METAHUMAN [BL]

By its-babyejel

874 85 89

• ORIGINAL STORY BY EJEL(ME) • Seorang metahuman bernama Tara, pria penyendiri karena dirinya yg berbeda, mem... More

00.
01.
02.
03.
04.
05.
07.
08.
09.
10.

06.

38 4 1
By its-babyejel

"Kau benar-benar harus mengganti mobilmu," ujar Rosa.

Gintara memutar bolamatanya. "Kau sudah mengatakan ini sejak beberapa tahun lalu, Rosie. Coba lagi lain kali," balas Gintara. Rosa terkekeh. "Tapi kali ini aku serius. Lihatlah di dalam mobilmu ini," Rosa menunjuk kursi belakang yg sudah penuh dengan dua carseat milik Ginan dan Raja.

Kursi di sebelah kursi pengemudi pun berisi beberapa kantong belanjaan berisi pakaian dan perlengkapan yg tidak muat di dalam bagasi belakang mobil. Mobil sedan butut milik Gintara hanya cukup untuk lima orang, dua kursi di depan—kursi pengemudi dan sebelah pengemudi—dan tiga kursi yg berjejer di belakang. Wajar jika tidak bisa memuat terlalu banyak, mobil Gintara adalah mobil sedan yg cukup kuno. Dan sekarang seluruh kursi belakang tidak memiliki tempat lebih karena dua carseat yg ukurannya cukup besar untuk mengambil semua tempat duduk di belakang.

"Ini karena mobilku adalah mobil kecil jadi terlihat sedikit sempit. Tapi nanti tidak akan sempit lagi ketika aku memindahkan semua barang di kursi depan dan bagasi," ujar Gintara santai.

"Kau pikir seperti itu? Kalau begitu jelaskan bagaimana kau kan menempatkan kereta dorong di dalam mobilmu jika bukan di bagasi?" Tantang Rosa. Gintara berpikir sebentar. "Tapi bukankah aku tidak harus selalu membawa kereta dorong tersebut kemana-mana?  Aku bisa menggendong Raja dan menggandeng Ginan jika hanya ingin berjalan-jalan di taman," ujar Gintara, kedua alisnya sedikit menyatu.

"Lalu apa gunanya kau membeli kereta dorong kalau tidak akan kau pakai?" Rosa bertanya datar.

"Aku kemarin sudah mengatakan padamu bahwa aku tidak memerlukannya namun kau bersikeras aku harus membelinya. Lihatlah sekarang, aku merasa yakin bahwa aku tidak memerlukannya," Gintara mengerucutkan bibirnya dan mendesah. Kedua bolamata obsidiannya mencari-cari Nikola yg masih berada di dalam rumah, belum menyusul mereka keluar untuk mengantar Gintara kembali ke tempat tinggalnya.

Rosa pun mendesah. "Percayalah padaku, kau akan sangat membutuhkan kereta dorong apalagi sekarang kau memiliki dua putra  yg berusia dibawah sepuluh tahun! Kau akan benar-benar kesulitan," jelas Rosa.

Gintara menatap Rosa dengan mata menyipit. "Raja dan Ginan terlihat seperti anak yg baik," Gintara tetap tak ingin kalah.

"Tentu saja mereka anak yg baik. Dan mereka memang anak-anak yg baik. Namun Tara, mereka tetaplah anak-anak," tekan Rosa. "Percayalah padaku ketika aku mengatakan ini, Tara. Aku sudah sering menjaga keponakan-keponakanku dan mereka semua tampak seperti malaikat dari luar namun saat kau sudah dekat dengan mereka, mereka benar-benar akan membuatmu merasa dua puluh tahun lebih tua dari umurmu."

Gintara belum menjawab lalu menatap kepada dua anak berbeda umur yg duduk manis pada carseat di dalam mobil. Tidak ada yg mencurigakan. "Kau melebih-lebihkan," ujar Gintara pada Rosa.

