Sapu yang disebut Akmal sebagai sapu nenek sihir masih dipegang dan digerakkan menyapu daun-daun yang berserakan di atas rumput serta cor semen sekitar taman belakang sekolah yang sepi karena semua murid sedang berada di kelas melakukan kegiatan belajar.
Mengumpulkan daun-daun berwarna cokelat yang kering menjadi satu di pojok taman dekat tong sampah besar di bawah pohon rindang yang berjajar. Embus angin cukup kencang membuat daun-daun yang sudah terkumpul berterbangan lagi. Hal itu mengundang decak kesal disusul gerutuaan dari mulut pemuda yang keningnya mulai dibasahi butiran keringat akibat lama terlena sinar matahari sembari menyapou daun yang terus berguguran.
"Ck, ini kenape daun terus jatuh? Mana yang tadi ditiup angin, kan, gue cape tau!" Itulah gerutuaan Akmal di saat menyapu daun yang baru saja jatuh akibat tertiup angin dengan malas dan asal-asalan.
Memilih mendudukan diri di bangku panjang yang tersedia diantara pohon rindang, membuat siapapun yang duduk di sana akan mereda sejuk dan tak terpapar panasnya sinar matahari secara langsung. Sepasang kaki yang terbalut sepatu ia selonjorkan, sedang punggungnya disandarkan pada badan kursi. Merasa tak nyaman dengan posisi itu, Akmal mengubah posisi menjadi berbaring dengan satu tangan menutupi mata.
Teriknya matahari serta heningnya suasana menemani istirahat Akmal dari hukumannya akibat terlambat masuk kelas. untung Bu Wiwi, guru BK sudah tak mengawasinya. Jika masih, mungkin ia sudah mendapat ceramah kembali di hari yang masih pagi ini. Menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Pemuda yang matanya terpejam itu sedang meratapi nasibnya hari ini.
"Padahal gue kagak telat, eh malah kena hukum Bu Wiuw Wiuw." Mulutnya mengeluarkan unek-unek dalam hati. "Kan, tadi gue abis makan."
"Masih mending kalo dihukumnya lari, kan, sekalian olahraga. Lha, ini disuruh nyapu mana daun kering keropos pada rese!" Embusan napas berat ia keluarkan. "Besok-besok gue sarapan di rumah aja, nurut sama Emak biar gak kualat." Akmal terus berguman. Perlahan lengan yang menutupi kedua mata mulai diangkat disusul kedua kelopak mata yang terbuka.
Melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanan yang masih terangkat, Akmal beringsut mengubah posisi menjadi duduk. Lima menit lagi, bel tanda istirahat berbunyi. Pemuda itu bangkit merapikan seragam, menyugar rambut ke belakang karena rambut depan sedikit menutupi satu matanya.
Akmal membawa langkah meninggalkan kawasan taman belakang sekolah, setelah sebelumnya menaruh sapu nenek sihir sembarangan, yang penting tugasnya sudah selesai. Kedua telapak tangan terbenam di saku celana abu, sesekali pemuda itu bersenandung diiring siulan kecil.
***
Bel tanda istirahat baru saja berbunyi, para murid berbondong-bondong keluar kelas sesaat setelah sang guru meninggalkan kelas. Sepertinya perut mereka sudah meronta ingin diisi makanan, terlebih mata pelajaran di jam ketiga dan empat cukup menguras isi kepala.
Afiqa menoleh ketika Naya berdiri dan memanggil namanya dan dua orang di belakang mereka. Nampaknya Kanaya termasuk murid yang perutnya sudah meronta ingin segera diisi terlihat dari tingkahnya tadi saat membereskan alat tulis, terkesan tergesa.
"Yuk, kantin, yuk."
Afiqa menatap tiga orang yang sudah berdiri di sisi mejanya. "Kalian duluan, aku ke perpus dulu."
"Mau aku temenin?" tawar Alfira cepat, tetapi Afiqa membalasnya dengan menggelengkan kepala cepat karena tak akan lama, hanya mengembalikan buku paket yang seminggu lalu dipinjam.
"Kita pesenin aja, ya?" tawar Naya, segera diangguki oleh Afiqa. "Batagor kering dan es jeruk, kan?"
"Iya "
Menu jajan yang sering Afiqa pesan belakangan ini, menu yang banyak diminati para murid jika jajan di kantin lantai dasar.
Mereka berpisah di depan koridor kelas, Afiqa berjalan berlawan arah depan banyak murid yang menuju kantin berbaur bersama tiga temannya.
Sekitar tiga meter menuju tempat tujuan, perempuan itu melambatkan laju langkahnya karena merasa namanya dipanggil seseorang dari arah timur.
