Saga

Galing kay pitsansi

284K 6.1K 421

Selin ingin Saga kembali menyukai dunia robot dengan mengikuti ekskul robotik. Namun, Saga, yang sakit hati a... Higit pa

Pengumuman Pembaca
Cara Membeli/ Menghasilkan Koin
1. Selin Ananta
2. Menanti Chat
3. Janjian
5. Menghapus Senyummu
Give Away 500 Koin Wattpad
6. Benci
7. Masa Lalu
8. Emosi
9. Api Semangat
10. Kotak Merah Misterius
11. Utusan dari Langit
12. Kejutan
13. Salah Sangka
14. Berbalik Keadaan
15. Isi Kotak Merah
16. Terkuak
17. Say "Sorry"
18. Menyusun Strategi
19. Teman Senasib
20. Salah Langkah, Salah Sangka
21. Utusan Terindah
22. Jangan Selin
23. Target
24. Envious
25. Mengumpulkan Bukti
26. Motif Sebenarnya
27. Tertarik
28. Diundang Secara Khusus
29. Mission Complete
(Extra Part) Juara Hati

4. Memori

11.3K 374 17
Galing kay pitsansi


"Bahkan, barang yang dianggap udah nggak berguna, bisa diubah jadi berlian berkat inovasi dan pemikiran yang genius."

***


Sebelah sudut bibir Saga terukir ke atas ketika menyadari sudah dua hari ini ia tidak lagi menemukan kertas yang menempel di spidometer Vespa-nya. Rupanya, memindahkan tempelan kertas waktu itu adalah tindakan tepat. Kini, cewek bernama Selin tidak lagi mengusiknya.

Saga sudah berdiri di dekat Vespa-nya sambil memakai helm. Kemudian, sesuatu yang membentur kakinya, membuat ia menunduk. Ekspresi wajahnya berubah ketika menemukan sebuah mobil mini warna merah setinggi mata kaki ada di dekat kaki. Ada sebuah sticky notes yang menempel pada mobil mini itu. Saga bisa menebak dengan mudah siapa orang yang sedang mengendalikan mobil mini itu.

Alat pengukur massa
disebut neraca,
Penemu baterai bernama Alessandro Volta,

Hai Kakak yang lagi baca,
Kenalin, namaku Selin Ananta.

Selain sebait pantun itu, tertera juga nomor ponsel di kertas itu.

Mobil mini itu bergerak-gerak di kakinya, seolah meminta Saga untuk meraih kertas yang tertempel di sana.

Pandangan Saga masih terpaku pada benda kecil di kakinya itu. Ia benci karena kembali teringat sebuah momen di masa lalu yang sangat ingin ia hapus.

Dengan kesal, Saga menendang kasar mobil mini itu hingga menjauh beberapa meter darinya dengan posisi terbalik.

Selin yang melihat hal itu berkali-kali mencoba mengendalikan remote control di tangannya untuk membuat mobil itu bergerak kembali. Namun, posisi mobil yang terbalik membuat usahanya sia-sia. Roda-roda mobil itu hanya berputar kencang di udara dengan posisi yang memprihatinkan.

Selin makin panik ketika melihat Saga sudah menyalakan mesin Vespa-nya dan bersiap meninggalkan area parkir.

Selin keluar dari tempat persembunyiannya, kemudian berlari hendak mencegah kepergian Saga.

"Kak, tunggu!" cegah Selin. Percuma, karena tanpa ia duga Saga sama sekali tidak memelankan laju motor ketika melewatinya. Selin terserempet, kemudian tersungkur dengan sikut yang menyentuh aspal lebih dulu. Remote control di tangannya pun sudah terpental di aspal hingga terbelah menjadi dua.

Selin meringis kesakitan dalam posisinya kini. Ia memandangi mobil beserta remote control yang keadaannya sungguh mengenaskan. Bahkan, Selin melihat motor Saga sempat melindas salah satu sisi mobil mini itu.

"Astaga, Selin! Lo kenapa?" Shakira yang kebetulan lewat, segera menghampiri Selin dan membantu temannya itu untuk bangkit.

"Nggak apa-apa, kok," jawab Selin pelan, kemudian memungut mobil mini beserta remote control di dekatnya.

