Saga

By pitsansi

283K 6.1K 421

Selin ingin Saga kembali menyukai dunia robot dengan mengikuti ekskul robotik. Namun, Saga, yang sakit hati a... More

Pengumuman Pembaca
Cara Membeli/ Menghasilkan Koin
1. Selin Ananta
2. Menanti Chat
4. Memori
5. Menghapus Senyummu
Give Away 500 Koin Wattpad
6. Benci
7. Masa Lalu
8. Emosi
9. Api Semangat
10. Kotak Merah Misterius
11. Utusan dari Langit
12. Kejutan
13. Salah Sangka
14. Berbalik Keadaan
15. Isi Kotak Merah
16. Terkuak
17. Say "Sorry"
18. Menyusun Strategi
19. Teman Senasib
20. Salah Langkah, Salah Sangka
21. Utusan Terindah
22. Jangan Selin
23. Target
24. Envious
25. Mengumpulkan Bukti
26. Motif Sebenarnya
27. Tertarik
28. Diundang Secara Khusus
29. Mission Complete
(Extra Part) Juara Hati

3. Janjian

13.7K 402 22
By pitsansi


"Apa artinya pintar kalau nggak punya attitude?"

***


Hari ini Selin tiba di sekolah lebih cepat sepuluh menit dari biasanya. Bahkan, Pak Wawan, satpam sekolahnya, menyadari hal itu.

"Hai, Non Selin tumben datang lebih cepat sepuluh menit dari biasanya," sapa Pak Wawan ketika melihat Selin baru saja memasuki gerbang sekolah dengan tergesa-gesa.

Pak Wawan memang terkenal ramah kepada murid perempuan. Selin berterima kasih sekali kepada Pak Wawan karena saat hari terakhir MOS beliau mengizinkannya masuk gerbang secara diam-diam, padahal ia sudah terlambat. Sejak hari itu Pak Wawan hafal dengan namanya.

"Iya, Pak. Lagi ada perlu," jawab Selin sekenanya. Tanpa menunggu tanggapan dari Pak Wawan, Selin segera berbelok ke area parkir sekolahnya.

Matanya dengan mudah menemukan Vespa berwarna biru langit yang terparkir di sana. Selin berdecak kesal. Padahal, ia berharap Saga belum sampai. Selin berencana akan menunggunya di tempat parkir untuk mengambil buku catatannya. Namun, lagi-lagi ia kalah cepat.

Tidak ada pilihan lain, Selin harus ke kelas Saga sekarang juga. Ia berjalan cepat. Daripada naik lift yang pasti dipenuhi senior, Selin lebih memilih naik tangga menuju area kelas XII di lantai tiga.

Sesampainya Selin di sana, ia baru sadar bahwa ia tidak tahu Saga berada di kelas apa? Ia hanya tahu bahwa Saga kelas XII.

Selin memberanikan diri bertanya kepada dua orang cowok yang berjalan hampir melewatinya.

"Kak, boleh tanya? Yang namanya Kak Saga ada di kelas mana, ya?"

Kedua cowok itu saling tatap sesaat, kemudian salah seorang di antaranya bertanya balik. "Saga yang mana, nih? Gamadi Sagara atau Sagara Miller?"

Waduh! Selin tidak tahu nama panjang Saga.

"Saga anak IPA atau IPS?"

"Eh?"

"Saga yang kalem atau yang songong?"

"Eh?" Selin makin kebingungan.

"Ciri-cirinya gimana? Rambut hitam atau merah?

Selin sungguh tidak tahu Saga yang dicarinya adalah Saga yang mana. Dia hanya tahu Saga adalah anaknya Om Galang. Bila Selin mengatakan itu, apa mereka tahu Saga mana yang ia maksud?

Sebelum Selin melontarkan kalimatnya, ia merasakan sebuah getaran singkat di saku. Ia buru-buru meraih ponselnya. Ada pesan balasan masuk.

081789101

Nggak usah ke kelas gue. Kita ketemuan aja di kantin lantai dua pas jam istirahat.

