HEAVEN

By naravc_

27.5M 2.4M 751K

Heaven Higher Favian. Namanya berartikan surga, tampangnya juga sangat surgawi. Tapi sial, kelakuannya tak me... More

1. IN HEAVEN
2. CHAPTER 1
3. CHAPTER 2
4. CHAPTER 3
5.CHAPTER 4
6. CHAPTER 5
7. CHAPTER 6
8. CHAPTER 7
9. CHAPTER 8
10. CHAPTER 9
11. CHAPTER 10
12. CHAPTER 11
13. CHAPTER 12
14. CHAPTER 13
15. CHAPTER 14
16. CHAPTER 15
17. CHAPTER 16
18. CHAPTER 17
19. CHAPTER 18
20. CHAPTER 19
21. CHAPTER 20
22. CHAPTER 21
23. CHAPTER 22
24. CHAPTER 23
25. CHAPTER 24
26. CHAPTER 25
27. CHAPTER 26
28. CHAPTER 27
29. CHAPTER 28
30. CHAPTER 29
OPEN GC WA+TELE
31. MUTIA MULAI POSESIF
32. KHILAF TERINDAH
33. HEAVEN = T-REX
34. MIMPI BURUK MUTIA
35. DANGEROUS
36. MIRIS AKHLAK
37. DRUGS
38. 360 DEGREE
39. AWAL MASALAH
40. RETAK
41. MISING YOU
42. TERJEBAK HUJAN
43. SAKIT?
44. EVERY TIME
45. OBGYN
46. BABY
47. FLASHBACK [spesial chapter]
48. KITCHEN
49. TESLA
50. CEYSIA ANGELYN
51. TERUNGKAP
53. FOR MY LOVE
54. PENGAKUAN
55. TYPO
56. 831
57. NIGHT ON THE BEACH
58. NIGHT ON THE BEACH 2
59. GIFT
60. BUAS
61. FOTO?
62. FITTING
63. RENCANA JAHAT
URGENT
64. PESTA PETAKA
65. PATAH
67. Kamu, disampingku.
68. TO HEAVEN (End)
70. A DREAM (END)

52. HIGH HOPE

248K 30.6K 19.1K
By naravc_


SEBAGIAN PART AKAN DI PRIVATE, FOLLOW SEBELUM BACA⚠️

..Heaven...

Dorr

"Anjrit!" Seru Shaka reflek memeluk pacarnya. Sekalian modus.

Arnold yang sedang menginjak nginjak dada lawan langsung terperanjat mendengar bunyi tembakan itu. Lantas dengan bingungnya, cowok itu celingukan melihat polisi sudah mengepungnya.

"Sial!" umpatnya sambil ngos ngosan.

Beda lagi dengan anak kalem yang tengah menghajar dengan tongkat bisbolnya, Ciko seperti tak menghiraukan peringatan itu malah memukuli anggota Tigers yang mengeroyoknya.

"Cik udah," cegah Arnold.

"Nanggung," jawab Ciko sekenanya.

"Lo gak lihat rame polisi?" Arnold menarik lengan sahabatnya, dengan begitu barulah Ciko menyudahi menghajar lawan. Cowok pendiam itu kalau sudah terbakar emosi susah sekali dikendalikan.

"Lo kenapa meluk gue, Shaka! Awas gak!" bentak Vivian murka.

"Kaget, Yang." Shaka celingukan saat polisi menghampiri.

"Awas, sebelum aset lo gue tendang!" ancamnya memberi ancang ancang.

"Proyek kita goblok, lo tendang kalo pecah mau jadi apa?" Shaka meringis ngilu.

"Gak peduli gue."

"Sialan, untung cinta."

Mereka berempat saling merapat, kemudian menjelaskan kepada polisi jika hanya menyelamatkan temanya.

Alhasil, Galang dan beberapa anggotanya yang tidak sempat kabur langsung diringkus oleh polisi itu. Scarlett sendiri yang melaporkan Galang sebelum tidak sadarkan diri.

"Lo semua aman?" tanya Heaven memastikan keadaan sahabatnya.

Keempatnya pun menganguk.

"Kita kita mah kalo sekedar ngelawan bocah prik, tangan satu juga gak kerasa."

