Perfect Captain

Von Alfia_ramadhan11

2.9M 336K 20.8K

⚠️ FOLLOW DULU BARU BACA ⚠️ Singkatnya, ini kisah tentang Rayyan Adzhani Al-Ghifari. Laki-laki 24 tahun itu s... Mehr

00. PROLOG
01. Menikmati Sendiri
02. Calon Suami?
03. Niatan Menolong
04. Berangkat ke Makassar
05. Calon Gus?
06. Takdir dan Kenyataan
07. Jawaban Takdir
08. Tidak Ikut Campur
09. A Novel
10. Jelmaan Bunda
11. Api dan Air
12. Perihal Jodoh
13. Budapest, I'm Coming
14. Kembali Dipertemukan
15. Secuil Harapan
16. Sainganmu Tuhannya
18. Perihal Jatuh Cinta
19. Do'a Rayyan
20. Secercah Hidayah
21. Setitik Keraguan
22. Ikatan Batin
23. Ujian dari Allah
24. Kembalinya Cahaya
25. Hadiah Islammu
26. Menjaga Lisan
27. Dia Calon Istriku
28. Finally, SAH!
29. Tentang Masa Lalu
30. Keluarga Bunny🐰
31. Jangan Salahkan Hijab Saya!
32. Perhiasan Terbaik
33. Nama Dalam Do'a
34. Khawatir
35. Amanah Terindah
36. Aku Kamu dan Budapest
37. Hati Perempuan
38. Plot Twist
39. Perfect Captain
40. Tertangkap
41. Tak Terduga
42. Kekecewaan Mendalam
43. Berharap Seperti Aisyah
44. Terbongkar
45. Mimpi dan Cinta
46. Finally Together!
47. Salju Terindah
48. Cemburu
49. Captain Rayyan Al-Ghifari
50. Cinta Sejati
EPILOG
SPESIAL PART
Perfect Captain✈️
PO PERFECT CAPTAIN DIBUKAAA
SPESIAL OFFER

17. Syafiya's Super Daddy

54.5K 6.8K 379
Von Alfia_ramadhan11

Allah tidak akan membebani hambaNya diluar batas kemampuannya. Maka jika Allah memberiku amanah, maka DIA tau aku pasti bisa menjaganya.

Perfect Captain
Karya Alfia_ramadhan11

Seorang perempuan dengan mata yang sudah memerah dan sesenggukan berjalan seorang diri di lorong rumah sakit yang sudah sangat sepi lagi gelap, hanya ada beberapa lampu yang menyala tak jauh dari sana. Perempuan itu berkali-kali mengusap air matanya yang terus saja luruh begitu saja. Sampai akhirnya sebuah bayangan berwarna putih membuat tubuhnya merinding.

"A-apa itu," ujarnya penuh ketakutan. Perempuan itu semakin mempercepat langkahnya. Sembari itu ia terus menoleh ke belakang sampai tak sadar di depannya jalan buntu.

"Ya Tuhan," lirihnya sembari menahan rasa takut yang sudah bergejolak. "Mama, aku takut," lirihnya memanggil sang Mama.

"Rayna jangan takut sayang, ini Mama," suara itu menggema di sekitarnya. Ya, perempuan itu adalah Rayna. Bukannya semakin tenang, ia malah semakin ketakutan. Ia memundurkan langkahnya hingga terbentur tembok. Suara itu semakin menggema, Rayna memejamkan matanya. Bukan karena apa, pasalnya Mama Rayna sudah meninggal sejak setahun yang lalu akibat kebakaran rumahnya, begitupun dengan Papanya.

"Rayna," suara itu terdengar lembut, namun Rayna semakin ketakutan. "M-mama, jangan buat aku takut," balas Rayna sangat lirih, ia kembali memejamkan matanya.

Entah apa yang terjadi setelah itu, tiba-tiba udara disekitarnya terasa sejuk. Terdengar suara air mengalir begitu tenang. Juga burung-burung yang saling bercuitan satu sama lain. Rayna merasakan sentuhan lembut ditangannya. Perlahan ia mulai membuka matanya dan betapa kagetnya saat ia melihat di sampingnya..

"M-mama?"

"Iya ini Mama, jangan takut ya sayang," seorang perempuan yang wajahnya sangat mirip dengan sang Mama duduk di samping Rayna.

"Ini b-beneran Mama?" Rayna masih ingin memastikan.

Perempuan itu mengangguk, kemudian ia berdiri untuk menunjukkan penampilannya. "Masih ingat pakaian ini?"

