Real Talk

By dindastdj

8.6K 781 136

For all the time we spent, For all the conversations we talked, For all the road we rode, For all the tears... More

/r e a l t a l k/
Prolog
1. Something Between
3. Never Be Alone
4. Unexpected
5. Be Bold
6. Remember Me?
7. "Not" Little Throwback
8. How It Began
9. True Stalker
10. How We Started
11. He's All That
12. First Impression
13. You're My Truly Crush
14. His Greatest Gift
15. Doubt
16. Now or Never
17. The New Lover
18. Real Love
19. My New Family

2. The Moment I Knew

481 58 10
By dindastdj

Joji — Slow Dancing in The Dark

_______

"Yaudah kalo gitu, salam ya buat Akbar. Baik-baik kamu sama dia."

Setelah berkata iya, Rere memutuskan sambungan panggilannya dengan bunda, Rere mengubah posisi tidurannya jadi tengkurap. Sendirian di rumah memang bukan hal baru bagi Rere, lantaran bundanya tengah bertugas ke Flores hingga tiga bulan ke depan.

Mendapati spam notifikasi dari berbagai grup chat, Rere malah membuka kolom chat-nya dengan Akbar.

Akbar Kurniawan: hpku low, nanti kalo chat kamu kebaca tapi nggak aku bales tandanya hpku mati ya

Akbar Kurniawan: kayaknya aku mau tidur cepet deh hari ini

Membaca pesan yang masuk satu jam lalu dari Akbar membuat Rere tersenyum. Meskipun pertanyaan kemarin membuat suasana mereka sempat dilanda canggung, setidaknya hari ini mereka sudah normal lagi.

Rere membuka galeri, melihat-lihat koleksi fotonya dengan Akbar.

Ia tersenyum melihat foto mereka di urutan teratas. Di foto itu Rere dan Akbar duduk bersebelahan, tersenyum lebar. Rere ingat pertemuan pertamanya dengan Akbar.

Saat itu ia tengah berkunjung ke rumah sepupunya—yang kebetulan teman SMA Akbar. Pendekatan mereka terbilang klise, hanya dimulai dari saling chat, dan menghabiskan waktu bersama disaat Akbar berada di Jakarta.

Dan, hubungan mereka mengalir begitu saja hingga pada akhirnya Akbar menyatakan perasaaannya, dan meminta Rere menjadi pacarnya.

Alasan Rere menerima Akbar selain dari nyaman, karena mereka memiliki latar belakang yang sama. Sama-sama berasal dari keluarga broken home, dan sama-sama dibesarkan oleh ibu tunggal. Akbar punya satu orang kakak, sedangkan Rere anak semata wayang.

Orangtua Rere sudah lama bercerai. Sejak berusia delapan tahun Rere hanya hidup berdua dengan bunda. Ayahnya masih hidup, tetapi Rere tak tahu dimana keberadaannya. Rere beberapa kali mencari alamat ayahnya, namun usahanya belum juga membuahkan hasil.

Tapi itu bukan lagi masalah untuk Rere, karena perempuan itu mampu melanjutkan hidupnya meski tanpa figur ayah. Dan, Rere tak menaruh dendam pada ayah. Ia bahkan memiliki keinginan untuk membahagiakan ayahnya suatu saat nanti.

Walaupun sering menyaksikan orangtuanya berdebat saat kecil, Rere bersyukur tak sampai ada kejadian KDRT atau pertengkaran-pertengkaran ekstrim seperti yang dialami teman-temannya yang juga broken home.

Dan, perpisahan adalah jalan yang mereka pilih untuk menyelamatkan satu sama lain. Rere selalu percaya ia tidak pernah kehilangan kasih sayang orangtuanya. Walaupun, ayahnya telah lama menghilang tanpa jejak.

Setelah enam tahun bercerai dari ayah, bunda sempat menikah lagi. Tetapi, pernikahan itu hanya berlangsung dua tahun. Lantaran, pria tersebut seorang koruptor. Saat itu, Rere sempat dirundung trauma yang cukup lama.

Rere sempat punya masalah kepercayaan terhadap laki-laki.

Sebelum bertemu Akbar, beberapa laki-laki sempat hadir di hidupnya. Namun, kebanyakan dari mereka memiliki latar belakang yang berbeda jauh darinya. Ada yang memperlakukan Rere dengan baik, ada juga yang tidak.

Hingga, kehadiran Akbar membuatnya merasa seperti bertemu belahan jiwa.

Cerita keluarga Akbar malah jauh lebih tragis menurut Rere, tetapi mereka sama-sama dididik untuk tetap berbuat baik kepada siapapun, tak terkecuali pada mereka yang pernah menyakiti.

Dan, perbedaan yang paling signifikan diantara mereka adalah; Akbar masih sering bertemu papanya, sedangkan Rere sama sekali tidak.

Terlepas dari kisah keluarga mereka, perasaan Rere terhadap Akbar semakin dalam ketika Rere sadar bahwa ia tidak akan pernah menemukan seseorang yang seperti Akbar lagi.

