The Real Heroes in My Life

By Ainoniwa99

536 20 0

Kumpulan kisah beberapa sahabat Nabi. More

1. Said bin Zaid Rađź’–
Sa'id #2
Sa'id #3
Sa'id #4
Sa'id #5
Sa'id #6
Sa'id #7
Itban bin Malik Ra
Asma binti Abu Bakar
Asma #2
Abdullah bin Zubair RA
Ibnu Zubair #2
Amir bin Akwa Ra.
Thoriq Ash Sholidalani Dan Syihab R.huma
Abu Sufyan Bin Harits Ra
Yang Ingin Berjihad
Zainab Ats Tsaqafiyah RA
Amar bin Ash Ra
Abdullah bin Amr bin Ash Ra
Farwah Bin Amr Ra
Usamah Bin Zaid Ra
Kultsum bin Hikam Ra
Zaid al Khair Ra
Sa'd Bin Ubadah Ra
Tsa'labah Bin Abdurrahman Ra
18. Habib Bin Zaid Ra
19. Utbah Bin Ghazwan Ra
20. Usaid Bin Hudhair Ra
21. Hanzhalah bin Rahib
22. Abbas Bin Abdul Muthalib Ra
23. Abu Hurairah Ra
24. Zubair Bin Awwam Rađź’–
26. Zaid Bin Tsabit Rađź’–
27. Addas, Budak Nashrani
28. Thalhah Bin Ubaidillah Rađź’–
29. Qa'is Bin Sa'd Bin Ubadah Ra
30. Ja'far Bin Abu Thalib Ra❤
31. Zaid Bin Haritsah Ra❤
32. Abu Ubaidah Bin Jarrah Rađź’–
33. Ubadah Bin Shamit Ra
34. Ammar Bin Yasir Ra ❤
35. Muawiyah Bin Abu Sufyan Ra
36. Hudzaifah Bin Yaman Rađź’–
37. Najasyi, Raja Habasyah
38. Abdullah Bin Mas'ud Ra
39. Sa'id Bin Amir Ra
49. Ali Bin Abi Thalib Ra đź’–
50. Badzan, Abanauah Dan Jadd Jamirah
51. Zaid Bin Arqam Ra
52. Zaid Bin Datsinah Ra
53. Khubaib Bin Adi Ra
54. Mu'adz Bin Jabal Ra❤
50. Seorang Raja Di Surga
51. Sa'd Bin Abi Waqqash Rađź’–
52. Khadijah Binti Khuwailid Ra, Ummul Mukmininđź’–
53. Khalid Bin Walid Ra❤
54. Bilal Bin Rabah Al Habsyi Ra❤
55. Abdullah Bin Umar Ra❤
56. Urwah bin Zubair
57. Wahsyi Bin Harb Al Habsyi Ra
58. Ummu Umarah Ra (nasibah Binti Ka'b)
59. Abu Thalhah Al Anshari Ra
60. Abu Dzar Al Ghifari Ra
61. Wahab bin Qabus RA
62. Umair bin Abi Waqqash RA
63. Salman Al Farisi Rađź’ź
64. Ummu Hakim binti Harits
65. Sa'd bin Mu'adz
66. Ummu Ammar Ra (sumayyah Binti Khayyath)
67. Mundzir bin Uqbah bin Amr
68. Aisyah Binti Abu Bakar Ra, Ummul Mukmininđź’ź
69. Saudah binti Zam'ah bin Qaisđź’ź
70. Shafiyyah Binti Abdul Muthalib Ra
71. Rubayyi binti Mu'awwidz RA
72. Khabbab Bin Arats Rađź‘Ť
73. Hushain Bin Ubaid Al Khuzai Ra
74. Abu Sa'id Al Khudri Ra
75. Hamzah Bin Abdul Muthalib Ra❤
76. Imran Bin Hushain Al Khuzai Ra
77. Abu Darda' Ra
78. Abu Sufyan bin Harb Ra
79. Ghazyah binti Jabir bin Hakim
80. Asma binti Umais
82. Dzil Jausyan Adh Dhibabi
83. Abdullah bin Abdullah bin Ubay
84. Samurah bin Jundub RA
85. Umair bin Wahb al Jumahi
86. Ummu Habibah Ra, Ummul Mukminin đź’ź
87. Utsman Bin Affan Ra, Dzun Nurainđź’–
88. Abbas Bin Ubadah Ra
89. Huwaithib Bin Abdul Uzza Ra
90. Utsman Bin Mazh'un Ra
91. Asma binti Yazid❤
92. Zainab Putri Rasulullah❤
93. Ruqayyah putri Rasulullah❤
94. Fatimah Az Zahra RAđź’–
95. Abu Mihjan ❤
96. Laila binti Abu Hatsmah
97. Ummu Salamah đź’ź
98. Qutbus Sakha
99. Zaid bin Khaththab
100. Utsman bin Thalhah
101. Syaddad bin Aus
102. Abu Jandal bin Suhail