Seketika bayangan Rayna tertarik pada kejadian satu tahun yang lalu. Ia semakin yakin jika didepannya ini adalah sang Mama. Pakaian yang dipakai dan polesan make up-nya sangat mirip saat terakhir kali Rayna lihat di peti mati sebelum dikuburkan.

"Mama tau saat ini kamu sedang gelisah. Mama tau saat ini kamu hidup dibawah tekanan Om dan Tantemu," Mama benar-benar bisa menebak apa yang Rayna hadapi sekarang. "Rayna, kamu sudah cukup besar untuk bisa mengambil keputusan. Jika kamu merasa tidak nyaman dengan hidupmu yang sekarang, silahkan tentukan pilihanmu. Pergilah dari kehidupan bersama Om dan Tantemu itu. Anak Mama berhak bahagia."

Rayna kaget bukan main dengan penuturan Mamanya. "Mama yakin?" Sang Mama mengangguk. "Hiduplah dengan bebas, hiduplah dengan pilihan yang membuatmu tenang. Dan Mama yakin memilih pergi dari Om dan Tantemu adalah pilihan yang terbaik."

"Bagaimana kalau mereka marah dan mencariku? Sedangkan aku adalah tulang punggung mereka Ma," ujar Rayna.

"Mereka masih mampu bekerja sayang. Mama nggak mau anak Mama dijadikan mesin uang oleh mereka."

Ucapan Mama banyak benarnya, tak dapat dipungkiri semenjak kematian Mama dan Papanya, Rayna tinggal bersama Om dan Tante yang tak lain adalah saudara dari Papanya. Sebulan dua bulan setelahnya masih baik-baik saja, namun setelah itu semuanya berubah. Rayna yang sejak kecil terbiasa hidup nyaman tanpa perlu berpikir untuk memasak, mencuci, dan membersihkan rumah, tiba-tiba disuruh melakukan itu semua ditengah kesibukannya sebagai Dokter Obgyn. Tak hanya itu, mereka juga memeras uang yang Rayna punya. Sebenarnya ia sudah muak, namun entah mengapa ada rasa iba jika ia harus pergi meninggalkan Om dan Tantenya. Ah, mengapa Rayna harus iba pada mereka yang sudah memperlakukannya tidak baik?

"Sayang, hanya itu pesan Mama. Pergilah dengan pilihan terbaikmu." Mama tersenyum dan membelai pipi Rayna. "Mama pamit ya, semoga Tuhan memberkatimu." Mama berdiri dan mulai beranjak meninggalkan Rayna.

"Mama, Ma jangan pergi dulu," teriak Rayna hendak mengejar Mamanya. Sementara sang Mama semakin menjauh sembari melambaikan tangannya.

"Mama, Mama tunggu."

"Dok, Dokter Bella? Dokter tidak apa-apa?"

Rayna mengerjap-ngerjapkan matanya saat ia merasakan seseorang menepuk pundaknya. Cahaya dari lampu sangat silau ketika matanya mulai terbuka. Rayna mengucek-ngucek matanya sembari berusaha mengumpulkan kesadaran. Setelah sepenuhnya sadar...

"Mama, Mama saya mana Michelle? Mama saya mana?" Rayna refleks berdiri sembari mencari-cari sang Mama.

Sementara  Michelle mengernyitkan dahinya bingung. Apa yang terjadi dengan seniornya ini? "Maaf Dok, disini tidak ada siapa-siapa selain kita. Dan Dokter baru saja terbangun," jawab Michelle.

Rayna membelalakkan matanya, kemudian ia menutup wajah dengan kedua tangan. "Ya Tuhan." Rayna membuka matanya lagi. "Maaf saya baru saja bermimpi." Michelle mengangguk-angguk.

"Maaf Dok, bayi Syafiya terus menangis sedari tadi. Saya sudah mencoba memberinya susu formula, tapi tetap saja dia menangis," ujar Michelle.

"Ya Tuhan Syafiya. Saya segera kesana." Rayna buru-buru beranjak untuk melihat kondisi Syafiya.

Sesampainya disana ternyata benar, Syafiya sedang menangis. Rayna buru-buru menggendongnya, namun tetap saja bayi perempuan itu tak berhenti menangis, hanya agak lebih berkurang sedikit.

"Cup..cup..cup..Syafiya sayang jangan nangis ya nak." Rayna mencoba memberinya susu formula, namun Syafiya malah gumoh. Setelah itu Rayna buru-buru membersihkan dan mengganti baju Syafiya. "Michelle, jam berapa ini? tanya Rayna.

"Masih jam satu Dok," jawab Michelle.

"Masih dini hari. Apa pantas aku menelpon Rayyan?" Rayna sudah memegang handphonenya, namun ia masih ragu untuk menghubungi Rayyan.

