Bayi Di Balik Seragam SMA (Le...

By kakrose_nam

3.5M 326K 24.9K

Gadis bercadar, hafizah al-quran, taat agama, dinyatakan hamil di luar ikatan pernikahan. Saat masih kelas XI... More

prolog
1 LAKI-LAKI TAMPAN DALAM MIMPI
2. KAKAK KELAS
3. AKU BUKAN ASTRID!
4. KESALAHAN FATAL SEORANG BARA
5. KEHORMATAN YANG HILANG
6. HUKUMAN BERSAMA BARA
7. AKU HAMIL
8. GUGURKAN
9. IBU-IBU JULID
10. USG PERTAMA
11 CALON MERTUA
12 MAHAR PERNIKAHAN
13. MELIHAT WAJAH ISTRI
14. BARA PERHATIAN.
15. PANGGILAN MAUT
16. MURKANYA MERTUA
17. CEMBURU
18. MATA YANG TERNODAI
19. KUHANYA KHAWATIR
20. TAKUT KECELAKAAN
21. ISTRI GUE
22. PERKARA PERCERAIAN
23. TINDAKAN AINA
pemberitahuan
24. PENUH ADEGAN KEJUTAN
25. AUNTY AMIRA
26. LO JIJIK AMA GUE?
27. SURAT CINTA AINA
28. PENOLAKAN AINA
IG BARU BARA
30. QUEEN AODRA.
penjelasan (bukan up)
31. PULANG KE RUMAH BARA
32. MENJADI IMAM SHOLAT
33. BARA SENSITIF
34. PENYERANGAN MARKAS
35. I'M HERE, AODRA!
36. PERTIKAIAN.
37. MUSUH DALAM SELIMUT
38. BARA MULAI TERBUKA
39. SALING MENERIMA.
40. KETULUSAN AINA
41. UANG JAJAN
42. HUKUMAN ZINA.
43. IMAM IMPIAN
44. PENYAMBUTAN QUEEN
45. SLEEP-CALL KANGEN
46. CINTA LUAR BIASA
47. I MISS YOU
48. BIKIN LO SAYANG
PART DIHAPUS KAPAN?
49. PEMBERANTASAN
GRUP
50. KETEMU PAPA MERTUA
51 DI-DO
52. DI-DO 2
53. KISAH MASA LALU
54. I LOVE YOU, AINA
55. ALASAN SEBENARNYA
56. QUEEN A
57. SIAPA AURIN?
58. KEBERANGKATAN BARA
59. Olimpiade
60. Ragas pergi?
61. Bukti yang sebenarnya
62. HAPPY ENDING?
ingfo
BISA PELUKK
Tanggal PO
woahh
yuhuuu kangen kalian

29. ABANG AGAS

47.9K 4.8K 159
By kakrose_nam

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Aku datang. Ehek. Sebenarnya mau up kemaren, tapi karena terlalu asik rebahan sampai luap diriku.

"Dion tidak terlalu parah, hanya tulangnya yang patah dan gigi. Kami semua lagi di rumah sakit sekarang," lapor orang di seberang telepon.

"Siapa yang nyuruh kalian bertindak!?"

"Kami cuma nyerang mereka, itupun nggak niat sama sekali. Kebetulan aja mereka lewat di hadapan kita, ya bearti ini adalah salah mereka. Lagian  ini nggak sebanding lah, apa yang udah mereka perbuat ama kita."

"Kan gue udah bilang, jangan melakukan apapun sebelum dapat perintah dari gue?" Walaupun nada suara Aina terdengar biasa saja, bahkan terkesan lemah lembut. Namun, tetap saja ada sirat ketegasan di sana.

Saat ini, Aina masih berada di rumah sakit atau lebih tepatnya di toilet. Dia sengaja mencari tempat yang sepi, untuk mengangkat telpon.

"Ngga perlu bertindak jauh, biar gue aja yang nyelesain masalah ini." Walaupun Aina jarang memperlihatkan expresi amarahnya. Namun, sekarang sangat terlihat raut merah padam di wajahnya.

Kata, lo-gue hampir tidak pernah lagi keluar dari bibir Aina, karena panggilan itu hanya dia gunakan untuk teman-temannya.

Aina mematikan sebelah pihak sambungan telpon, tidak lupa juga sebelum melakukan itu ia mengucapkan salam terlebih dahulu.

Aina memandang dirinya di depan cermin wastafel, di balik cadarnya ada wajah yang masih pucat. Sebenarnya, dia memaksakan diri untuk pulang dari rumah sakit, bahkan hari belum menjelang malam.

"Kak Bara ke mana, ya?" Benar saja, setelah Bara keluar ruangan Aina dengan rasa marah, sampai detik ini pemuda itu belum menyembulkan batang hidungnya lagi.