Arnold dan Ciko mendengus, jelas jelas Shaka tadi sering sekali di tolong oleh Vivian saat di keroyok.

"Iya in," balas Ciko dengan senyum mengejeknya.

"Shaka dandut banget elah,"

"Pala lo," akhirnya Shaka dan Vivian gelut lagi di halaman rumah itu, kejar kejaran tidak jelas sekalian menendang pot. Jam 3 pagi loh, mereka masih aktif saja. Memang aneh mereka berdua.

"Gue jawab panggilan Fetty bentar, anak gue sakit keknya," pamit Arnold.

"Ya."

Heaven kembali mendekap tubuh Mutia yang hampir saja limbung karena lemas.

"Duduk disini bentar," ucapnya membimbing Mutia duduk dipangkuannya.

Melihat betapa kacau nya Mutia saat ini, demi Tuhan cowok itu merutuki dirinya sendiri. Lagi lagi merasa gagal menjadi suami yang baik.

"Ngantuk eum?" bisiknya, Mutia pun mengangguk pelan kembali menenggelamkan kepalanya didada bidang yang mendekapnya. Hawa dingin semakin menyerang hingga terasa sampai ke tulang, membuatnya tak mau melepas pelukam Heaven.

"Sabar bentar ya," bisiknya kembali, sambil mengelus pipi mulus cewek itu penuh sayang.

Mutia lantas membuka matanya,

"Gak nyangka sama Galang Kak."

Heaven langsung berdecak, "Ck."

"Jangan disebut, gue gak mau denger."

Mutia menggigit bibir bawahnya yang gemetar, lalu mengangguk lagi. "Maaf."

"Kenapa minta maaf?"

"Ya udah makasih," cicitnya begitu lirih. Dia langsung menenggelamkan kepalanya lagi, menghirup aroma wangi tubuh cowok itu yang membuatnya sangat kecanduan.

"Gue yang harusnya bilang makasih," ucap Heaven membuat Mutia bingung dengan ucapannya.

"Kok bisa?" beo Mutia pelan.

"Karena lo gak ngambek pas gue datengnya telat," balas cowok itu dengan raut datarnya. Namun dengan ucapan itu dia perlahan sadar jika yang paling tulus adalah suaminya -- Heaven.

Pipi Mutia memamas seketika, padahal hanya kalimat biasa tanpa embel embel romantis. Tapi Mutia sudah kualahan mengendalikan hatinya.

"Kenapa lo?" Heaven mengembil kedua tangan yang menutup wajah Mutia.

"Gak papa!" ucapnya sedikit ngegas, karena takut ketahuan baper.

"Judes banget istri gue," gumamnya sambil mengelus ringan perut datar istrinya.

"Pake jaket gue," Ciko tiba tiba menyodorkan jaketnya, membuat atensi keduanya teralih seketika.

Bukan maksud apa apa, Ciko memang memiliki rasa peduli yang sangat tinggi apa lagi sesama. Melihat istri temannya menggigil kedinginan, mana tega dia membiarkan begitu saja.

Menerima jaket itu, tatapan Mutia langsung mengarah ke Heaven. Seolah menunggu persetujuan diperbolehkan memakainya atau tidak, tahu sendiri kan bocah sengklek itu posesifnya high level.

"Kak."

Heaven mengangguk, mau bagaimana lagi jika darurat begini. Setidaknya Mutia dan baby tidak kedinginan walaupun mengorbankan rasa cemburunya.

Padahal Ciko tulus lahir batin ikhlas membantu sesama. Tapi namanya juga Heaven si pencemburu buta.

"Maaf, gue tadi lupa pake jaket ataupun hoodie." Ucapnya sembari membantu memakaikan, dan Mutia malah cepat cepat kembali memeluknya.

"Thanks Cik."

"Hm." Cowok itu mundur, memilih berdiri diteras rumah megah itu.

"Mobil ajudan lo lemot banget dah, mati kaku lama lama gue disini," Lagi lagi Shaka menggerutu pada Arnold.

"Baru di bogor, gimana gue ajak ke korea lu, masuk angin sampe sana," kata Arnold menatap remeh temannya.

