THEORUZ: Guarding My Love Des...

By LilyLayu

15.5M 874K 57.6K

- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gi... More

00 • Prolog and Trailer
Webtoon THEORUZ
01 • Dikeluarkan
02 • Merah Putih
03 • Pertemuan pertama
04 • Tukar tambah cireng
05 • Balapan
06 • Hades pergi
07 • Janji kecil
08 • Koma
09 • Mencuri
10 • Bagi-bagi dompet
11 • Membawa banyak makanan
13 • Baju pangeran Arab
14 • Menstruasi
15 • Pindah ke apartemen
16 • Pertanyaan aneh
17 • Makan permen
18 • Bertemu Haleya
19 • Mencuri semuanya
20 • Pipit
21 • Warisan
22 • Kakek masuk RS
Kisah kelam dibalik THEORUZ
25 • END SEASON 1
27 • Kepanasan
Part 28

12 • Pindah ke rumah Ruza

259K 34.8K 3.2K
By LilyLayu

Pulang sekolah, mobil ungu milik Theo dihadang oleh beberapa motor. Theo sudah menduga bahwa hal semacam ini akan terjadi. Walaupun banyak yang setuju dengan usulannya kemarin namun tetap saja banyak yang tidak terima. Apalagi dia dengan citranya sebagai pencopet. Dalam hatinya ia akan berjanji mengganti uang semua orang yang pernah di copetnya. Akan ia ganti, titik.

Theo berdiri di atas mobilnya. "MINGGIR!" teriak cowok itu.

Yang diteriaki minggir sama sekali tidak minggir, malah turun dari motor menuju arah mobil Theo.

"WAH, BANGSAT LO SEMUA." Theo melepas jaket dan baju sekolahnya, menyisakan kaos hitam tipis. Juga melempar kacamatanya. Theo lalu meloncat keluar dari mobil.

Theo menghajar sebelum di hajar. Tangan cowok itu kini memegang kerah baju seorang cowok yang berada di baris paling depan. Theo menduga cowok baris paling depan itu adalah pemimpinnya.

"KEMARIN UDAH GUE BILANG!! LO BERANI SAMA GUE, LO YANG ANCUR!!" Sebenarnya jika di keroyok ialah yang akan hancur. Namun untuk menakuti lawan dan menaikan harga diri, ia harus besar omongan.

Theo melempar orang yang ia pegang kerahnya. Lalu dirinya di tonjok dari samping hingga terhuyung.

"Shitt bangsat. Cari mati lo semua."

Theo bertarung dengan beberapa orang sekaligus. Dalam pertarungan itu Theo terus menjauh dari mobilnya, agar mobilnya tetap aman. Masalahnya mobil itu keluaran terbaru dan baru dibeli kemarin oleh kakeknya. Di rumah nanti ia bisa ganti dihajar jika mobil itu rusak.

Lengan Theo terkena benda tajam semacam silet. "ANJING!!" umpat Theo sambil memegang lengannya. Cowok itu berjalan mundur.

"Serang!" perintah Theo dengan nada malas, cowok itu mengangkat satu tangannya. Dengan cepat beberapa orang berpakaian hitam yang merupakan pengawal kakeknya mengamankan para pemuda itu dan menghubungi polisi.

"Anjir, di kroyok berapa puluh orang gue. Bangsat emang tu orang pada." Theo memegang bibirnya yang sedikit berdarah. Untung saja kakeknya selalu menyuruh pengawal mengawasinya walau dari jauh. Jadi ia bisa antisipasi jika ada kejadian seperti ini. Salah satu alasannya sayang kakek adalah karena kakek perhatian.

"Shitt bangsat. 7 orang masih sabi. Lah ini? 15 orang lebih. Emang bangsat tu bocah-bocah." Ia tidak sehebat itu hingga bisa melawan 15 orang, 10 orang saja sudah agak ketar-ketir

Theo melihat wajahnya di kaca mobil, sedikit menekan lukanya. "Bangsat," umpat cowok itu, lagi.

Hari ini ia tidak akan datang ke tempat Ruza. Lebih baik bersantai di club.

"Kakak?"

Sebuah panggilan yang seakan ditujukan padanya, membuat Theo melihat ke arah sumber suara. Siapa sangka jika yang memanggilnya adalah si bocil Ruza. Ia baru membatin tentang Ruza, bocil itu sudah muncul saja, panjang umur.

"Hmm," sahut Theo.

"Kenapa ada disini?" Tanya Theo, memperhatikan Ruza yang memakai pakaian SD.

