METAHUMAN [BL]

Par its-babyejel

874 85 89

• ORIGINAL STORY BY EJEL(ME) • Seorang metahuman bernama Tara, pria penyendiri karena dirinya yg berbeda, mem... Plus

00.
01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
10.

09.

29 2 0
Par its-babyejel

"Raja!"

"Raja!"

Gintara tak menyerah, dan tak akan pernah sedikit pun menyerah untuk mencari Raja. Ginan pun ikut mencari, berkeliling dari satu blok ke blok lain untuk menemukan Raja si domba kecil.

Gintara khawatir Ginan akan terlalu capek dan membiarkannya duduk beristirahat pada kereta dorongnya, namun Ginan menolak. Ia berkata bahwa ia memiliki andil atas hilangnya Raja. Bocah usia enam tahun itu, yg bahkan belum bisa membaca dan menulis, mengatakan bahwa hilangnya Raja adalah kesalahannya karena Gintara yg pergi untuk menjemputnya. Bahkan Ginan sempat menyuarakan bahwa ia siap dihukum untuk itu.

Gintara merasa terenyuh. Ia menjelaskan dengan pelan dan lembut, bahwa, tak sedikit pun hilangnya Raja adalah kesalahan Ginan. Gintara tidak menyalahkan Ginan karena nyatanya Ginan memang bukanlah penyebab dari hilangnya Raja. Ia mengatakan bahwa tak semudah itu Gintara memberikan hukuman kepada Ginan, apalagi pada suatu hal yg bukanlah tanggung jawab Ginan. Gintara merasa sedih.

Karena faktanya, sudah terpatri pada pola pikir Ginan bahwa jika ia melakukan kesalahan sekecil apa pun, ia akan dihukum. Kemungkinan itu adalah apa yg telah ia lalui ketika ia menjadi kelinci percobaan dalam penelitian ilegal. Ia adalah seorang perisai dan ia selalu menjadi samsak tinju karena ia tidak bisa sedikit pun di sentuh. Maka dengan mudahnya orang-orang tersebut menjadikannya sasaran yg sangat empuk. Ia adalah anak yg menjadi kambing hitam dan menerima hukuman walaupun ia tidak sedikit pun memiliki andil di dalamnya.

Gintara menjelaskan bahwa, Ginan tidak perlu menjadi orang yg maju untuk bertanggung jawab setiap kali terjadi suatu kesalahan atau pun masalah. Ginan bukanlah seorang pahlawan. Ginan hanyalah seorang anak dan yg perlu Ginan lakukan hanyalah bermain dan berbahagia.

Untuk perihal hilangnya Raja, Gintara mengatakan bahwa itu sepenuhnya adalah tanggung jawab Gintara. Ia telah lalai karena terlalu panik, dan selalu bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu. Sehingga semua ini terjadi. Dan Gintara mengatakan,

"Semesta selalu membenciku. Karena itulah semua ini terjadi."

Ia tersenyum sedih dan mengacak rambut Ginan, kemudian meluruskan posisi bandana yg menutupi tato di dahinya. Ginan memiringkan kepalanya.

"Semesta tidak membencimu," anak itu berkata serius dan menggeleng. "Semesta justru sangat menyayangimu. Karena itulah kau selalu menerima hal yg disebut dengan cobaan setiap waktu. Agar kau bisa melatih dirimu menjadi lebih kuat dan bisa melindungi orang-orang disekitarmu."

Gintara terkekeh. "Darimana kau mendengar semua hal bijak ini?" Ia mengetuk hidung bangir Ginan, yg kemudian hidungnya mengerut.

"Dari serial animasi pahlawan super yg aku tonton di tablet. Pahlawan itu awalnya selalu gagal dalam menolong orang-orang. Namun, ia adalah orang yg sabar dan tidak menyerah sehingga akhirnya ia berhasil menolong orang. Aku yakin Tara seperti pahlawan itu juga, berhasil menemukan Raja," ucap Ginan polos. Gintara kembali terkekeh pelan lalu merengkuh anak itu dalam pelukannya.

Sejujurnya, Gintara merasa tersentuh. Meskipun Ginan tampak tidak terlalu mengerti makna dari kalimat yg ia ucapkan, namun ia mengutarakannya dengan penuh kepolosan yg berarti ia benar-benar percaya hal itu dari hatinya. Ia percaya bahwa semesta tidak membenci Gintara, melainkan semesta hanya mengujinya.

Yah, andai saja itu benar adanya.