"Beda Ar, bukan masalah apa apa. Lah ini gue gak pake kaus kutang, mana pake kaos tipis doang."

"Badan mah boleh gede, kena angin dikit mlenyot," sahut Arnold yang diangguki Ciko. "Iya gak Cik,"

"Hm." Ciko hanya tersenyum tipis menanggapi kedua cowok itu.

"Dingin sat, kena mental gue kalo kedinginan gini."

"Belagu lo," Vivian tiba tiba menyahut dari belakang, melemparkan jaket yang diberikannya tadi, dasar cowok letoy pikirnya. Padahal tadi adegan romantis yang jarang sekali terjadi. Lah ini malah ngeluh kedinginan, dasar prik.

Shaka tersentak saat dilepari jaket, ia pun menoleh, melihat raut wajah ceweknya yang berubah galak. "Bukan kaya gitu yang gue maksud."

"Ikhlas lahir batin gue ngasih jaketnya, sumpah."

"Vi."

"Vivi."

" Gue ogah," sewot Vivian begitu begis, Ciko dan Arnold langsung tertawa kecil seperti bahagia sekali melihat temannya menderita diperlakukan sadis oleh pacarnya.

"Pake jaket lo, pulang dari sini ayan abis lo kena marah ayah bunda," sinis cewek itu terlihat begitu kesal. Udara dinginnya mulai tak terasa lagi akibat emosinya yang meluap luap.

"Pake jaket gue," Arnold dengan santai melepas jaket seharga ratusan jutanya dan memberikanya pada Vivian.

Vivian tersenyum lalu melirik Shaka remeh, "Gak usah dibalikin ya Bang, buat gue aja sekalian," ujarnya saat menangkap jaket yang dilemparkan Arnold.

"Serah lo,"

Sumpah, mereka tidak saling punya perasaan. Prinsip Heaven dan gengnya begini, siapapun yang sudah bergabung. Berarti dianggap keluarga. Tidak bisa saling menyakiti atau menyukai pacar temannya, itu lah kenapa pertamanan mereka belima langgeng sampai sekarang.

Saat mereka masih menunggu mobil jemputan, tiba tiba sebuah mobil masuk kedalam gerbang rumah itu. Semuanya saling pandang.

"Mertua lo anjir," Shaka langsung menarik Vivian ke belakang tubuhnya.

"Gue juga mau ngelawan bego," bisik cewek itu agak keras. Membuat telinga Shaka seketika berdengung dan gatal. Ampun cewek itu, gak ada kalem kalemnya sama sekali.

"Sialan lo,"

Beda dengan Mutia yang mengeratkan jarinya ke dada cowok itu. "Dia yang ngaku ngaku jadi orang tua ku kak," cicitnya mendongak menatap Heaven.

"Gak usah takut," bisiknya menenangkan.

"Gak takut banget, cuma kesel aja. Kesel nya sampe banget," Perempuan itu malah cemberut, dengan mata sayunya pun masih saja memperlihatkan kalau dia judes.

Lalu saat pria tua itu membuka pintu mobilnya, semua tak terkecuali Heaven langsung menatapnya garang. Seolah siapa melawan siapapun yang akan mengusiknya.

"Kalian," Benjamin tampak bingung dengan apa yang telah terjadi di vilanya. "Siapa kalian!"

"Seharusnya saya yang tanya ke anda. Bukan malah sebaliknya," sahut Heaven dingin.

"Kamu," Benjamin tidak meneruskan kata katanya, melihat Mutia yang menempel pada Heaven, membuatnya keheranan.

"Bapak nyari siapa? Semuanya sudah diamankan polisi."

"Polisi?" Benjamin membenarkan kacamatanya, mangamati satu satu dari mereka. "Ada apa ini sebenarnya?"

"Ada apa, ada apa. Bapak nggak ngerasa melakukan kejahatan atau memang sengaja ngelakuin kejahatan," sahut Vivian geram. Melihat pria bertato itu Vivian langsung ingin marah, apa lagi dia berniat jahat pada sahabatnya. Jangan harap dia akan memaafkan.

Dikeroyok tatapan tajam dari ke enam orang itu, pun balas menajamkan matanya. "Jangan macam macam dengan saya! Kembalikan anak saya sekarang!" sentaknya tegas.

