Real Talk

By dindastdj

8.6K 781 136

For all the time we spent, For all the conversations we talked, For all the road we rode, For all the tears... More

/r e a l t a l k/
Prolog
1. Something Between
2. The Moment I Knew
3. Never Be Alone
4. Unexpected
5. Be Bold
6. Remember Me?
7. "Not" Little Throwback
8. How It Began
9. True Stalker
10. How We Started
11. He's All That
12. First Impression
13. You're My Truly Crush
14. His Greatest Gift
15. Doubt
16. Now or Never
18. Real Love
19. My New Family

17. The New Lover

111 11 0
By dindastdj

Taylor Swift — Lover

______

SETELAH hampir dua puluh menit bertarung dengan drama perjalanan, akhirnya Insan menghela napas lega saat ia menginjak rem lalu menarik persneling. Kali ini ia menjemput Rere di stasiun kereta, bukan di kampus. Lantaran perempuan itu menghadiri acara seminar di Tangerang.

Mobil yang dikemudinya berhenti di tempat parkir.
Tanpa mematikan mesin, laki-laki itu melirik sekitar lalu menurunkan kaca jendela. Tangan kirinya mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celana, lalu ia menarik socket pemantik. Setelah rokoknya terbakar, ia meraih ponsel yang tergeletak di dashboard jendela, mengabari pacarnya jika ia sudah sampai.

Rokok yang sudah tinggal setengah batang langsung ia matikan begitu melihat sosok bondol yang mendekati mobilnya bersama rombongan perempuan— yang ia yakini sahabat dekat pacarnya.

"San!" seruan Rere yang disertai lambaian ceria, membuat Insan membuka pintu mobil.

Lantas ketiga perempuan di dekat Rere menaruh perhatian pada Insan. Laki-laki itu tersenyum ramah seraya menjabat tangan Luna, Tiara, dan Aca bergantian.

Rere mengusap pelan kepala perempuan bermata sipit di sampingnya. "Aca sama aku dari SMA udah bareng. Kuliah bareng lagi."

Insan manggut-manggut. "Berarti lo kakak kelasnya Diana juga ya?"

"Iya."

Insan terkekeh, menutupi perasaan risih mengobrol dengan banyak perempuan. "Sempit juga ya dunia?"

"Sebenernya dunia ini gak sempit, cuma kitanya aja ya San yang males keliling." Rere menimpali.

Setelah berbasa basi singkat, ketiga dari mereka berpamitan. Sempat Rere mengajak Luna ikut mobil Insan, lantaran hari ini kekasihnya berhalangan jemput. Namun, perempuan itu menolak karena memilih ikut mobil Tiara.

Jadilah Insan dan Rere hanya berdua di mobil. Begitu mendapati lampu merah di depannya, Insan meraup paperbag huruf M dari jok belakang.

"Itu tadi aku beliin cheeseburger sama coke." Rere yang tadinya fokus pada ponsel langsung menoleh ke Insan ketika mendapati sebuah paperbag berada di atas pangkuannya.

"Kamu beliin aku?"

"Iya," Insan menjawab kalem. "Pasti balik ngampus kan laper. Ya gak sih?"

"Makasih ya!" Rere langsung semringah.

Insan mengangguk dengan senyum simpul. "So, gimana hari ini?"

Sembari mengunyah makanannya pelan-pelan, Rere menceritakan hal-hal yang terjadi di hari ini. Mulai dari saat di perjalanan menuju kampus melihat drama antar sopir angkot di jalan raya, hingga melihat Aca berdebat dengan dosen yang memberinya nilai C.

Disela keseruannya bercerita, sesekali Rere menyuapkan kentang goreng pada Insan. Padahal Insan menggeleng di awal, karena ia memang sudah makan duluan. Tetapi, Rere tetap memaksa. Akhirnya Insan mengalah dan membuka mulutnya setiap kali Rere menyodorkan kentang.

Selama mendengarkan, Insan tak dapat berhenti tersenyum. Terutama saat mendapati raut muka dan intonasi yang berbeda-beda pada perempuan itu.
Bahkan terkadang laki-laki itu menggeleng saking gelinya saat mendengar pacarnya berseru "Yakan yakan?!!" beberapa kali.

