LOST In The Mountain

By secmire_ririn

10.3K 1.1K 65

;"Tidak ada yang bisa mencegah dan dicegah" "Satu nyawa tidak bisa menebus satu kesalahan " Akan banyak kejut... More

LOST |0
LOST|1 Rencana
LOST|2 berangkat
LOST|3 mulai
LOST|4 darah dan sumpah
LOST|5 Sean Pratama Yudha
LOST|6 yang bersalah telah di hukum
LOST|7 pesan dari dia yang tak terlihat
LOST|8 Aditya Arjun pranata
LOST| 9 kemarahan penghuni gunung
LOST| 11 Devano & Rizky
LOST|12 tarikan mahkluk halus
LOST|13 Tinggalkan
LOST| 14 Hilang
LOST| 15 terpisah
LOST|16 Bisikan
LOST|17 Pencarian
LOST| 18 kapan pulang?
LOST| 19 Di temukan
LOST| 20 ragu
LOST| 21 Dejavu
LOST | 22 perdebatan untuk keluar
LOST| 23 pasar setan
LOST| 24 bergerak mati, diam pun mati
LOST| 25 Akhir dari perjalanan
26 ] Lawu itu kejam
27 ] jiwa yang lemah tanpa penopang
28] Untuk yang terakhir
29) kertas dan kepala
LOST. 30. HOW'S YOUR DAY
HAI

LOST| 10 sudah cukup tuhan

260 43 0
By secmire_ririn

***

"Tolong... Perih banget ini"

Mereka semakin kalut ketika Bagas terus merintih kesakitan.
Apa yang harus mereka lakukan sekarang ini?

"Kalian harus balik, dan bawa gue sama yang lain pulang, jangan lupa buat anterin kita ke rumah terakhir kita" kata Bagas dengan raut memohon, pemuda itu sudah melihat tanda-tanda akhir hidupnya. Terlalu cepat, tapi itu pasti datang

Tangan Dava bahkan sudah gemetar ketika mengipasi kaki Bagas saking khawatir nya. Tangan nya yang di remas Bagas sebagai pelampiasan atas rasa sakit nya tidak terasa sama sekali, rasa khawatir mendominasi dirinya.

Haris masih sedikit lemas akibat kerasukan tadi, kini ia hanya menatap sendu kearah Bagas. Ingin mengurangi rasa sakit nya tapi tidak tau harus berbuat apa.

Bagas merasa kaki nya seperti di bakar api yang merah menyala, rasa panas dan perih menjadi satu seakan bersemangat untuk menggrogoti daging hingga tak bersisa.
Bahkan angin dari kipasan Dava, Wisnu dan Ridho tidak terasa sama sekali di kaki nya.

Dan dengan tiba-tiba, sosok kakek yang sempat ia lihat mengikuti mereka tadi pagi datang dan berdiri tepat di hadapannya. Tatapan sosok tua itu tajam, tubuhnya tampak lusuh serta renta, terlihat begitu menakutkan.

"Kowe kudu melu aku"

Bagas menggeleng keras "saya gak mau!" Bagas berteriak keras, namun tidak ada yang mendengar itu selain sosok di depannya "Dav, tolong! Gue mau di bawa sama dia!" Bahkan Dava tidak bereaksi apapun saat Bagas berteriak begitu pun dengan yang lain

"Aku bisa nggawe wong-wong mau mati saiki lan ndadekake wong-wong mau dadi pengikutku ing salawas-lawase."

(Aku bisa membuat mereka semua mati sekarang dan menjadikan mereka pengikut ku selamanya)

"Aku ora menehi utawa menehi pilihan, aku mung njupuk apa sing dakkarepake. Yen sampeyan nolak aku bisa njupuk kabeh"

(Aku tidak memberi tawaran atau pilihan padamu, aku hanya mengambil apa yang aku mau. Kalau kamu menolak aku bisa mengambil mereka semua sebagai gantinya)

"Kenapa harus saya?!" Bagas frustasi, takut dan bingung menjadi satu kenapa harus dirinya yang di minta? Kenapa harus dirinya yang menghadapi situasi ini?

"Amarga sampeyan ora duwe pengawal sing kudu aku adhepi"

(Karna kamu tidak memiliki penjaga yang harus aku hadapi)

Tidak masuk akal, Bagas menolak jawaban itu dengan logikanya. Tidak mungkin hanya itu alasannya, ia yakin ada alasan lain yang membuat sosok itu menginginkan dirinya.