"Anaknya udah ketangkep polisi." ucap Shaka dengan nada mengejek.

Benjamin langsung memelototi Shaka, tangannya mau mencengkram leher namun segera di tangkis Heaven.

"Urusan anda dengan saya," ucap Heaven dingin, membuat pria itu langsung mengibaskan tangannya.

"Jagaon kamu! Beraninya menghalangi saya!" Benjamin tersulut emosi, apalagi setelah melihat rumahnya porak poranda dan anaknya malah memeluk Heaven.

"Anda siapa memangnya!?" jawab cowok itu tegas. Heaven tidak mengenal takut meskipun tampang pria itu seperti gengster yakuza.

Melihat putrinya semakin ketakutan membuat Benjamin pun luluh.

"Baik, kalau begitu kembalikan putri saya dan kalian akan saya bebaskan."

"Kak," Mutia semakin mencengkram tubuh suaminya.

Heaven tersenyum sinis, "Dia sudah menjadi milik saya mana bisa saya kembalikan,"

"Maksud kamu apa hah, kamu ini siapa berani berbicara seperti itu. Saya ayah kandungnya. Saya lebih berhak atas putri saya."

"Buktinya ada?" Sahut Arnold lantang.

"Jelas. Buktinya sudah jelas ada baik dimata hukum ataupun yang lainnya."

"Wih ngeri," Shaka membeo, langsung ditabok oleh Vivian. "Mulut lo, di damprat baru nyaho lu," gumam cewek itu.

Benjamin memelototi Shaka lalu pandanganya beralih pada cowok yang tangah memeluk anaknya. "Sekarang sudah saatnya Ceysia ikut dengan saya, yang jelas jelas ayah kandungnya sendiri,"

"Ceysia siapa anjir," Vivian mencembikan bibirnya kesal.

Mutia menggeleng cepat. Membuat Heaven mengelus pelan punggung perempuan itu agar tetap tenang.

"Gak bisa maksa juga kalau anaknya gak mau Pak," Ciko dengan santainya berbicara.

"Saya tidak memaksa!"

"Oh, jangan jangan kalian bersekongkol dan mengancam anak saya!?" Benjamin mencak mencak sambil berkacak pinggang.

"ASTAGFIRULLAH!!!" Shaka, Arnold langsung menggeleng pelan.

"Suuzon elah,"

"Sungguh lucnut."

"Bapak gabut apa gimana sih. Bapak semisal belum tahu titik masalahnya nggak usah main fitnah."

"Saya tidak Fitnah, buktinya sudah jelas ada!" Bentak pria itu emosi.

"Besok saya bawa ke jalur hukum jika tidak cepat kamu kembalikan anak saya. Dan saya pastikan, semua bukti buktinya sudah ada. Kamu hanya sebagai tunangan, dan saya wali sahnya."

Heaven berdecih lalu tersenyum penuh makna. "Kaya bapak belum tahu satu hal,"

"Apa!?"

"Kalau saya suami sah dari anak anda."

"APA!"

"Nah lo,"

"Dah lah," Shaka langsung duduk teras. Cape juga dari tadi bersitegang dengan bapak bapak bertato. Mana marah marah tidak jelas. " Pengin cosplay jadi maung, biar bisa ngawinin puspita."

"Suami!?" Benjamin terlihat kaget.

Mutia langsung mengangguk mantap seolah meyakinkan, beda dengan Heaven yang tak berekspesi apapun.

"Bagaimana bisa! Ini tidak bisa dibiarkan! Kamu pasti sudah memaksa anak saya untuk menikah sama kamu," tuduhnya dengan lantang.

"KAK!" seru Mutia dengan napas memburu. Kesal sekali rasanya berbicara dengan pak tua satu itu.

"Sssst, gak usah nangis. Biar gue yang ngomong sama dia."

Belum sempat Heaven menjelaskan, Mutia lebih dulu berujar. "Kita nikah karena saling sayang! Bukan atas dasar paksaan!" tekan Mutia membuat Heaven menahan senyumnya.

Good girl.