"Nggak apa-apa gimana? Sikut lo sampai berdarah begini!" Shakira mengangkat tangan Selin untuk meneliti luka sobek di sikutnya. "Ini harus cepat-cepat diobati sebelum infeksi."

***

Saga tiba di rumah. Seperti biasa, tidak ada siapa pun di rumah saat ini. Mamanya sedang sibuk di kafe.

Langkah Saga tiba-tiba saja berhenti tepat di depan sebuah pintu gudang yang sudah tidak pernah dibuka selama hampir dua tahun ini.

Saga menatap pintu itu cukup lama. Ia bahkan sudah tidak ingat di mana ia menyimpan kunci gudang itu. Lagi pula, ia memang tidak berniat untuk mengingatnya.

Ia memejamkan matanya. Tiba-tiba saja kepalanya terasa berat. Kejadian di parkiran sekolah tadi memaksa Saga mengingat kenangan yang paling ingin dikuburnya dalam-dalam.

***

Saga masih ingat hari itu. Hari ketika ia murung karena tidak ada satu pun yang mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya.

Saga, yang berusia tujuh tahun saat itu, sedang duduk di teras rumah dengan perasaan sedih. Kemudian, ada sesuatu yang bergerak mendekat dan membentur kakinya. Saga menunduk. Ada sebuah mobil mini berwarna merah di dekat kakinya.

Saga menatap benda itu dengan kening berkerut. Namun, tiba-tiba saja senyumnya merekah ketika membaca tulisan pada sebuah kertas yang menempel di mobil mini itu.

Happy birthday,

My son, Saga

Saga mengangkat kepalanya ketika seseorang dengan suara berat mengucap kalimat yang berbunyi sama seperti kertas itu. Saga melihat superhero-nya sedang berdiri dengan membawa sebuah remote control.

Saga berlari riang menghampiri papanya. Kemudian, ia memeluknya erat sambil mengucap terima kasih. Ia pikir tidak ada satu orang pun yang mengingat hari ulang tahunnya.

Selama ini Saga tidak pernah meminta Papa untuk merayakan hari ulang tahun dengan kue setinggi dirinya. Ia juga tidak mengharap dekorasi penuh dengan balon, bingkisan penuh makanan, dan mainan seperti pesta ulang tahun teman- temannya. Saga juga tidak pernah meminta Papa mengundang banyak orang ke rumah untuk merayakan hari ulang tahunnya. Cukup pelukan hangat serta ucapan selamat ulang tahun dari Papa dan Mama yang ia inginkan. Sungguh, Saga sudah merasa sangat senang.

Papa memberikan remote control di tangannya kepada Saga. "Ini hadiah ulang tahunmu. Kamu suka?"

Saga mengangguk penuh antusias. Ia menyambut remote control dengan riang. Jelas terlihat betapa bahagianya Saga ketika melihat mobil mini berwarna merah itu bergerak setiap kali Saga menggerakkan console pada remote.

Saga berlari, kemudian mengambil mobil mini itu. Dikaguminya desain model mobil dua pintu dengan roda yang besar. Ia juga menemukan namanya tertulis di salah satu sisi pintu mobil. Saga.

"Papa buatnya satu bulan. Dijaga baik-baik, ya. Itu artinya kamu menghargai usaha Papa."

Saga mengangguk senang. "Aku juga mau bisa bikin mobil- mobilan kayak gini. Aku mau hebat seperti Papa yang bisa ciptain robot-robot keren."

Galang mengusap sayang kepala putranya. "Papa percaya kamu bisa jadi ilmuwan yang lebih hebat dari Papa, asal kamu tekun. Papa akan dukung apa pun yang akan kamu pilih nanti."

***

Saga membaringkan tubuhnya di ranjang. Kepalanya sungguh berat. Ia tidak suka mengingat kenangan itu lagi. Ia benci papanya. Ia benci mengapa Papa harus mengenalkannya dengan mesin dan robot. Karena kini Saga membenci semua hal yang pernah sangat ia sukai itu.

Belum lagi, sepertinya Saga harus bersabar untuk membalas dendam kepada wanita simpanan Papa. Ia belum juga menemukan putri wanita itu di sekolahnya. Jawaban Agam waktu itu juga belum terlalu jelas.

