MEET TO PART

By seorajisungie

3.3K 447 36

Kita di rawat di rumah sakit yang sama tapi tujuan pulang yang berbeda Haeselle Haechan x Giselle Rank #1 Hae... More

✿don't want to be pitied✿
✿Goodnight✿
✿for you✿
✿drug✿
✿moon✿
✿good night my girl✿

✿hidden wounds✿

416 70 1
By seorajisungie

"Kau? " Haechan terkejut melihat gadis yang baru saja ia temui di taman berada di ruangannya, brangkar mereka bersebelahan.

"Kenapa? Kau terkejut? Kau terlalu sibuk mengasihani tubuhmu sehingga kau tidak menyadari ada pasien lain di dalam ruanganmu" Kata gadis itu enteng.

Haechan mengendus, pasti dia sudah melihat semuanya, entahlah Haechan tiba tiba merasa malu.

Haechan pura pura tidak peduli, ia duduk di sisi brangkarnya masih tidak percaya jika ruangannya di tempati dua pasien. Tirai penutup brangkar antara Haechan dan gadis itu pasti yang membuat Haechan tidak melihatnya sebelumnya.

"Sejak kapan kau berada di ruanganku?" Tanya Haechan dengan tatapan dingin.

"Ruanganku? Aku yang diluan berada di ruangan ini sebelum kau datang dan mengamuk ngamuk karena kakimu" Sindir gadis itu.

Haechan mengendus, lagi lagi ia menampar hati Haechan mengunakan kata katanya yang tajam itu.

"Maaf membuatmu terganggu"

Gadis itu menatap Haechan berlahan "Tidak papa, aku mengerti"

Haechan menunduk ingin mengucapkan sesuatu namun malu untuk memulainya.

"Si..siapa namamu? " Akhirnya kalimat itu keluar dari bibir kakunya, sungguh ia merasa benar-benar canggung sekarang.

"Aeri Uchinaga, tapi aku lebih suka di pangil Giselle" Ucap gadis itu santai.

"Kenapa? Aeri juga bagus"

Giselle hanya berdecih lalu kembali fokus pada buku majalahnya namun detik kemudian ia menatap Haechan yang masih menatapnya.

"Siapa namamu? "

"Seo Haechan"

"Salam kenal" Giselle tersenyum kecil dan tanpa Haechan sadari ia juga ikut tersenyum, namun ia menundukkan pandangannya agar Giselle tidak melihat bibirnya yang tersenyum.

Cklek

"Eh Giselle" Johnny-pria paruh baya yang baru saja masuk ke ruangan anaknya tersenyum ramah ke gadis yang tengah duduk di brangkar berada tidak jauh dari brankar anaknya. Terlihat Johnny membawa sekantung belanjaan.

"Paman" Giselle membalas senyum Johnny, mereka terlihat akrab membuat Haechan mengerutkan dahinya.

"Ayah kenal Giselle? " Tanya Haechan kepada Ayahnya, Johnny tersenyum kecil melangkah menuju brangkar anaknya lalu duduk di sisi ranjang tepat samping Haechan.

"Giselle yang menemani Ayah ketika kamu belum siuman" Haechan hanya mengangguk merespon ucapan Ayahnya.

"Giselle sudah makan? Paman baru beli makanan tadi" Tawar Johnny kepada Giselle.

"Aku sudah makan Paman, tadi suster yang membawakan makanan untukku"

"Ya sudah ayo makan lagi" Johnny mengambil meja lipat dan tikar kecil yang ia letakkan di kolong brangkar  Haechan, Johnny membentangkan karpetnya di tengah ruangan lalu meletakkan meja di tengahnya.

Johnny mengambil kantong plastik berisi belanjaan makanan lalu ia menyusunnya dengan rapi di atas meja.

