Unjuk Rasa ✔️

By sindinur_

1K 536 336

[TERBIT] ✔️ Akan kuunjukkan rasa yang menggelora dalam hati ini agar kamu tahu seberapa besar rasa ini, Wahai... More

Prolog
Bab 1 || Gramedia
Bab 2 || Mengintit
Bab 3 || Pagi Di Koridor
Bab 4 || Salah Lihat?
Bab 5 || Merasa Aneh
Bab 6 || Dia, Bidadari Hati Gie
Bab 7 || Tertunda
Bab 9 || Pupus Cinta
Bab 10 || Lho, Kok, Ada Dua?
Bab 11 || Salah Orang
Bab 12 || Pangeran Hati Katanya
Bab 13 || Upah
Bab 14 || Bukan Aku!
Bab 15 || Rencana
Bab 16 || Terkabulkan
Bab 17 || Dalam Tiga Bait
Bab 18 || Makna Tersirat
Bab 19 || Di Bawah Naungan Senja
Bab 20 || Kejar Terus
Bab 21 || Ada Apa Dengan Afiqa?
Bab 22 || Mimpi Buruk
Bab 23 || Mencari Tahu
Bab 24 || Jadi Tukang Pantau BMKG
Bab 25 || Usaha Membantu
Bab 26 || Memulai
Bab 27 || Ketahuan
Bab 28 || Dua Opsi
Bab 29 || Tanya Hati
Bab 30 || Dengan Sederhana
Bab 31 || Pemuda Agen Modus
Bab 32 || Malam Perpisahan
Bab 33 || Kembali Unjuk Rasa
Bab 34 || Sebelum Itu ...
INFO PRE ORDER

Bab 8 || Kenapa?

31 17 6
By sindinur_

"Kenapa sulit sekali mendekatimu? Ada saja hal yang membuat bingung dan memunculkan kata 'kenapa' yang begitu besar dalam kepala."

—Akmal Syahril Mutazan—

***

Akmal, pemuda itu menatap punggung Afiqa yang berjalan menjauh. Otaknya bekerja keras memikirkan apa yang terjadi pada perempuan cantik itu? Ia, kan, cuma pegang tangan, tetapi mengapa reaksinya begitu aneh? Seperti orang yang ketakutan? Apa ada yang salah?

Apa Afiqa takut padanya? Tapi karena apa? Apakah karena belum mengetahui dirinya yang terkesan hadir secara tiba-tiba? Ah, mungkin iya.

Langkah jenjangnya mampu menyusul Afiqa, saat sudah berjalan di sisi kanan perempuan yang masih setia menunduk, Akmal membuka suara.

"Mari, saya antar ke tempat tujuan," katanya, tetapi tetap sama, yang diterima hanya keterdiaman.

Akmal jadi heran, apakah perempuan tambatan hatinya emang pendiam dan jarang berbicara sampai mendiamkannya setiap bertemu dan disapa?

"Afiqa, ayo saya antar. Tunggu di sini, ya? Saya ambil motor dulu." Setelah mengucapkan itu, Akmal berbalik badan dan berlari cepat memasuki gerbang sekolah yang masih terbuka lebar menuju parkiran. Walaupun Afiqa sempat menolak dan mengabaikan ajakannya, ia tak akan menyerah. Bukan Akmal jika tak memiliki seribu satu cara untuk menunjukkan rasanya pada Afiqa. Tak tahu saja, pemuda itu sudah menyusun agenda untuk mendekati Afiqa.

Dengan cepat Akmal menaiki motor dan memasang helm, menyalakan mesin lalu menarik tuas gas. Matanya mengedar mencari sosok Afiqa yang tadi ia tinggalkan tak jauh dari gerbang sekolah.

"Ke mana dia? Ya Allah, susah amat mau PDKT sama doi." Akmal terus menambah kecepatan laju kuda besinya menyusuri jalanan sampai akhirnya senyumnya terbit kala mendapati Afiqa.

Membunyikan klakson membuat kepala Afiqa bergerak ke belakang, tetapi hanya sekilas. Akmal menyamakan laju motor dengan langkah kaki Afiqa.

"Ayo, naik. Saya anter ke toko kue," ajaknya.

"Tak usah." Kali ini ajakannya berbuah hasil, meski bukan itu yang diharapkan sebenarnya. Namun entah mengapa hanya mendengar suara lembut yang baru pertama didengar di hari ini membuatnya senang.

"Kasih tau alamatnya, biar saya anter. Kamu cukup duduk manis di belakang saya." Pemuda yang membuka kaca helm full face-nya kembali membujuk. "Saya anter sampai tujuan, gak dipungut biaya sepeser pun, asli," lanjutnya.

Di tempatnya, Afiqa diam-diam mengembuskan napas guna menormalkan diri yang sempat cemas ketika pemuda yang memaksanya itu mencekal pergelangan tangan seenaknya. Jika tahu akan bertemu dan dibuntuti seperti ini, Afiqa akan lebih memilih ikut bersama Bapak dan saudaranya ke asrama. Huh, penyesalan memang selalu menyertai di belakang.