"Siapa namanya?"

"Seli ...." Agam tampak berpikir keras. "Aduh, gue lupa namanya siapa. Tapi, gue tahu mukanya. Nanti kalo ketemu, gue kasih tahu lo!"

***

"Ini baru awal loh, Sel. Tapi, lo udah cedera begini." Shakira baru saja selesai menempelkan plester bergambar bintang di sikut Selin setelah membantu membersihkannya. "Gue rasa Kak Sagaitu nggak sebaik dan seramah Om Galang seperti perkiraan awal lo. Buktinya, dia tega banget nyerempet lo sampai luka begini."

Shakira yang panik karena melihat sikut Selin yang terluka tadi, memutuskan untuk menemani Selin pulang. Lalu, ia membantu mengobati luka temannya itu.

Selin menghela napas panjang untuk kali kesekian. Ia memperhatikan plester yang kini menutupi luka di sikutnya. Kemudian, pikirannya melayang mengingat kembali perubahan ekspresi Saga ketika melihat mobil mini tadi.

"Mungkin aja Kak Saga lagi ada masalah, makanya kayak gitu," kata Selin berusaha berpikiran positif.

"Lo masih aja belain dia. Seharusnya tuh, lo marah ke dia," kesal Shakira sambil menutup kotak P3K. "Udah, mulai sekarang nggak usah ngajak kenalan Kak Saga. Gue khawatir dia malah nyakitin lo."

Selin menggeleng kuat-kuat. "Om Galang bakal kecewa kalo lihat gue nyerah gitu aja."

Sifat keras kepala Selin membuat Shakira geleng-geleng kepala. "Terus, apa rencana lo setelah ini?"

Selin menatap Shakira sesaat, kemudian beralih menatap mobil mini dan remote control yang sudah tidak berbentuk di atas meja. "Gue jadi punya alasan buat dekat sama Kak Saga."

Shakira mengikuti arah pandang Selin, tetapi tak cukup mengerti untuk memahami maksud temannya itu.

***

Pagi-pagi, Selin sudah berada di area kelas XII di lantai tiga. Sambil membawa mobil-mobilan yang bentuknya sangat mengenaskan, ia menghampiri dua orang cowok yang pernah ia tanyai beberapa hari yang lalu.

"Permisi, Kak. Boleh tahu di mana kelasnya Kak Gamadi Sagara?"

"Jadi, sekarang udah tahu nama lengkapnya?" goda salah seorang dari mereka.

Selin berbasa-basi sekadarnya, menanggapi kedua senior itu. Kemudian, ia bergegas menuju sebuah kelas berpapasan tulisan XII IPA 1 yang ditunjuk salah seorang senior tadi.

Dengan mudah Selin menemukan cowok yang dicarinya sedang duduk di kursi bagian belakang kelas. Selin tidak mungkin salah. Ia sudah merekam dalam memorinya ciri-ciri cowok yang melaju dengan Vespa modif kemarin. Selin baru menyadari bahwa orang itu sama dengan cowok yang menegurnya karena berdiri di tengah pintu kantin senior waktu itu.

Selin masuk ke kelas itu dengan sangat percaya diri. Diletakkannya benda yang ia bawa sejak tadi ke atas meja Saga. Ia kemudian melipat tangan sambil mengangkat dagunya tinggi-tinggi.

Saga menatap heran sekaligus kesal pada mobil-mobilan beserta remote control di atas mejanya kini. Dengan emosi tertahan, pandangan mata Saga beralih pada sosok cewek yang berdiri di depannya dengan gaya yang angkuh.

"Aku nggak mau tahu. Kakak harus tanggung jawab karena udah rusakin mobil-mobilanku!" ucap Selin masih dengan gaya angkuh yang dibuat-buat.

Tindakan Selin sukses mendapat perhatian banyak orang di kelas itu. Semua orang seolah dibuat tak percaya dengan keberanian Selin yang terang-terangan memberikan mobil-mobilan remote control kepada Saga. Semua orang tahu betapa Saga sangat membenci benda-benda itu.

