With U || Oneshoot

By taekieah

916 82 15

oneshot/twoshot All story bxb More

Stewart [ Nomin & Markmin ]
Polaroid Love [ Sungjake ]

Sorry

505 49 11
By taekieah

Selamat membaca, semoga suka:)
Thanks buat yang udah baca






Ada beberapa hal yang di ubah, tapi gak mempengaruhi alur cerita yang udah ada
















Saat pertama kali Soobin membuka mata, yang ia lihat adalah dada bidang seseorang yang tengah memeluk dirinya dengan begitu erat. Merengkuh tubuh si manis dalam dekapan yang begitu hangat.

Soobin mengenali ini, rasa hangat yang menyelimuti dirinya, wangi maskulin serta perasaan merindu yang menyelimuti hatinya. Semua ini hanya ia rasakan untuk satu orang.

Kim Yeonjun.

Bajingan sialan yang telah menghancurkan dirinya hingga ke dasar. Membuat tubuh rapuh itu tenggelam di dalam lautan kesedihan yang mendalam. Hingga Soobin sendiri tak dapat menarik tubuhnya ke permukaan, mencari kembali sisa cahaya yang ada.

Ia butuh waktu lama untuk mengembalikan cahayanya, berjalan kembali di dalam cahaya tanpa kegelapan yang menyertai. Soobin menyukai kehidupannya yang sekarang. Hidup bebas tanpa peduli dengan seseorang yang bahkan tidak peduli dengan dirinya.

Sudah terlalu banyak air mata yang ia keluarkan untuk Yeonjun. Menghabiskan setiap hari dengan rasa sakit yang menemani, membelenggu dirinya di dalam kegelapan yang begitu mencekam.

Soobin tak merespons, tak menjawab ataupun berekspresi lebih. Tubuh dan pikirannya sudah terlalu lelah, tak peduli bahkan ketika hatinya menjerit mengetahui sosok yang begitu ia cintai menangis karnanya.

Ya, ia mengakuinya. Choi Soobin masih mencintai Kim Yeonjun. Menempatkan pria tampan itu di takhta tertinggi di hatinya. Tahta yang bahkan tak dapat ia hancurkan.

Si manis hanya diam dengan tatapan kosong. Mendengar semua permintaan maaf Yeonjun padanya, bagaimana suara bariton itu terdengar bergetar dengan isakan yang terendam. Soobin tau semuanya, namun memilih untuk abai.

Karna soobin tau, pada akhirnya nanti dirinya akan ditinggalkan, atau mungkin meninggalkan.

***

Soobin memakan makanannya dengan yeonjun yang menyuapi. Tubuhnya terasa lelah dengan rasa sakit yang mendominasi bagian bawahnya. Menolak pun percuma jika akan tetap berakhir sama.

Ia tak akan mengelak, tanda kemerahan di lehernya sudah menjawab semuanya. Dari dada hingga ke paha dalamnya, Soobin memiliki tanda itu di seluruh tubuhnya. Tak lupa bekas gigitan yang juga menghiasi tubuh bak persolennya. Semuanya sudah lengkap dengan jejak sperma kering di seprai.

Yeonjun menaruh peralatan makan soobin di atas nakas. Tersenyum tampan dengan tangan yang mengacak-ngacak rambut si manis.

Ia mendekat, mengecup sudut bibir Soobin dan kening. Mulai membereskan peralatan makan si manis dan membawanya menuju dapur. Meletakkannya di wastafel untuk ia cuci.

Yeonjun meletakkan piring, sumpit serta sendok yang telah bersih di tempatnya. Berjalan pergi meninggalkan dapur dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana.

Ia harus pergi hari ini. Menemui seseorang yang akan menjadi calon tunangannya, seseorang yang di jodohkan oleh keluarga.

Gadis cantik pewaris Park Crop. Sebuah perusahaan besar dengan sang pemilik yang begitu workholic. Park Chanyeol.

Dan tentang si manis. Kelinci manisnya itu tidak akan kemana-mana, Yeonjun sudah memasukkan obat tidur ke minuman Soobin tadi, membuat si manis jatuh tertidur dengan cepat.

Pria tampan ini berjalan menuju kamarnya, ingin mengganti baju untuk dipakai dalam acara pertemuan hari ini. Acara dua keluarga dimana Yeonjun harus terlihat begitu sempurna.

Ia melangkah masuk, tersenyum tipis dan mendekati si manis yang tertidur di ranjang. Tubuhnya sedikit merendah, menatap wajah manis yang begitu ia rindukan sejak 6 tahun yang lalu. Sosok malaikat yang terperangkap dalam sangkar kegelapan.