Bagas ingin membantah lagi, namun dirinya terlanjur merasakan dadanya sakit bukan main saat tangan sosok itu dengan mudah ingin melubangi dadanya dengan tangan kosong.

Sosok itu tersenyum saat Bagas meronta kesakitan dalam pandangannya, tidak ada yang menyadari apa yang Bagas rasakan saat ini, termasuk Yuda dan Wisnu.

Kuku yang hitam dan rusak itu mulai berhasil menciptakan luka di bagian dada Bagas, sosok itu terus mendorong tangannya agar darah pemuda itu dapat menikmati rada sakitnya sendiri. Tak lama, dada Bagas telah berhasil ia lubangi dengan tangannya sendiri, tak ada belas kasihan pada pemuda yang telah pasrah akan nasibnya itu, ia tarik tangannya yang telah berlumur darah dan di basuhkan pada wajah Bagas.

Pemuda yang berada di ambang kematian itu hanya mampu merintih menikmati segala rasa sakit yang tiba-tiba menjalar tubuh nya. Amis darah nya sendiri ia nikmati dengan pilu, ia tau akan segera berakhir disini.

Tangan sosok tua itu kini kembali pada luka dalam yang ia ciptakan pada bagian dada Bagas, ia kembali mengambil darah pemuda itu, kali ini Bagas merasakan panas dan sakit yang menyerang tubuh nya, perlahan matanya mulai memberat, tubuhnya mulai terasa kaku, tenggorokan nya tercekat dan ketika wajahnya kembali di basuh darahnya sendiri, ia berakhir saat itu juga.

Sukma nya meninggal kan tubuh dengan begitu pilu, Bagas bangkit dan melihat tubuhnya sendiri yang telah tak bernyawa, namun teman-temannya belum menyadari hal itu sama sekali.

"Kita harus gimana ini?" Jefran sudah tidak tau harus melakukan apa sekarang ini. Sejak tadi ia berharap ada bantuan seperti rombongan pendaki lain yang lewat, namun itu semua pupus seketika saat ia menyadari bahwa mereka saja sedang tersesat dan sudah jauh dari jalur yang sebenarnya.

Langit sudah semakin gelap karna sebentar lagi akan masuk waktu Maghrib, sejak tadi pagi matahari sama sekali tidak terlihat akibat kabut dan mendung yang tak kunjung hilang.

"Tolong!!!!" Suara teriakan Rizky menggema

"Tolong!!!"

"Udah, gak bakal ada yang denger"
Ucap Devano menghalangi Rizky ketika hendak berteriak kembali

Rizky bungkam dan kembali terduduk sambil memukuli tanah sebagai pelampiasan kekesalan nya sekarang ini. Bagas tak tampak lagi pergerakan nya, ia takut pemuda itu menyusul dua temannya, tanpa tau apa yang telah terjadi pada Bagas.

"Kita mencar aja gimana? Buat nyari bantuan" usul Rizky

"Lo mau nyari bantuan kemana? Emang lo tau Sekarang ini posisi kita dimana?" Jawab Devano, ada benarnya

"Tapi kalo gini terus kapan kita keluar nya! Bagas sekarat sekarang!!" Sarkas Rizky yang emosi

"Emang lo yakin dengan mencar bakal dapet bantuan?!!" Tekan Devano yang tak kalah emosi

"Mikir dong" Devano menunjuk kepala Rizky dengan penuh emosi
"Kalo kita mencar, belum tentu kita bakal dapet bantuan, bisa aja kelompok yang satu lagi malah semakin nyasar dan buruk nya lagi mati!! Mikir!! di pake tu otak!"

Rizky menepis tangan Devano " Lo yang harus nya mikir jingan! Lo mau kita kehilangan lagi?! Gue udah cukup sakit kehilangan Sean. Gue gak mau kehilangan lagi"

Devano tersenyum getir, tangan nya menunjuk mayat Ajun yang kembali di letakkan di dekat pohon
"Lo fikir, lo doang yang sakit karna Sean mati? Lo fikir gue gak sakit si Ajun mati? Ajun mati juga karna ulah Sean! Mikir Rizky! Mikir!!" Urat leher Devano terlihat sangat jelas karna terlampau emosi

"Bajingan-"

"Lo berdua diam!!" Potong Ridho dengan sangat dingin, wajah nya sudah merah karena terlampau kesal mendengar perdebatan Rizky dan Devano.