Tumben gak gengsi

"Tapi Galang mengatakan kalau dia kasar, Anak. Papa mau yang terbaik untuk kamu, hanya itu." Tekan pria itu, meskipun bertato, sungguh begitu telihat rapuh dan berbicara lembut sekali kepada Mtia.

"Cukup! Aku gak kenal sama kamu Bapak!" suara Mutia tercekat, rasanya antara marah sekaligus terluka. Meskipun faktanya mungkin Benjamin ayahnya, tapi sekarang dia tidak bisa menerima begitu saja.

"Tapi saya papa kandung kamu, Ceysia."

"Aku gak mau ikut dia, Kak. Gak mau," rengek Mutia semakin ketakutan.

"AYO PERGI DARI SINI," teriak Mutia histeris. Tangisnya pecah karena ketakutan. Membuat hati Benjamin mencelos.

"Kita pulang," Heaven langsung membopong tubuh yang hampir merosot kelantai. Sedangkan Mutia langsung bersembunyi di dada bidang cowok itu.

Namun sebelum cowok itu melangkah, dia berhenti sebentar menatap pria itu datar, ia pun berujar, "Urusan kita belum selesai, tapi saya pastikan Mutia tetap bersama saya,"

"Terlepas anda orang tua kandung atau bukan, menculik tetap tindakan kriminal ," ucap cowok itu terdengar begitu serius.

Benjamin terdiam, dia pun menyadari jika perbuatanya justru menjauhnyanya dengan sang anak.

"Om, pamit. Asalamualaikom," ucap Shaka yang merangkul pundak ceweknya menuju mobil jemputan.

"Gendong gue Shak," pinta Vivian yang terpaksa dianggukinya.

"Lo tubuh apa karus beras," Shaka kualahan menopang beban yang berada dipunggungnya.

"Kenapa? Beratan juga dosa lo, ayo jalan. Dasar onta padang mahsyar."

Heaven

"Ta-tadi aku lihat perut Scarlett di injek injek sama Gal-ang," ucap Mutia disela sela tangisnya.

"Terus dia mau perkosa aku, aku gak bisa bayangin kalo dia juga injek injek perut aku, hiks hiks." Tangisnya semakin pecah saat Heaven dengan serius mendengarkannya.

Heaven memejamkan matanya sebentar. "Ya udah gak usah dibayangin," cowok itu menyeka air mata Mutia lalu menangkup kedua pipinya.

"Gak bisa tetep kepikiran. Terus- terus dia mau bawa aku ke Rusia. Jahat banget nyulik nyulik istri orang, gak takut kena azab apa!?" Mutia terus saja mengeluarkan unek uneknya. Tumben Mutia mau cerewet dan manja, biasanya juga tidak seperti ini.

"Masih gak nyangka kalau dia jahat banget, hiks hiks,"

"Udah, kasian babynya kalo kamu nangis terus," Heaven menyeka air matanya lagi. Heaven sampai heran, segitunya mata Mutia memproduksi air mata sampai mengalir terus tidak habis habis.

Mengambil napas dalam akhirnya Mutia mengangguk patuh dan perlahan menyudahi tangisnya. Kalau menyangkut baby, dia pasti usahakan sekuatnya.

Lalu dia membenarkan posisi tidurnya, membelakangi Heaven. Biar dipeluk dari belakang. Maksudnya.

"Kak?"

"Apa sayang," jawab Heaven dengan mata terpejam.

"Aku pengin denger kamu nyanyi," lirihnya didekat telinga cowok itu.

"Gak bisa,"

"Baby nya yang minta,"

"Gak usah fitnah anak gue!?" ucapnya terdengar serak.

Mendengar jawaban itu Mutia malah terkekeh pelan, lalu menoleh kebelakang saat Heaven memeluknya.

"Tidur Ya' " suruhnya sambil merem.

"Nyanyiin dulu," rengeknya lagi.

"Ck, rese banget lo ya."

Lalu setelah mereka saling diam, cowok itu pun menyanyikan lagu dengan suara beratnya

I remember it now, it takes me back to when it all first started

But I've only got myself to blame for it, and I accept it now

It's time to let it go, go out and start again
But it's not that easy

But I've got high hopes, it takes me back to when we started High hopes, when you let it go, go out and start again

High hope- Kodaline

Mutia perlahan memejamkan matanya beberapa menit berlalu suara napas pelan dan teratur terdengar. Bibir cowok itu pun melengkung, "Mau tidur ribet bener Yang," gumamnya lalu membenarkan selimutnya hingga menutupi dada.