Bagaimana pun, Gintara mengapresiasi kalimat yg dilontarkan oleh Ginan tersebut, ia merasa hangat di hatinya. Mungkin semesta sengaja mengujinya, atau bisa juga semesta memang membencinya, yg mana pun Gintara tak tahu. Yg pasti, rasa percaya Ginan pada dirinya cukup membuat kekuatannya serasa bertambah berkali-kali lipat.

Maka dari itu ia tidak akan menyerah mencari Raja. Ia akan menemukan domba kecil tersebut, jika ia berusaha, seperti kata Ginan. Ia hanya harus cukup bersabar.

Karena itulah ia tidak sedikit pun meninggalkan tempat kejadian, bahkan setelah Rangers dan petugas MRI datang mengevakuasi tempat. Gintara sudah mengembalikan kereta dorong dan meminta Ginan untuk menunggu di mobilnya. Ia tidak ingin resiko Ginan yg seorang mutan ditemukan oleh petugas MRI mana pun.

Gintara kembali berkeliling sekitar kejadian, melewati banyaknya puing serta reruntuhan, mencari sedikit pun jejak dari Raja. Gintara sedikit menyesal ketika memberikan empeng Raja kembali padanya. Sehingga ia tidak menemukan energi telekinesis Raja dimana pun. Bahkan energi yg sedikit bocor pun tidak terdeteksi, membuktikan bahwa penahan yg diberikan oleh Gintara benar-benar bekerja dengan efektif dalam menghalau kekuatan Raja untuk keluar.

Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, sudah berhenti memanggil Raja karena lama kelamaan tenggorokannya menjadi sakit karena terus berteriak. Radarnya juga aktif namun inti kristal yg ia temukan bukanlah inti kristal yg Gintara cari. Bukan warna yg ia cari.

Gintara kembali mencari tanpa menon-aktifkan radarnya, sampai pada jarak radius lima ratus meter dari kanannya, ia menemukan sebuah inti kristal berwarna biru—namun jelas-jelas bukan milik Ginan karena Ginan berada dua blok pada tempat kejadian, Gintara sudah memastikan bahwa anak itu tidak akan menyusulnya, dan gunakan panggilan video lewat tabletnya jika sesuatu terjadi.

Tanpa pikir panjang, Gintara menuju kepada inti kristal berwarna biru yg asing tersebut. Gintara sebisa mungkin menghindari Rangers, petugas MRI serta puluhan robot android tempur yg dibuat khusus untuk sistem pertahanan melawan insectizious. Gintara melihat belasan makhluk seperti serangga tersebut terpenjara dalam jaring melayang yg dibawa oleh android-android tersebut. Mereka mengeluarkan suara ringkikan melengking—kemungkinan memanggil atau meminta pertolongan pada koloni insectizious yg lain.

Saat Gintara hanya berjarak beberapa meter dari inti kristal biru yg ia coba temui, kemarahan segera melingkupi Gintara.

Karena disana, berdiri wanita paruh baya tempat Gintara menitipkan Raja. Namun tak nampak rambut Raja sehelai benang pun di dekat wanita itu. Tetapi Gintara melihat seorang gadis asing berdiri di samping wanita itu. Gadis itu adalah pemilik inti kristal berwarna biru yg ia lacak. Mereka tampak bercakap-cakap namun Gintara yakin itu bukanlah sebuah interogasi.

Dengan cepat, Gintara mendorong gadis tersebut dan mendorong wanita paruh baya yg tidak siap pada dinding di belakangnya dengan keras.

"Hei!" Gadis mutan yg asing tersebut berseru tidak senang kepada Gintara. Kedua tangannya mendorong Gintara. Namun Gintara tak menggubrisnya.

"Dimana putraku?!"

Wanita paruh baya tersebut merapatkan dirinya pada dinding di belakangnya. Mencoba untuk menyusut. "A—aku—"

"Ibu! Ibu jangan jawab dia! Siapa kau! Beraninya menggertak ibuku!" Gadis itu berseru marah pada Gintara. Namun sekali lagi Gintara tidak menggubrisnya sama sekali.

"Kutanya sekali lagi. Dimana putraku?! Apa yg kau lakukan padanya?!" Gintara berteriak pada kalimat terakhirnya. Tangan kanannya meninju dinding tepat di sebelah kepala wanita paruh baya tersebut.

Kaki wanita itu melemas dan ia merosot jatuh terduduk dengan gemetar. Kedua tangannya mencengkeram tasnya dengan ketakutan.