Ruza menunjuk sebuah gang di dekat sana. "Di gang itu sekolah Ruza. Kakak kenapa disini?" Ruza balik bertanya.

Theo menatap gang tersebut, sekilas.
"Jemput lo!" bohong Theo.

Ruza mendekat ke arah Theo. "Kakak berdarah?"

Theo tidak menanggapi pertanyaan Ruza, cowok itu masuk ke mobilnya.

"Masuk, mau pulang gak?" tanya Theo pada Ruza sambil membuka pintu mobilnya.

"Kakak jawab dulu!"

"GUE BILANG MASUK YA MASUK ANJIR!!" sentak Theo. Theo khawatir jika ada yang melihat dirinya dengan Ruza. Bisa-bisa bocil itu kena imbas.

Dibentak sedemikian rupa membuat mata Ruza berkaca-kaca.

Theo menghela napas, turun dari mobilnya. Karena emosi ia sampai kelepasan dan meninggikan nada bicaranya.

"Hutsss, cantiknya kakak jangan nangis, maafin kakak yang bentak Ruza" ucap Theo duduk berjongkok sambil menghapus air mata Ruza.

Mata Ruza menatap wajah Theo yang penuh luka. Tangannya menyentuh luka di bibir lalu di dekat hidung mancung Theo dan di pelipis Theo. "Nggak sakit?" Ruza teringat dengan kakaknya yang kadang terluka.

"Kalo lo nangis gue jadi sakit, jangan nangis makanya."

Ruza langsung memeluk Theo dan menyandarkan kepalanya di bahu Theo.

Theo mengisyaratkan pengawalnya untuk pergi, cowok itu menggendong Ruza dan masuk ke mobilnya. Melajukan mobilnya menuju rumah Ruza.

Saat berada di garasi rumah itu, Theo menatap Ruza yang sedang tertidur. Lagi-lagi Theo menghela napas. Theo menggendong Ruza dan menaruh gadis itu di kamar.

Sebelum pergi, tangannya menghapus sisa air mata Ruza dan mengelus pelan rambut gadis itu. "Mirip Hades," gumam Theo. Jika ia menatap kedua mata Ruza maka ingatannya selalu mengarah pada Hades. Walaupun tatapan yang dikeluarkan Ruza lembut. Namun rasa dominan mata itu seperti mata Hades. Hades memiliki tatapan tajam, kadang juga sendu. Setiap melihat Hades ia merasa sesuatu yang berbeda. Entah apa, namun hatinya menyukai Ruza dan Hades. Ia suka dengan karakter kuat dari Hades. Dan ia lumayan suka dengan kelucuan Ruza.

Puas menatap Ruza, Theo keluar dan mengunci pintu rumah itu dan pergi ke rumahnya. Pengawal kakeknya yang melihat ia bersama Ruza pasti sudah melapor. Namun mau bagaimana lagi. Toh kakeknya tidak jahat. Jadi mungkin tidak apa-apa.

"Siapa?" tanya kakeknya begitu Theo masuk rumah itu.

"Apanya yang siapa?"

"Jawab!" Kakek Theo tau jika Theo mengerti maksud pertanyaan itu.

Theo menghela napas. "Adik temen," jawab Theo, duduk di sofa ruangan itu.

"Temen?"

"Yang sakit dan mau Theo pindah ke Singapur."

"Kenapa kamu peduli?"

"Kenapa kakek peduli?" Theo menyilangkan kaki di depan kakeknya dengan tangan yang menyangga dagunya, tersenyum pada kakeknya. Theo tau bahwa kakeknya lemah pada wajahnya, pasti kakek tidak jadi marah.

"Kamu pedofil?" tanya kakek

Theo mengerutkan dahinya seketika. "Hahaha, kalau iya?" Jika kakeknya berpikir seperti itu maka ia lebih suka menantang.

"Yasudah, tunggu dia besar."

Theo kembali mengangkat sebelah alisnya, ia kira kakek akan marah. Padahal untuk topik ini ia berharap kakek marah. "Kalau dia udah besar?"

"Bawa kesini."

"Kalo Theo bawa kesini kakek kasih apa?"

"Apa yang kamu mau?"

"Banyak, pertama-tama kakek jelasin tentang ayah bunda Theo."

Kakek Theo langsung berdiri dan pergi.

"Gimana?" tanya Theo.

"Jangan harap."

"Okke, kalau gitu untuk selamanya Theo ga akan bawa dia kesini!"