Dalam hati, Insan begitu mensyukuri kehadiran Rere di hidupnya. Sebelum ada Rere, hanya ada suara musik dan penyiar radio yang menemaninya selama di dalam mobil.

Dan, sekarang tidak lagi.

Insan tak dapat menahan tawanya saat melihat Rere yang saking antusiasnya bercerita sampai muncrat. Anehnya, pemandangan ini sama sekali tidak membuatnya risi atau ilfeel.

"Setelah kenalan sama temen-temenku tadi, menurut kamu yang paling cantik diantara mereka siapa?"

Insan mengernyit, senyumnya berubah jadi kekehan. "Apa nih? Kok tiba-tiba nanya kayak gitu?"

"Nggak papa, jawab aja. Pure mau tau."

Insan menarik napas perlahan, tidak mengalihkan perhatiannya dari jalanan yang ada di depan sama sekali dan menggumam "hm" sembari mengingat wajah ketiga sahabat Rere.

"Nggak boleh jawab aku ya. Anggeplah aku nggak ada di circle itu." Rere berujar serius. "Jadi isinya cuma Luna, Aca, sama Tiara."

"Tapi kan aku belum tau karakter mereka gimana,"

"Ini physically aja, San." Rere tak mau menyerah.

Insan menghela napas, setelah jeda sejenak ia mengatakan, "Menurutku sih Aca."

"Kan!" Rere kembali semangat. Ia menelan kunyahan terakhirnya. "No wonder kamu bilang dia paling cantik! Secara dia aja prom queen angkatan SMA!"

"Minum dulu," tutur Insan. Rere mengambil cup sodanya dan meneguknya pelan. Ia lalu menyodorkan ke Insan, namun laki-laki itu menggeleng. "Kan segi fisik, kalo udah ngobrol banyak belum tentu dia masih selera aku," lanjut Insan.

"Tapi kamu harus tau! Si Aca cantik-cantik gitu sadgirl banget tau! Kasian dia." Rere mengambil selembar tissue dari box, dan mengelap lumuran saos di jemarinya.

"Kok gitu?"

"Iya! Jadi dia tuh gamon dong dari mantannya di SMA! Ada deh, namanya Abi! Dia temen aku juga!" Rere semakin semangat.

"Emang sekarang Aca nggak ada pacar?"

"Ada sih, tapi gitu," kata Rere. "Dia masih sayang Abi."

"Wah kasian banget dong pacar barunya." Suara Insan memelan. "Emang kenapa mereka putusnya?" Sebenarnya Insan malas kepo, tetapi yasudah lah. Ia sedang kehabisan topik.

"LDR."

"Abi emang kuliah dimana?"

"Surabaya."

Rere mengangkat kedua kakinya jadi bersila, lalu mengubah posisi duduk jadi menghadap Insan. "Lagian Abi juga kayak nggak serius gitu ke Aca, dari SMA sebenernya aku tuh udah curiga kalo Abi nggak serius, tapi gimana ya? Namanya nasehatin orang lagi bucin mana mempan?"

Insan jadi tertarik mengetahui lebih jauh. Ia menginjak rem saat mendapati lampu merah di depannya menyala. "Tapi kira-kira kalo misalkan Abi dateng lagi, Aca masih mau nggak?"

"Pasti!" Rere kembali antusias. "Ih! Aku tuh tau gimana cintanya Aca ke dia!"

"Gimana emang?"

"Gitu."

Insan menarik sebelah alisnya, semakin suka melihat Rere berapi-api. "Gitu apa?"

"Cinta banget. Cinta mati," tegas Rere penuh penekanan.

Insan tergelak. Tangan kirinya menarik menarik kepala gadis itu mendekat sebelum mendaratkan kecupan di pipi warnanya langsung berubah merona setelah ia menjauh.

"Ih," desis Rere pelan, mengabaikan detak jantungnya yang berdebar-debar. "Gantian dong, btw," lanjutnya.

"Apa?"

"Gantian dong kamu yang cerita."

Sebelum menyahut, Insan menghela napas. Ia melirik spion kanannya sebelum menyalip Avanza di depannya. Lampu hijau di depannya kembali menyala, ia menginjak pedal.

"Apa ya?" Insan melirik Rere sekilas. "Nggak ada kejadian yang seru sih di kantorku tadi."