"Ibu!" Gadis itu segera berjongkok dan membantu ibunya untuk kembali berdiri, namun wanita itu terlalu ketakutan hingga ia tak memiliki kekuatan lagi untk berdiri.

Ia menatap tajam pada Gintara, rambut oranye-nya berkibar di belakang kepala dan terangkat melawan gravitasi, menghasilkan energi panas. Gadis itu menyerang Gintara dengan bunga api yg muncul dari tangan kanannya, dan hendak melemparkannya pada Gintara. Namun Gintara melambaikan tangannya di tengah-tengah mereka, membuka lebar telapak tangannya, dan menutupnya perlahan.

Bunga api yg berwarna oranye pada gadis itu menghilang seketika. Kedua mata kelabunya membelalak dan gadis itu menatap tangannya tidak percaya. Ia mencoba berkali-kali namun tak ada bunga api sekecil apa pun muncul dari tangannya. Dan saat Gintara menjentikkan jarinya, rambut oranye gadis itu yg semula terangkat ke udara segera kehilangan energi panas dan turun mengurai kembali ke punggungnya.

Gadis itu memucat dan mundur satu langkah. "K—kau—"

"Kekuatanmu tak akan berpengaruh di hadapanku," ujar Gintara dingin. Kemudian ia kembali menatap pada wanita paruh baya yg semakin ketakutan di lantai saat ia menyadari bahwa putrinya tidaklah mampu untuk melindunginya.

"Dimana putraku?" Gintara tidak memakai intonasi yg tinggi seperti sebelumnya. Ia memakai suara dalam dan dingin, namun terlihat lebih mengintimidasi.

"Pu—putramu... aku..." wanita itu terbata dan menelan ludah. Ia menoleh pada putrinya yg mengernyit. "Ibu... jangan katakan..." gadis itu membelalak menatap ibunya, lalu menatap Gintara dengan mata yg lebih lebar.

Gintara tahu sesuatu yg buruk telah terjadi.

Kemarahan yg semula masih bisa tertahan mendadak menaik dan menyebar ke sekujur tubuh. "Katakan apa yg kau lakukan pada putraku," ujar Gintara lamat-lamat. Namun ekspresinya dingin dan tidak bersahabat.

"Pu—putramu aku ber—"

"Ibu!" Potong gadis itu dan segera bersimpuh di samping ibunya. Ia memegangi ibunya dan mencoba memberi ibunya isyarat untuk tutup mulut tetapi Gintara melihatnya dengan jelas. Sehingga membuat kemarahan Gintara semakin memuncak.

"Apa yg kau coba tutupi dariku?" Gintara menatap tajam kepada gadis yg masih merengkuh ibunya protektif. Gintara mengaktifkan penetralisirnya, mengumpulkan energinya hingga terlihat seperti asap tipis yg pudar dan melingkupi gadis itu, membuatnya memucat dan terbatuk-batuk.

"Dahlia!"

Wanita paruh baya tersebut gantian memeluk putrinya yg tidak berhenti terbatuk-batuk. "Apa yg kau lakukan pada putriku?!" Pekik wanita itu dan menatap tajam pada Gintara. Gintara tidak memedulikannya.

"Katakan apa yg kau lakukan pada putraku, atau ...," Gintara menjentikkan jarinya lagi, dan asap tipis yg mengelilingi gadis itu menjadi pekat. Gadis itu semakin terbatuk kuat sampai tubuhnya tertunduk menyemburkan gumpalan darah dari bibirnya.

Wanita paruh baya tersebut memekik ketakutan dan memeluk putrinya. "Hentikan! Jangan sakiti putriku! Dia tidak ada hubungannya—"

"Maka katakan dimana putraku!" Teriak Gintara. Tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia memejamkan matanya erat, mencoba menahan amarahnya dan juga mencoba untuk menjaga rasionalnya tetap tenang. Meskipun ia sangat ingin mengamuk.

"I... ibu...," bisik gadis bernama Dahlia dengan lemah. Ia mengelap darah yg mengalir di sudut bibirnya. Wanita paruh baya itu kemudian menangis dan memeluk erat putrinya.

"Kumohon lepaskan putriku! Dia tidak bersalah! Akulah yg melakukannya! Akulah yg memberikan putramu pada petugas MRI! Aku harus memberikannya pada mereka untuk di evakuasi! Jika tidak putrikulah yg akan mereka bawa!" Teriaknya.