Owek..owek..owek..

"Cup..cup..cup..Syafiya kangen Ayah ya nak?"

Owek..owek..

"Rayyan, ya aku harus menghubungi Rayyan." Rayna membulatkan tekadnya. Tangis Syafiya semakin pecah saat ia menyebut kata Ayah. Rayna yakin satu-satunya orang yang bisa membuat Syafiya tenang adalah Rayyan. Buktinya tadi siang saat diambil alih Rayyan, bayi perempuan itu langsung diam.

Rayyan Adzhani💔

"Halo, ini siapa?"

Terdengar suara Rayyan khas bangun tidur, lebih tepatnya setengah sadar.

"Aku Bella, ah maksudnya Rayna. Syafiya Ray."

"Astaghfirullah, Syafiya kenapa?
Aku dengar suara tangis bayi."

"Ya, itu Syafiya. Kamu bisa kesini
untuk menenangkan dia?"

Aku berangkat sekarang.

Tut..Tut..Tut...

Rayna bernapas lega setelah berhasil menghubungi Rayyan. Terdengar jelas kekhawatiran Rayyan akan bayi Syafiya. Laki-laki itu begitu peduli dan mengkhawatirkan bayi yang sebenarnya bukan siapa-siapanya. Bertemu saja baru tadi siang. Tapi jujur Rayna kagum, sangat kagum pada sosok Rayyan. Sosok yang betul-betul menjaga amanah dengan baik.

"Nak, you are a lucky baby. Kamu beruntung dipertemukan dengan Ayah Rayyan. He is your best father."  Rayna masih berusaha menenangkan Syafiya. "Cup.. cup.. cup Syafiya cantik. Sebentar lagi Ayah sampai ya nak."

Tok.. tok..tok..

"Michelle tolong buka pintunya ya, itu pasti Rayyan," titah Rayna. "Baik Dok."

Tak berapa lama kemudian masuk Rayyan dengan wajah khas bangun tidur sembari menahan dingin. Reaksi pertama kali Rayna adalah terkekeh melihat wujud Rayyan di depannya.

"Ay kok ketawa, Syafiya nangis loh."

"Nggak, kamu lucu Ray. Wajah-wajah bangun tidur sama nahan dingin," Rayna terkekeh.

"Ya emang beneran dingin Ay. Udah sini Syafiya, kasihan dia." Rayna hendak memberikan Syafiya pada Rayyan. "Sorry ya." Rayyan mulai mengambil alih Syafiya.

"Syafiya, ini Ayah nak. Cup..cup..ya sayang."

Dan benar saja, seakan sebuah keajaiban, sekali menenangkan Syafiya, bayi perempuan itu langsung diam dan memberikan senyuman kecilnya pada Rayyan.

"MasyaAllah, anak Ayah senyumnya manis banget sih, gemes nak." Rayyan mendoel pipi Syafiya.

"Anak Ayah banget Syafiya ya nak, sampe Bundanya aja nggak bisa nenangin," ujar Rayna. "Wajar aja sih, kamu kan Syafiya's super Daddy," keduanya terkekeh.

Seketika Rayyan menoleh sembari tersenyum ke arah Rayna. "Maaf Bunda, soalnya Syafiya kangen ayah. Kan dari tadi sudah sama Bunda," ujar Rayyan menirukan suara bayi. Dan keduanya pun terkekeh, bahkan Michelle juga.

"Michelle, duduk disana aja nggak papa, tapi jangan masuk ya. Takutnya ada fitnah kalau cuma aku dan Rayyan yang ada disini," ujar Rayna diangguki Michelle. Sementara Rayyan tersenyum, Rayna benar-benar menghargainya.

Rayna tersenyum, sungguh luar biasa. Sepertinya Syafiya memang merindukan Ayahnya. "Aku minta maaf ya Ray harus hubungi kamu tengah malem gini. Sebenarnya aku udah coba tenangin Syafiya, tapi dia tetep nangis," Rayna merasa tidak enak, harusnya ia sebagai Dokter bisa mengatasi ini.

"It's okay Ay," Rayyan tersenyum. "Ini sudah menjadi tugas aku sebagai Ayahnya Syafiya. Tapi-"

Rayna mengernyitkan dahinya. "Kenapa Ray?"

Sambil mengayun-ayunkan Syafiya dalam gendongannya, Rayyan berusaha menjelaskan apa yang membuatnya berat. "Jadwal terbang aku dimajuin Ay. Jadi besok harus balik ke Indonesia, sedangkan aku belum memikirkan bagaimana Syafiya nantinya," raut wajah Rayyan mengisyaratkan kebingungan sekaligus kesedihan secara bersamaan.