25. Umeir Bin Sa'd Al Qary Ra

2 0 0
By Ainoniwa99

Umeir bin Sa'd RA adalah putra dari salah seorang sahabat Ahlu Badar, yang juga mengikuti berbagai pertempuran lainnya bersama Nabi SAW, Sa'd al Qary RA. Ayahnya itu membawanya serta menghadap Rasulullah SAW ketika akan berba'iat memeluk Islam. Sejak keislamannya tersebut, ia hampir tidak pernah berpisah dari mihrab Masjid Nabi SAW. Segala kepuasan yang diperolehnya dengan kemewahan hidupnya selama ini, digantikan dengan kepuasan mengejar shaf pertama, baik dalam shalat di masjid ataupun dalam barisan pasukan membela panji-panji Islam, karena iasangat mendambakan untuk memperoleh syahid.

Suatu ketika ia mendengar salah seorang kerabatnya yang telah memeluk Islam, Jullas bin Suwaid bin Shamit, ketika berbincang-bincang dengan seseorang di rumahnya, berkata,"Seandainya laki-laki itu (yang dimaksudkan adalah Nabi SAW) memang benar, tentulah kita ini lebih jelek dari keledai...!"

Jullas memang memeluk Islam karena ikut-ikutan saja, tidak karena kesadarannya sendiri. Saat itu sebagianbesar dari anggota kabilahnya telah berba'iat memeluk Islam, karena merasa tersendiri dan terkucil di antara kerabat-kerabatnya ia pun akhirnya ikut-ikutan memeluk Islam.

Apa yang dikatakan Jullas tersebut, bagi Umeir sangatlah merendahkan dan menghinakan Nabi SAW. Sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi SAW, Umeir berkata, "Demi Allah, wahai Jullas, engkau adalah orang yang paling kucintai, orang yang paling banyak berjasa kepadaku, dan orang yang paling kuharapkan tidak akan tertimpa sesuatu yang tidak menyenangkan…! Tetapi baru sajaengkau melontarkan suatu perkataan, yang jika tersebar dan itu diketahui berasal darimu, engkau pasti akan ditimpa sesuatu yang menyakitkan dirimu…!! Tetapi andaikata kubiarkan kata-katamu itu tanpa pembelaan, akan rusaklah agamaku, padahal hak agama itu lebih utama untuk ditunaikan. Karena itu, hendaklah engkau bertobat sebelum aku akan menyampaikan hal ini kepada Rasulullah SAW…!!"

Tetapi ternyata Jullas bersikap sombong dan menolak saran Umeir, bahkan sedikitpun tidak ada penyesalan atas apa yang telah diucapkannya. Akhirnya Umeirpun berkata kepada Jullas, "Aku akan melaporkannya kepada Nabi SAW, sebelum Allah menurunkan wahyu yang melibatkan aku dengan dosamu tersebut…."