Selin menghela napas lega, kemudian mengangkat kepalanya. Ia menatap dua kakak kelas yang masih menunggunya bersuara. "Nggak jadi, Kak. Makasih," katanya sambil tersenyum sungkan. Selin segera berbalik, menuruni anak-anak tangga menuju kelasnya di lantai satu. Dalam hati, ia masih berharap agar Saga tidak membuka, apalagi sampai membaca isi buku catatannya.

***

Di kelas, Saga duduk di kursinya sambil memperhatikan sebuah foto di ponsel yang baru saja ia ambil beberapa waktu lalu secara diam-diam.

Tidak ingin membuang waktu, Saga bergerak cepat. Sejak pagi-pagi sekali ia sudah berada di dekat rumah yang ia duga adalah tempat tinggal wanita simpanan papanya.

Seperti dugaannya, tidak lama kemudian seorang cewek berseragam khas sekolah Nuski keluar dari rumah itu dengan tergesa-gesa. Saga segera mengambil gambar dengan ponselnya sebelum cewek itu melaju dengan ojek online yang sudah menunggu di depan pagar.

Foto di ponselnya tidak terlalu jelas menangkap wajah cewek itu. Namun, setidaknya, Saga jadi punya gambaran seperti apa ciri-ciri anak dari wanita simpanan papanya. Seorang cewek berambut hitam lurus sepunggung, kulit putih, dan tinggi sedang.

"Wih, diam-diam lo demen sama cewek?" Suara Agam tiba-tiba saja mengejutkan Saga. Saga buru-buru mengunci ponselnya. "Syukurlah. Gue pikir selama ini lo nggak normal." Agam mengusap dadanya dengan berlebihan, kemudian duduk di sebelah Saga. "Sekarang gue bisa sedikit tenang jadi teman sebangku lo selama dua tahun berturut-turut sampai setahun mendatang."

"Berisik lo!" balas Saga kesal.

"Cewek tadi siapa? Cewek lo? Kenalin, dong." Agam mencondongkan tubuhnya mendekati Saga.

"Gue nggak kenal dia."

"Oh, jadi ceritanya lo diam-diam suka sama cewek itu?" Agam menyimpulkan sendiri. "Mana, sini lihat fotonya. Gue hafal semua cewek cantik di sekolah ini. Kalau cewek di foto itu termasuk dalam kategori cantik menurut gue, berarti gue pasti tahu!" katanya berbangga diri.

Saga melirik Agam sekali lagi. Mungkin ada untungnya juga bila ia memperlihatkan foto ini. Siapa tahu Agam mengetahui nama dan kelas cewek dalam foto ini hingga memudahkan rencananya.

Saga mengaktifkan kembali layar ponselnya. Dipandanginya sekali lagi foto cewek yang sedang menutup pagar dari jarak jauh, kemudian ia mengulurkannya kepada Agam.

Agam menyambut ponsel Saga penuh minat. Cukup lama ia memperhatikan sosok cewek dalam foto itu. "Lo ngambil gambarnya nggak niat banget. Masa tampak belakang gini!"

Saga berdecak sekali, kemudian tangannya bergerak hendak merebut kembali ponselnya. Namun, Agam masih mempertahankannya.

"Sini kembaliin!" pinta Saga. "Berarti itu cewek nggak termasuk kategori cantik!" katanya menyimpulkan.

"Tunggu, tunggu!" Agam masih menggenggam erat ponsel Saga yang berusaha direbut pemiliknya. "Kayaknya gue tahu cewek ini."

Saga melebarkan matanya sambil menanti kata-kata Agam selanjutnya.

"Dia anak kelas X," sebut Agam tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.

Mata Saga mengikuti arah pandang Agam di ponselnya. "Siapa namanya?"

***

Selin sudah merasa siap mental menginjakkan kakinya di kantin lantai dua. Usahanya membujuk Hani untuk menemaninya ke tempat ini, gagal. Teman sebangkunya itu bilang bahwa ia belum cukup berani mengunjungi tempat yang selalu dikuasai senior. Alhasil, di sinilah Selin kini berada, di pintu masuk kantin lantai dua seorang diri, tanpa tahu harus ke mana.

Selin mengirim sebuah pesan untuk seseorang yang mengajaknya bertemu pagi tadi.