"Emang dunia kerja seenggak asik itu ya, San?"

"Ada asiknya sih, cuma ya gitu.."

Rere diam, menunggu kelanjutan kalimat Insan.

"Namanya senggol-senggolan pasti tuh ada aja di dunia kerja."

Rere menekuk alisnya. "Tapi ada yang nyenggol kamu nggak hari ini?"

"Nggak sih," sahut Insan. Kepalanya bergerak samar. "Cuma tadi sempet sih atasan yang ngasih jobdesc yang nggak sesuai— yah... biasa lah itu di dunia kerja."

"Emang kamu disuruh ngapain?"

"Urusin surat legal gitu," jawab Insan. "Padahal emang bukan jobdesc-ku."

"Kalo gitu kenapa kamu mau?"

Insan tergelak. Tangan kirinya refleks mengelus pelan pipi Rere. "Dunia kerja kan beda sama kuliah, Re."

"Iya aku tau, tapi jawaban kayak gitu tuh nggak bisa dijadiin alasan deh kadang."

"Di dunia kerja tuh namanya kita harus bisa multitasking, Re," kata Insan. "Jadi harus terbiasa kalo diminta bantuin kerjaan orang lain,"

"Tapi dia bantuin kamu juga nggak?"

"Siapa?"

"Itu yang tadi kamu bantuin," sahut Rere seraya mengecilkan volume tape. Ia ingin mendengar lebih saksama.

Insan menggerakkan kepalanya samar. "Kadang..."

"Berarti enggak," balas Rere. "Emang kamu udah berapa lama deh kerjanya?"

"Bulan depan sih setahun, kenapa?"

Rere langsung sadar, bahwa pacarnya ini pasti seringkali jadi bansur (bahan suruhan) para seniornya. Dan, Rere jelas tak suka jika pacarnya diperbudak seperti itu. Sorot mata Rere menajam, ia jadi sewot.

"Pasti yang kamu bantuin itu senior kamu ya?"

"Kok tau?"

"Kamu ih! Jangan mau dong dibully senior!" Rere jadi gemas sendiri.

"Mereka nggak bully aku kok?"

"Nggak bully tapi kok nyuruh-nyuruh?"

"Mereka nggak nyuruh aku kok, aku yang mau sendiri."

"Alah... pasti salah satu dari mereka sempet kode-kode ke kamu kan sampe kamu iba?"

"Enggak... jadi awalnya ada yang nanya ke aku, 'ngerti nggak case ini?' Dan, kebetulan aku paham, yaudah aku sanggupin."

"Kan. Aku nggak suka kalo kamu diintimidasi gitu tau nggak."

Insan mengusap lembut kepala Rere dan tertawa renyah. "Aku nggak diintimidasi, sayang," katanya.

"Yaudah jangan jadi people pleaser!" Seru Rere,

"Hmmm..."

"Jadi orang nggak enakan kadang tuh disalah artiin sih sama orang lain." Rere masih kesal. "Membantu orang itu penting. Punya empati harus, tapi kalo ngurusin keseluruhan itu namanya ngelunjak."

"Yaudah lah, toh orangnya juga baik ke aku."

"Nanti kalo aku lulus aku apply juga ah di kantor kamu."

"Dih? Biar makin deket gitu?"

"Itu mungkin salah satunya," Rere menyahut kalem sebisa mungkin. "Tapi aku pengen jadi pawang pacarku, biar nggak ada lagi yang nyuruh-nyuruh pacarku seenaknya."

Insan tergelak, tangan kirinya mengacak rambut bondol pacarnya. "Gemes banget sih, Re?!" serunya. "Awas ya kalo sampe selingkuh!"

"Siapa deh emang namanya yang nyuruh kamu tadi?"

"Yang minta tolong sama aku kan bukan cuma staff,"

"Yeah whatever." Rere memutar matanya malas. "Siapa mereka?"

"Atasanku Bu Tanti, kalo staffnya tadi Kak Keira."

"Bu Tanti dan Kak Keira awas ya, empat taun lagi kalian nggak bisa macem-macemin cowokku lagi."

Insan tak dapat menahan kekehan gelinya, fokusnya terbagi. "Re, stop."

"Coba mana sini liat mukanya?"

