sepertinya tidak akan!

Rasa sakit ini, seperti sebuah ribuan jarum menusuk langsung ke dalam mata, menembus hingga ke otak. Dan rasa sengatan panas luar biasa seperti menempa pedang dalam api yang membara.

"Tuan Cain?! Kau tidak apa? " raut wajah khawatir Jeane membuat matanya melihat Cain dengan penuh rasa terluka, padahal bukan dia yang kesakitan.

"Aku tidak apa. Tenang saja... "

Walau Cain mengatakan ini, dari mata kanannya keluar air mata namun warnanya merah pekat dan kental. Itu adalah darah. Jeane semakin panik melihat ini, dengan segera ia beranjak ingin menyembuhkan itu dengan apinya. Tapi Cain langsung mencegah Jeane dan menutupi mata kanannya dengan tangannya saja.

"Tidak apa, sebentar lagi ini membaik, ini sudah biasa terjadi saat aku menggunakan kekuatanku. "

Bagaimana bisa dalam situasi ini Cain mengatakan ini dengan nada tenang? Dilihat dari sudut pandang apapun bagi Jeane itu bukan hal yang bisa disepelekan, namun Cain sudah menghentikannya.

Karena jika Jeane mengeluarkan kekuatannya disini, auranya akan meluap dan membuat tekanan dominasi yang kuat. Dan orang biasa akan sesak nafas jika merasakannya, karena inilah Cain menghentikan Jeane.

Jeane paham, dan itu berhenti dalam beberapa detik.

Toktok! Dan dari balik pintu seseorang mengetuk pintu, dari suaranya ini adalah Zepdis dan Cain menyuruhnya masuk.

Bahkan belum satu jam sejak Jeane membicarakannya dia sudah muncul seperti kilat. Sungguh umur yang panjang.

Setelah Zepdis masuk dan menutup pintu, wajahnya yang tenang berubah tersentak kaget, melihat darah menetes di mata Cain.

"Apa yang kau temukan? " Ujar Cain yang duduk memandang dinding di depannya ketimbang memandang Zepdis yang menjadi subyek pertanyaannya.

Disini Zepdis tak diberi kesempatan bertanya tentang situasi dari Cain sendiri dan bahkan sepertinya Zepdis tahu bahwa Jeane yang berdiri di depan Cain telah mengkhawatirkan Cain lebih dari dirinya.

Mungkin, Jeane juga telah melakukan hal ingin dilakukannya, namun berakhir dihentikan oleh Cain itu sendiri. Itulah pikir Zepdis.

Zepdis pasrah dan membuang nafas.

"Iya, dari apa sudah kuselidiki di seluruh Istana. Pertama, memang benar bahwa Raja dari Kerajaan Vascelia telah masuk dalam fase pensiun dan menginginkan penerus yang mampu meneruskan Kerajaan ini. "

(Berarti yang dikatakan si Ernez adalah kebenaran. )

Sekali lagi Cain diperlihatkan realita kehidupan, bahwa lebih tidak ingin lagi dia mengetahui kebenaran yang memang tak perlu diketahui. Cain mengingat percakapan dan raut wajah Ernez saat itu.

Itu seperti sebuah ingatan tak penting, namun tetap ada meski tak menginginkannya.

"Kedua, perdagangan budak memang benar adanya di Kerajaan dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. "

Pupil Jeane mengecil dan bergetar, giginya menggertak. Benar, dia marah, mungkin sangat marah.

Sementara Cain tak terlalu terkejut akan hal ini, malahan seperti terlihat sudah terbiasa.

"Lokasinya, tempat mereka di sekap adalah di dalam Kapal yang akan berangkat malam ini. Sepertinya, mereka memperdagangkan Demi-Human ke tempat lain daripada disini, untuk menutupi fakta kebusukan Kerajaan ini. "

Dalam menjelaskan ini, tak berbeda seperti Jeane. Dari nadanya Zepdis sudah naik darah dalam menahan amarah, bahkan didepan Cain sendiri.

Menatap Zepdis dan Jeane yang mengepalkan kedua tangan mereka.

"Selanjutnya... " Cain yang tak ingin berlarut-larut mengikuti kekesalan dua orang yang ada di sini, menginginkan argumen ini di percepat.