"Terserah kamu."

Theo menyentuh dahinya. Entah cara apalagi yang bisa ia lakukan untuk membuat kakeknya sedikit saja membocorkan tentang kejadian itu. Ia juga ingin tau apa yang mengakibatkan keluarga besarnya musnah, apalagi ayah bundanya. Kakeknya memang terlalu keras kepala.

"Shiiit!!" Theo merasa kesal sendiri dengan kakeknya.

Theo mengambil banyak barang berharga di rumah itu. Ia lalu pergi ke apartemennya, mengambil karung emasnya dan menjual semua emas di karung itu, ia menjual beberapa mobil kakeknya dan ia menjual beberapa barang yang ia ambil. Ia juga menjual apartemennya. Mulai hari ini ia tidak akan lagi menginjakkan kaki di rumah kakeknya sampai kakeknya yang menyuruhnya datang. Ia ingin kakeknya sadar bahwa ia juga berhak mengetahui semua tentang peristiwa itu. Kali ini ia akan menunjukkan seberapa berani dirinya.

Setelah mengurus semua hal itu, malam harinya Theo datang ke rumah Ruza dengan membawa baju-bajunya.

"Kakak?" Ruza terheran saat melihat Theo masuk ke rumahnya.

"Udah makan?" tanya Theo sambil memasukkan barang-barangnya ke sebuah kamar kosong yang ada di rumah itu.

"Kakak jadi tinggal disini?"

"Hmm."

Ruza menghampiri Theo yang sedang membawa tiga koper, menaruh tiga koper itu di bawah tempat tidur.

"Kok ditaruh di sana kak? Kalo baju ditaruh di lemari."

Theo menunjuk sebuah kantong plastik berwarna hitam yang ia taruh di atas meja. "Itu baju gue."

"Itu aja?"

"Iya cil."

"Terus yang di koper apa?"

"Duit."

Ruza membelakkan matanya dan menatap Theo seakan tidak percaya. "Tiga koper?"

"Hm."

Ruza mendekat ke kasur dan melihat koper-koper itu. "Kok banyak banget."

Theo menghela napas. "Masih ada lagi di kartu atm gue. Itu belum seberapa. Udah keluar sana, gue mau tidur. Kalo lo mau makan, masak sendiri, lo kan bocil ajaib yang bisa masak."

Ruza tidak menanggapi ucapan Theo yang memujinya. "Luka kakak ga diobatin?" tanya Ruza saat melihat luka Theo, apalagi wajah Theo yang lumayan bonyok.

Theo langsung berdiri dan menatap dirinya di cermin. Cowok itu menghela napas saat melihat pantulan dirinya. Ia sampai lupa jika ia terluka. Kenapa tadi ia sok manis di depan kakek, pasti kakek jijik dengan wajah bonyok sok manisnya.

"Ada obat?" tanya Theo.

Ruza langsung berlari, mengambil kotak obat.

"Ini kak," ucap gadis itu sambil memberikan kotak obatnya pada Theo.

Theo membersihkan luka sayat di tangannya. Lalu ia menghadap cermin dan lanjut mengobati luka di wajahnya.

"Shiit," decak Theo saat obat itu sedikit mengenai matanya. Cowok itu mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Biar Ruza bantu aja kak," ucap Ruza menawarkan diri untuk mengobati luka Theo.

Theo menyerahkan kapas di tangannya pada Ruza. Lalu sedikit menunduk agar Ruza bisa mengobatinya.

"Udah biasa ngobatin?"

Ruza menggelengkan kepalanya. "Kak Hades ga pernah mau Ruza obatin. Dan kak Hades gak pernah luka sampek banyak berdarah kayak gini. Jadi ini pertama kali Ruza ngobatin orang."

Theo mengangkat sebelah alisnya.

"Kakak lo ga pernah luka lebih parah dari gue?"

Ruza menjawab dengan anggukan. Saat Ruza akan mengobati luka bagian dahi gadis itu sedikit berjinjit.

Theo menghela napas melihat itu, mengangkat Ruza dan memangku Ruza.

"Hehe, Ruza belum tinggi."

Theo mengusel-usel rambut Ruza. "Makannya cepet ting.gi, bocil."

"Makannya kakak kasih makan yang banyak. Yang enak-enak."

"Kemarin kan udah. Banyak juga kan?"

"Hari ini?" tanya Ruza menghentikan tangannya yang membersihkan luka, mata Ruza menatap mata Theo.

