Kevin Huo's Proposal ✅

By Liana_DS

993 163 43

Berkorban untuk pekerjaan tidak pernah ada dalam kamus Zhang Ling. Jika sebuah merek, proyek, atau fotografer... More

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61

1

146 6 4
By Liana_DS

Langit Shanghai bersih tak berawan, biru menenangkan hati, tetapi ia menaungi 24 juta penduduk yang kesibukannya tidak pernah berhenti. Siang hari di kota ini senantiasa dibisingkan bunyi klakson, percakapan bernada tinggi dan rendah, hingga ketukan-ketukan keyboard komputer dalam kantor-kantor. Terkepung keramaian semacam itu, wajar saja jika keluhan batin seorang model tidak akan mencapai telinga siapa-siapa.

"Nona Zhang, maaf, jamnya kurang terlihat .... Tolong putar pergelangan Anda ke kiri kira-kira 45 derajat. Ya, begitu. Terima kasih, Nona Zhang."

Tidak reflektor-reflektor yang memandangnya kagum, tidak bisikan jam tangan yang menyemangatinya, tidak pula sikap sopan si fotografer dapat meredam kekesalan Zhang Ling saat ini. Wanita berambut sepunggung dengan tatapan tajam itu jengkel setengah mati lantaran si fotografer mengeksploitasi pergelangan tangannya untuk kesekian kali. Ling tahu pusat pengambilan gambar memang bukan dia, tetapi tidak ada yang bilang kalau menempatkan jam tangan sebagai highlight bisa begini susahnya!

Ling berdecak dan mendengus sebelum mengondisikan ekspresinya kembali, menatap lurus ke kamera seakan bisa membakar orang di belakangnya. Bagaimana si fotografer tidak gemetaran? Efek kekesalan Ling menyebar cepat ke segelintir staf yang ada di studio; mereka membuang muka, sungkan dan takut, tetapi pemotretan harus tetap berjalan.

"Anu, Nona Zhang ...."

"Apa lagi?!" Gusar, Ling mengibaskan rambut dengan tangan yang memakai jam. "Pergelanganku sakit, nih! Kau bisa tidak mengambil sudut yang bagus?!"

Fotografer muda kurang pengalaman itu menciut. "Maaf, sudut yang tadi sebetulnya sudah baik, hanya ekspresi Nona Zhang ... uh ... apa bisa dilembutkan lagi? Alis Anda nyaris bertemu dan bibir Anda—"

"Istirahat 15 menit!" seru Ling. Ia beranjak dari kursi di mana ia duduk setengah jam terakhir. Jam tangan dientakkannya cuek dan diserahkan pada staf yang siap dengan kotak spons. Mood-nya berantakan, ia juga haus, lalu kebetulan sekali kepala manajernya menyembul dari ambang pintu, membawakan sekantong plastik minuman. Ling menghampiri Xu Mingmei dengan wajah semringah, tanpa basa-basi meraih sekaleng soda dingin, sedangkan manajernya itu terkaget-kaget.

"Ling, tunggu—sedotan—sebentar!"

Menggodai manajer sekaligus kawan baiknya yang tergopoh, Ling membuka kaleng dengan jarinya yang masih berkuteks. Lebih lanjut, ia mengancam untuk minum langsung dari kaleng, padahal bibirnya masih berlipstik dan pakaiannya merupakan properti dari perusahaan jam. Tepat waktu, Mingmei menarik setangkai sedotan, mencegah bencana yang potensial membatalkan kontrak mereka sekaligus mempermudah modelnya minum.

"Terima kasih, Kak," senyum Ling jahil sebelum menyedot minumannya dari pipa plastik ramping itu.

"Jangan bikin aku jantungan, Bodoh," balas Mingmei, kepalan tangannya terangkat seolah-olah siap merusak lengkung sempurna rambut Ling. Tidak ada yang terjadi setelah itu. Tidak pernah ada yang berani mengacaukan wajah dan tubuh penghasil yuan milik Zhang Ling, lebih-lebih di tengah pemotretan. Seberharga itu memang ia sebagai sebuah aset. Terlepas dari ukuran tubuhnya yang di atas 00, tipe parasnya yang bukan gaojilian, dan sikap rewelnya kepada staf, Ling merupakan alat promosi murah lagi kuat bagi merek-merek kecil.

[Gaojilian: (China) 'wajah mulia', standar kecantikan perempuan Cina dengan mata lebar, tulang pipi tinggi, dan rahang yang tegas, menggambarkan pesona yang dingin]

Empat tahun lalu, Mingmei yang idealis pasti akan menasihati Ling ini-itu soal etos kerja. Sekarang, ia sudah cukup bersyukur jika sebuah kontrak tamat tanpa perselisihan. Biarpun keras kepala, model 25 tahun itu tahu diri untuk tidak bekerjasama dengan merek terkenal atau perusahaan besar karena paham ia bisa ditendang sewaktu-waktu jika menyusahkan. Ia cuma mau joint dengan perusahaan baru, kecil, atau putus asa.