"Ayo kita makan" Johnny menuntun Haechan untuk duduk di karpet kecil yang telah ia sedikan di susul Giselle yang duduk di samping Johnny dengan tiang infus yang ia letakkan pada sisi nya. Haechan tidak di infus? Tidak, dia akan memberontak saat di pasang infus, sudah lebih dari 5 kali Haechan mencabut infus nya tidak peduli kulit tangannya yang robek akibat tarikan kasarnya.

Tanpa ia sadari senyuman terukir pada bibir Haechan ketika melihat canda tawa Johnny dan Giselle, hatinya begitu menghangat. Haechan tidak menyangka gadis dengan ucapan tajam di depannya adalah seorang periang dan mudah akrab dengan siapa saja.

Sudah tiga hari semenjak hari itu, Haechan dan Giselle sudah mulai akrab. Bahkan Giselle selalu menghampiri Haechan di brangkarnya untuk mengajaknya mengobrol atau bermain game di ponsel bersama.

Kini mereka berada di atas brangkar Haechan, mereka saling berhadapan memainkan game di ponsel dengan makanan ringan di masing masing sisi mereka.

"Kau kalah! " Giselle menjulurkan lidahnya ke arah Haechan, mengejek sang lawan yang baru saja mengalami kekalahan.

Haechan mendecih melihat Giselle, ia tidak pernah kalah bermain game dengan siapa pun tapi entah mengapa jika di saingkan dengan gadis di depannya ini Haechan selalu mengalami kekalahan.

"Kau hanya beruntung" Haechan mengambil makanan ringan yang berada di sampingnya lalu memakannya untuk mengurangi kekesalannya.

Giselle hanya terkekeh melihat wajah masam Haechan, sungguh melihat Haechan seperti ini adalah suatu kebahagiaan untuknya.

"Haechan"

"Hm? "

"Kenapa kau mengalami kecelakaan? " Haechan yang awalnya tidak peduli dan lebih suka menatap keluar jendela kini menatap mata Giselle.

"Kenapa emangnya? "

Giselle menghela nafas "Cuma tanya saja"

"Aku mengendari motor padahal Ayahku sudah melarangnya dan saat itu  hujan deras aku menerobos jalanan yang licin. Aku kehilangan kendali lalu yang aku tau tubuhku melayang karena hantaman truk yang berjalan lawanan arah, setelah itu semuanya gelap. Aku lupa" Dada Haechan sakit mengingat kejadian itu namun sebisa mungkin ia menetralkan raut wajahnya, ia mulai menerima takdir.

"Seharusnya kau mendengarkan apa yang paman Johnny bilang, dasar bodoh"

"Iya iya! Aku salah. Lalu kau? Sebenarnya kau sakit apa? " Kini Haechan yang melontarkan pertanyaan pada Giselle.

"Aku terkena penyakit kangker darah" Jawabnya dengan raut wajah santai, sama sekali seperti tidak ada beban.

Haechan mematung beberapa detik lalu kembali melontarkan sebuah pertanyaan yang dari beberapa hari lalu ingin ia tanyakan.

"Keluargamu mana? Dari aku siuman aku tidak pernah melihat keluarga atau seseorang yang menjengukmu. Selalu hanya dokter dan suster yang menghampirimu" Ya, Haechan merasa aneh dengan hal itu. Bukankah orang yang sakit harus di rawat? Setidaknya mereka menjenguk keadaan keluarganya, apalagi penyakit Giselle ini bukan penyakit sembarang.

Giselle menunduk lalu membuka suaranya "Ayahku sibuk menjaga keluarganya yang baru, apa lagi sekarang anaknya tengah sakit" Giselle terkekeh di akhir kalimat, tapi kekehan itu terlihat menyakitkan. " Sendangkan Ibuku sibuk mencari teman kencan untuk ia bawa pulang dan di pamerkan pada anak dan suaminya"

"Giselle... "

"Aku tidak pernah merasakan kehangatan di dalam keluarga, keluargaku hancur. Mereka terlalu sibuk dengan dunia mereka masing masing bahkan ketika aku terbaring di rumah sakit berbulan bulan mereka tidak pernah sekali pun datang menjenguk anak mereka... "

"... Di rumah aku hanya bertugas menutup telinga adikku agar dia tidak mendengar desahan Ibuku dan teman kencannya, atau tidak mendengar suara pertengkaran Ibu dan Ayahku.. " Kini Giselle tidak mampu menahan air matanya, pandangannya menunduk dan air matanya terus mengalir deras membuat Haechan ikut merasakan pedihnya.