Mendapat laporan Umeir tersebut, Nabi SAW memanggil Jullas untuk mengkonfirmasi kebenarannya. Tetapi Jullas mengingkari apa yang dilaporkan Umeir, bahkan ia berani bersumpah atas nama Allah bahwa ia tidak mengucapkan perkataan tersebut. Menurut sebagian riwayat, peristiwa ini menjadi asbabun nuzul turunnya surah at Taubah ayat 74, yang mendustakan sumpah Jullas dan membenarkan Umeir. Jullas dipanggil lagi dan akhirnya ia mengakui kesalahannya, kemudian dengan kesadaran penuh ia bertobat dan terus memperbaiki keislamannya.

Nabi SAW memegang telinga Umeir sambil bersabda, "Wahai anak muda, sungguh nyaring (peka) telingamu, dan Tuhanmu membenarkan tindakanmu…!"

Berlalulah waktu, ia tumbuh dan dewasa dengan bimbingan dan dalam teladan Nabi SAW. Gaya hidup sederhana, tidak tertarik duniawiah dan jabatan, dan merasa cukup dengan sedikit yang dimiliki, dan berbagai macam akhlak mulia yang dicontohnya dari Rasulullah SAW.

Sampailah Umeir kepada masa khalifah Umar, dan ia menjadi "sasaran empuk" bagi Umar untuk diangkat menjadi pejabat yang mewakili dirinya di daerah-daerah yang jauh, suatu pribadi yang tak jauh berbeda dengan diri Umar sendiri.Mendapat tawaran untuk menjadi gubernur atau wali negeri di Homs, Umeir bin Sa'd berkeras menolaknya. Tetapi seperti biasa dalam menghadapi penolakan jabatan yang diberikannya, Umar akan berkata seperti ini, atau semisal ini, "Apakah kalian telah memba'iat dan meletakkan amanat ini di pundakku, kemudian kalian membiarkan akumemikulnya seorang diri?? Tidak, demi Allah aku tidak akan melepaskan kalian….!"

Tidak ada pilihan lain bagi Umeir bin Sa'd kecuali menjalaninya. Setelah melakukan shalat istikharah, ia berangkat ke Homs dan melakukan tugasnya di sana. Setahun sudah berlalu, tak ada berita apapun yang sampai di Madinah tentang pelaksanaan tugasnya, tak ada jizyah dan zakat dari Homs untuk menambah isi baitul mal di Madinah. Bahkan tak ada satu pucuk suratpun yang dikirimkan Umeir kepada khalifah di Madinah. Umar tidak habis pikir, ada apa gerangan dengan Umeir? Sepertinya ia hilang ditelan bumi? Karena itu Umar memerintahkan untuk membuat surat panggilan kepada Umeir agar menghadap khalifah di Madinah.

Beberapa hari berlalu, tampak seseorang masuk ke kota Madinah. Seorang pejalan kaki sendirian, rambutkusut dan tubuh berdebu. Tampak sekali kelelahan dan kepayahannya karena menempuh perjalanan jauh, seakan tenaganya hanya tinggal sisa-sisa saja. Di pundak kanannya tergantung buntil kulit dan sebuah piring, dan di pundak kirinya tergantung kendi berisi air. Langkahnya berat sambil ditopang sebuah tongkat.

Tubuh kurus dan kumuh ini memasuki majelis khalifah Umar dan menyampaikan salam. Umar segera menyambut salamnya dan berpaling kepada musafir pendatang ini. Tampak sekali kesedihan Umar melihat keadaan tamunya tersebut, ia berkata, "Apa kabar wahai, Umeir..??"

Memang, lelaki yang tampak tak berdaya dalam kelelahannya ini adalah Umeir bin Sa'd, wali negeri Homs, suatu negeri yang kaya dan sedang berkembang pesat di wilayah Syam. Umeir berkata, "Alhamdulillah, wahai Amirul mukminin. Seperti yang engkau lihat, badanku sehat, darahku bersih, dan dunia di tanganku dapat kukendalikan sekehendak hatiku….!"