"Aku tidak—"

"Tara, Rosa memang melebih-lebihkan, tapi ia hanya khawatir padamu," potong Nikola yg entah sejak kapan berdiri di belakang mereka. "Aku percaya padamu, bro. Aku yakin kau pasti bisa melewati hal tentang parenting atau apa pun ini, karena kau adalah Gintara dan aku mengenalmu selama bertahun-tahun. Dan tentu tidak masalah untuk menjadi waspada. Namun Tara, sekali lagi, aku percaya padamu. Karena aku yakin kau pasti sudah memikirkan semuanya dengan matang sebeluk bertindak sejauh ini." Nikola menepuk bahu Gintara.

Gintara merasa tersentuh dan tersenyum. "Terima kasih, Nik."

"Ah, ini dia," Nikola mengeluarkan sebuah amplop berwarna coklat dan memberikannya pada Gintara.

Kaget, Gintara mundur satu langkah. "Apa ini?" Tanyanya.

"Ini adalah tabunganku dan Rosa untuk masa depan anak kami. Kami sudah menabung selama bertahun-tahun, dan kami memutusakn untuk memberikan tabungan ini kepadamu karena sekarang kau memiliki Ginan dan Raja," jelas Nikola.

Gintara terdiam beberapa detik dan segera merespon. "Tidak, tidak. Tidak, Nik. Aku tidak akan menerimanya. Ini adalah milikmu dan Rosa! Untuk anak kalian! Aku tidak akan menerima ini," Gintara mundur dua langkah lagi menjauhi tangan Nikola yg akan menyelipkan amplop ke tangan Gintara.

Nikola dan Rosa saling melirik, lalu keduanya tersenyum. "Kami mengerti kau tidak ingin menerima uang ini, Tara. Tapi ini adalah kebaikan hati kami. Kami sudah memutuskannya dengan bulat bahwa kami akan memberikannya kepadamu," Nikola mengangkat tangan mengatakan bahwa ia belum selesai berbicara ketika Gintara akan membuka mulutnya menyanggah.

"Perihal untuk anak," Nikola saling melirik lagi dengan Rosa. "Kami sudah menyerah pada waktu yg lama. Kami ...  aku takut bahwa anak yg lahir dariku dan Rosa, memiliki abilitas seorang mutan meskipun aku sudah menghapus kekuatanku. Tentu saja aku bisa meminta bantuanmu seperti aku memintamu menghisap kekuatanku bertahun-tahun lalu, Tara. Namun bagaimana jika ternyata anak ini tidak menginginkan kekuatannya dihapus? Aku belum siap untuk kembali seperti dulu," Nikola mendesah lemah dan menunduk. Rosa mengelus punggung Nikola untuk menenangkannya.

Sedikit rasa tak enak hati berakar di dada Gintara, namun ia tetap diam menunggu Nikola menyelesaikan semua yg ingin ia katakan.

"Maka dari itu aku dan Rosa sepakat untuk memberikan semua tabungan ini untukmu, Tara. Dan sebelum kau mengatakan bahwa tabungan ini lebih baik kupakai untuk hari tuaku bersama Rosa, aku akan menjawab duluan bahwa aku dan Rosa sudah memiliki lebih dari cukup harta untuk hari tua kami. Jika tidak, aku tentu tidak akan semudah itu memberikan semua tabungan ini kepadamu secara cuma-cuma. Kau tahu sendiri aku tidak sedermawan itu," Nikola tertawa mengejek dan akhirnya Gintara ikut tertawa.

"Kau memang pelit dari dulu," celetuk Gintara. Kali ini Rosa ikut tertawa bersama Gintara karena Nikola yg menatap tajam Gintara.