Menoleh ke sumber suara, manik matanya menangkap keberadaan sosok pemuda tengah menatapnya dengan senyum mengembang seperti adonan donat.
Pemuda itu membawa langkah mendekat pada Afiqa yang mulai resah di tempat berpijaknya. Sebelum benar-benar mendekat, Akmal sudah lebih dulu menyapa.
"Hai, Afiqa?"
Bukan balasan dihiasi senyuman yang didapatkan, melainkan keterdiaman dan ditinggalkan begitu saja tanpa ada sepatah kata pun yang terlontar dari bibir tipis milik sang bidadari hati. Hal itu membuat senyum Akmal perlahan memudar menatap punggung Afiqa yang menjauh dan hilang di balik pintu perpustakaan yang nampak sepi.
"Mungkin dia ngerasa gak kenal." Itu yang ada dalam pikiran Akmal saat melihat respon Afiqa yang tak acuh padanya.
"Akan kubuat kita saling mengenal, tunggu besok," katanya dengan senyum yang kembali terbit di bibirnya. Pemuda itu memutar badan, melangkah menjauh dari area perpustakaan sekolah yang tak seramai kantin dan tempat lainnya.
Kini tujuannya adalah kantin, kedua temannya sudah menunggu kedatangannya di sana. Tak sabar untuk meneguk minuman dingin guna menyegarkan tenggorokan yang terasa kering sejak menyapu taman belakang sekolah yang daunnya tak lelah berguguran.
Baru menginjak koridor kantin, suara bising sudah menyapa gendang telinganya. Akmal berjalan santai sembari menyapu pandang mencari dua sosok yang menunggunya. Bukan kedua teman yang ditangkap dua bola mata hazelnya, melainkan keberadaan sosok cantik yang beberapa menit lalu ditemuinya
Tunggu, apa ia salah lihat? Tadi, kan, bertemu di dekat perpustakaan? Lantas mengapa ssosoknya sudah duduk di salah satu meja kantin bersama temannya? Secepat itukah perempuan itu bisa melangkah dari perpaduan menuju kantin yang terbilang jauh? Atau ia yang terlalu lambat? Ah, tidak-tidak, ia yakin pasti langkahnya tak selambat itu. Tapi-tapi ... sosok itu?
Sama, dia Afiqa, si Cantik itu tengah menunggu pesanannya bersama Naya. Lantas apakah sosok di depan perpustakaan itu ... oh, tidak! Akmal benar-benar dibuat bingung. Jika sosok Afiqa memang ada di kantin, lalu yang di perpustakaan?
Hantu?
Akmal menggerakkan kepala beberapa kali guna mengusir pikiran aneh yang merasuki otaknya. Untuk memastikan, ia membawa kaki jenjang menuju meja yang ditempati Afiqa seraya menatap lekat sosok perempuan yang tengah tertawa kecil.
Mengucek mata memastikan bahwa penglihatannya tidak salah. Iya, perempuan di depan sana memanglah Afiqa. Senyum Akmal kembali terbit ketika sudah berjarak dua langkah di meja Afiqa.
"Hai Afiqa?" sapanya diakhiri senyum menawan.
Dua perempuan yang duduk pun kontan mendongakkan pandang. Air wajah mereka nampak bingung menatap Akmal yang tersenyum dengan mata berbinar.
"Ucup, sini lo! Malah nyantol di meja cewek!" seru Dafa dari tempatnya duduk. Hal itu menarik perhatian beberapa pasang mata di dalam kantin termasuk Akmal.
Berdecak lalu melayangkan tatap tajam pada Dafa yang duduk dengan kedua tangan tersilang di bawah dada. "Slow, Bro," katanya.
Tatapannya beralih pada sosok yamg dituju dengan sorot hangat. Sorot tajam yang sempat nampak langsung lenyap begitu beralih pada wajah cantiknya.
"Sampai jumpa lagi, Afiqa." Setelahnya barulah Akmal melangkah menuju meja Dafa dan Mirza yang sudah tersedia dua gelas es jeruk dan satu lemon tea.
Di tempatnya Alfira masih dilanda rasa bingung atas tingkah pemuda aneh tadi.
"Mungkin dia kenal Fiqa."
***
Halo olalaaaaa 👋
Dari Banjarmasin bawa sepatu
Jumpa sama Sinsin di hari Sabtu
Gimana bab ini?
Kalo ada krisar, silahkan tulis di kolom komentar. 🙏
Makasih banyak buat Temen-temen yang sudah berkenan membaca cerita ini. 🙏💜
Sampai jumpa lagi, Papay! 👋
Planet Bumi, 22 Januari 2022