"... Kemarin Adikku menelpon ku lewat telpon umum, dia bilang dia di antar ke panti asuhan semenjak aku di rawat di rumah sakit. Dia merengek padaku agar aku cepat menjemputnya, dia tidak suka di sana. Teman temannya nakal katanya
.. " Giselle tersenyum di tengah tengah tangisannya, senyuman paling menyedihkan yang Haechan pernah lihat.

"... Aku berjanji padanya, aku akan sembuh. Aku mau menjemput adikku, aku tidak ingin ia lama menunggu"

Haechan mengenggam kedua bahu rapuh gadis itu, pandangan mereka bertemu. Mata Giselle penuh dengan kesedihan, pipinya penuh dengan air mata yang tidak henti henti ia keluarkan.

"Ayo berjanji untuk pulang bersama, kita akan menjemput adikmu. Oke? " Haechan mencoba tersenyum menguatkan gadis itu.

Dengan mata yang masih berlinang, Giselle tersenyum lebar mengangguk yakin pada Haechan. "Iya, aku janji"

Haechan memeluk tubuh Giselle yang terasa rapuh, ia tidak menyangka gadis periang seperti Giselle menyimpan banyak luka dan pedih. Ia menguatkan Haechan namun nyatanya dia tidak mampu menguatkan pada dirinya sendiri.

Tanpa Haechan sadari mata Giselle tertutup berlahan, nafasnya berhembus teratur dan tubuhnya mulai melemas.

Haechan yang mulai menyadari gadis itu tertidur langsung menuntunnya untuk tidur lebih nyaman di brangkarnya. Cukup sulit dengan kaki yang tidak lengkap tapi Haechan berusaha dengan sekuat tenaganya.

Setelah Giselle tertidur nyaman pada brangkarnya, Haechan tidur pada sisi Giselle memeluk tubuh Giselle memberi kehangatan padanya. Haechan menyembunyikan wajah Giselle pada lehernya mengusap punggung sempit Giselle dengan lembut tidak ingin gadis itu terbangun karenanya.

Cklek

Johnny membulatkan matanya melihat Giselle yang tertidur pada pelukannya anaknya.

"Sttt" Haechan meletakkan jari telunjuk pada bibirnya, memberi kode Johnny untuk memelankan suaranya.

Johnny mengangguk tersenyum hangat melihat pemandangan indah di depannya, Johnny tidak keberatan gadis itu tidur pada pelukan putranya. Ia sudah menganggap Giselle seperti anak kandungnya ia tidak membedakan Giselle dan Haechan. Bagi Johnny mereka berdua sama sama seorang anak yang harus di limpahkan kasih sayang.

























Maaf karena baru up soalnya beberapa hari ini apk wattpadku bikin esmosy book ini susah di buka sesusah buka hati Doyoung untuk nctzen jadi aku lambat up nya ╥﹏╥






Vote★






Continue Reading

You'll Also Like

1.7K 164 6
Seharusnya Pangeran Haechan tidak melanggar perjanjian, seharusnya Pangeran Jaemin tidak bersikap buruk, seharusnya Pangeran Renjun tidak membunuh, d...
MARK 1990. By am

Fanfiction

183K 28K 11
❛❛sooman berani nampar anya, SM gue bakar!❞
55K 5.9K 30
Dia berasal dari pikiranku. Aku tidak boleh salah paham. Tentang sebuah ilusi, Dimana hanya aku yang bisa melihatnya dengan jelas. Januari, 2019 ©Ak...
12.4K 981 11
Kumpulan Chat anak 2000 2000 liners kuy mampir