"Jadi Tara, maksud dari Nik adalah bahwa kami benar-benar bersyukur memiliki teman sepertimu. Aku tahu bagaimana kau begitu peduli terhadap Nik selama bertahun-tahun kalian melewati waktu bersama. Nik pernah mengatakan padaku bahwa kau kemungkinan akan melajang dan sendirian seumur hidupmu. Dan Nik bahkan pernah mengatakan kau kemungkinan akan memilih untuk bunuh diri dalam kesendirian," Rosa menghela napas, ekspresinya sedih. "Karena itulah, ketika kami melihat bahwa kau begitu peduli pada kedua anak ini, bahkan ingin mengadopsi mereka, kami benar-benar merasa bahagia untukmu, Tara. Akhirnya kau tidak seperti serigala yg sendirian lagi. Kau memiliki kedua anak itu bersamamu," ujar Rosa. Wanita itu tersenyum begitu manis sehingga Gintara berpikir bahwa bintik-bintik di pipi Rosa terlihat semakin menawan.

Nikola mengangguk dan ikut tersenyum. "Kami adalah temanmu, namun kami tidak bisa selamanya bersamamu, Tara. Aku selalu menjadi bebanmu selama bertahun-tahun lalu dan aku—"

"Nik, kau tahu aku tidak pernah menganggapmu sebagai beban," potong Gintara, alisnya berkerut tanda ia tidak setuju. "Kau adalah temanku dan aku tidak akan pernah membiarkan temanku dalam bahaya."

Nikola tersenyum. "Aku mengerti, Tara. Maksudku adalah kau merupakan seseorang yg selalu mendahulukan kepentingan orang lain daripada dirimu sendiri. Dan bukankah aku pernah mengatakan bahwa sekali-kali kau harus memikirkan dirimu sendiri? Menjadi egois sekali-kali tak akan membuat masalah besar. Namun kau adalah kau. Kau adalah Gintara Semesta, seseorang yg bahkan memanfaatkan keegoisan dirimu sendiri untuk kepentingan orang lain. Bukan seperti kebanyakan orang, yg memanfaatkan kepentingan orang lain demi keegoisan diri sendiri. Kau adalah kebalikannya," jelas Nikola panjang.

Gintara terdiam. Ia merasa tak mampu mengucap satu kata pun karena ia terkejut dan merasa tersentuh. Hidung dan ujung matanta terasa panas karena sisi emosionalnya yg menanjak naik. Ia tidak pernah tahu bahwa ia adalah orang yg seperti ini dalam kacamata seorang Nikola. Gintara bahkan selalu berpikir bahwa ia tak pernah cukup kuat untuk melindungi orang-orang di sekitarnya. Dan Gintara selalu berpikir bahwa ia sejujurnya adalah orang yg paling egois yg ia tahu.

"Tara," panggil Rosa.

Gintara membuyarkan lamunannya dan kembali menatap Rosa serta Nikola. Rosa kemudian memindahkan amplop berwarna coklat tersebut dari tangan Nikola pada Gintara.

"Kami benar-benar akan berterima kasih kepadamu jika kau mau menerimanya. Sejujurnya, ini akan lebih berguna untukmu. Tentu kami tahu kau sama sekali tidak kekurangan uang atau apa, Tara. Hanya saja, anggap uang ini sebagai hadiah welcoming kami kepada anak-anak. Jika kau tak ingin menggunakan uang ini untuk dirimu sendiri, tak apa. Gunakan saja uang ini untuk kedua anak itu," ujar Rosa, namun ekspresinya tiba-tiba berubah berpikir.

Nikola membuka mulutnya namun menutupnya lagi ketika Rosa menepuk lengannya dengan keras. Ia mengusap lengannya dan meringis kesakitan.

"Atau Tara, kau bisa memakai uang itu untuk menggantimu mobilmu," Rosa terkikik.

Gintara mengerjap satu kali, dua kali, tiga kali. "Wait, what?!" Pekiknya. Kedua mata Gintara menatap Nikola, Rosa serta amplop cokelat di tangannya bergantian.

Nikola dan Rosa terbahak keras. "Ah, benar. Kau bisa gunakan uang itu untuk mengganti mobil bututmu dengan mobil yg lebih besar," Nikola mengangguk setuju dan masih tertawa.

"Tunggu, tunggu, tunggu sebentar," Gintara menatap Nikola dan Rosa dengan kedua matanya membulat sempurna. "Berapa banyak jumlah uang disini tepatnya?" Ia melambaikan amplot cokelat di depan wajahnya.