Aina menggelengkan kepala, dia tidak ingin pikirannya terbagi menjadi dua. Masalah Bara, entah mengapa setelah mereka menikah Aina menjadi sedikit memberi perhatian pada Bara.

"Ah, lebih baik aku fokus sama masalah yang ada di depan mata." Aina kembali mengutak-atik ponselnya, kali ini dia akan menelpon orang kepercayaannya.

Tidak lama menunggu, panggilan itu tersambung. "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Aina tidak pernah melupakan salam.

"Awasi mereka, jangan sampai mereka melakukan hal itu lagi."

"Baik, Queen."

"Dan ya, tetap lakukan penyelidikan lebih mendalam tentang kasus itu," titah Aina.

"Tapi Queen, bukankah kita sudah tau siapa pelakunya?"

Aina menggeleng. "Firasatku, tidak mungkin dia pelakunya. Ah, sudahlah, kamu selidiki lagi."

"Baik, Queen."

Setelah memastikan tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, Aina terlebih dahulu memutuskan sambungan. Ya, itu sudah menjadi kebiasaan antara dirinya dan teman-temannya, karena jika bukan Aina yang memutuskan sambungan telepon terlebih dahulu maka sambungan itu tidak akan terputus.

"Sebaiknya aku cepat pulang." Aina keluar dari toilet dan ruang VVIP ruangnya dirawat. Tidak perlu memikirkan masalah pembayaran, semua sudah dibayar oleh Mira.

Aina tidak tahu apa hubungan Mira dan suaminya, tapi yang jelas Bara seperti tidak menyukai akan kehadiran Mira.

Sesampainya di parkiran rumah sakit, Aina terdiam sejenak memandang puluhan kendaraan di hadapannya. Namun, tidak ada yang menjadi miliknya.

"Huft... Kak Bara ke mana sih, tega banget ninggalin aku sendirian."

Hari sudah semakin sore, Aina tidak tahu harus pulang menggunakan apa dan ke mana. Mama Diana sudah mengatakan, jika hari ini pulang sekolah dia harus pulang ke rumah Bara. Tapi, masalahnya, Aina tidak tahu di mana itu.

"Apa Kak Bara nggak bakal ke sini lagi?" tanya Aina dalam hati. Tapi mengingat Bara tadi, Aina menjadi pesimis jika suaminya itu akan menjemputnya.

Aina menghembuskan nafasnya pelan. "Ini saatnya, sudah lama aku tidak berkunjung."

Setelah mengatakan kalimat itu, Aina membawa langkahnya ke pinggir jalan. Dia berniat mencari taksi untuk membawa ke tempat tujuannya.

Aina mengedarkan pandangannya ke jalan raya, untungnya saat ini kondisi kendaraan tidak terlalu ramai sehingga tidak terjadi kemacetan lalu lintas.

"Alhamdulillah," ucap Aina, karena tidak seberapa lama dia menunggu taksi, dia bisa melihat taksi yang melaju ke arahnya.

Aina melambaikan tangan untuk menghentikan kendaraan itu, benar saja taksi itu berhenti di hadapannya. Tidak membuang waktu lama, Aina bergegas masuk.

"Mau ke mana Mbak?" tanya pak supir. Aina membalas dengan menyebutkan alamat yang hendak dia tuju.

Perjalanan Aina dari rumah sakit sampai tujuan memakan waktu satu jam, selama itu Aina hanya termenung memikirkan langkah apa yang akan dia ambil.

Taksi yang ditumpangi oleh Aina berhenti tepat di depan pagar mansion yang sangat luas, dari luarannya sudah terlihat begitu mewah. Mansion itu didesign klasik berwarna putih tulang.

Di depan gerbang, tertulis dengan jelas nama kediaman Alexandria.

"Terimakasih." Setelah membayar ongkos taksi, Aina turun dari kendaraan itu.

Aina tersenyum lebar, sudah lama dia tidak berkunjung ke sini. Terakhir kali, sebelum peristiwa yang membuatnya hamil.

Di depan gerbang tinggi itu, tepat di sampingnya, sudah disediakan tombol bel. Atau lebih tepatnya tempat deteksi sidik jari. Jadi, tidak sembarang orang bisa bertamu. Aina memasukkan sidik jarinya di sana, hingga beberapa detik gerbang yang tadinya tertutup rapat kini terbuka dengan lebar.

Gerbang itu dijaga oleh beberapa bodyguard, saat melihat ada wanita bercadar menghampiri, mereka menunduk hormat.

"Selamat datang Nona Aina, silahkan masuk," ujar salah-satu dari mereka. Mengayunkan tangan di udara, sebagai isyarat 'silahkan'.

Aina berjalan masuk, di halaman depan sangat luas hingga gadis itu perlu berjalan cukup jauh untuk mencapai pintu utama.

"Terimakasih," jawab Aina. Aina berjalan diiringi oleh lima bodyguard di belakangnya, jika ditanya apakah dia risih? Tentu, namun Aina sudah terbiasa.