"Masih kecil begini sudah jantungan. Olahraga sana biar sehat dan cepat besar," gurau Ling, yang membuat pinggangnya dicubit oleh Mingmei.

"Mentang-mentang lebih tinggi dariku, seenaknya menyebutku anak kecil!" Tinggi Mingmei 164 sentimeter, sebelas sentimeter lebih rendah dari Ling. "Begini-begini, aku kakakmu kalau di tempat kerja!"

"Ya, aku tahu. Mana ponselku?"

"Tidak ada apa-apa," sela Mingmei; bisa memanjang lagi istirahat Ling kalau pakai main ponsel segala. "Cuma tadi Wei mengirim pesan, mengingatkan kalau tiga hari lagi, kau harus ke kantor pusat Kevin Huo bersamanya."

Nama perusahaan yang Mingmei sebut sangat berpengaruh sampai-sampai orang lain di studio berhenti sejenak dari kegiatan mereka. Satu sudut bibir Ling terangkat; ternyata, ada gunanya juga dikontrak raksasa bisnis fashion etnik itu.

Ketika pertama kali adiknya—Zhang Wei—bilang lini pakaiannya diakuisisi oleh Kevin Huo, Ling senewen berhari-hari lantaran dirinya juga dilibatkan dalam proyek perdana pascaakuisisi. Keluhannya beraneka ragam: yang kebebasannya akan terenggut lah, yang hidupnya tidak akan pernah lagi bahagia lah, dan lain sebagainya. Tentu Wei mesti tetap melanjutkan rencana pengembangan bisnisnya, jadi diutarakanlah segala rayuan dengan melibatkan kawan-kawan baik Ling, termasuk Mingmei dan sahabat-sahabat model seagensi. Luluh juga Ling akhirnya.

Ingin lanjut pamer, Ling kemudian bertanya, "Jam berapa aku harus ke Kevin Huo?"

"Jam sepuluh tepat, tidak ada toleransi."

"Apa agendaku di kantor pusat Kevin Huo?" Lagi-lagi, Ling menyebut nama perusahaan itu untuk mengintimidasi orang-orang studio.

"Menemui direktur Kevin Huo dan staf-staf Proyek Fenghuang. Wei sudah lebih dulu mengenal sebagian besar dari mereka, jadi santai saja."

"Oh, aku kan selalu santai." Ling mengedikkan bahu penuh percaya diri, lalu kembali menyeruput sodanya. Melihat itu, Mingmei memutar bola mata: siapa yang kemarin bolak-balik memintanya datang gara-gara mau mengalihkan stres?

Hari ini adalah pemotretan terakhir untuk iklan jam tangan. Agensi Ling menutup tawaran yang datang setelahnya karena Wei telah berbicara secara khusus kepada mereka mengenai Proyek Fenghuang. Sebagai bisnis berskala kecil, agensi Ling sangat mengerti betapa penting proyek ini untuk Wei, jadi mereka membiarkan Ling—yang kariernya dimulai dengan memeragakan desain Wei—untuk menjadi wajah baru Kevin Huo. Ada waktu seminggu bagi Ling menarik napas sebelum pemotretan perdana koleksi Fenghuang. Mingmei mewajibkannya istirahat dalam rentang itu.

"Terima kasih atas kerjasamanya!" Ling memberi salam perpisahan dengan penuh semangat, padahal perwakilan direksi perusahaan jam baru akan mengundangnya ke pesta penutup. "Kak Mei, kita makan tahu Mapo, yuk!"

"Nona Zhang, pesta—"

"Kirim saja undangannya lewat surel, nanti aku akan datang! Aku harus segera pergi, sampai jumpa di pesta, ya!"

Mingmei yang didorong keluar studio oleh Ling sampai tidak enak hati kepada staf karena ketidaksopanan modelnya. "Kembalilah dan minta maaf, mohon restu juga untuk proyek depan ...."

"Aduh, buat apa?" desis Ling dari sudut mulut. "Aku malas berurusan lebih lama sama para rakyat jelata ini! Kita cepat-cepat keluar saja!"

Seberanjaknya kedua gadis dari ruangan, fotografer, beberapa staf, dan perwakilan lain dari direksi memeriksa gambar-gambar yang telah terekam. Si fotografer menghela napas panjang, sementara perwakilan direksi mengusap dagu sebelum manggut-manggut. Ekspresi mereka merupakan gabungan ganjil rasa puas dan kecewa.