"... Lalu yang ketiga dan terakhir. Malam ini juga, akan ada perang di Kerajaan ini! Dan itu adalah Perang saudara! "

Wajah Jeane kini terkejut lagi, namun dalam artian lain dan bukan karena menyimpan amarah, melainkan memang kaget.

Sebuah insiden akan terjadi lagi malam ini, tidak disana dan disini semua sama saja. Jika itu membicarakan kekuasaan, maka peranglah jawabannya.

Cain tak ingin mengakuinya, namun dari sudut pandangnya kini ia melihat bahwa tak ada satupun yang bisa disalahkan, apalagi Ernez. Hanya saja, satu dari mereka tak lain dan tak lebih dari seorang yang bodohnya sampai ketulang sumsum.

Keterlibatan ini akan membawa ratusan nyawa tak berdosa melayang. Bukan berarti ini adalah simpati atau empati. Hanya jika di lihat dalam hal kenegaraan dan politisi, sesuatu seperti ini seharusnya tak terlalu melibatkan orang lain.

"Sudah kuduga... Malam ini sepertinya aku tak bisa tidur lagi! "

Jeane dan Zepdis menajamkan pupilnya, dalam ucapan Cain itulah yang terpenting. Sedangkan yang mereka khawatirkan adalah tempat lain dan bukan yang ada dihadapan mereka.

Aura yang menyelimuti Cain, lebih tebal dan kuat dari Jeane. Disini, diruangan ini, penuh dengan aura pekat Cain, dalam artian ini menjijikan.

Di satu tempat yang lain yang berjarak 5km dari tempat Cain saat ini. Mansion besar dengan ukuran hampir seperti satu lapangan stadion. Bangunan seperti sebuah villa besar, dengan taman yang indah dan dengan desain adanya kolam dan pilar-pilar tempat bersantai.

Dan di tempat santai ini, Ernez sedang bersama dengan seorang wanita dengan memakai gaun indah dengan bunga dan pita yang mengikat di antara pinggul dan sayap tipis di bagian ekornya. Serta memakai dandanan yang cantik.

Seorang wanita karier dengan umur sudah berkepala tiga yang masih terlihat awet muda. Dia adalah Duchess Symonne La Seallan.

Yang menjadi lawan minum teh dari Ernez.

"Aku sedikit terkejut karena Pangeran tiba-tiba mendatangi kediamanku dengan diam-diam. " sembari menyeruput teh terlihat senyum kecil di bibir Duchess.

Sementara Ernez masih terus memandangi teh dan sajian cemilan di depannya.

"Duchess... Aku... Akan membunuh kedua Pangeran! "

Duchess menyemburkan minumannya, syok kecil terlihat di wajahnya. Sementara saat Duchess melihat wajah Ernez, dia sangat serius saat mengatakan ini dengan mudahnya.

Meletakkan cangkir tehnya, Mencoba menenangkan dirinya sendiri, Duchess berusaha memasuki pembicaraan ini dengan serius.

"Ada angin apa ini Pangeran? "

Tentu rasa penasaran ini di pertanyakan. Sejak Ernez mendatangi Duchess secara diam-diam dan sendirian tanpa adanya Ksatria yang mengawalnya, itu saja sudah membuat Duchess kebingungan.

Dan sekarang anak. Tidak, pria muda ini mengatakan hal tentang sebuah tindak kriminal dengan serius dari bibirnya.

Meski dibilang bercanda bukankah sudah keterlaluan dan berlebihan! Pikiran Duchess tak pergi dari hal ini.

"Tidak ada. Sudah kuputuskan hal ini akan kulakukan. Bukankah menurut Duchess sendiri bahwa Pangeran lain juga menginginkan nyawaku! Anggap saja ini sebagai pertahanan diri! "

Duchess sudah tak bisa berkata apa-apa. Jika disebut pertahanan diri bukankah Ernez masuk ke fase terakhir memberontak.

Benar adanya jika Pangeran lain mengincar nyawanya, namun saat kusarankan melakukan tindakan yang sama. Dengan cepat Pangeran Ernez menolaknya!

Tapi, sekarang...