Rere mengagumi banyak hal yang ada di diri Akbar.

Terlebih, Akbar selalu menemaninnya dikala susah maupun senang. Meskipun banyak yang meragukan hubungan jarak jauhnya dengan Akbar, Rere tak ambil pusing. Karena saat jauh maupun dekat, Akbar tetap memperlakukannya dengan baik, ia selalu sabar menghadapi Rere.

Bagi Rere, semua yang ia butuhi dari sosok laki-laki ada di diri Akbar.

Suara notifikasi menyadarkan Rere, meski berasal dari grup chat kelas. Perempuan itu mengutuk dirinya yang lupa membalas pesan Akbar. Segera ia membuka kolom obrolan itu dan membalas.

Realita Kusuma: okhaii!

Rere mengernyit, mendapati pesannya tak terkirim.

Lah? Kok ceklis satu?

"Yah? Hpnya mati dong?"

Rere berguling ke kiri, memikirkan kondisi Akbar sekarang. Pasalnya, hari ini mereka tidak bertemu sama sekali. Lantaran, Rere yang memaksa Akbar untuk istirahat total sehingga laki-laki itu tidak diperbolehkan menjemputnya.

Mana dia lagi sakit, di rumah sendirian... udah makan belom ya?

Tak ingin berlama dirundung rasa khawatir, Rere mencari satu nama di kontak, sebelum akhirnya menelepon sosok itu.

"Halo?" Sapa laki-laki di seberang.

"Halo, Azka?"

"Nape, broh?"

"Gue boleh minta tolong nggak?"

"Apa tuh?"

Dari suaranya, Rere bisa mendengar dengan jelas kalau mood laki-laki yang sedang berbicara dengannya tidak begitu baik.

"Anterin gue dong ke rumah Akbar," Rere melembutkan intonasinya, berusaha meluluhkan mood sahabatnya. 

"Lah? Lo yakin? Ini udah jam 10, cuy."

"Emang kenapa?"

"Komplek Akbar emang tutup jam berapa?"

"Sampe tengah malem, lagian pada kenal kok sama gue." Tak mendapat sahutan dari Azka, Rere langsung mengubah suaranya dengan nada memelas. "Ka? Nggak bisa ya? Sori deh kalo—"

"Yaudah buruan siap-siap, sepuluh menit lagi gue sampe," sela Azka cepat.

Senyum Rere langsung mengembang lebar. "Tapi, nitip bubur sekalian ya?"

"Si anjir, mana ada gini hari?"

"Yaudah bubur kacang ijo aja, dua bungkus ya."

Terdengar helaan napas lelah dari seberang.
"Ada lagi gak nih non?"

"Umm... sisanya nanti mampir ke Indomaret atau Alfa bentar ya?"

"Oh shit."

Dan, Rere tahu apa yang dapat menaikkan mood sahabatnya. "Rokok lo masih yang sama kan?"

/r e a l t a l k/

SEBELUM Rere menekan bel untuk yang ke-empat kalinya, pintu besar berwarna hitam dihadapannya keburu dibuka, menampilkan sosok Akbar. Lampu teras menyala disaat laki-laki itu memegangi lehernya.

"Kamu abis ngapain sih? Lama banget?"

Akbar meringis, kedua tangannya masih mencengkram lehernya. "Aku abis dari kamar mandi atas." Ia membalas senyum Azka yang tengah duduk anteng di kursi.

"Oh. Aku bawain burjo sama cemilan nih." Rere mengangkat plastik digenggamannya yang berisikan aneka makanan.

"Astaga, makasih," kata Akbar. Ia menunjuk meja di hadapannya dengan dagu. "Yaudah taro aja di meja dulu."

Rere menurut, ia meletakkan tentengannya di atas meja teras. "Kamu masih pucet banget? Belom makan ya?"

"Udah kok, ini malah udah mendingan."

Melihat Akbar terus memegangi lehernya, Rere mengernyit heran. "Kenapa sih? Kamu gondogan?"

"Bukan."

"Terus?"

"Salah bantal nih kayaknya," sahut Akbar.

"Emang kamu tidur jam berapa tadi?" Tangan Rere menarik satu kursi, namun ia tak langsung duduk.

"Abis magrib, gak lama kamu telfonan sama bunda," kata Akbar. Ia melirik Azka yang berkutat pada ponselnya. "Kan emang udah aku bilang mau tidur cepet."

"Coba—" Rere mendekat, dan menempelkan punggung tangannya ke kening Akbar. Matanya melotot mendapati suhu tubuh Akbar yang masih tinggi. "Bar, kamu masih demam banget. Aku kompres yah?"

"Nggak usah-nggak us—"

Suasana langsung berubah mencekik saat Akbar refleks menarik tangan Rere, mencegah perempuan itu masuk. Sontak, Rere dan Azka terkejut melihat ada hal ganjil yang mencuri perhatian mereka— ada memar merah kecil di bagian yang sejak tadi Akbar tutupi.