"Walaupun gambar-gambar ini layak ditampilkan, kupikir Nona Zhang bisa tampil lebih baik lagi andai sumbunya tidak sependek itu," komentar perwakilan direksi, seorang wanita di awal dekade empat hidupnya, atas satu foto Ling. Dalam monitor, sang model—dalam balutan blazer hitam kemilau—tampil serasi dengan bintang pemotretan sesungguhnya: jam tangan bertali kulit warna hitam dengan case perak. Tangan kanan Ling yang putih mulus disandarkan ke kursi pada sudut sempurna untuk menampilkan kesan wanita dewasa yang elegan. Namun, mimiknya yang lemah kurang sesuai dengan nuansa pemotretan. Kemiringan kepalanya pada foto yang itu juga menimbulkan cela yang tak perlu, padahal jika Ling sedikit lebih sabar ketika gayanya ditata, mereka akan mendapatkan foto yang luar biasa.

Apa boleh buat? Barang murah hampir pasti bukan yang paling bermutu dalam kelompoknya. Perusahaan jam itu hanya punya cukup dana untuk menggunakan jasa model terbaik di kelas Ling, tidak lain tidak bukan adalah Ling seorang.

***

Beberapa kilometer di selatan Shanghai, pada jam yang sama, tim Kevin Huo tengah melakukan pengambilan gambar untuk iklan parfum mereka. Bekerja cepat dan sistematis, semua kru yang bertugas di Teluk Yalong seakan tidak membiarkan satu pun langkah mereka sia-sia. Bagaimana reflektor dimiringkan, kamera dibidikkan, dan segala properti diatur merupakan strategi untuk menonjolkan kekuatan produk mereka.

Namun, bersama produk yang kuat, selalu ada model yang hebat. Kevin Huo hendak meluncurkan varian baru eau de toilette, Hebo, dengan aroma akuatiknya yang memberikan energi. Tim iklan baru melakukan rangkaian pengambilan gambar ketiga di teluk ini, tetapi kamera-kamera sudah menyimpan rekaman yang indah lagi mewakili EDT Hebo. Bagaimana tidak?

Kartu as Kevin Huo yang diirikan seluruh industri fashion Cina kini tengah menari di dalam air dengan anggun dan kuatnya.

Model lain mungkin butuh puluhan, bahkan ratusan kali untuk menghasilkan sebuah video yang memuaskan sutradara jika harus menahan napas sekaligus mengeksekusi beberapa koreografi dalam laut. Namun, pria menawan itu—sang kartu as—memiliki ekspresi yang membius, koordinasi tubuh yang luar biasa, dan pemahaman yang amat baik terhadap produk yang ia iklankan. Tak butuh waktu lama bagi fotografer bawah air untuk mengacungkan jempol, lalu mata berkilau yang sudutnya menukik ke atas itu beralih ke permukaan.

Sinyal dari fotografer bawah air ditangkap oleh rekannya yang di atas, jadi saat kepala sang model muncul di permukaan, fotografer lain telah siap menangkap gambarnya. Lensa menangkap sosok memukau seorang lelaki yang seakan-akan jelmaan dewa laut itu sendiri, menengadah menentang matahari dengan titik-titik air menggelinciri wajah kharismatiknya. Hidung bangir dan bibirnya yang semerah bunga prem tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan oksigen sama sekali. Padahal, ia baru saja menahan napas selama 30 detik—sambil menari!—di bawah air.

Sang model menoleh, menatap kamera permukaan yang tengah mengabadikannya seolah menunjukkan kekuasaan. Bahu bidang dan lekuk bisepsnya menyembul sedikit, menegaskan karakternya sebagai Dewa Laut Hebo yang perkasa, sesuai nama varian wewangian yang ia iklankan.

"Sempurna, Xiaohua! Sangat keren! Tinggal satu scene lagi dan kita selesai!"

Aba-aba dari sutradara tidak berjawab. Model yang dipanggil Xiaohua itu harus menyimpan sedikit oksigen di paru-parunya untuk berenang lebih dekat ke pantai. Dalam diam, ia membelah sejumlah besar massa air sampai titik di mana ia bisa mentas. Kamera merekam bagaimana ia menyugar rambut hitam pekatnya setelah keluar dari air. Potongan terakhir diambil di atas pantai berpasir: ia berdiri tegap dengan ombak laut sebagai latar belakang.

Saat 'cut!' diteriakkan, Xiaohua baru benar-benar bernapas, mengambil sebanyak-banyak oksigen yang tak sempat diraupnya sebelum ini. Masih berdiri, ia kemudian menumpukan kedua tangan di atas lutut, terengah-engah. Beberapa staf yang khawatir berlari menujunya.