Sesampainya di depan pintu utama yang begitu tinggi menjulang dan lebar, pintu itu terbuka dengan sendirinya karena sudah dilengkapi sensor suhu tubuh manusia.

"Aku mau ke ruang Agas, kalian jangan mengikutiku." Aina berkata ke pada bodyguard di belakangnya, mereka semua menunduk dan mengangguk.

Sebelum pergi ke ruangan yang dimaksud, Aina terlebih dahulu bertanya,"Di mana papi Rahil dan mami Aulia?"

"Nyonya Aulia ada di greenhouse, sedangkan tuan besar masih di kantor," jawab salah satu dari mereka.

Rahil Alexandria Zidan, dia adalah kakak dari Zaida–bunda Aina. Sedangkan Aulia adalah istri dari Rahil. Aina sudah menganggap Aulia dan Rahil adalah orang tuanya, karena dulu dia hidup bersama mereka bukan bersama kedua orang tuanya.

Saat Aina di dalam perut Zaida, bundanya itu dinyatakan mengidap ganguan mental yang memburuk. Bahkan sudah berkali-kali, Zaida berusaha menggugurkan kandungannya. Tapi selalu gagal.

Puncaknya, saat Aina baru lahir Zaida dilarikan ke rumah sakit jiwa. Aina yang masih bayi waktu itu, dia dibawa ke arab untuk menetap di sana yang dirawat oleh Rohan kakak pertama Zaida dan istrinya. Dan juga bersama Rahil dan Aulia.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Saat ini Aina sudah sampai di sebuah kamar yang begitu luas.

"Abang Agas, Aina kangen... kok nggak bangun-bangun." Aina menghampiri seorang pemuda yang terbaring lemah di tempat tidur. Berbagai alat medis menjadi pandangannya.

Di tubuh pemuda itu begitu banyak alat medis yang tertempel, di samping ranjangnya ada EKG, tabung oksigen, dan juga alat medis lainnya.

Suara dari mesin EKG, menjadi pengisi suara dari ruangan nan sunyi itu.

"Kangen," lirih Aina. Dia duduk di kursi sebelah ranjang. "Abang kok jahat banget sih, ninggalin adek sendirian. Hiks. Kan adek rapuh."

Aina meraih tangan pemuda yang bernama Ragas Jionda Alexandria. Tangan itu begitu dingin, layanknya mayat.

"Aodra kacau Bang, tanpa Abang. Maafin Aina yang nggak bisa menjaga amanah," adu Aina.

Aina menghirup udara dengan rakus, lalu menghembuskannya. Bau obat-obatan lebih dominan tercium.

"Tapi Abang tenang aja, fokus untuk sembuh. Aina yang bakal meng-handle Aodra. Maaf karena beberapa bulan ini nggak turun tangan, karena Aina lagi ditimpa musibah. Hiks," ujar Aina mengeluarkan unek-unek yang sudah lama ia tampung.

Mata Aina berair melihat wajah pucat Ragas. "Tapi maaf, Aina nggak bisa bales dendam ama orang yang udah lakuin ini ke abang. Aina nggak mau, Aodra dikenal dengan nama yang buruk. Jika Aina balas dendam itu dibenci oleh Allah. Dan juga, akan memperpanjang rantai balas dendam antara geng motor."

"Aina nggak akan mungkin balas dendam ama dia, Bang. Karena–" Aina tidak sanggup berucap lagi. Dia hanya bisa mengeluarkan tangisnya yang pilu.

"Bang, Aina saat ini lagi hamil. Hiks. Aina sekarang udah nikah. Hiks."

"Abang bangun! Aina butuh Abang."

Dari kecil, Aina sangat dekat dengan Ragas. Bahkan sudah dia anggap sebagai kakaknya sendiri. Begitupun sebaliknya. Ragas adalah sepupu Aina, sekaligus saudara sepersusuan.

Aku akan up lagi nanti sore atau malam, tergantung tugas rumahku kapan selesai ya. Bye

Continue Reading

You'll Also Like

Stay Here (End) By f

Teen Fiction

1.1K 932 67
Kisah seorang pemuda laki-laki dan perempuan yang di pertemukan lewat sebuah aplikasi. Yang sudah banyak orang tahu tentang mereka, bahkan dari 2 bel...
570K 2.8K 18
Cerita ini bagian dari @fantasibersama
7.1K 646 42
Adiva Putri Ivana, siswi kelas XI yang menyimpan kemalangan dalam hidupnya. Adiva harus merawat Ibunya yang lumpuh, sedangkan Ayahnya kabur bersama j...
860K 86.2K 47
Ketika menjalankan misi dari sang Ayah. Kedua putra dari pimpinan mafia malah menemukan bayi polos yang baru belajar merangkak! Sepertinya sang bayi...