Selin A.

Kak, aku udah di kantin lantai dua.

"Gue rasa kantin ini nggak perlu patung selamat datang!"

Selin mengangkat kepalanya. Matanya langsung bertemu dengan sepasang mata hitam dengan sorot yang tajam. Cowok tinggi dengan rambut hitam lurus dengan poni yang hampir menutupi matanya itu baru saja menegur Selin yang berdiri di tengah pintu.

"Lo manusia atau robot?" tegur cowok itu lagi karena Selin tidak juga menyingkir. "Lo nggak ngerti bahasa manusia?"

"Eh?" Selin baru paham beberapa detik kemudian. Ia segera menepi agar tidak menghalangi langkah cowok itu yang hendak keluar dari kantin.

Selin melirik name tag di seragam cowok itu. Gamadi Sa ....

Selin gagal mengeja keseluruhan nama pada tag itu karena cowok itu sudah berjalan cepat melewatinya. Selin masih memandangi cowok itu hingga sebuah getaran singkat dari ponselnya kembali menarik perhatian. Ada chat balasan masuk.

081789101

Lihat ke arah jam dua.

Selin langsung menoleh ke sisi kanannya. Dengan mudah ia melihat seseorang yang sedang duduk bersama dua temannya sambil mengacungkan buku catatan milik Selin tinggi-tinggi.

Selin melangkah penuh semangat. Senyum cerianya perlahan memudar ketika menyadari bahwa bukan Saga yang menemukan buku catatannya. Selin yakin bahwa ia tidak salah membaca name tag cowok yang ia temui di parkiran sekolah kemarin.

Langkah Selin semakin dekat. Ia masih berusaha berpikiran positif bahwa salah seorang dari dua teman cowok itu adalah Saga yang dicarinya.

Selin sudah berdiri di dekat meja. Matanya memperhatikan ketiga senior yang kini menatap dengan senyuman.

"Silakan duduk," kata cowok yang masih memegang buku catatan milik Selin.

Dengan canggung, Selin duduk tepat di hadapan cowok itu. Siapa yang tahan ditatap terang-terangan oleh para senior yang tidak dikenal?

"Nama gue Hansel. Lo bisa panggil gue Hans," kata cowok itu memperkenalkan diri. Ia tersenyum kepada Selin yang menatapnya takut-takut. "Kenalin juga teman-teman gue. Yang ini namanya Bisma," lanjutnya sambil menepuk bahu satu dari dua cowok itu. "Kalau yang di sebelah lo namanya Rio."

Selin menatap dua orang itu dengan kecewa. Tidak ada yang bernama Saga seperti harapan awalnya. Lalu, bagaimana Hansel bisa tahu nomor ponselnya?

"Salam kenal, Selin," ucap Hansel. "Pantun lo kemarin unik juga. Ketahuan banget kalo lo anak IPA."

Selin menoleh kembali kepada Hansel. "Jadi, motor Vespa itu punya Kakak?"

"Vespa?" Hansel mengerutkan keningnya. "Motor gue Ninja."

Selin makin bingung. Jelas-jelas ia menempelkan kertas berisi pantun perkenalannya di motor Vespa. Mengapa malah Hansel yang menerimanya?

"Ngomong-ngomong, cara lo ngajak kenalan unik juga.

Menarik." Hansel tersenyum lagi.

Selin jadi bingung harus bersikap seperti apa. Apa sopan bila ia mengatakan yang sebenarnya bahwa Hansel salah paham? Bahwa surat perkenalan kemarin sesungguhnya bukan ditujukan untuk Hansel?

Hansel menyadari sejak tadi Selin terus menatap buku catatan yang ia letakkan di atas meja. Ia lalu mengulurkannya kepada Selin yang langsung disambut dengan sergapan cepat oleh cewek itu.

"Kakak nggak baca isinya, kan?" tanya Selin memastikan.

Hansel menanggapi lucu sikap Selin yang berlebihan. "Sori, gue sempat buka halaman pertama. Biar gue tebak," tatapan mata Hansel menipis memperhatikan Selin dengan teliti. "Lo suka robot, ya?"