"Cukup untuk mengganti mobil bututmu menjadi SUV jika itu yg kau khawatirkan," jawab Rosa, mata hijaunya mengerling jahil. Gintara terpinga-pinga. Namun ia segera menutup kedua bibirnya yg terbuka. "Aku bisa membeli dengan uangku sendiri, thank you very much," ujar Gintara, deadpanned.

"But, seriously, guys? Are y'all really?" Gintara kembali menganga. Bukan karena Gintara tidak pernah memegang uang sebanyak itu, namun karena Gintara merasa ini cukup berlebihan. Memberi beberapa juta dolar tidak akan menjadi masalah.

But, million dollars?

"Apa kalian sudah gila???"

Yup, Gintara benar-benar mengatakan apa yg ada dipikirannya dengan keras. Nikola dan Rosa kembali terbahak-bahak. Nikola menepuk-nepuk bahu Gintara, dan mencoba untuk mengacak rambutnya meskipun Gintara lebih tinggi darinya.

"Ya, ya. Kau bisa katakan apa saja semaumu, tapi kau tetap menyimpan uang ini," Nikola mendorong amplop cokelat yg sudah akan Gintara serahkan kembali pada Nikola. Gintara mengerutkan alis namun Nikola tetap menahan pergelangan tangannya.

Rosa menghela napas saat melihat aksi dorong-mendorong amplop cokelat berisi kertas cek tabungan antara Nikola dan Gintara. "Tara, ambil uang itu, kami bersikeras. Jika kau tetap tidak ingin mengambilnya aku bersumpah tidak akan mengizinkan Nikola untuk menerimamu lagi dirumah kami," ujar Rosa tegas.

Gintara dan Nikola berhenti saling dorong amplop, lalu Gintara memajukan bibirnya cemberut. Nikola tertawa pelan. "Sudah, ambil saja, Tara. Kapan lagi aku sebaik ini? Jika kau memang tidak mau menggunakan uang itu untuk mengganti mobilmu, pakai untuk membelikan sesuatu untuk anak-anak. Mainan atau apa pun. Ah, atau begini saja. Belikan mereka tablet masing-masing satu, dan sisa uangnya simpan untuk keperluan mereka di masa depan."

"Tapi—"

"Tidak ada tapi-tapi, sana pulang. Ini sudah larut. Kurasa anak-anak sudah mengantuk," Nikola mendorong Gintara ke mobilnya. Dan seolah memberi isyarat, suara rengekan Raja terdengar. Gintara segera merogoh tas pundak berisi popok dan botol susu yg sudah disiapkan sebelumnya, lalu memberikannya pada Raja dengan kikuk. Untungnya Raja tidak melepaskan empeng yg ia kemut, sehingga ia masih dalam keadaan stabil.

Raja memegang botol susunya dan minum susu dengan matanya perlahan menutup. Ia memang sudah mengantuk. Ginan sendiri sudah menutup matanya. Gintara menghela napasnya. Tampaknya ia benar-benar tidak bisa menolak ke-dermawanan Nikola dan Rosa.

Nikola tersenyum penuh kemenangan dan kemudian terkekeh ketika melihat Gintara memutar bolamatanya sembari memasukkan amplop ke dalam tasnya.

"Besok aku akan membelikan mereka berdua tablet seperti keinginan kalian. Dan untuk mobil akan kupikirkan nanti," Gintara menggerutu.

Rosa tertawa. "Ya, ya, terserah. Sering-seringlah main kesini bersama Ginan dan Raja, you hear me?"

Gintara melirik Rosa. "Aku akan main kesini jika kalian tidak terus-terusan menyuruhku untuk mengganti mobilku."

Nikola dan Rosa tertawa lagi. "Itu karena kami sayang padamu, Tara. God knows sampai kapan mobil itu akan bertahan. Aku bersumpah mobil itu akan balik menggigitmu disaat kau benar-benar sedang tidak siap."

Gintara semakin mengerucutkan bibirnya.

"Oh, diamlah."



