METAFORGAYA (Segera Terbit)

Oleh ujwarf

36.2K 6.8K 2K

[FOLLOW SEBELUM BACA YA GUYS 😘] **** "Saya Gaya!" Itu ucapan pertama cowok tengil yang tengah berdiri di had... Lebih Banyak

PROLOG
BAGIAN 1
BAGIAN 2
BAGIAN 3
BAGIAN 4
BAGIAN 5
BAGIAN 6
BAGIAN 7
BAGIAN 8
BAGIAN 9
BAGIAN 10
BAGIAN 11
BAGIAN 12
BAGIAN 13
BAGIAN 14
BAGIAN 15
BAGIAN 16
BAGIAN 17
BAGIAN 18
BAGIAN 19
BAGIAN 20
BAGIAN 21
BAGIAN 22
BAGIAN 23
BAGIAN 24
BAGIAN 25
BAGIAN 26
BAGIAN 27
BAGIAN 28
BAGIAN 29
BAGIAN 30
BAGIAN 31
BAGIAN 32
BAGIAN 33
BAGIAN 34
BAGIAN 35
BAGIAN 36
BAGIAN 37
BAGIAN 38
BAGIAN 39
BAGIAN 40
BAGIAN 41
BAGIAN 42
BAGIAN 43
BAGIAN 45
EPILOG

BAGIAN 44

413 83 4
Oleh ujwarf

Ahem. Update lagi nih. Jangan lupa ramaikan yaaaa.

***

GAYA.

Berjuang

Saya berjalan cepat, mengikuti Meta dari belakang. Saya sudah menduga jika Meta akan sekecewa itu. Siapa yang nggak kecewa saat orang yang mungkin dia harapkan malah menghilang bagai ditelan bumi? Lantas datang lagi seperti orang yang nggak punya dosa.

Langkah itu terus mengayun, sampai kemudian, Meta memilih duduk di suatu batu, di tengah-tengah perkebunan teh di daerah itu. Tidak jauh dari makam Mamanya. Tentu, saya mengikutinya dan duduk tepat di sisinya.

"Kenapa kamu lakuin itu, Gay?" Meta berbicara dengan sorot Mata ke depan.

"Maaf." Saya menghela napas. "Saya memang pengecut."

Meta tertawa. Tawa itu lebih mirip seperti bentuk lain dari kemarahan. "Terus sekarang ngapain ke sini?"

Saya mengusap rambut yang basah oleh keringat. "Saya sadar banyak hal setelah kejadian kemarin. Kamu memang ada untuk saya."

Ucapan itu seperti bualan, tetapi saya memang seyakin itu. Banyak hal terjadi selama saya bersembunyi.

"Apa yang membuat aku harus percaya ke kamu setelah kejadian itu?"

"Nggak ada sebuah alasan untuk percaya. Kepercayaan akan hadir di hatimu," ucap saya. "Saya nggak punya berbagai pembelaan di sini. Saya hanya ingin datang dan mengikuti hati saya. Keraguaan yang saya rasakan beberapa minggu terakhir sudah hilang, tergantikan oleh rasa yakin."

"Jadi, kamu ngilang gara-gara ragu sama aku, sama kita?"

"Saya ragu sama diri saya sendiri."

Perkataan itu membuat Meta sedikit melirik. Baru saya melihat matanya yang berkaca-kaca. Setetes air mata jatuh dan membuatnya mengeluarkan suara isak. "Kamu tahu? Selama kamu nggak ada, aku mencarimu! Aku menggantungkan harapanku ke kamu. Di saat aku meyakini satu hal, kamu pergi. Bahkan tanpa ucapan perpisahan."

Saya mengangkat tangan, kemudian menyeka air mata di pipi Meta. "Semuanya rumit, Met. Saya ada di situasi yang begitu buruk. Kepercayaan diri saya menurun drastis. Band nggak jalan, saya harus memulai semuanya dari nol karena mengikuti keinginan Mama. Dan .... pada saat itu, saya bahkan mendapatkan dua telepon dari dua orang yang berarti di kehidupanmu."