"Kondisi Syafiya belum memungkinkan untuk dibawa keluar rumah sakit Ray, dia harus tetap ada disini maksimal sampai seminggu kedepan. Dan selama itu kamu nggak perlu khawatir, ada aku yang akan jaga Syafiya," ujar Rayna.

"Tapi kalau kamu libur praktek?"

"Jangan khawatir, aku akan selalu ada untuk Syafiya," Rayna mencoba meyakinkan Rayyan.

Rayyan tersenyum lega. "Aku percaya kamu bisa menjaga Syafiya.  Aku akan atur jadwal segera kembali lagi kesini untuk memikirkan bagaimana baiknya Syafiya." Rayna mengangguk. "Udah kayaknya Syafiya bobo, kamu bisa istirahat disini," titah Rayna.

"Nggak, aku masih mau gendong dia. Aku khawatir dia nangis lagi nanti. Nggak papa kalau kamu mau istirahat Ay." Rayna menggeleng. "It's okay Dokter Bella," ujar Rayyan.

Entah mengapa ada rasa kebahagiaan tersendiri saat Rayyan memanggilnya Bella, terkesan lebih spesial dari Ay. Jika sudah begini Rayna tidak bisa menolak, ia juga sudah mengantuk.

"Disebelah sini ada ruang untuk tamu, kamu bisa disana bersama Syafiya, jika ada apa-apa panggil saja Michelle, oke Ray?" Rayyan mengangguk. "Siap Dokter Bella." Rayyan mengacungkan jempolnya.

"Syafiya baik-baik sama Ayah ya nak," ujarnya. "Selamat istirahat Bunda," lagi-lagi Rayyan menirukan suara bayi membuat Rayna tak kuat menahan tawa salah tingkahnya, apalagi Rayyan menyebunya Bunda. "Oke, aku masuk dulu. Bye."

Rayyan senyum-senyum sendiri. "Rayna, Bella," ujarnya terkekeh.

Setelah itu ia kembali menyapa Syafiya yang tiba-tiba membuka matanya lagi. "Syafiya sayang, kok bangun lagi. Bobo yuk nak, jangan begadang, nantinya Syafiya punya mata panda," Rayyan terkekeh. "Wah, anak Ayah senyum-senyum." Rayyan mendoel pipi gembul Syafiya.

"Shalaatullaah Salaamullaah ‘
Alaa Thaaha Rasuulillaah

Shalaatullaah Salaamullaah
‘Alaa Yaa Siin Habiibillaah

Tawassalnaa Bibismillaah
Wabil Haadi Rasuulillaah

Wakulli Mujaahidin Lillaah
Bi Ahlil Badri Yaa Allaah."

"Nanti kalau Syafiya sudah bisa bicara, kita sholawatan sama-sama ya nak. Sama Bunda juga, insyaAllah." Rayyan tersenyum. "Syafiya do'akan semoga Bunda bisa memeluk Islam seperti kita ya sayang. Aamiin."

Rayyan melantunkan shalawat badar berulangkali hingga Syafiya kecil tertidur nyenyak. Bahkan setelah Syafiya tertidur ia masih enggan menidurkannya kembali di baby box. Rayyan besok pagi harus meninggalkan Syafiya, jadi ia ingin menghabiskan waktu untuk menggendong bayi kecilnya itu.

*****

"Pagi Dokter Bella, cantik banget pagi ini," puji Michelle menyambut Doker seniornya.

"Kamu lebih cantik," balas Rayna tersenyum.

"Mana ada Dok, saya buluk gini habis begadang."

"Yaudah makanya pulang sana, jangan lupa istirahat."

"Siap Dok."

"Eh, Rayyan semalem pulang atau nggak? Terakhir saya lihat sebelum pulang kemarin jam dua, dia masih disini."

Michelle menggeleng. "Dia nggak pulang Dok. Malah tadi pagi habis Shubuh minta kasur bayi kecil gitu, ternyata Mas Rayyan-nya tidurin Syafiya disitu, sekalian ajak main," jelas Michelle.

Rayna mengangguk-angguk. "Oh gitu yaudah makasih ya. Selamat istirahat." Rayna masuk ke ruangannya.

Setelah beberapa saat, Rayna memutuskan untuk melihat kondisi Rayyan juga Syafiya di kamar ruangan sebelah.

Tok..tok..tok..

"Ray, ganggu nggak?"

"Oh nggak sebentar Ay."

Ceklek.

Dan wah..Rayna tercengang melihat pemandangan di depannya.