Namun, memar itu tidak hanya di satu sisi, melainkan dua.

Bibir Rere terbuka.

Matanya terkunci.

Napasnya tertahan.

Lututnya melemas, ia nyaris kehilangan power untuk berdiri.

"Wow," gumam Rere nyaris berbisik.

Rere melirik Azka berharap dalam diam agar temannya itu menggeleng, seakan mengatakan bahwa ini tak seperti yang ia duga. Sayangnya harapan tinggalah harapan. Laki-laki berkacamata itu malah memberinya tatapan iba.

"Are you being serious right now?" Rere menatap Akbar tak percaya. Jantungnya berdegup kencang. Ia mematung, otaknya seolah membeku, ia tak tahu harus bereaksi seperti apa.

Tubuh laki-laki berkaos hitam itu mendekati Rere yang terus menjauh. "Re, you have to know that i was drunk and—"

"Stop!" Potong Rere. Ia memejamkan matanya kuat-kuat, emosinya meluap begitu saja.

Kali ini Akbar kehilangan kalimatnya.

"Is she inside?" Rere melirik ke dalam rumah sekilas. Hatinya hancur berkeping, namun tidak ada airmata yang keluar.

Sebetulnya bisa saja Rere menerobos masuk ke dalam rumah, namun ia memilih tidak lakukan hal itu.

Karena ia tak sanggup bila harus terluka lebih jauh lagi.

"Dengerin aku dulu—"

"FUCK OFF!" Bentak Rere. Bahu perempuan itu naik turun, hidung dan matanya memanas. Tetapi tidak. Ia tidak boleh menangis di hadapan bajingan ini.

Segala kecurigaan yang selama ini ia harap hanya ekspektasi belaka ternyata merupakan realita yang sesungguhnya. Bajingan. Akbar benar-benar bajingan!

Saat mata Rere menjelajahi sekitar, perhatiannya langsung tercuri pada sepasang flat shoes coklat mengkilap yang bertengger di sebelah pot tanaman. Tanpa ragu, Rere mengambil salah satunya.

"Masih mau nyangkal lagi?" Dengan tubuh gemetar, Rere mengipas flat shoes tepat di depan wajah Akbar.

Melihat Akbar mati kutu di hadapannya, Rere mengangguk paham. Sebetulnya ingin sekali ia mencekik atau melakukan hal-hal anarkis lainnya. Tetapi, rasanya ia sudah tak sudi menyentuh sosok yang kini berstatus sebagai mantannya.

Azka sebagai satu-satunya saksi peristiwa ini, langsung mengambil inisiatif. "Gue tunggu depan ya, Re?"

Gerakan kaki Azka yang hendak menyingkir, langsung terhenti disaat satu tangan Rere menahan miliknya, sedangkang yang satu lagi masih menggenggam flat shoes.

Perempuan itu mengangguk gusar. "Ayo balik, Ka."

Rere menarik tangan Azka dengan langkah cepat. Akbar otomatis mengejar perempuan itu, namun ia tak memiliki keberanian untuk menyentuh Rere— atau bahkan sekedar menahan lengan gadis itu.

"Re, demi Allah, Re!" Seru Akbar frustasi.

Begitu duduk di jok, perempuan itu tak menoleh sama sekali ke Akbar. Dan, tragisnya tak ada airmata yang membasahi pipinya meski pandangannya sudah memburam sejak tadi. Mencoba mengerti perasaan sahabatnya, tak butuh waktu lama bagi Azka untuk menancap gas dengan kecepatan tinggi.

Air mata yang sejak tadi Rere tahan akhirnya mengalir deras membasahi pipinya selama di perjalanan. Tangannya masih meremas flat shoes itu. Dengan emosi memuncak, ia melempar benda itu ke selokan yang baru saja dilewatinya.

Rere menyandarkan keningnya ke punggung Azka yang perlahan memelankan laju motornya.

Tak pernah Rere sangka bila hubungan mereka harus berakhir dengan cara seperti ini.

Azka meminggirkan motornya di dekat ruko, dan mematikan mesin motor sebelum menoleh ke belakang. Laki-laki berkacamata itu mengusap pundak sahabatnya. Ia tak mengeluarkan sepatah kata, lantaran juga masih tak percaya atas peristiwa tadi. Tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Bukan karena ia tak peduli pada Rere. Ia hanya tak biasa mencampuri urusan orang.

"Cepet pulih ya, Re." Hanya itu yang mampu Azka ungkapkan.

Sebenarnya ia kecewa mendapati sahabatnya dikhianati seperti ini. Apalagi, ia tahu jika Rere sosok yang sulit membuka hatinya untuk seseorang.

"Tadi tuh beneran nggak sih, Ka?"

________

Satu kata untuk Akbar?

Continue Reading

You'll Also Like

516K 19.5K 45
⚠️ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ ‼️ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...
7.2M 350K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
6.4M 331K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
16.9M 750K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...