Kening Meta terlipat.

"Ini bukan alasan, ini bukan pembelaan. Tapi kamu harus tahu ...." Saya menarik tangan Meta, mengenggamnya erat. "Met, pada hari kamu dijemput Bapakmu, dia menelepon saya. Menyuruh saya supaya menjauhimu."

Meta melotot. Saya bisa melihat keterkejutan itu.

"Setelahnya, Praha juga menelepon. Dia mengajak saya bertemu. Pada pertemuan itu, saya semakin merasa nggak bisa apa-apa. Praha sudah mengantongi restu dari Bapakmu. Sudah jelas jika posisi saya nggak sebagus posisinya."

Meta menggeleng. "Kenapa kamu nggak cerita ke aku?"

"Buat apa cerita? Buat nyari pembelaan? Pada saat itu, saya sadar betul kalau kamu akan lebih bahagia bersama Praha. Apalagi ...."

"Kenapa?"

"Apalagi saya teringat keinginan kamu untuk bersama laki-laki yang serius. Ketakutan untuk melangkah ke hubungan yang lebih serius membuat keraguan itu semakin tebal. Bayang-bayang penghianatan laki-laki itu ke Mama membuat saya takut. Saya takut melakukan hal yang sama ke kamu."

"Gay ...." Meta menggeleng. Dia menggenggam erat tangan saya. "Kenapa kamu nggak pernah bertanya langsung ke aku? Kenapa? Kenapa semua orang nggak pernah melibatkan aku dalam semua keputusan-keputusannya? Apa aku memang seenggak penting itu?"

"Bukan begitu, Met. Kalau saya membicarakannya ke kamu, kamu pasti akan menghalangi saya untuk pergi. Kamu ...."

"Dan kamu berhasil melakukan itu. Kamu membuatku seperti orang yang kehilangan harapan karena menunggu kamu datang. Menunggu telepon darimu. Menunggu kamu akan kembali dan menghiburku."

"Sekarang, saya kembali ....." Saya tersenyum lebar. "Awalnya, saya akan menemuimu waktu di studio. Tapi saya menarik ulang itu semua. Saya merasa jika itu bukan waktu yang tepat. Keyakinan saya belum terkumpul seratus persen."

Sekarang, Meta mengangkat tangan. Dia mengusap rambut saya. "Sekeras apa pun kamu mengubah diri, aku akan tetap mengenalimu, Gay. Aku nggak akan pernah lupa sama kamu. Termasuk soal rambut ini."

"Saya memutuskan potong rambut karena mau interview."

"Diterima?"

"Ditolak. Banyak yang lebih oke dari pada saya." Saya ikut memainkan rambut Meta. Membereskan anak rambut yang acak-acakkan. "Atau, ini bentuk petunjuk dari Tuhan kalau saya harus kembali ke Bandung, kemudian nemenin kamu setiap hari?"

"Emang, kamu yakin aku bakal ke Bandung lagi?"

"Kalaupun enggak, saya yang akan samperin kamu ke Garut."

Mendengar ucapan itu, Meta mulai menerbitkan senyum. Cepat, dia merengkuh saya pelan. Saya sendiri terkejut melihat gerakkan itu. Saya membalas rengkuhan sambil mengusap rambutnya. Ya Tuhan, badan saya bergetar hebat. Saya tidak menyangka bisa jauh lebih dekat dengan Meta.

"Aku rindu kamu, Gay ...." Meta membenamkan wajahnya di dada saya. "Jangan tinggalin aku lagi. Aku nggak kuat kalau harus hidup tanpa kamu."

"Saya nggak akan tinggalin kamu."

Cukup lama kami berpelukkan. Saya merasakan setiap hela napas Meta yang merembet ke tubuh saya. Saya merasakan pula kehangatan yang tersalur lewat detakkan jantung yang sepertinya memacu lebih cepat.

"Terus, apa yang membuat kamu akhirnya yakin sama aku?" Pelukkan itu lepas, Meta menatapku dalam.