Seluruh dunia Gintara menjadi gelap.

Satu simpul yg masih menahan rasionalitas seorang Gintara terputus. Melepaskan semua kemurkaannya dengan membabi buta. Betapa beraninya wanita ini. Memberikan Raja pada petugas MRI? Gintara mendengus dingin.

"Berarti ledakan yg terjadi sehingga memicu insectizious mendobrak pertahanan distrik adalah perbuatan putrimu?"

Anehnya, Gintara berkata dengan ketenangan yg luar biasa. Namun kedua wanita yg berada di lantai mampu merasakan bulu-bulu halus pada tubuh mereka berdiri. Gintara dalam suasana hati yg buruk. Benar-benar buruk.

"Dan kau memberikan putraku agar putraku menjadi kambing hitam dari perbuatan bodoh putrimu?"

Kedua wanita tersebut gemetar ketakutan dan tidak menjawab. Gintara sangat murka. Tangannya yg sudah terkepal melemas dan ia menarik nafas dalam-dalam. "Biar kutebak," ujar Gintara.

"Petugas MRI membawa putraku ke wilayah terjadinya penyerangan insectizious?"

Wanita itu mengangguk kaku. Gintara memejamkan matanya.

Raja adalah bayi. Masih bayi.

Dan tanpa aba-aba, asap tipis yg mengelilingi Dahlia berubah warna menjadi hitam, berkumpul menjadi gumpalan kapas gelap dan kemudian tersedot ke dada gadis itu. Dahlia mengeluarkan suara terkesiap yg keras.

Keadaan hening selama tiga detik sebelum akhirnya terdengar teriakan nyaring memekakkan telinga yg berasal dari Dahlia.

Gadis itu mencengkeram kepalanya dan tubuhnya semakin tertunduk ke tanah. Airmata mengalir deras dan Dahlia terus memekik sakit! hentikan! tolong aku! diantara teriakannya.

Wanita paruh baya yg merupakan ibu Dahlia tersebut memeluk Dahlia, ikut berteriak hentikan! jangan sakiti putriku! dan sebagainya lagi, namun Gintara seolah menuli.

Gintara menatap kedua wanita yg saling memekik bersahutan dengan datar.

Ia tak mengucapkan sepatah kata pun, atau tidak memasang ekspresi apa pun meski si gadis mutan telah memuntahkan darah segar yg sangat banyak.

Gintara melihat ke sekeliling dan menyeringai tipis ketika melihat tak seorang pun yg data g kepada mereka meskipun suara kedua wanita di tanah begitu nyaring. Orang lain terlalu sibuk menangkap dan bertarung dengan insectizious, sehingga mereka bahkan tak akan mendengar sedikit pun pekikan.

Sungguh gadis malang, Gintara melirik pada Dahlia.

Setelah beberapa menit, Gintara mengangkat telapak tangan kanannya dan membukanya, melebarkan jari-jari yg ramping. Dan kemudian, asap gelap yg semula memasuki Dahlia perlahan keluar dan melayang terhisap kedalam telapak tangan Gintara.

Di ikuti oleh inti kristal berwarna biru milik Dahlia.

Gintara menangkap inti kristal tersebut ke dalam genggamannya dan kemudian mencengkeramnya erat, membuat inti kristal tersebut melebur menjadi debu yg kemudian terhisap ke dalam telapak tangan Gintara.

Dahlia menatapnya dengan rasa takut yg jelas, seolah ia adalah mangsa natural yg akan dilahap hidup-hidup oleh Gintara. Namun sebenarnya hal itu tak terlalu berbeda dengan apa yg Gintara lakukan pada Dahlia; menghisap kekuatan Dahlia beserta inti kristalnya dengan wajah yg masih tenang dan datar.

"Kau menumbalkan putraku, dan aku menghisap habis kekuatan putrimu. Itu setimpal. Bersyukurlah aku tidak membunuh putrimu," bisik Gintara dingin.

Gintara berbalik pergi acuh tak acuh, berjalan kembali ke arah mobilnya untuk membawa Ginan pergi mencari Raja.

Setengah jalan, Gintara terbatuk dengan bercak darah menyembur. Pada salah saru lubang hidungnya pun mengalir setetes darah segar—efek yg akan selalu ia rasakan dikala menyerap kekuatan atau inti kristal seseorang.