Afiqa menghentikan langkah dan menghadap ke kanan ketika pemuda berjaket hitam itu terus memintahya untuk naik ke atas motor bagian belakang.

Afiqa mengulurkan tangan saat sebuah angkutan umum hendak melintas, lalu tanpa berkata apapun, ia masuk meninggalkan Akmal yang memasang wajah tak percaya lengkap dengan mulut yang sedikit terbuka.

"Heh, gue ditinggal, nih?" Batin Akmal mendesis. "Ganteng-ganteng gini  di ghosting ditinggalin juga, nasib emang nasib."

Menurunkan kaca helm kemudian menarik tuas gas, mengikuti angkutan umum yang ditumpangi Afiqa baru saja melaju. Selama perjalanan pemuda itu terus memikirkan alasan Afiqa menolak ajakannya? Jika alasannya, tak mengenal dirinya, maka dengan mau diaantar, mereka bisa saling berbicara. Sesuai apa kata pepatah 'Tak kenal maka kenalan'

Mengurangi kecepatan laju, Akmal menjaga jarak dengan angkutan umum berwarna hijau cokelat itu agar tetap melaju tepat di belakang. Jangan sampai ia tertinggal dan kehilangan jejak mobil yang membawa sosok yang dipuja.

Kendaraan beroda empat itu berhenti di depan sebuah toko kue yang tak terlalu besar. Nama toko yang sering disebut oleh mamanya jika ingin membeli aneka bolu dan kue kering.

Akmal menepi, di sana Afiqa keluar dari mobil dan langsung berjalan memasuki toko yang tak ramai pengunjung.

***

Sudah hampir lima belas menit Akmal duduk di lapak tukang siomay depan toko kue tersebut sambil menikmati sepiring siomay sembari bercengkrama dengan si penjual yang bernama Mang Asoy.

Hal yang dibahas pun random karena mereka berbincang sesekali jika si Mang Asoy sedang luang. Sifat Mang Asoy yang ramah dan asyik diajak berbicara membuat Akmal jadi betah berlama-lama sambil menunggu Afiqa yang tak kunjung menampakkan diri setelah masuk tadi.

"Mang, tahu cewek yang tadi masuk toko pakai seragam kayak saya?" tanya Akmal sesaat setelah menelan siomay.

"Yang mana?" Mang Asoy balik bertanya, tangannya terus bergerak membersihkan meja panjang di sebrang meja Akmal.

"Itu, lho, yang cantik kayak duplikat bidadari."

Mang Asoy berbalik menghadap Akmal yang sedang menyeruput es teh. "Yang mana atuh, Kang? Tadi ada tiga yang dateng pakai seragam sekolah," katanya lengkap dengan raut wajah bingung.

"Itu yang pakai tas hijau." Akmal memperjelas.

Kepala Mang Asoy mengangguk beberapa kali sebagai respon. "Oh, Neng Afiqa?" Akmal pun mengangguk antusias.

"True, cocok, kan, kalo dia sama saya?" Akmal menopang dagu menatap Mang Asoy. Berharap pria di depannya itu mengatakan apa yang diharapkan.

Mang Asoy mendudukan diri di bagian ujung bangku kayu yang Akmal duduki sambil mengusap-usap dagu seolah sedang berpikir.

"Kalo Mang Asoy bilang enggak, gimana?" Alih-alih menjawab, Mang Asoy malah balik bertanya membuat Akmal sedikit merengut.

"Yah, pokoknya Mang Asoy harus bilang, 'kalian cocok' gitu." Akmal berkata lengkap dengan senyum tengilnya. Huh, dasar tukang maksa.

Mang Asoy tertawa menanggapinya. Dasar anak remaja yang lagi kasmaran, ada aja tingkahnya.

"Iya, kalian cocok, serasi."

Akmal tersenyum lebar. "Alhamdulillah, kalo gitu bungkus siomay empat porsi, Mang," katanya.

Mata Mang Asoy berbinar membuat wajahnya terlihat senang. "Serius?" Akmal mengangguk membenarkan.

"Alhamdulillah, ashiap. Tunggu, ya, Kang." Mang Asoy beranjak dengan gerakan yang tak terduga membuat bangku kayu yang diduduki Akmal bergoyang dan ...

Krek!

Satu kaki bangku yang memang sudah agak rapuh itu patah disusul suara tubuh jatuh dengan mulus disertai suara ringisan dari Akmal.

Bola mata Mang Asoy membulat melihat tubuh remaja itu terjatuh begitu saja, lantas ia pun bergerak membantu Akmal berdiri.

Suara tawa begitu terdengar nyaring. Sepertinya si pemilik suara begitu puas tertawa. Siapa lagi kalau bukan Dafa yang baru saja datang bersama Mirza. Pemuda yang hobi mengejek Akmal itu memegangi perut yang terasa keram akibat tertawa.