"Buat apa? Mau kamu santet?" Celetuk Insan.

"Penasaran aja wujudnya cewek-cewek bossy itu kayak gimana,"

"Aku nggak ada lah foto mereka, ngapain juga nyimpen foto perempuan random di HP?" Intonasi Insan seakan bertanya pada dirinya sendiri.

"Bukannya biasanya cowok-cowok tuh gitu ya?" Rere tak sadar jika ia men-distract topik mereka yang sebelumnya.

"Tapi itu nggak berlaku di aku."

Seringai Rere hadir. Perempuan itu memundurkan kepalanya. "Hhhh mashaaa?!"

"Tuh cek aja kalo nggak percaya," kata Insan, ia meletakkan ponselnya di atas paha Rere.

Rere terkesiap. Matanya menatap ponsel Insan ngeri. Apa ini? Insan menyuruhnya mengecek ponsel? Rere kan bukan perempuan posesif!

"Apaan sih? Nggak perlu deh kayak gini." Rere mengembalikan ponsel Insan, namun laki-laki itu menahan tangan Rere.

"Enggak, aku emang sengaja pengen kamu liat HP aku, seisi camroll malah."

Rere bergidik heran. "Ada ya orang gak kepo tapi dipaksa kepo?" gumamnya

"Udah buka aja."

"Dih? Biar apa gitu?"

"Password-nya 010101." Insan terus mendesak.

Rere mengernyit. Aneh sekali. Baru kali ini Rere melihat laki-laki memaksa pacarnya untuk mengecek HP. Apalagi ini jelas-jelas Insan yang terkesan pengen banget dikepoin!

Pasti kalo gue ceritain ke anak-anak, mereka bakalan ikut heran sama Insan!

Kernyitan Rere memudar disaat ia membuka galeri ponsel Insan. Dan ia langsung tahu alasan dibalik paksaan kepo ini. Rere tak dapat menahan diri untuk tidak melotot saat melihat album berjudul 'Re'

Di sana terdapat kumpulan foto selfie mereka, foto pap random yang kerap Rere kirimkan, dan juga candid asal yang sama sekali Rere tak tahu jika Insan memotretnya. Mulai dari foto saat Rere menyuap makan, sedang tertawa, berjalan memunggungi laki-laki itu, dan lainnya.

Rere refleks menoleh. Meskipun dari luar ia terkesan cuek terhadap laki-laki yang sudah menjadi pacarnya hampir sebulan, Rere tidak bisa membohongi diri kalau sekarang ia berdebar-debar, ia merasa gelisah karena Insan adalah laki-laki pertama yang melakukan hal seperti ini padanya.

"Oh, kamu fotoin aku?"

"Hehe." Insan menyengir. "Bagus gak?"

"Kok aku nggak sadar ya kamu fotoin?" Rere lanjut scrolling. "Tapi ini banyak banget aibnya."

"Mana?"

"Dih? Masa mangap doang aib?"

"Sumpah muka aku jelek parah." Rere memperlihatkan layar ponsel dengan raut sedih. "Kamu kok tega banget?!"

"Jangan ada yang diapus ya, awas aja aku marah."

Rere tak menggubris, ia lanjut scrolling. Lalu matanya berbinar mendapati foto yang menurutnya bagus. "Tapi, ini bagus nih," kata Rere seraya memperlihatkan foto itu.

Insan melirik sejenak, ia tersenyum melihat potret itu. Ia ingat momen saat itu ia memotret Rere diam-diam. Potret itu menampilkan Rere tengah tertawa sambil mengelus anjing. Saat ia mengajak Rere ke sebuah pet cafe. Beruntung, anjing itu dirantai, sehingga Rere yang takut anjing jadi berani mengelus hewan itu walau dari belakang.

"Aku print aja kali ya?" Insan kembali bersuara.

"Dih? Buat apa?"

"Pilih deh yang bagus menurut kamu."

"Buat?"

"Udah pilih aja."

"Foto aku doang?"

"Enggak, foto Bu Samsiah." Insan lagi-lagi menyeletuk asal.

Rere tergelak. Tak tahu siapa sosok yang dimaksud pacarnya. "Bu Samsiah siapa anjir?"

"Pokoknya pilih yang ada di album Re," ujar Insan, enggan menggubris sosok random itu. 