Gintara menoleh sekilas pada dua ibu dan anak yg masih bersimpuh di lantai, kemudian merogoh ponselnya dan memanggil petugas MRI untuk mengevakuasi mereka. Ia sebenarnya cukup kasihan dengan kondisi Dahlia dengan kulit yg memucat seputih kertas dan rambut oranye-nya telah berubah sepenuhnya menjadi putih. Namun bagaimana bisa Gintara mengampuni mereka setelah apa yg mereka perbuat pada Raja?

Sekali lagi, Gintara bukanlah seorang monster. Apalagi monster pemangsa berdarah dingin seperti yg terlihat. Namun, situasi dan kondisi membuat Gintara harus menjadi monster. Kemurkaannya yg tidak mudah dipicu, terlepas sempurna dari kendali yg menahan.

Gintara sebenarnya tidak berniat untuk menyerap habis kekuatan Dahlia hingga ke inti kristalnya. Namun ia benar-benar murka sehingga ia ingin mereka merasakan kesakitan yg ia rasakan. Berbeda kasus dengan Nikola, Gintara tidak menyerap inti kristal Nikola. Ia hanya menghapus dan menghisap kekuatan Nikola hingga ia menjadi manusia biasa.

Namun Dahlia, ia menyerap habis dan meleburkan inti kristalnya. Dan meskipun Dahlia tidak mati, Dahlia tetap tidak akan bisa seperti Nikola yg hidup selayaknya manusia biasa. Dahlia akan menjadi lumpuh dan kehilangan akal sampai ia mati. Itu adalah efek kehilangan inti kristalnya.

Inti kristal bagi mutan, sama seperti jiwa yg sangat krusial. Karena itu jika mutan kehilangan inti kristal, jika tidak mati mereka akan kehilangan akal sehat alias kegagalan mental. Ia tidak akan mampu melakukan apa pun sendiri lagi, bahkan lebih buruk dari manusia yg memiliki bawaan lahir keterbelakangan mental.

Singkatnya, makhluk yg telah kehilangan inti kristal adalah cangkang kosong tanpa jiwa. Cangkang yg semakin hari akan terbuang seperti sampah. Tetapi Gintara tidak peduli sama sekali jika Dahlia akan menjadi sampah.

Ia kehilangan Raja, dan penyebabnya adalah mereka.

Mereka menumbalkan Raja untuk menjadi kambing hitam atas perbuatan Dahlia. Entah apa yg dilakukan pada Dahlia hingga ia memicu insectizious menyerang distrik. Mampu mendobrak dinding pertahanan. Namun ia tak peduli soal itu. Yg ia pedulikan adalah Raja; yg menjadi kambing hitam atas perbuatan yg tak ia lakukan.

Gintara menggertakkan giginya. Rasa benci dan jijik masih berakar didasar hatinya. Bagaimana pun, manusia tetaplah manusia.

Setoleran apa pun mereka terhadap mutan, mereka tetap akan melakukan apa saja yg lebih bermanfaat untuk mereka. Dalam kasus ini, mereka mengorbankan orang lain untuk kepentingan diri.

Sekali lagi, manusia tetaplah manusia.

Tidak peduli seberapa mereka tampak baik terlihat dari luar, mereka akan selalu menjadi makhluk yg paling egois di seluruh galaksi.




Author's note :

1. Energi absorbs atau penghisap milik Gintara. Energi ini seperti kepulan asap tetapi bukan. Seperti pusaran angin yg sangat cepat berputar dan tak mampu tertangkap oleh mata telanjang. Energi ini bisa menghisap, dan menghilangkan, menaik-turunkan tingkat kuatnya seseorang, juga bisa menghancurkan.

Ini bola-bola asap jika terlihat lebih dekat.

Cr: pinterest.




Abaikan typo.

ejelna.

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

Daddy Par ulan

Science-Fiction

309K 27.2K 22
bagaimana jika seorang pemuda sebatang kara tak memiliki keluarga satupun, malah mengalami sebauh kecelakaan yang membuat nya ber transmigrasi ke rag...
280K 22.2K 22
[ BUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] @rryaxx_x8 Adrea tidak percaya dengan yang namanya transmigrasi. Mungkin didalam novel itu wajar. Tapi bagai...
13.4K 1.1K 79
🍁 Novel Terjemahan 🍁 Judul asli : 末世之重返饥荒 Judul lain : Return to Famine in the End of the World Penulis: Nai Ran Chapter : 483 Chp Dalam kehidupan...
Jimin Or Jimmy Par arzy

Science-Fiction

472K 2.8K 8
hanya cerita tentang jimin yang memenya sering gatel pengen disodok