Untuk malam ini, Gintara membiarkan Raja dan Ginan tidur dikamarnya.

Ia agaknya cukup menyesal mendebat Rosa soal membeli seperangkat isi kamar. Karena setelah ia pikir-pikir, tempat tidur yg memang sudah tersedia bekas penginapan, tidak layak dipakai anak-anak. Selain karena tempat tidur dan matrasnya sudah berdebu, perabot lain pun sudah cukup tua.

Gintara mendesah. Ia merogoh ponselnya dan turun ke lantai kedua, tempat ruang keluarga. Gintara duduk di kursi samping jendela kaca, lalu menekan ponselnya di telinga. Bunyi dering telepon tersambung terdengar tiga kali.

"Halo?"

"Hei, Rosie," sapa Gintara, lalu berdeham. Terdengar suara tawa Rosa. "Akhirnya kau menyesal tidak menuruti perkatanku?" Rosa masih tertawa.

Gintara mendesah. "Aku tidak berpikir akan seperlu itu mengganti perabot kamar. Dan aku berpikir perabot lama masih dipakai," ujarnya.
Ia memang berpikir seperti itu kemarin. Bukan untuk berhemat, tapi karena ia terlalu malas memanggil tim rekonstruksi untuk keluar masuk kediamannya. Memang alasan yg cukup tidak masuk akal, sebenarnya. Namun Gintara sudah terbiasa untuk merasa tidak nyaman pada orang-orang asing, terlebih jika mereka bukanlah mutan dan orang-orang yg tidak menghargai mutan.

"Jadi? Dimana mereka tidur malam ini?" Tanya Rosa.

"Di kamarku. Aku tidur di sofa lantai dua malam ini," jawab Gintara. "Aku akan pergi ke toko menjual perabot kamar untuk anak-anak besok," sambungnya.

"Apa kau perlu bantuan untuk menjaga anak-anak?" Tanya Rosa. Gintara menggeleng, namun ia teringat bahwa mereka sedang menelepon dan Rosa tidak bisa melihatnya. "Tidak perlu. Aku akan membawa mereka, setidaknya kereta dorong itu akan berguna."

Rosa terkekeh. "Baiklah, adakah yg lain?"

"Tidak, aku hanya butuh daftar lengkap perabot kamar anak-anak dan juga toko-toko rekomendasi tempat membeli perabot," ujar Gintara.

"Baiklah, aku akan mengirimkannya lewat pesan teks setelah ini."

"Baiklah, terima kasih, Rosa. Selamat malam, sampaikan salamku pada Nik."

"Oke, sampai nanti, dan selamat malam, Tara."

Lalu mereka menutup telepon. Gintara bangkit, pergi kembali ke kamarnya di lantai tiga untuk mengambil satu bantal dan satu selimut, mengecek kedua anak yg tertidur lelap, juga mengecek popok yg dipakai oleh Raja sesuai instruksi Rosa sebelumnya, lalu pergi tidur di lantai dua.

Setelah Gintara mengatup kedua kelopak matanya, Gintara mendadak membuka kembali kedua matanya dan ia membeliak. Seolah semua yg terjadi beberapa hari ini baru terproses dalam otaknya, Gintara terkesiap dramatis tanpa suara.

He had adopted.

Not only one, but two kids.

Dua. Dua anak.

Holy shit.

Gintara tidak pernah sekali pun berpikir bahwa akan datang hari dimana ia memiliki ekor-ekor yg akan tinggal bersamanya dan ia besarkan dengan sepenuh hatinya. Ia tidak pernah sekali pun berpikir bahwa ia akan mengadopsi dua anak sekaligus.

What the actual fuck.

Orang tuanya pasti sangat bangga padanya. Gintara mendadak tersenyum lebar dan terkekeh-kekeh. Hey, mom, dad, I have kids now, ucapnya dalam hati. Lalu ia kembali terkekeh. Holy fuck.

Dia adalah seorang ayah mulai sekarang.



