THEORUZ: Guarding My Love Des...

By LilyLayu

15.5M 874K 57.6K

- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gi... More

00 • Prolog and Trailer
Webtoon THEORUZ
01 • Dikeluarkan
02 • Merah Putih
03 • Pertemuan pertama
04 • Tukar tambah cireng
05 • Balapan
06 • Hades pergi
08 • Koma
09 • Mencuri
10 • Bagi-bagi dompet
11 • Membawa banyak makanan
12 • Pindah ke rumah Ruza
13 • Baju pangeran Arab
14 • Menstruasi
15 • Pindah ke apartemen
16 • Pertanyaan aneh
17 • Makan permen
18 • Bertemu Haleya
19 • Mencuri semuanya
20 • Pipit
21 • Warisan
22 • Kakek masuk RS
Kisah kelam dibalik THEORUZ
25 • END SEASON 1
27 • Kepanasan
Part 28

07 • Janji kecil

287K 37.2K 4K
By LilyLayu

Theo menekan bel rumah Ruza. Menunggu beberapa saat sampai akhirnya Ruza membukakan pintu. Gadis itu mengerutkan dahinya menatap Theo.

"Kakak ngapain balik lagi?" tanya Ruza, terheran.

"Kata Hades gue kan suruh jagain lo, bisa-bisa mati digebukin kalo gue ga nurut omongan tu orang."

Ruza mendengus kesal. "Terus sekarang kakak mau apa?"

"Nah itu, lo nya lagi ngapain?"

"Lagi ngerjain pr, kenapa? Mau kakak kerjain pr Ruza?"

Theo langsung memasuki rumah Ruza. "Mana pr lo. Pr bocil ngerjain sambil merem juga sabi." Theo melihat-lihat isi rumah itu dan duduk di sofa. Di depan sofa terdapat beberapa buku yang sepertinya milik Ruza.

Tangan Theo mengambil buku Ruza. "Apaan anjir, soal tambah-tambahan positif negatif doang," ucap Theo saat melihat soal dalam buku tulis Ruza.

"Mudah ya kak?" tanya Ruza, duduk di samping Theo. Menurutnya soal miliknya sangat sulit, ia tidak yakin kakak di hadapannya memiliki kemampuan menjawab dengan mata terpejam.

"Dah gue bilang, sambil merem gue juga bisa." Ruza tidak tau saja bahwa soal matematika SMA lebih rumit daripada soal plus minus itu.

"Coba kakak merem. Ruza bacain soalnya." Ruza menata rambut panjangnya sebentar sebelum membacakan soal.

Sementara Theo memejamkan matanya. "Siap nih, bacaain aja."

"-5 + 6 - (-5) jawabannya adalah, pilihannya A -4, B -"

"Gausah dibacain pilihannya. Jawabannya 6. Gimana? Ada kan?"

"Wihh, iya ada." Ruza terkagum-kagum dengan kemampuan Theo. Gadis itu mengambil pensilnya dan menyilang jawaban yang benar.

Theo membuka matanya melihat Ruza sebentar lalu menutup lagi matanya. "Bacain lagi!" Theo merasa senang, melihat raut wajah Ruza yang bahagia, untungnya Ruza tidak terlihat muram seperti tadi.

Ruza menata duduknya lalu membacakan soal berikutnya, terus sampai akhir. Gadis cilik itu membacakan soal dan Theo menjawab dengan mata terpejam.

Setelah selesai Ruza menata bukunya dan memasukkan bukunya ke dalam tas. Lalu gadis itu pergi ke dapur dan merebus air untuk masak mi.

Theo mengikuti Ruza ke dapur. "Ngapain?" tanya Theo, penasaran dengan apa yang Ruza lakukan.

Ruza sibuk membuka bungkus mi, gadis itu melirik Theo sekilas lalu kembali menyiapkan bumbu untuk mi. "Kakak belum makan kan? Kalo Ruza belum, jadi Ruza buat 2."

Theo mengangguk-anggukkan kepalanya. Cowok itu membuka isi kulkas, melihat hanya ada makanan kaleng, air mineral dan yogurt di sana. Sangat berbeda dengan kulkas di rumahnya yang sudah seperti kulkas minimarket.