Selin berpikir sejenak, kemudian mengangguk ragu.

"Kebetulan, gue Ketua Ekskul Robotik. Lo bisa gabung kalau berminat," tawar Hansel.

Mata Selin langsung berbinar. "Beneran, Kak? Aku pengin banget masuk ekskul robotik."

Bisma dan Rio saling pandang sesaat. Sempat merasa tak percaya bahwa ada cewek yang antusias masuk ke ekskul robotik yang sebagian besar diminati kaum adam.

"Di ekskul robotik ada yang namanya Saga, kan, Kak?" tanya Selin, masih dengan semangat yang berkobar. Ia tahu bahwa Saga sangat suka dunia mesin dan robot. Jadi, sudah pasti Saga yang ia maksud mengikuti ekstrakurikuler robotik.

"Saga?" Semua mata kini menatap Bisma yang baru saja mengulang nama yang disebutkan Selin. "Maksud lo Gamadi Sagara?"

"Eh?" Selin bahkan tidak tahu nama lengkap Saga yang ia maksud.

"Saga memang sempat gabung ekskul robotik waktu kelas X. Tapi, cuma satu semester. Dia tiba-tiba aja mundur. Padahal, waktu itu lagi persiapan lomba antarprovinsi. Robot buatannya waktu itu bahkan diprediksi bakal juara umum. Tapi sayang, dia malah nggak ikut. Padahal, dia pintar banget urusan mesin," jelas Bisma bernada kecewa.

"Apa artinya pintar kalau nggak punya attitude? Ekskul robotik butuh anggota yang punya passion di robot. Bukan cuma main-main kayak dia!" Hansel turut menumpahkan rasa kecewanya. Masih berbekas di ingatannya ketika harapan banyak orang bergantung kepada Saga waktu itu, tetapi Saga justru mengambil keputusan yang mengecewakan.

Selin sungguh terkejut mendengarnya. Benarkah Saga yang dicarinya sudah meninggalkan dunia robot? Padahal, dari cerita Om Galang selama Ini, Selin yakin bahwa Saga begitu mencintai robot.

"Gue masih berharap Saga bisa gabung lagi di ekskul robotik," Rio ikut berpendapat. "Karena menurut gue, cuma dia yang bisa mengembalikan kejayaan ekskul robotik sekolah ini setelah beberapa tahun meredup."

"Buat apa harapin seseorang yang nggak punya semangat? Percuma maksa dia gabung kalau ujung-ujungnya bakal bikin kecewa lagi! Ekskul robotik sekolah ini akan tetap berjalan sekalipun nggak ada Saga di dalamnya!" Hansel menekankan setiap kata pada kalimatnya.

Membayangkan bahwa Saga benar-benar sudah meninggalkan dunia robot, membuat Selin tidak bisa menerimanya begitu saja. Ia tahu betapa robot adalah impian dan harapan seorang Saga. Selin bisa merasakan itu setiap kali Om Galang bercerita tentang putranya.

"Aku akan buat Kak Saga mau gabung lagi di ekskul robotik!"

Pernyataan Selin barusan menarik perhatian ketiga cowok di meja itu.

"Bercanda lo!" sahut Bisma tak percaya. "Bahkan, pembina ekskul robotik aja nggak sanggup bujuk Saga buat gabung lagi."

"Beneran. Aku akan kerja keras supaya Kak Saga mau gabung lagi!" ujar Selin dengan semangat yang berkobar.

Hansel, Bisma, dan Rio saling tatap tak percaya.

"Tapi ...," suara menggantung Selin menarik kembali perhatian tiga cowok di meja itu. "Kak Saga ... orangnya yang mana?"


To be continued...


Polosnya Selin 11 12 sama Salsa MIB deh. Hehe

Apa sih yang kalian kangenin dari couple Saga-Selin?


Salam,

pitsansi

Continue Reading

You'll Also Like

4.1M 317K 52
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
1.5M 129K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.9M 329K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
534K 57.9K 23
Berkisah tentang seorang Gus yang dikejar secara ugal-ugalan oleh santrinya sendiri. Semua jalur ditempuh dan bahkan jika doa itu terlihat, sudah dip...