Duchess mengerti, tersenyum dan memahami Ernez. Ia pun berdiri di samping kursinya, dengan cepat Duchess bersimpuh hingga gaunnya yang cantik menyentuh debu tanah dan dengan senyum percaya diri terlihat dari matanya.

"Sesuai perintah Pangeran, akan segera saya persiapkan semuanya! "

Bahasanya mulai berubah menjadi formal dan berwibawa. Duchess masuk ke mode pekerjaannya, itulah pikir Ernez.

Sudah dimulai, semuanya, awal dan akhir. Disini di tempat ini juga, medan perang akan terjadi.

Sekarang di dalam Istana dan di dalam sebuah ruangan yang gelap tanpa cahaya dan hanya disinari oleh cahaya biru dari rembulan.

"Pangeran Essel, semua persiapan telah selesai! "

Dari luar ruangan suara ini mencapai telinga seseorang yang berada di dalam.

Seorang pria memakai pakaian rapi berjas dan berdasi mahal. Berdiri di dekat jendela kaca yang besar dan terbuka lebar, cahaya bulan menembus dirinya dan membuat bayangan dari tubuhnya membesar.

"Sudah waktunya...! " ia tersenyum memperlihatkan giginya dan lebar yang melebihi kelebaran jarak antar mata.

Dia adalah Pangeran Pertama, Esselnur De Vascelia.

Sebuah bayangan yang sebelumnya menampilkan tubuh seseorang. Namun di segala sisi bagian belakang itu muncul bayangan lain seperti sayap capung. Tapi, dalam siluet dan scene lain, hanya ada Pangeran yang berdiri di dekat jendela, dengan angin yang menerpa dirinya dan menerbangkan gorden birunya yang panjang.

Sementara itu juga di tempat lain, yang berada di sebuah ruangan yang bagian dalamnya tak bisa ditembus oleh cahaya rembulan, dan hanya cahaya dari lilin yang menyinari. Tempat ini adalah ruang bawah yang berada di dekat bangunan yang ada sebelah dinding pelabuhan dan sedikit ke kiri dari bangunan Istana.

Dalam sebuah perkumpulan yang pastinya ada seorang pemimpin di dalamnya.

"Malam ini akan menjadi malam terakhir bagi kakak dan adik bodohku! Sedari awal mereka bukanlah saudaraku, jadi nyawa mereka bukanlah urusanku! " 

Dia tertawa, Dia adalah Pangeran kedua, Haikal Laira De Vascelia. Dia juga sudah bersiap, dengan memakai zirah besi dari kaki hingga bahunya, dengan helm besi yang ia peluk di bagian ketiak kanannya. 

Dan di segala sisi ruangan ini penuh dengan orang berpakaian baju besi alumunium dan memakai helm besi dan ditangan mereka membawa senjata, pedang dan tombak.

Sementara di luar tempat ini, terdapat puluhan orang memakai jubah menutupi seluruh tubuhnya dan membawa tongkat besi keperakan dengan bola kristal di ujung tongkatnya dan ukuran tongkatnya sekitar satu meter lebih.

Mereka berkumpul seperti berjaga di tempat ini.

Dimalam ini, tak ada yang tahu bahkan jika mereka berusaha ingin mengetahuinya. Yang ada hanyalah aroma darah yang bisa dicium walau bau dari bunga lebih menyengat.

Persiapan telah selesai. Masing-masing dari mereka bergerak di tempat yang di setujui oleh prakiraan mereka sendiri.

Continue Reading

You'll Also Like

274K 23.5K 22
Follow dulu sebelum baca 😖 Hanya mengisahkan seorang gadis kecil berumur 10 tahun yang begitu mengharapkan kasih sayang seorang Ayah. Satu satunya k...
67.9K 620 5
Jatuh cinta dengan keponakan sendiri? Darren William jatuh cinta dengan Aura Wilson yang sebagai keponakan saat pertama kali bertemu. Aura Wilson ju...
89K 6K 22
Arsyakayla Attaya, biasa dipanggil Kayla seorang gadis berumur 18 tahun. Ia adalah gadis yang ramah dan lembut ia juga sangat baik dan perduli terhad...
340K 19.5K 21
Tak pernah terbayang olehku akan bertransmigrasi ke dalam novel yang baru aku baca apalagi aku menempati tubuh tokoh yang paling aku benci yang palin...