"Nggak pernah belanja?" tanya Theo, karena kulkas Ruza yang isinya terkesan biasa.

Ruza diam sejenak dan terlihat berpikir. "Emmm, belanja sih, kadang. Tapi nggak pernah belanja kayak sayuran atau kayak gitu kak. Pokoknya belanjanya mi kalo nggak ya kayak yang ada di kulkas itu."

"Jadi tiap hari lo makan makanan instan?"

"Nggak, biasanya pesen kalo nggak goreng telur."

"Nasinya?"

"Buka pintu samping kakak, isinya beras. Kalo pagi biasanya Kak Hades nyalain penanak nasi dulu. Jadi kalo lauknya tinggal pesen deh."

Theo membuka pintu dan melihat dua karung beras di ruangan itu. Tidak ia sangka, ternyata keseharian ketuanya seperti itu. Dari tadi membahas abcd, ingin sekali ia menanyakan pada Ruza tentang orang tua gadis itu. Ia sudah sangat penasaran. Namun ia tahan karena takut menyinggung atau mengingatkan pada suatu yang buruk, masalahnya ia juga dalam posisi tidak ada orang tua. Hanya kakek tua bangka itu.

Mata Theo mengamati Ruza yang memasukkan mi ke dalam panci. Ia ingin sedikit membantu namun ia sadar bahwa dari ia bayi sampai sebesar ini, baru kali ini ia menginjakkan kaki ke dapur. Sampai warna cat dapur rumahnya saja ia tidak tau. Hanya tau isi kulkas berjejer di samping ruang makan. Maklumi saja karena kakeknya terlalu sultan, rumahnya terlalu luas, sampai kadang ia nyasar.

Ruza mengambil sendok dan mengaduk mi agar bumbunya tercampur. "Ambil sendiri kak," ucap gadis itu sambil membawa piringnya ke ruang makan.

Theo mengambil piringnya dan mengikuti Ruza berjalan ke ruang makan. Melihat Ruza yang makan menggunakan nasi ia ikut mengambil nasi dan makan menggunakan nasi.

"Kerupuk?" Ruza menawarkan kerupuk yang dipegangnya pada Theo.

Theo sedikit tersenyum lalu mengangguk. Entahlah, ia bingung harus bagaimana. Ia tau kerupuk namun belum pernah makan kerupuk, mungkin keripik.

"Kenapa nggak makan?" tanya Ruza karena melihat Theo yang hanya bengong sambil menatapnya yang sedang makan.

"Lihat lo makan udah kenyang gue. Makan lo kayak sapi sih." Sebenarnya Theo bingung mau makan mi dulu atau nasi atau langsung keduanya atau kerupuk dulu. Makanya ia terus melihat cara Ruza makan.

"Kakak tu sapi, Ruza angsa." Enak saja mengatainya sapi, ia adalah angsa putih yang lucu.

"Angsa? Enak tuh digoreng."

Ruza langsung menatap Theo dengan horor. "Kakak pernah goreng angsa?" Sangat tega sekali jika pernah menggoreng angsa, masalahnya angsa kan lucu. Sayang kalau digoreng.

"Ga," jawab Theo dengan ketus. Sedikit menyesal memberikan guyonan pada Ruza, ternyata leluconnya tidak cocok dengan bocah itu.

Mendengar jawaban itu Ruza merasa lega.

Theo memakan makanannya. "Enak juga." Rasa yang termasuk enak dengan waktu memasak yang singkat. Mengapa saat ia kabur dari rumah tidak memasak mi instan malah makan di restoran. Theo merasa menyesal. Restoran terlalu mahal, membuat dompetnya yang sudah kering semakin mengering.

Ruza tersenyum. "Emang enak. Kakak nggak pernah makan mi ini?"

"Gue mah cucu sultan. Sekali makan jutaan, piringnya aja seharga motor."

"Wah, beneran? Kaya raya dong kakak. Tapi biasanya orang kaya nggak pamer gitu."

