Sinar mentari mulai menari melukis warna langit, menyibak gelaapnya malam. Udara sejuk menyertai embun di atas rumput dan daun di pagi hari.
Sejak lima menit yang lalu, seorang perempuan tengah mematut diri di depan cermin. Merapikan kerudung pasmina, lalu menempelkan sebuah bros pita kecil di bagian pundak kanan. Tak ada polesan make up di wajah ayunya, hanya polesan bedak bayi tipis andalannya.
Hari ini ia sudah memiliki janji dengan Kanaya, temannya untuk menemaninya ke sebuah Mall untuk mencari buku. Kanaya atau lebih akrab disapa Naya itu akan menjemput ke rumah. Mungkin sekitar pukul sepuluh akan sampai.
Suara pintu diketuk terdengar, dengan segera perempuan bernama Afiqa itu melangkah mendekati pintu kayu cokelat, lantas memutar gagangnya dan tampillah seorang wanita cantik yang dipanggilnya Ibu.
"Ada Nak Naya di ruang tamu, cepat temui, ya?" ucapnya yang dibalas anggukan dari Afiqa.
"Baik, Bu. Aku ambil tas dulu." Setelah melihat sang ibu menuruni anak tangga, ia bergegas mengambil tas selempang serta ponsel di atas meja belajar. Kaki yang beralas sandal rumahan terayun menuruni anak tangga sampai ruang tamu di lantai dasar.
Di sudut sofa, seorang perempuan berkerudung pasmina merah muda tengah asyik memakan kue kering dalam toples. Di atas meja tepat di depan Naya, terdapat dua toples kue kering, satu piring bolu pandan, dan satu gelas jus jeruk.
Sepertinya Naya belum menyadari kehadirannya, karena hingga sepuluh detik berlalu, Naya masih sibuk mengunyah kue sembari menatap layar ponsel.
Afiqa berdehem untuk menarik perhatian temannya dan ya, hal tersebut mampu membuat kepala Naya mendongak.
"Eh? Fiqa ...." Nampak riak terkejut dari wajah Naya, perempuan itu lantas beranjak dari duduknya.
"Lanjutin aja dulu makannya," titah Afiqa sambil mendudukan diri di sofa. Naya kembali duduk dan melanjutkan acara makan kue bolu yang tersisa satu potong lagi.
Meneguk jus jeruk yang hanya tersisa setengah hingga tandas, Naya menoleh sejenak pada Afiqa sambil mengatakan jika ia sudah selesai. Naya bangkit terlebih dahulu seraya mengambil gelas bekas minum disusul Afiqa yang membawa piring bekas kue bolu menuju dapur.
Setelah mencuci dua benda tersebut, keduanya berpamitan pada ibu Afiqa yang sedang membereskan barang untuk dibawa ke toko.
Afiqa meraih sepasang sepatu snakers putih. Melangkah menghampiri Naya yang sedang mengikat tali sepatu sebelas kanan sambil bernyanyi.
"Selama ini ribuan hari kudekat dengamu. Lewati berbagai hal ku ada di sisimu. Tanpa kau tau perasaanku padamu." Sepatu sebelah kiri sudah masuk dan sedang diikat talinya. "Sendiri kuberharap memberi kasih ...."
"Walau tak kembali," sambung Afiqa sembari bangkit karena sepasang sneakers sudah terpasang sempurna di kedua kakinya. "Ayo, cepet, Nay."
"Sabar, aku ulang lagi, nih, ngiketnya," balasnya tanpa mengalihkan pandang dari kegiatan mengikat tali sepatu.
Kini keduanya sudah menaiki motor milik Naya yang melaju di jalan besar. Sepanjang perjalanan Naya terus berbicara, tetapi terkadang saat Afiqa membalas, Naya malah mengatakan, gak kedengeran. Huh, menyebalkan. Saat sedang dalam perjalanan apalagi menggunakan sepeda motor akan tak jelas mendengar ucapan orang lain karena suara akan terbawa angin, maka dari itu Afiqa hanya membalas seadanya membuat Naya sering sedikit menoleh guna mendengar jawaban temannya dengan baik.
***
Suasana mall hari ini begitu ramai karena memang weekend dan menurut informasi yang Naya dapat, ada sebuah pameran di dalam sana hingga rasanya tempat besar ini sesak oleh manusia yang lalu lalang tanpa jeda.
Afiqa membuka perekat helm dan mengangkat benda tersebut dari kepala lalu menaruhnya di atas motor, Naya pun melakukan hal yang sama.
Naya mengandeng lengan Afiqa menuju pintu masuk mall, perempuan berkemeja merah kotak-kotak itu mengajak Afiqa ke stand makanan. Menoleh lalu bertanya akan membeli apa, Naya hanya mendapat raut bingung dari temannya.