Gintara terbangun karena bunyi alarm di telinganya. Alarm tersebut berasal dari ponselnya yg berada tepat di sebelah kepalanya. Ia terduduk di sofa, mencerna sekeliling lalu teringat kalau ia semalam tidur di sofa ruang keluarga lantai dua karena kamar tidurnya ia berikan untuk Ginan dan Raja.

Gintara mengucek kedua matanya, menguap, lalu melipat selimut dan membawa beserta bantal ke lantai tiga.

Gintara mempercepat tungkainya ketika telinganya mendengar suara alarm yg berasal dari jam kuno di kamarnya, takut membangunkan kedua anak yg sedang terlelap. Beruntungnya, kedua anak itu tidak terbangun walaupun suara alarm telah bergema di ruangan.

Kedua anak berbeda umur tersebut tertidur sangat nyenyak, dan bahkan Raja sudah seperti bintang laut yg hampir menguasai setengah dari tempat tidur. Gintara tanpa sadar tersenyum ketika melihat kedua anak itu tidur dengan sangat nyenyak menandakan mereka cukup nyaman sehingga tidak terbangun bahkan oleh bunyi alarm.

Namun senyumnya menghilang ketika teringat berapa lama Ginan dan Raja tidak tidur dengan nyenyak, atau bahkan tak bisa tertidur. Mereka berada di dalam tabung kaca berisi cairan, kemungkinan mereka tertidur karena cairan injeksi yg mengharuskan mereka memejamkan mata.

Gintara menghentikan pikiran liarnya dan kembali ke lantai dua, menyiapkan dua helai pakaian untuk Ginan dan Raja, peralatan mandi, lalu menyiapkan sarapan di lantai dasar.

Gintara sebenarnya cukup telaten dalam mengurus dan mengasuh anak-anak. Bertahun lalu ia sudah terbiasa ditinggal orang tuanya untuk mengasuh adiknya seharian. Dari memandikan, menyiapkan makanan, menyuapi dan menidurkan adiknya, Gintara sudah berpengalaman. Dan untungnya, terdapat banyak makanan instan khusus anak-anak dan balita di supermarket sehingga tak mengharuskan Gintara memasak. Apalagi di jaman sekarang ini, Gintara tinggal memanggil pesan antar dan makanan akan segera di antar ke kediamannya.

Seperti saat ini, Gintara menyiapkan dua roti panggang berisi selai cokelat kacang untuk dirinya dan Ginan. Menyeduh air panas untuk teh madu, menghangatkan sekotak susu, dan terakhir menghaluskan satu buah pisang, dua buah blueberry, dan sejumput oatmeal beserta susu untuk sarapan milik Raja.

Untungnya, Gintara tidak mendebat Rosa soal peralatan makan anak-anak karena ia sudah mengerti—ketika ia mengasuh adiknya—bahwa peralatan makan adalah hal terpenting untuk balita dan anak-anak.

Gintara meletakkan sebuah mangkuk dinosaurus berbahan silikon yg bisa menempel pada meja beserta sendoknya untuk Raja, menaruh secangkir training cup berisi susu hangat selagi menunggu makanan.

Denting panggangan roti terdengar, lalu Gintara menaruh kedua roti panggang yg masih panas di atas piring. Gintara akan membuat teh ketika ia merasakan lengan bajunya tertarik. Dan Ginan berdiri diam di belakangnya.

"Hei, selamat pagi, kau sudah bangun? Dimana Raja?" Gintara tersenyum yg membuat kedua matanya menyipit, lalu menyisiri rambut bangun tidur Ginan dengan jari-jarinya. Serta meluruskan posisi bandana pada dahinya.

"Um... pagi," bisik Ginan, kemudian garis merah terlihat di wajahnya. Senyum Gintara melebar. Ginan ternyata memang anak yg pemalu. Akan sangat berbanding terbalik dengan Raja yg cukup hiperaktif.

Ginan mengerjap, menoleh ke belakang lalu kembali menatap Gintara. "Raja...—" namun suara Ginan terpotong oleh seruang melengking satu kata khas milik Raja.

"Baa!"