"I love you,"

Heaven•

"Kak,"

"Kak Heaven dengerin aku!"

"Gak usah pura pura budek! Kak Heaven" pekiknya sampai ngos ngosan.

"Udah gue bilang manggilnya sayang, gak mau dengerin. Males gue jawabnya," gumam Heaven yang masih sibuk mengganti kalung serta perhiasan lain ke Pupsita. Mau tau kalungnya itu asli berlian yang di desain khusus seukuran leher kucing itu.

Gara gara bergaul dengan Al, Heaven jadi was was takut puspita kena mental. Makanya diberi kalung mahal biar tidak di hujat terus terusan.

"Kak!"

"Sayang," koreksi cowok itu.

"Gak mau!"

"Ya udah gak bakal gue jawab,"

"Males lah, Mutia gak biasa manggil kaya gitu," Mutia menghentak hentakan kakinya le lantai, bibir cemberut seperti biasanya.

Heaven memperlihatkan smriknya, "Mau manggil sayang, atau gue suruh bokap lo jemput, hm?"

"GAK MAU!!!" teriak Mutia sampai Puspita tercekek kalungnya sendiri. "Gak usah bikin orang darah tinggi! Tiap hari bikin gara gara terus!?

"Tinggal manggil sayang apa susahnya, emang salah?"

"Iya udah. Iya sayang..." Mutia begitu tidak ikhlas mengatakanya apa lagi saat melihat Heaven menggigit bibir bawahnya. Entah kenapa dalam pikirannya cowok sengklek itu terkesan mengejeknya.

Sialan.

•Heaven•

Belum subuh Heaven sudah bangun dan bergegas kekamar mandi, ada apa ini? Apa anak mama Elena yang digadang gadang menjadi anak sholeh benar benar sudah bertaubat.

"Kak Heaven tumben udah bangun," cicitnya sembari mengucek matanya. Mutia yang memang setiap hari bangun subuh pun jadi heran. Tumben sekali.

"Kan mau sholat subuh," jawabnya santai.

Mau bilang tumben nanti cowok itu ngambek, makanya hanya disenyumi manis oleh Mutia. " Ya udah sholat gih, aku mau wudhu juga,"

"Bareng, gue yang imamin."

Kesambet apa Heaven jadi alim bin sholeh begini, biasanya disuruh sholat banyak alasan.

"Beneran?" Mutia yang masih ngantuk langsung berbinar mendengar ucapan Heaven.

"Hemm," cowok itu mengangguk kecil sembari fokus dengan ponselnya.

"Ya udah aku mandi bentar, " Mutia bergegas ke kamar mandi.

"Pelan pelan Ya' " sentak Heaven saat Mutia berlari kecil masuk kekamar mandi, bukan apa apa. Takut kepeleset nanti mau jadi apa proyek baby twins nya.

"Iyaaa."

Setelah itu mereka menunaikan sholat subuh. Dan tentunya Heaven yang menjadi imam. Awalanya Mutia sempat ragu dengan kemampuan suaminya, lalu setelah terlaksana sungguh diluar dugaan. Cowok itu begitu merdu melantunkan bacaan sholat.

Lalu, dilanjutkan dengan berdoa yang dipimpinnya. Lagi lagi membuat Mutia terkagum dalam diam, tersenyum sambil munuduk dan menadahkan kedua tangan.

"Aminn."

"Salim," Heaven menyodorkan tangannya, dengan pura pura merengut Mutia pun mencium punggung tangan suaminya.

"Bibirnya juga," pintanya menyodorkan bibir, dan tanpa diduga Mutia melumatnya sekilas dan cepat cepat disudahi. Timbang keterusan.

"Kamu kok tumben tumbenan gini, ada apa?" tanya Mutia polos.