"Ya udah, aku aja yang milih." Afiqa hanya mengangguk mengiyakan dan mengikuti ke mana langkah Naya diiringi wajah cerianya menuju beberapa stand.
Setelah puas menjelajahi stand penjual makanan, akhirnya mereka menaiki eskalator menuju lantai tiga, di mana terdapat sebuah gramedia yang menjadi tujuan utama.
Afiqa langsung menuju rak yang berisi deretan novel islami diikuti Naya yang berjalan santai sambil memakan camilan.
Menyapu pandang menyusuri berbagai judul yang tertera dan membaca blurb beberapa novel yang menyita perhatiannya. Dua buah buku sudah dalam genggaman, Afiqa menoleh menatap Naya yang tengah asyik membaca blurb sebuah buku bersampul hitam.
"Udah nemu buku yang kamu mau?" Menghampiri Naya sambil bertanya.
Mengalihkan pandang dari sampul belakang buku, Naya balik menatap temannya yang sudah berdiri di sisi kanan. "Gak, aku gak mau beli buku hehe ...," sahutnya menampilkan deretan gigi rapi.
Afiqa menggeleng, padahal sejak kemarin di sekolah Naya lah yang paling antusias mengajaknya ke tempat ini, ingin mencari buku katanya, tetapi sekarang? Justru mengatakan tidak mau membeli, huh, dasar Kanaya.
"Sebenernya niatku ke sini cuma mau ngajak jalan sama cari jajanan hehee," ungkap Naya sembari melangkah mengikuti Afiqa. "Bilang nyari buku cuma modus." Kekehan kembali terdengar menyapa gendang telinga.
"Dasar kamu, ya!" Afiqa menyenggol lengan temannya walau sebetulnya tak kena. Keduanya terkekeh sambil memilih kembali buku.
"Aku bayar dulu, ya," pamit Afiqa mengangkat dua buku ke udara. Naya mengangguk menanggapi lalu berjalan menuju pintu keluar gramedia melewati banyak orang yang sibuk mencari buku di setiap deretan rak.
Berjalan menuju kasir sembari melihat-lihat beberapa buku anak, tak terlalu memperhatikan jalan yang akan dilalui dan tiba-tibadari sisi kiri ada yang menabrak dirinya sampai kedua buku terlepas dari genggaman dan berakhir jatuh ke lantai akibat rasa kejut yang menyerang.
Berjongkok guna mengambil buku yang terjatuh, satu buku yang tak jauh dari jangkauan sudah di tangan, saat akan meraih buku satunya lagi berjudul 'Bring Me To Jannah', sebuah tangan dilingkari jam tangan hitam sudah terlebih dahulu meraihnya. Tatapannya terangkat seiring dengan buku yang diraih seseorang itu.
Seorang pemuda berkaus hitam dibalut kemeja kotak-kotak biru sekilas membaca judul yang nampak dalam sampul, lalu memberikan pada pemiliknya yang baru saja berdiri.
"Ini, maaf, saya tak sengaja," katanya menyodorkan buku tersebut ke hadapan perempuan berpasmina hitam. Tak perlu menunggu lama, buku tersebut sudah beralih tangan, Afiqa mengucapkaan terima kasih.
"Kamu gak apa-apa, kan?" Pertanyaan dengan nada bersalah membuat Afiqa mendongak, ada riak terkejut di wajah cantiknya. Tubuhnya seketika menegang terpaku menatap wajah pemuda di depannya.
Kedua sudut bibir pemuda itu tertarik ke atas. "Insya Allah, i Will take you to Jannah," katanya dengan senyum manis di wajah berserinya.
Afiqa tertegun, rasanya detak jantungnya berhenti sejenak saat itu juga. Apa yang pemuda itu katakan? Huh, dasar aneh!
Melihat pemuda aneh mulai memundurkan langkah dan berbalik badan meninggalkannya, Afiqa lantas bergegas menuju tempat tujuan sebelumnya, kasir. Detak jantungnya masih bergerak cepat dalam rongga dada, Afiqa menarik napas dalam guna meredakan rasa kejut yang melanda.
***
Holla olala
Jumpa lagi dengan Sinsin di bab satu. 🙌
Gimana bab ini? Satu kata dong, buat bab ini.
Sinsin minta dukungan dari kalian, yaa. 🙏 Naskah ini sedang diikutsertakan Event Nubar EUE. Jangan lupa setor vote, ya, karena vote dari kalian berharga dan cukup membuat Sinsin seneng. 😆
Sampai jumpa di bab berikutnya, Papay!
Planet Bumi, 16 Januari 2022
Salam sayang
Sinsin.nh 💜