Gintara membelalak dan segera menjatuhkan dua cangkir di tangannya lalu berlari ke arah tangga menuju lantai dua, dan terus naik sampai tangga lantai tiga. Dan benar saja, Raja sedang terduduk pada tangga teratas, satu tangan kecilnya menggenggam empeng. Energi besar menghantam Gintara dan Gintara buru-buru mengaktifkan penetralisirnya untuk menghentikan kekuatan Raja memporak-poranda seisi rumah.

Gintara melompat melewati tiga anak tangga sekaligus untuk mencapai Raja. Ia menyambar empeng, memasukkan kembali pada bibir Raja, dan baru bisa bernapas lega ketika melihat helaian hijau diantara rambut hitamnya kembali berwarna putih.

Gintara mengangkat Raja, lalu menggendongnya turun ke lantai dasar, dan mengabaikan napasnya tersengal karena aktifitas naik dan turun tangga—menganggapnya sebagai olahraga pagi.

Di salah satu meja makan bekas restoran lantai dasar, Ginan sudah duduk mengunyah satu roti panggang dengan segelas susu. Gintara mengangguk dalam hati. Ginan cukup besar untuk melakukan semuanya sendiri. Dan bahkan ia tidak perlu menyuruh terlebih dahulu agar Ginan mau melakukan sesuatu.

Gintara akan menurunkan Raja dari gendongannya ketika ia teringat bahwa ia kemarin tidak membeli kursi makan untuk Raja. Ia mengerang dalam hati. Ia akan menambahkan kursi makan pada daftar yg dikirimkan Rosa semalam.

Mau tak mau, Gintara harus memangku Raja dan menyuapinya dengan perlahan agar ia tak mengacaukan makanannya. Dan Gintara kembali mengerang. Ia akan menambahkan celemek juga pada daftar karena ketika ia menyuap Raja, Raja kerap berceloteh sehingga ia banyak menyemburkan makanannya dan mengotori pakaiannya serta pakaian Gintara. Untungnya mereka belum mandi.

"Aku sudah selesai."

Gintara menatap Ginan yg sudah memungut piring dan gelasnya lalu mencucinya di wastafel. Gintara menaikkan sebelah alisnya kaget. "Kau tidak perlu mencucinya, aku akan melakukannya nanti," ujar Gintara.

Ginan menoleh dari kegiatan mencuci piringnya dan menggeleng. "Tidak apa-apa," ucapnya singkat. Ginan mengeringkan piring dan gelasnya, menaruhnya di atas rak aluminium sebelah wastafel, lalu ia mengelap tangannya pada kaos yg ia pakai.

"Um... aku ingin mandi," Ginan mengerjap dan menunduk malu.

"Apa kau bisa sendiri atau perlu bantuanku?" Tanya Gintara, namun ia tidak menatap Ginan karena ia masih sibuk menyuapi Raja yg ingin menggapai roti panggang milik Gintara.

"Tidak apa-apa, aku bisa melakukannya sendiri. Tapi baju ...," Ginan memelankan suaranya pada kalimat terakhir.

Gintara akhirnya menengok kepada Ginan. "Bajumu sudah aku siapkan di lantai dua, dan disana ada peralatan mandi yg berukuran besar itu milikmu," Gintara menunjuk ke tangga menuju lantai dua.

Ginan mengucap terima kasih dengan pelan kemudian ia berlari ke atas.

Gintara masih berjuang menyuapi Raja namun syukurnya Raja sudah tidak seaktif sebelumnya, meskipun masih banyak makanan yg tercecer pada pakaian mereka. Raja menerima suapan dengan patuh dan kemudian mengucap baa pelan dan menggapai secangkir susunya.

Gintara mengambilkan training cup dan meminumkannya pada Raja. Tak butuh waktu yg lama sampai Raja menyelesaikan makanan dan susunya, dan bibir kecilnya kembali disumpal empeng sebelum domba kecil ini mampu mengacaukan lantai dasar.

Gintara kemudian meletakkan Raja di lantai, dan membiarkannya merangkak sesuka hati—karena pintu menuju dapur dan pintu depan tertutup rapat.