"Hari ini ya. Emmm mau makan apa?" tanya Theo, tersenyum dan mengeluarkan uang di kantong bajunya.

"Kakak mau apa?"

"Gue sih terserah."

"Nasgor? Kakak yang bikin tapi, soalnya Ruza ngerjain pr."

Theo memainkan rambut panjang Ruza dan mengotak-atik rambut itu, mengganti gaya rambut Ruza.

"Jadi nasgong kalo gue yang masak."

"Nasgong?" Ruza tidak tau apa itu nasgong, sebelumnya ia tidak pernah mendengar sebutan itu.

"Nasi gosong."

"Haha, oh iya kakak kan ga pernah masak." Ruza teringat cerita Theo yang bahkan belum pernah ke dapur.

"Nah itu tau."

Ruza kembali mengobati luka di pelepis Theo. "Tapi kan bisa belajar. Biar Ruza punya asisten."

"Pintar sekali anda, bocil." Theo mencubit hidung Ruza lalu menarik hidung Ruza. Merasa gemas akan bocah itu.

"Hahaha, pinterlah."

"Soal uang sama memanfaatkan orang ya?"

"Nggak gitu..."

"Kalo besar katanya mau jadi pacar gue, terus ambil duit gue."

"Gajadi deh. Kan kakak udah ngajarin Ruza cara ambil uang di rumah kakak."

"Ooo gituu. Gajadi nih?"

Ruza menggeleng dengan cepat. "Soalnya kakak jelek," ucap gadis itu sambil tersenyum mengejek.

Karena gemas Theo mengusel-usel hidungnya pada hidung Ruza. "Orang gue ganteng gini."

"Jelek!"

"Ganteng!"

"Kakak jelek!"

"Ruza juga jelek!"

"Nggak, Ruza cantik kayak bidadari."

"Bidadari turun dari got?"

"Ih kakak, sekarang udah cantik Ruzanya, kalo udah besar bisa tambah cantik lagi."

Theo mencubit pipi Ruza. "Bukannya kalo udah gede tambah jelek?"

Ruza membelakkan mata. "Nggak!"

"Yakin?"

"IYA!"

"Kakak tungguin kamu jadi cantik kalo gitu."

"Ruza jadi cantik, kakak jadi tua. Hahaha."

"Gaadalah. Ruza jadi jelek, kakak jadi tambah ganteng. Tambah hot."

"Tambah hot? Panas?"

Theo terdiam sejenak, merasa bingung sendiri. "Tambah ganteng pokoknya," ucap Theo sambil mencubit pelan pipi Ruza.

"Masak sih, orang kakak jelek begini." Ruza balas mencubit pipi Theo. Namun pipi cowok itu berbeda dengan pipinya. Pipi Theo tidak berlemak seperti pipinya yang sedikit mirip bakpao.

"Soalnya kamu masih bocil. Nanti kalo udah gede pasti bilang kakak cowok paling ganteng sedunia."

"Nggaklah, yang paling ganteng kak Hades."

"Yaudah deh, nomor 2 paling ganteng kalo gitu."

Ruza tersenyum puas dan lanjut mengobati luka Theo. Sementara Theo kini memejamkan matanya mencoba menenangkan pikirannya yang terus memikirkan kakeknya.

Cup.

Sebuah kecupan dari Ruza membuat Theo membuka matanya.

"Kenapa nyium gue?" tanya Theo.

"Biar cepet sembuh dong."

"Ooo gitu." Theo balik mencium dahi Ruza berkali-kali karena merasa gemas.

"Haha, kak." Tangan Ruza menyingkirkan wajah Theo.

"Biar gedenya cantik."

"Gamau, dicium orang jelek gedenya jelek." Ruza melompat turun dari pangkuan Theo dan berlari ke arah dapur.

"Semoga kak Theo jeleknya nggak nular ke Ruza!"

__________
Instagram: @lilylayu.story

© THEORUZ by Lily Layu

Continue Reading

You'll Also Like

4.6M 354K 49
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
624K 52.3K 34
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...
412K 33.6K 42
Rifki yang masuk pesantren, gara-gara kepergok lagi nonton film humu sama emak dia. Akhirnya Rifki pasrah di masukin ke pesantren, tapi kok malah?.. ...
390K 25.1K 46
Cover by: google "gue masuk dunia novel?" *** "gue transmigrasi?" *** "Baik pak Abi" "Panggil saja saya Abi" *** "WOII GUS, SINI DULU DONG GUE MAU N...