"Apa yang engkau bawa itu?" Tanya Umar.

"Ini adalah buntil kulit tempat menyimpan bekal, piring untuk makan, dan kendi air untuk minum dan wudhu'. Dan tongkat ini untuk bertelekan saat berjalan dan untuk mengusir musuh atau gangguan yang menghadang jalanku. Sungguh, dunia ini tidak lain hanyalah pengikut bagi bekal kehidupanku kelak….!"

"Apakah anda datang dengan berjalan kaki ?" Tanya Umar lagi.

"Benar." Kata Umeir.

"Apa tidak ada orang yang mau memberikan tunggangannya kepadamu untuk kamu naiki?"

"Tidak ada orang yang menawarkannya, dan akupun tidak ingin, dan juga tidak pernah memintanya…!"

Umar tercenung seakan tidak percaya. Kalaulah tahu bahwa ia seorang wali negeri atau gubernur, tentulah banyak sekali orang yang akan memberikan tunggangannya, bahkan kalau perlu melakukan pengawalan dan pelayanan agar perjalanannya terasa nyaman senyaman-nyamannya. Tetapi, kalau penampilannya memang seperti itu, bagaimana mereka tahu kalau Umeir ini adalah seorang wali negeri, negeri Homs di Syam pula.

Umar bertanya lagi, "Apa yang telah kamu lakukan dengan tugas yang telah kami berikan kepadamu?"

Umeir menjelaskan, "Aku telah mendatangi negeri yang engkau titahkan itu. Aku kumpulkan orang-orang yang saleh di antara penduduknya. Sebagian kuangkat dan kutugaskan untuk mengumpulkan jizyah dan zakat, sebagian lainnya lagi kuangkat dan kutugaskan untuk membagikan kepada yang tak mampu, serta dibelanjakan di tempat yang wajar untuk kepentingan mereka bersama. Jika saja masih ada sisanya, tentulah sudah kukirimkan ke sini…!"

"Kalau begitu engkau tidak membawa apa-apa untuk kami?"

"Tidak ada," Kata Umeir bin Sa'd.

Umar dengan bangga memuji hasil kerja Umeir, bahkan ia tetap mengangkatnya sebagai gubernur/wali negeri di sana. Tetapi kali ini Umeir bersungguh-sungguh menolaknya, bahkan tegas sekali ia mengatakan, "Masa seperti itu telah berlalu, aku tidak hendak menjadi pegawai anda lagi selama-lamanya, dan tidak juga pegawai pengganti anda selama-lamanya…."

Umar tidak memaksanya lagi. Ia telah melihat dengan kepalanya sendiri, bagaimana beban tugas itu justru bisa membahayakan jiwanya, perjalanan kaki ratusan kilometer di padang pasir, sendirian dengan bekal seadanya. Hanya saja Umar sering berkata, "Aku ingin sekali mempunyai beberapa orang seperti Umeir, untuk membantuku melayani kepentingan kaum muslimin…."

Continue Reading

You'll Also Like

13.7M 550K 80
"I know that we will never be a real couple, but we can at least be nice to each other Aneel" I told him. I've had enough. Tears were starting to pri...
88.9K 7.4K 93
Bismillah Rabbi zidnee Ilman "My Lord! Increase me in my knowledge" Assalamualikum brothers & sisters When I was younger, I used to write things that...
2.8M 120K 32
Stay in your limits. Don't think that I don't know anything. I cannot forget what you and your mother did to me and with my sister. Be there where yo...
956K 51.6K 38
Completed on May 29, 2020. ~ "Ap...." (You....) Muntaha couldn't utter anything else as Faris 'shh'ed her. He grabbed her by her shoulders and turned...