Gintara mencuci piring dan cangkir sembari mengunyah roti panggangnya yg sudah dingin. Menghabiskan teh madunya dalam sekali teguk dan kemudian mencuci cangkir keramiknya. Setelah selesai, ia mengambil Raja untuk memandikannya.

Ginan yg sudah siap dengan pakaian rapi sedang duduk di sofa ruang keluarga lantai dua. Gintara menghidupkan televisi, membiarkannya menonton saluran anak-anak dan ia pergi memandikan Raja.

Memandikan Raja adalah perjuangan lainnya. Perkataan Rosa sangatlah benar. Anak-anak tetaplah anak-anak. Dan Gintara harus mengaktifkan penetralisirnya agar Raja tidak memporak-porandakan kamar mandi.

Raja tentu sangat senang bermain air. Ia bertepuk tangan dan memekik sembari kedua kakinya berayun-ayun menyiprat keluar dari bath tube. Gintara tertawa dan menyiram kepala Raja menggunakan shower. Raja menjerit senang dan seketika air di dalam bath tube terangkat naik ke udara dan berputar membentuk pusaran, membentuk angin puting beliung mini.

Gintara melompat kaget melihat pusaran air yg semakin besar. Peralatan mandi, handuk, dan semua barang-barang yg berada di dalam kamar mandi terangkat ke udara dan bergabung dengan air dan ikut membentuk pusaran air.

Gintara berbalik menatap Raja dan benar saja. Helaian kuning berpendar di antara helaian hitam pada rambut Raja. Ia bertepuk tangan bahagia melihat pusaran air dan benda-benda yg ikut berputar di udara.

Gintara menghela napas dan tersenyum. Kemudian ia berjongkok di depan Raja, memperlihatkan telunjuknya yg bersinar keperakan pada Raja. Kedua mata kuning jernih milik Raja membeliak menatap sinar keperakan tersebut dan Gintara memberikan telunjuknya kepada Raja. Lalu kedua telapak tangan kecil Raja menggapai telunjuk Gintara yg berserakan.

Dan pusaran air serta dengan benda-benda yg melayang di udara mendadak jatuh ke lantai karena gravitasi yg sudah kembali normal. Bersamaan dengan helaian kuning yg kembali berubah menjadi putih pada rambut Raja.

Sontak Gintara melindungi Raja dari banyaknya benda-benda yg jatuh ke lantai, takut melukai domba kecil hiperaktif tersebut.

Setelah beberapa menit tak ada lagi benda yg jatuh, Gintara menghela napas lega. Ia mengangkat Raja dan melilitkannya pada handuk yg tersangkut pada pintu kamar mandi, lalu menggeleng ketika melihat keadaan kamar mandi yg seperti kapal pecah.

Ia akan membersihkannya nanti.




Author's note :

1. Telekinesis Raja kira-kira kayak begini. Tapi ada lebih banyak warna(delapan) sesuai mood dia dan juga berefek di rambutnya(highlights).

Cr:pinterest. Dan yg terakhir my waifu wanda.

2. Ini Gelembung proteksi Ginan.

Either yg mana aja, juga tergantung moodnya.


Abaikan typo ya.

ejelna.

Continue Reading

You'll Also Like

Change Fate By A.U.P

Science Fiction

73.6K 4.9K 30
Leoni Cahaya, gadis yang masuk kedalam sebuah novel. apakah gadis itu menjadi antagonis? tidak. figuran? tidak. atau prantagonis? tidak sama sekali. ...
Daddy By ulan

Science Fiction

308K 27.1K 22
bagaimana jika seorang pemuda sebatang kara tak memiliki keluarga satupun, malah mengalami sebauh kecelakaan yang membuat nya ber transmigrasi ke rag...
19.4K 1.9K 15
if you don't like it, skip it INI FIKSI JANGAN DIBAWA KE REAL LIFE. Ga pandai buat deks jdi baca aja ya..
151K 19.1K 12
Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun, si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum layaknya bayi beruang saat ia sedang marah...