"Aku tuh ngerti maksud kamu," ujar Rere sabar. "Tapi yang kamu mau tuh yang ada foto kita berduanya atau yang aku doang?"

"Kamu doang, sayang."

"Emang kenapa kalo yang dari recent?"

"Ih! Nanya mulu nih kayak Dilan Cepmek!" Insan jadi gemas sendiri. Menahan diri untuk tidak mengecup perempuan itu lagi.

Rere tergelak. "Kamu nanyea?!"

"Buruan deh?" Tukas Insan sok dingin. Ia mendelik sekilas sebelum fokus ke depan lagi.

"Bawel."

Setelah hampir satu menit tak ada yang bersuara selain tape, Insan menoleh ke samping. Diam-diam menertawai Rere yang fokus menggulir foto.

"Udah?"

"Bentar."

"Enam foto aja. Nggak usah banyak-banyak, sayang," kata Insan.

"Kok enam?"

"Udah ikutin aja," balas Insan kalem.

"Tadi aku udah milih delapan, berarti aku unlove ya dua yang gak bagus-bagus amat."

Insan hanya menggumam hm.

"Udah nih," kata Rere, ia menyodorkan ponsel Insan. "Emang kenapa harus enam?" Tanyanya, lugu.

"Kan kita jadian tanggal enam."

Rere refleks memundurkan punggungnya, dengan kernyitan dahi. "Dih apaan sih?"

"Jiah, salting lo?" Celetuk Insan disusul tawa ringan.

Rere tak menjawab. Melihat reaksi Rere seperti ini, Insan tak dapat menahan tawanya. Hingga, kedua diantara mereka tak ada lagi yang bersuara.

Ketika lagu Closure milik Pamungkas memasuki reff, Insan menoleh sekilas ke Rere yang ternyata sedang menatapnya. Dan, Insan tertawa lagi saat melihat Rere langsung membuang muka.

Di akhir tawanya, Insan berdeham sejenak. "Nanti rencananya aku pajang di meja kantor, di mobil, di loker, di kamar, di dompet— " ia menjeda sejenak lalu menggumam, "Terus mana lagi ya?"

"Belakang hp," sahut Rere.

Insan mengangguk dengan kekehan geli. "Lumayan posesif ya ternyata nona Realita ini."

Rere memutar matanya dengan dengusan pelan. "Kalo gitu satu buat aku," timpalnya.

"Kok?"

"Emang kenapa? Gak boleh?"

Insan terkekeh geli.

Begitu sampai di gapura komplek rumah Rere, kekehan Insan menghilang. Ia menoleh sejenak, dilihatnya Rere kini melepas safety belt. Insan mengembuskan napas pelan, tahu bila perempuan itu meminta diturunkan di depan post satpam— seperti biasa.

"Yup."

"Bener nggak mau depan rumah aja nih?"

Rere menghela napas, dan menggeleng pelan dengan senyuman tipis. Enggan memaksa, Insan menuruti kemauan pacarnya. Dan seperti biasa, laki-laki itu meraih kepala Rere mendekat untuk mengecup dahi gadis itu.

Sebelum membuka pintu mobil, Rere mengeluarkan sebotol mineral bersegel hijau dan menyodorkannya ke Insan.

"Diabisin ya, jangan sampe enggak. Ini cuma 600ml loh."

Insan menerimanya dengan senyum tulus dan anggukan kepala. Pintu tertutup. Dan seperti biasa, Insan tak langsung memutar balik sampai Rere menghentikan langkahnya di rumah yang paling ujung. Dilihatnya perempuan itu berjongkok, membuka gembok pagar. Setelah melihat Rere mendorong pagar dan berjalan masuk, barulah Insan memutar stir-nya. Ia meletakkan mineral tadi di jok sebelah dengan senyuman.

"God, i love her."

______

Aku usahakan update setiap hari ya🫶🏼
Jangan lupa tinggalkan jejak berupa komen/vote, terima kasih🫶🏼

Continue Reading

You'll Also Like

517K 2.9K 24
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.
2.5M 37.6K 50
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
1M 106K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
1M 44.2K 37
Mereka teman baik, tapi suatu kejadian menimpa keduanya membuat Raka harus menikahi Anya mau tidak mau, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa ya...