"Gak papa, lo?" Mirza menghampiri Akmal yang baru berdiri sambil mengusap pantatnya.

Dafa menatap pria yang membantu Akmal berdiri lalu bertanya, "bangkunya gak papa, kan, Mang?" Dafa makin tergelak melihat Mang Asoy yang menahan tawa ditambah muka masam dari Akmal.

"Mang gak jadi bungkus empat porsi," ucap Akmal membuat Mang Asoy menoleh cepat.

"Lho, gak jadi?"

"Makan sini aja, buat temen saya yang satu ini." Telunjuk Akmal mengarah pada Mirza. "Yang tiga dibungkus nanti pas mau pulang."

"Ashiap!" Mang Asoy segera membuatkan pesanan Akmal.

"Lha, gue kagak?" Dafa menunjuk dirinya sendiri dengan raut wajah memelas.

"Kagak!"

***

Kedua teman Afiqa baru saja pulang setelah sholat dzuhur. Kini Afiqa tengah membungkus satu parsel pesanan pelanggan yang akan diantar pukul satu.

"Dik Fiqa habis anter parsel langsung pulang, ya. Bawa makan ini buat Kak Fira juga." Ibu menaruh kotak makan di atas meja. Afiqa balas mengangguk patuh.

"Iya, Ibu."

Ponsel yang disimpan di atas meja menandakan ada sebuah pesan masuk. Di sana tertera pesan dari seseorang yang akan mengantarnya ke rumah pelanggan.

Setelah semua siap, Afiqa berpamitan pada Ibu dan beberapa karyawan yang bekerja di sana. Begitu keluar dari balik pintu utama toko, matanya sudah menangkap keberadaan pemuda berhelm hitam duduk di atas motornya.

Afiqa membawa langkah menuju sosok itu, tetapi sebelum benar-benar sampai, pemuda yang sejak tadi menunduk itu kini mendongak.

"Sudah lama?" Pemuda itu balas menggeleng.

"Ya udah, yok naik. Abis ini mau balik ke asrama," katanya sambil menyodorkan helm.

Saat akan memakai helm, sebuah suara memanggil nama Afiqa, sontak saja si pemilik nama pun mengedarkan pandang. Tubuhnya langsung menegang melihat sosok di depan pangkalan tukang siomay.

Pemuda yang tadi memaksanya kini tengah berlari menghampiri.

"Mau pulang?" Pertanyaan itu terlontar ketika Akmal sudah berdiri lima langkah di depan Afiqa.

Seperti biasa Afiqa hanya diam, perempuan itu mendekat pada sosok yang menjemputnya. Pemuda yang duduk di atas jok motor menatap Akmal dengan tatapan terkejut.

"Ayo, naik," katanya membuat Afiqa mengangguk cepat dan hendak duduk di belakang sosok itu.

"Lo siapa?" Akmal menatap orang yang berani mengajak Afiqa pergi. "Gue mau ngomong sama Afiqa," lanjutnya.

Pemuda dengan celana bahan hitam itu menelisik penampilan Akmal yang sama dengan Afiqa, kemudian memutar kepala melihat perempuan yang sudah duduk di belakangnya. Cengkraman pada sisi kemeja membuatnya sadar dengan raut wajah cemas Afiqa.

"Maaf, kami buru-buru." Pemuda itu menghidupkan mesin motor maticnya.

Akmal lantas menghadang jalan mereka dengan merentangkan tangan membuat si pengendara pun mengerinyit.

"Mau Anda apa?"

"Afiqa pulang sama gue "

"Ayo pulang, aku gak kenal dia," bisik Afiqa.

"Dia gak kenal dan takut sama Anda," tukasnya tegas, ada jeda beberapa detik. "Kami duluan, assalamu'alaikum."

Akmal melongo mendengar perkataan orang tadi. "Takut? Kenapa harus takut? Masa takut sama orang ganteng?"

***


Holla olalaaaa 👋

Burung cendrawasih, makan jambu.
Jumpa lagi nih, di hari Rabu. 🙌

Makasih, ya, buat kalian yang masih mau stay dan nunggu cerita ini. 💜🤗

Jangan lupa setor vote dan krisannya, yooyy.

Oh ya, follow instagramku, ya. @sinsin.nh insya Allah akan ada ih informasi terkait spoiler cerita.

Jumpa lagi di bab depan
Papay! 👋

Planet Bumi, 02 Februari 2022

Continue Reading

You'll Also Like

341K 9.9K 41
Alskara Sky Elgailel. Orang-orang tahunya lelaki itu sama sekali tak berminat berurusan dengan makhluk berjenis kelamin perempuan. Nyatanya, bahkan...
233K 28.3K 25
⚠️ BL Gimana sih rasanya pacaran tapi harus sembunyi-sembunyi? Tanya aja sama Ega Effendito yang harus pacaran sama kebanggaan sekolah, yang prestas...
2.1M 98.8K 70
Herida dalam bahasa Spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
9.4M 392K 63
On Going (Segera terbit) Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di ke...