Heaven yang melepas satu kancing baju koko nya pun terkekeh. "Lupa hm? Kan gue udah janji bakalan taubat kalo udah punya baby,"

Mendengar penuturan Heaven, perempuan itu lantas mencebikkan bibirnya. "Beneran? Udah gak ada niatan buat bandel lagi memangnya?" tanyanya sambil membenarkan mukena.

"Gak janji sih, yang penting jadi imam yang baik dah gue janjinya, soal yang lain sambil berjalan," Heaven merengkuh tubuh Mutia. Dan malah rebahan di paha perempuan itu.

"Imam yang baik juga termasuk cowok yang gak bandel Kak Heaven," ucapnya sembari mengelus rambut hitam cowok itu.

"Ya gimana, orang udah dari sananya bandel, lagian emang gue bandel gimana sih, kayanya gue kalem gini," gumamnya sambil menciumi perut Mutia yang masih berbalut mukena.

"Geli Kak,"

"Gemes sayang, pengin gigit," cowok itu malah mengecup terus menerus tanpa berhenti.

Mutia menggeliat menahan geli, cowok itu kalau dicegah malah semakin gemas. Semakin menjadi jadi makanya lebih memilih dibiarkan sepuasnya.

"Udahan yuk," Mutia menangkup wajah Heaven agar berhenti menciumi perutnya.

"Ntar ish," cegahnya.

"Aku mau masak buat sarapan kita, tuh lihat udah hampir jam 6." ucapnya menunjuk jam dinding.

"Nanti!" sentaknya.

Mutia menghela napas pelan. Membiarkan Heaven dengan tingkah polahnya.

"Ngulah terus gak bisa diem tangan sama bibirnya."

"Nyaman Yang, pengin kaya gini terus," kata cowok itu dengan nada manja. Lagi lagi tumben tumbenan Heaven manja, sebelumnya mana pernah.

"Nanti lagi sayang," bisik Mutia mencoba merayu. Cowok itu kalau dirayu gampang luluh, maklum lah kan bucin yang men DNA.

"Ish," desisnya tak suka.

"Ya udah, 5 menit. Abis itu udahan ya?" Mutia dengan lembut mengelus pipi suaminya.

"Kurang elah," Heaven malah memejamkan matanya, mungkin sangat nyaman kepalanya berada dipangkuan Mutia.

"Kak?"

"Hmm," gumamnya membuka mata.

"Memangnya kamu pengin banget punya baby twins?" tanya Mutia agak ragu.

"Gak. Apa aja gue mah mau, yang penting anak."

"Kok kamu dari dulu mintanya anak kembar?" Mutia mengerutkan dahinya.

"Biar gue punya alasan buat minta bikin lagi semisal yang keluar gak kembar," ucapnya dengan tanpa rasa berdosa nya.

Sialan. Heaven emang pinter banget modusnya.

Mutia mendengus kesal. Sudah takut jika Heaven kecewa kalau nanti baby tidak kembar malah jawaban cowok sengklek itu seperti itu.

"Dasar modus,"

Heaven hanya tertawa kecil melihat Mutia yang ngambek.

•Heaven•

Oke, terimakasih.

17, 2k Komen lanjut...

Part depan Alzelvin yok..

KOMEN NEXT 2K

KOMEN LOVE 2K

KOMEN ⛏️ 2 K

See, you.

Aku cuma ngetes seberapa sayang kalian sama mas Heaven.❤️

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 30.4K 22
[sudah diterbitkan oleh Momentous Publisher tanggal 25 Maret 2021] [Beberapa Part sudah dihapus] Penulis : Ohdaraa (darainbxws) p.s : Cerita ini hany...
30.6K 1.6K 49
(Lanjutan dari I Love You Ketua OSIS ya) Dalam kehidupan ini Anya berhasil melewati masa-masa yang sulit dalam hidupnya, dia kehilangan kedua orangtu...
ALAN [END] By Tamara

Teen Fiction

9.3M 1.1M 77
Meluluhkan cowok cuek? Dingin? Yang banyak fans? PART MASIH LENGKAP | TERSEDIA DI TBO & GRAMEDIA Spin Off My Childish Girl (Bisa dibaca terpisah) *...
237K 9.2K 52
Dari benci bisa jadi cinta! Hal itu yang di rasakan oleh laura kepada gibran si cowok rese yang berhasil merebut hatinya