"Gak ada otak! Bukan nya mikir gimana caranya biar temen lo baik-baik aja, malah ribut kalian bajingan!"

Kata-kata yang seharusnya tidak di ucapkan, keluar begitu saja karna sama-sama di kuasai oleh emosi di dalam diri masing-masing.

Yang lain memilih diam, dan fokus terhadap kondisi Bagas yang sudah tampak sangat pucat sekarang. Jika mereka turut membuka mulut maka masalah akan semakin besar, jadi biarlah Ridho yang mengurus perdebatan Devano dan Rizky itu.

" gak ada yang gak sedih sekarang, jadi lo berdua cukup diem dan fikirin cara yang terbaik buat keluar. TANPA MENCAR" Ridho mengucapkan kalimat terakhir nya dengan penuh penekanan

Haris hanya melamun sambil bersandar di bawah pohon, di sebelah nya ada mayat Ajun yang turut di sandarkan di pohon itu.
Haris terus melamun tanpa menyadari seekor ular seukuran jempol kaki orang dewasa sedang berada di dekat tangan kanan nya.

"Akhh" ringis Haris dengan pelan, ketika merasa sakit di tangan kanan nya. Haris langsung memegang tangan kanan nya dan berpindah tempat ketika menyadari seekor ular baru saja mematuk tangan nya.

Haris terus menahan ringisan nya sambil memperhatikan luka patukan ular tersebut tanpa ada satu pun dari teman nya yang tau.

Mereka tidak ada yang menyadari kondisi Haris, fokus mereka sepenuhnya tertuju pada Bagas yang saat ini sudah tidak sadar kan diri lagi.

"Ris, lo kenapa?" Tanya Jefran ketika menyadari Haris yang meringis sambil menyembunyikan tangan kanan nya

"Gak papa, gue cuma masih lemes aja" jawab nya asal, Jefran mengangguk sambil sesekali memperhatikan Ajun

"Bagas, bangun Bagas!" Dava menepuk pipi Bagas, berharap pemuda itu membuka mata nya

"Bagas, jangan bikin kita takut Bagas!"
Dava terus menepuk pipi Bagas dengan tangan yang gemetar hebat

Wisnu mencoba menenangkan Dava dan menghentikan tepukan tangan Dava di pipi Bagas
"Lo tenang dulu Dava" ucap nya

Wajah Bagas benar-benar pucat sekarang ini, tubuhnya mulai terasa dingin. Kondisi kaki nya masih sama seperti tadi bahkan sekarang luka nya semakin memerah dan lebih banyak mengeluarkan darah dan nanah

"Ya Allah Bagas" Yuda tidak berhenti mengipasi kaki Bagas, ia melihat sekitar, mencoba memenuhi rasa janggal di hatinya. Namun, ia malah menemukan sesuatu yang harusnya tidak ia lihat.

Bagas berdiri tidak jauh dari tempat mereka berkumpul, wajah pemuda itu sarat akan kesedihan, di belakangnya berdiri sosok seorang kakek tua yang menatap nya begitu tajam. Yuda tau, itu bukan pertanda baik.

Jefran menggenggam tangan nya untuk berdoa, ia menutup mata nya dan menundukkan kepala, memohon dalam hati dengan sungguh-sungguh untuk keselamatan Bagas saat ini.

"Lindungi kami Tuhan.. jangan lagi kau ambil temanku, sudah cukup tuhan ... Sudah cukup.."

Rizky menyentuh bagian leher Bagas, hanya untuk mengecek denyut nadi pemuda itu, namun hal lain yang ia dapatkan. Rizky tidak menemukan denyut nadi Bagas, wajah paniknya seketika bisa di baca oleh seluruh teman-temannya

"Bagas! Bangun, kita harus pulang sama-sama! Jangan kayak gini, Bagas!" Jefran mulai histeris ketika sesuatu yang tidak mereka harapkan benar-benar terjadi

"Bagas! bangun gue bilang!" Teriak Dava ketika menyadari tidak ada tarikan nafas lagi dari Bagas

"Bagas, jangan bercanda Bagas!" Jefran menepuk pipi Bagas, berharap pemuda itu mengakhiri candaan nya sekarang juga.