"Kau baik-baik saja?"

Tidak akan ada model yang baik-baik saja setelah syuting 72 jam dalam kepungan udara lembab Hainan, di bawah air pula. Ditambah lagi, Xiaohua sedang tidak dalam kondisi terbaiknya, tetapi detik-detik di Kevin Huo tidak boleh terbuang percuma. Betapapun paru-paru terasa terbakar, hidung tersumbat, dan mata pedih oleh air asin, Xiaohua adalah Dewa Hebo yang tangguh di depan kamera, penguasa lautan yang esensi kekuatannya dapat dicecap melalui Kevin Huo EDT Hebo.

Jadi, Xiaohua harus baik-baik saja di depan para kru.

"Saya baik, Nona Huang, cuma ... butuh bernapas," senyumnya sopan pada kru yang mengeringkan badannya. "Setelah ini, bolehkah saya ke toilet untuk mencuci hidung sebentar?"

"Tentu, tentu. Alatnya sudah disiapkan A-Yuan tadi. Aku akan menyiapkan obat demammu, minumlah nanti setelah dari kamar mandi."

Xiaohua mengangguk. "Terima kasih banyak, Nona Huang. Saya akan segera kembali untuk monitoring."

Sebenarnya, monitoring itu tak diperlukan. Semua video yang didapatkan dari pengambilan gambar barusan adalah yang terbaik yang bisa diperoleh tim tersebut. Namun, sebagaimana merek yang mempekerjakannya, Xiaohua seorang perfeksionis yang menginginkan kesempurnaan di antara yang paling sempurna. Selagi menilai ulang ekspresi dan gerakannya, ia akan berpendapat tentang potongan mana yang terbaik, yang seringnya akan digunakan oleh tim. Bukan hanya cantik, bunga satu ini juga pandai merekahkan dirinya, begitu orang-orang di industri sering memujinya.

Tentu mereka tidak tahu berapa sesi cuci hidung yang mesti Xiaohua lakukan agar sinusitisnya tidak kambuh dalam situasi kerja demikian, berapa tablet flu yang mesti ia minum, dan berapa titik di tubuhnya yang pegal bukan main setelah menari di dalam air.

Peralatan cuci hidung yang sudah dibersihkan menganggur dekat wastafel. Xiaohua saat ini duduk di atas toilet tertutup dalam bilik yang terkunci. Tubuhnya terkulai ke dinding samping bilik.

Satu tangan Xiaohua meraba tengkuknya. Panas. Pagi ini, suhunya terukur 38 derajat, masih jauh lebih baik dibanding hari sebelumnya hingga syuting dihentikan.

Masalahnya, Kevin Huo tidak bisa menunggu; tanpa diperingatkan, Xiaohua sudah merasa terkejar. Ia beristirahat lebih singkat dari yang dibutuhkan sehingga badannya remuk-redam, untungnya syuting sudah selesai.

Ya, setidaknya, satu pekerjaan telah usai.

Bertahanlah. Malam ini, kau akan makan enak.

Walaupun tidak akan 'seenak' itu: after party tidak pernah cocok untuknya yang—aslinya—introver.

Akan kujamin Kak Yang puas dengan iklan kali ini.

Nah, motivasi kedua lebih membangkitkan. Meskipun kelelahan, Xiaohua menemukan kembali energinya dan berjalan keluar bilik, bersiap-siap melakukan monitoring. []

okeeeee ini dia hasil vote ig storyku kemarin! kedua kalinya nulis novel fashion!au bersetting china, tapi sesungguhnya i know nothing about modeling and fashion, apalagi di cina sono .-. aku bahkan ga tau standar bahasa (?) di cina, like honorifics and so on T.T i do my research, tapi kalo ada yg lebih paham budaya sana lebih2 yg berhubungan dgn fashionnya, kindly teach me T.T

friendly reminder: walaupun castnya winyang tapi aku ga pake nama asli mereka ya.

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 146K 82
A heartfelt tale. Michael Leclair has a neighbor. He never thought he would be able to love again after years had passed, but Rose Asmaralaya turned...
120K 9.5K 45
Kehidupan setelah menikah itu benar-benar tidak bisa ditebak. Bahkan pasangan suami istri yang sebelumnya telah menjalin hubungan lama pun, bisa saja...
332K 27.2K 33
Telah terbit. Cerita telah dihapus sebagian. Berikan review di goodreads yaa bagi siapapun yg udah beli bukunya :)
290K 39.3K 36
Apa yang kalian lakukan jika seseorang yang tidak kalian kenal mengaku sebagai mantan kalian yang datang dari masa depan? Titan bertemu dengan seoran...