"Ay?" Rayyan melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Rayna, tapi tidak terlalu dekat.

"Ah iya, pagi Ray." Rayna menetralkan degup jantungnya yang tak karuan. Melihat Rayyan dengan seragam pilot lengkap dengan jasnya membuat ia kagum. Ini kali pertamanya Rayna melihat penampilan Rayyan setampan dan sekeren ini.

"Ada yang salah ya sama pakaianku?" Rayyan reflek mengecek seragamnya saat menyadari Rayna tercengang.

Rayna buru-buru menggeleng. "Nggak, nggak ada yang salah hehe."

Rayyan terkekeh. "Oh, kamu terpesona sama aku?"

Rayna membelalakkan matanya. "Apaan sih Ray. Eh, Syafiya mana. Permisi aku mau lihat dia." Rayyan buru-buru menyingkir dari pintu, dia terkekeh melihat tingkah aneh Rayna.

"Syafiya sayang, pagi nak." Rayna hendak menggendong Syafiya.

"Eits, biarkan aku yang gendong Syafiya, sebentar lagi kita pisah Ay," Rayyan terkekeh. "Okay, puas-puaskan waktumu bersama Syafiya Ray. Emang jam berapa terbang?"

"Lima belas menit lagi aku harus ke Bandara."

"What?" Rayna kaget.

"Makanya itu, aku mau puas-puasin gendongin bayi gembulku."

"Sesayang itu sama Syafiya?"

"Of course, dia amanah yang Allah titipkan untukku. Walaupun dia bukan darah dagingku, tapi dia amanahku. Dan biar bagaimanapun amanah harus dijaga dengan sebaik-baiknya."

"Allah tidak akan membebani hambaNya diluar batas kemampuannya. Maka jika Allah memberiku amanah, maka DIA tau aku pasti bisa menjaganya," ujar Rayyan. "Dan aku yakin bisa menjaga Syafiya."

"Beruntung sekali Syafiya dipertemukan dengan orang baik sepertimu Ray."

"Alhamdulillah, berarti Allah percaya aku mampu menjaga Syafiya. Cuma tinggal satu sih."

"Apa itu?"

"Bunda untuk Syafiya." Rayyan tersenyum. "Ah, maksudku-"

"Semoga kamu bisa segera menemukan Bunda sesungguhnya yang terbaik untuk Syafiya."

"Dan aku berharap kamu orangnya Ay. Bunda Rayna-nya Syafiya."

Kring.. kring..

"Astaghfirullah, sudah saatnya aku pergi," wajah Rayyan seketika berubah sedih. "Aku titip Syafiya ya, jangan lupa hubungi aku untuk setiap perkembangan Syafiya, apapun itu. Oke Ay?"

"Siap Captain, saya akan menjaga amanah ini dengan sebaik-baiknya." Rayyan tersenyum.

"Nak, anak Ayah yang paling cantik. Syafiya Anasztaizia, Ayah pamit dulu ya nak. Ayah janji akan segera kembali. Jangan rewel dan jangan nyusahin Bunda Bella ya. Ayah sayang Syafiya." Rayyan mencium pipi Syafiya, dan seketika bayi itu tersenyum. "I love you cantiknya Ayah. Assalamualaikum."

"Hati-hati ya Ray. Safe flight Captain." Rayna mengambil alih Syafiya dari gendongan Rayyan.

"Siap Dokter Bella. Sekali lagi titip Syafiya ya Bu Dokter."

"Oke, dadah Ayah." Rayna menirukan suara bayi.

Dan dengan berat hati Rayyan terpaksa meninggalkan Syafiya walaupun sebenarnya hatinya sangat berat. "Ayah janji akan segera kembali nak."

_________________________

Ceilah udah cocok jadi Ayah dan Bundanya
Syafiya nggak nih?

Jangan lupa vote dan komen

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

90.1K 9.2K 38
"Oke! Aku akan bantu kamu wujudin keinginanmu, tapi kamu juga harus bantu wujudin Anemone Project-ku!" tegas Binar membuat penawaran. Wanita berhija...
55.8K 7.3K 30
▰▰▰▰▰▰▰▰▰▰▰▰ (M/N) pemuda yang hidup dalam kesialan tiba tiba pindah ke dunia anime pertarungan yang pernah ia tonton atau yang lebih dikenal dengan...
1.6M 77.5K 53
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
1.5M 185K 36
[A DAN Z UNIVERSE] Dibaca berurutan: A dan Z, ATHARRAZKA, ATHARRAZKA 2: Aryan Aryan Virendra Atharrazka, seorang pengacara berusia 26 tahun, anak ked...