Wisnu mematung seketika, mencerna apa yang baru saja terjadi. Matanya pun tak sengaja melihat ke arah Yuda yang memandang lurus kedepannya, Wisnu ikuti arah pandang itu dan ia tau apa yang terjadi pada Bagas saat ini.

Ridho sudah terduduk dengan lemas, wajah nya sudah di banjiri air mata
"Kita ditinggal lagi" lirih nya di tengah tangisan nya

Dava menggeleng keras "jangan sembarangan kalau ngomong! Bagas masih hidup! Dia belum mati!"

Jefran menahan tubuh Dava yang terus bergerak brutal bahkan ingin memukuli Ridho " lo kalau ngomong di jaga ya, jingan! Dia baru aja bercanda bareng gue, dia tadi masih sehat, dia tadi masih bisa ketawa, dia gak mungkin mati!"

Aiden menarik tubuh Dava agar sedikit menjauh dari Ridho "lo tenang, Dava"

Dava segera menepis kasar tangan Aiden, pemuda itu tampak begitu marah "lo juga sama aja! Bagas belum mati! Dia belum mati!"

Plak

Satu tamparan keras melayang mulus mengenai pipi Dava, hingga membuat pemuda itu terdiam "sadar lo, sadar!" Tekan Ridho sembari mengguncang bahu Dava "lo fikir gue mau di tinggal dia? Lo fikir kita mau di tinggal dia?" Ridho melepas cengkraman nya pada bahu Dava, pemuda itu berlutut sambil menangis keras "DIA UDAH MATI! BAGAS UDAH MATI" Ridho berteriak kencang, kali ini tangis nya semakin menjadi

Dava menyembunyikan kepala nya diantara kedua lututnya yang di tekuk, meredam suara tangis nya sendiri. Membiarkan Al-Ridho menumpahkan semua air matanya di depan semua temannya. Tidak ada yang bisa di cegah dan mencegah, semua akan berjalan sesuai dengan garis takdir nya, begitu pun dengan kepergian Bagas sekarang ini.

Tidak mampu berbuat apa-apa, mereka hanya bisa menangis dan menahan sesak di dada ketika menyaksikan satu lagi dari mereka pergi begitu saja.

Kali ini si pencair suasana lah yang pergi, ia turut menyusul teman bercanda nya yang baru saja pergi tadi siang.
Sekarang Bagas akan kembali bercanda dan bercengkrama bersama Ajun dan Sean tanpa bayang-bayang menakutkan gunung ini.

"Sekali lagi, selamat jalan kawan"
Ucap mereka semua di dalam hati masing-masing

Tapi tidak ada yang tahu, Bagas masih memperhatikan mereka dengan tatapan pilu. Dia belum mati, Bagas belum mati.

Mari biarkan ketidaktahuan menelan mereka dalam jurang kesedihan, biarkan Bagas menjadi sumber tangis mereka saat ini.

Tapi sekarang kita biarkan raga Bagas beristirahat dengan tenang, biar yang tersisa melanjutkan perjalanan dan kembali ke dekapan keluarga masing-masing.

Bagas Nalendra Arifien, terima kasih untuk perjuangan nya. Sekarang, kau dapat bercengkrama tanpa khawatir ada bahaya yang mendera, terus lah menebar tawa walau sudah tak bersama

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Ngebosenin banget ya cerita nya.
Aku mau bilang makasih buat yang udah baca cerita ini

Bagas bilike; ngapa giliran gue langsung di ulti tanpa tanda-tanda?! Yang bener aja cuy, tiba-tiba kena azab kaki gue. Padahal gue diem-diem bae

          Bye bye btw

Continue Reading

You'll Also Like

. By jstbelacNS

Mystery / Thriller

4.7K 578 18
"Tidak ada yang berubah, hanya adanya sikap yang belum pernah mereka perlihatkan"
1.8K 159 3
Sederhana, kisah ini menceritakan tentang Delvaros Gang yang terdiri dari 7 anggota. Siap bertemu dengan Marka dan perintilannya? Dan, inilah kisahn...
21.4K 5.2K 41
Bagaimana rasanya bisa mengetahui waktu kematian orang lain? Jang Yeeun bisa melihat warna aura, dan melalui itu memperkirakan waktu kematian seseora...
1.6K 598 11
"Sudah Temaram. Kini di tulis sebuah Narasi tak beraturan oleh Biru. Kepada Ayah, Bunda dan mas Dipta." Bunda yang sudah lebih dulu mendahului kita...