"Laki-laki itu ...."

"Bapakmu?"

Saya mengangguk pelan. "Saya sudah bertemu dengannya, untuk pertama kali."

Ucapanku disambut bulatan Mata Meta.

"Saya memutuskan untuk bertemu dengannya, seperti yang disuruh Mama selama ini. Saya berusaha meredam ego sendiri. Dan kamu tahu .... ada banyak fakta yang saya tahu tentangnya. Salah satunya tentang penyesalan. Dia menyesal telah meninggalkan kami. Dia dihantui rasa bersalah selama puluhan tahun karena perbuatan itu. Dan saat dia berbicara soal penyesalan, wajah kamu muncul di otak saya. Saya nggak mau menyesal seperti dia. Saya nggak mau menyesal sepanjang hidup karena telah menyia-nyiakan orang sepertimu."

Meta tersenyum, air matanya lagi-lagi menetes.

"Itu adalah pertemuan pertama saya dengannya. Pertemuan yang saya takuti sekaligus saya syukuri. Berkatnya, saya sadar bahwa orang-orang yang saya sayangi nggak bisa tergantikan dengan apa pun. Kamu, teman-teman band, Mama, dan semua orang yang menyayangi saya. Mereka nggak bisa tergantikan oleh apa pun."

"Aku bangga sama kamu." Meta menarik tanganku. Jari-jemari kami menaut. "Aku bangga kenal kamu."

"Saya lebih bangga karena kamu mau dengerin cerita-cerita saya." Saya menatapnya dalam. "Saya siap bareng-bareng sama kamu. Apa pun keadaannya. Saya siap."

"Mama kamu merestui kita?"

"Dari awal saya cerita soal kamu, dia selalu mendukung apa pun yang saya mau. Kamu tahu? Dia nggak maksa saya lagi buat kerja di tempat lain. Saya kembali nyanyi. Dan saya sekarang mendapatkan jabatan baru. Saya adalah CEO of Kosan Ibu Dama. Mama menyerahkan semuanya ke saya. Bagi dia, sekarang saya punya kerjaan yang serius."

"Waw. Kamu hebat."

"Terima kasih." Untuk pertama kalinya, saya mendekatkan mulut kekeningnya, lalu mengecupnya pelan. "Saya akan selalu jaga kamu."

"Serius?" Meta terkekeh. "Aku belum ngasih keputusan lho."

"Eh?"

Meta berdiri dari batu yang diduduki, lalu turun ke bawah. "Kamu harus minta restu dulu ke Bapak. Nanti Bapak akan seleksi kamu seperti dia menyeleksi cowok-cowok lainnya."

Mendengar ucapan itu, saya malah tertawa. Ya ampun. Ternyata saya juga harus mendapat giliran seperti cowok-cowok yang lain?

"Kamu pikir saya takut?" Saya turun dari batu itu, menyejejerkan langkah dengannya. "Saya akan terima tantanganmu."

"Yakin?" Meta memicingkan mata.

"Yakin. Karena aku cinta kamu ..."

Meta terkekeh keras. "Ih, geliiii."

***

Gimana, gimana? wkwk

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

24.7K 3.5K 28
[Wattpadindo Writing Challenge 2020 Winner] Dia pergi. Kepergiaannya turut membawa serta kebahagiaan Daisy. Harapan-harapan yang sudah ia rancang pun...
1.5M 28.8K 8
Cerita diprivate acak biar gak diacak-acakin. Follow dulu kalo mau baca secara lengkap (Humor-Teenfiction) "ngakak terus daritadi" "ceritanya mulai b...
2.8M 148K 28
BEBERAPA PART DI HAPUS Karena titah sang ayah, Nala Asmara Maharani harus menikah dengan Askara Banyu Samudera yang notabenenya saudara angkatnya. E...
13.4K 1.8K 12
Never Goodbye Di umur 24 tahun ini, kehidupan Lola Lolita sudah cukup sibuk. Mulai dari jadi komikus, drakoran, hingga fangirling. Itu sudah sempurna...