Saga makin kesal dibuatnya. Auranya mencekam. Bahkan, bunyi suara decitan kursi yang bergeser ketika ia bangkit berdiri, seketika membuat semua orang di dalam kelas bungkam.

"Siapa lo?" tanya Saga dingin.

Aura mencekam yang diciptakan Saga rupanya tidak cukup kuat untuk menyurutkan semangat Selin. Cewek itu justru menjawab pertanyaan Saga dengan seulas senyum sambil mengulurkan tangannya. "Kenalin, namaku Selin."

Saga enggan menyambut uluran tangan Selin. "Jadi, lo yang namanya Selin?"

Selin mengangguk penuh semangat, membenarkan pertanyaan Saga.

"Nama panjang lo pasti Nge-Selin, ya?" ujar Saga kesal. "Sama kayak sikap lo yang ngeselin!"

Senyum di wajah Selin seketika memudar, bersamaan dengan tangannya yang ia tarik kembali. "Nama lengkapku Selin Ananta. Seenaknya aja ganti nama orang!"

Saga tidak peduli. Ia kembali menatap benda-benda di atas mejanya. "Singkirin rongsokan ini dari meja gue!"

"Aku mau Kakak ganti rugi!"

Saga menatap Selin tajam. Ia sudah hilang kesabaran. Ia mengambil benda-benda di atas mejanya, kemudian ia berjalan cepat melewati Selin hingga berhenti di depan kelas. Selin mengikutinya dengan bingung.

Selin menahan napas ketika melihat Saga membuang mobil- mobilannya ke tempat sampah.

"Barang yang nggak berguna memang harus dimusnahkan!" Saga berbalik hendak masuk kembali ke kelas, tetapi dengan sigap Selin menahannya.

"Siapa bilang mobil-mobilan itu udah nggak berguna? Kakak bisa perbaiki supaya bisa berfungsi lagi, kan? Bahkan, barang yang dianggap udah nggak berguna, bisa diubah jadi berlian berkat inovasi dan pemikiran yang genius. Seperti yang Kakak lakukan ke Vespa Kakak itu."

Kedua tangan Saga mengepal kuat di sisi-sisi tubuhnya. Perkataan Selin sungguh membuatnya marah. "Jangan bersikap seolah-olah lo kenal gue!"

Bunyi bel masuk menyadarkan Selin bahwa sudah ada banyak orang yang berkerumun memperhatikan keributannya dengan Saga di depan kelas. Tanpa punya pilihan, Selin segera mengambil mobil-mobilan dari tempat sampah, yang untungnya masih dalam keadaan kering.

"Pokoknya aku akan cari cara supaya Kakak mau tanggung jawab!" seru Selin sebelum akhirnya berbalik dan beranjak dari sana.

Semua mata kini mengarah kepada Saga sambil berbisik. Mendengar sepenggal kalimat Selin yang ambigu tadi, membuat pikiran mereka jadi ke mana-mana.

Agam muncul dari arah berlawanan. Ia menepuk bahu Saga ketika baru saja menyadari sesuatu. "Cewek itu, Ga," tunjuknya kepada Selin yang semakin menjauh. "Cewek itu yang ada di foto lo kemarin. Gue baru aja baca name tag-nya. Namanya Selin Ananta."

Saga membulatkan matanya. Dipandanginya punggung Selin yang semakin menjauh. Kemudian, ingatannya seolah mencocokkan sosok cewek itu dengan foto yang ia ambil kemarin. Semua ciri-cirinya serupa. Tinggi sedang, rambut hitam sepunggung, dan berkulit putih.

Jadi, tanpa perlu bersusah payah mencari, rupanya target sudah mendekat tanpa ia sadari.

Saga bisa memastikan, hari-hari selanjutnya akan semakin menarik.


To be continued...


Seriusss, part-part berikutnya bakal makin menarik. Yuk nantikan bersama...


Salam,

pitsansi

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

1.7M 122K 48
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
1.5M 129K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
10.6M 675K 43
Otw terbit di Penerbit LovRinz, silahkan ditunggu. Part sudah tidak lengkap. ~Don't copy my story if you have brain~ CERITA INI HANYA FIKSI! JANGAN D...
3.3M 170K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...