"Kata siapa? Gue bukan pamer cil, bicara fakta." Sebenarnya ia sekalian pamer ke bocil. Karena biasanya reaksi bocil itu lebih wow. Ia suka melihat ekspresi baru dari Ruza.

"Kalo Ruza dah gede bakal ngalahin kekayaan kakak."

"Yakin bisa? Kancing baju gue aja harganya 10 juta."

Ruza langsung menaruh sendok makannya. "Hah? Beneran? Pasti bohong ya kak."

"Tau black card?"

Ruza mengangguk dengan antusias. Ia pernah dengar tentang black card, katanya bisa untuk beli apa saja. Katanya juga itu kartu langka.

"Udah pernah liat atau pegang?"

Ruza menggeleng. Ia hanya pernah memegang atm biasa milik kakaknya.

Theo merogoh sakunya dan mengeluarkan dompetnya, membuat Ruza langsung mendekat ke arah Theo dan melihat isi dompet Theo.

"Nih, black card. Mau pegang nggak?" Padahal itu black card palsu. Yang asli ia mana punya, dompet aja nyolong.

Ruza menatap takjub kartu yang dipegang Theo. Lalu gadis itu menatap wajah Theo, memang nampak seperti wajah sultan.

"Mau," jawab Ruza dengan antusias.

Theo memberikan kartunya pada Ruza.

"Ih, kalo nikah sama kakak nggak perlu capek-capek kerja sama sekolah dong," ucap Ruza dengan mata berbinar menatap kartu itu.

Theo terkekeh. "Iya, cuman perlu ngabisin uang gue."

"Wah, Ruza mau punya pacar sultan kayak kakak."

"Kalo dah gede jadi pacar gue aja. Gausah ke mana-mana, nanti kalo mau beli sesuatu ga bingung pilih warna, ambil aja semua. Sama tokonya juga gapapa."

"Wih, keren. Kalo Ruza gede kakak emang belum nikah?"

Theo terdiam sejenak. Ia hanya bercanda, namun tentang menikah, sepertinya saat Ruza sudah sekitar SMA mungkin ia masih belum menikah. Kecuali jika kakeknya memaksa. Mungkin ia bisa mencoba nikah kontrak. Ia pernah melihat di tv dan menikah kontrak sepertinya seru.

"Kayaknya sih belum."

"Awas kalo udah," ancam Ruza.

"Beneran kalo gede mau jadi pacar gue?"

Ruza mengangguk. "Jadi pacar kakak, terus pakek kartu kakak. Belanja sepuasnya terus nanti putus, jual belanjaan, uangnya buat bikin usaha."

Theo mengangkat sebelah alisnya. "Dimanfaatin nih?" Tidak Theo sangka bocil itu menjawab dengan begitu polosnya.

Ruza tersenyum lalu mengangguk. "Hehehe, pinter kan?"

"Pinter sih." Mungkin menurutnya lebih ke licik.

"Kalo gitu kakak tunggu Ruza besar."

Theo mengangguk saja menanggapi hal itu. Mungkin jika Ruza sudah besar gadis itu akan lupa apa yang dikatakannya saat ini. Lagi pula saat umur Ruza 17 tahun, umurnya sudah sekitar 24 tahun.

Theo menatap Ruza yang sedang mengamati kartunya. Tangannya mengacak-acak rambut Ruza. "Lanjut makan sana."

Ruza tidak marah saat Theo mengacak-acak rambutnya. Karena ini sudah malam dan ia tidak akan keluar. Ruza menaruh kartu Theo di meja lalu duduk kembali di tempatnya.

__________
Instagram: @lilylayu.story

© THEORUZ by Lily Layu

Continue Reading

You'll Also Like

ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

1.8M 93.1K 54
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
1M 65.2K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
421K 34.1K 42
Rifki yang masuk pesantren, gara-gara kepergok lagi nonton film humu sama emak dia. Akhirnya Rifki pasrah di masukin ke pesantren, tapi kok malah?.. ...
343K 18.4K 33
SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR NYA DULU YA GUYSS.. ~bagaimana ketika seorang perempuan bertransmigrasi ke tubuh seorang perempuan yang memili...