"Pada akhirnya kamu kembali dalam genggamanku baby"

Satu kecupan ia berikan. Yeonjun menegapkan tubuhnya, melangkah pergi menuju Walk in Closet dengan raut wajah datar yang menyertai.

***

Waktu berganti, detik ke menit, menit ke jam, jam ke hari. Tak terasa sudah 3 bulan Soobin menghabiskan hari-harinya disana. Tak dapat kabur ataupun sekedar keluar menghirup udara segar. Setiap harinya di habiskan di dalam kamar Yeonjun dengan sang pemiliknya yang selalu berada disana hampir setiap waktu.

Menatapi si manis yang akan duduk di atas ranjang dengan mata yang terfokus pada kakinya yang ia ayun-ayunkan. Mencoba mengusir rasa bosan yang menggerogoti.

Soobin merasa aman selama 3 bulan ini. Yeonjun sama sekali tidak berbuat sesuatu yang dapat menyakiti dirinya. Pria tampan itu tampak begitu tenang dengan raut wajah datar yang akan selalu menyertai.

Tak terlihat tertarik ataupun bosan.

Sukses membuat Soobin menjadi waspada dari waktu ke waktu. Takut-takut jika Yeonjun akan berbuat kasar padanya seperti dulu.

Si manis menatap jauh ke langit, memandangi langit biru yang tampak cantik dengan awan-awan yang menghiasi. Cuaca hari ini begitu cerah dengan suasana yang begitu tenang.

Jendela itu tampak tidak di trali dengan besi ataupun semacamnya. Hanya jendela kaca dengan balkon yang terkunci, tidak memberikannya akses untuk masuk ke sana.

Soobin melirik sekilas Yeonjun yang masih pada tempatnya. Tak bergerak sedikit pun sendari awal kala pria itu masuk.

Ia tak ingin memikirkannya, tak ingin pula peduli dengan apa yang terjadi pada pria itu. Perang batin yang terjadi padanya masih tetap berjalan hingga sekarang. Belum menemukan pemenangnya sampai saat ini.

Ceklek

Suara pintu terbuka mengalihkan atensi Yeonjun dari Soobin. Menatap penuh pada sosok cantik yang masuk dengan switer biru muda yang melekat pada tubuh itu.

Dia, Jeon Jungkook. Ibu dari Kim Yeonjun.

Soobin sadar untuk tidak berharap pada siapa pun yang dapat masuk kemari. Tak akan ada orang yang bisa membantu dirinya keluar, bahkan orang tua dari Yeonjun sendiri.

"Siapa dia boy?"

Jungkook bertanya dengan nada lembut. Tak ingin langsung menghakimi mengingat bagaimana brengseknya anak sulungnya ini. Ia tak dapat melihat rupa sosok itu. Seorang pemuda yang bahkan lebih muda beberapa tahun dari anaknya.

"Soobin, Choi Soobin... My Angel"

Suara bariton itu terdengar mengudara, mengirimkan sinyal pada Soobin agar berbalik menghadap ke belakang. Bertemu tatap dengan Jungkook yang menatap datar dirinya.

Jungkook berjalan mendekat, menggapit pipi Soobin dengan tangan kanannya. Ia menolehkan kepala Soobin ke kanan dan ke kiri, menatap penuh pada paras manis pemuda di hadapannya.

Seutas senyum remeh terpatri di bibirnya, menatap mencemooh Soobin kala matanya menangkap tanda kemerahan di perpotongan leher pemuda manis itu.

"Tak perlu memanggilnya dengan sebutan semulia itu boy, jika pada kenyataannya dia tidak lebih dari jalang rendahan lainnya"

Ia menghempaskan wajah Soobin dengan kasar. Mengambil beberapa tisu untuk membersihkan tangannya yang menyentuh si manis.

Soobin tak mengatakan apa pun, hanya diam dengan tatapan kosong yang kembali muncul. Menghilangkan binar kehidupan yang mulai muncul kembali.

Pria cantik itu berbalik, menatap teduh putranya setelah membuang tisu bekas di dalam tempat sampah yang ada. Menghilangkan bekas jalang itu dari tangannya.

"Ah iya, jangan lupa acara pertunanganmu bulan depan. Mommy ingin anak Mommy ini tampil dengan memukau, paham boy?"

Jungkook mendekati anaknya yang menatap datar dirinya. Anggukan sekilas ia dapati kala dirinya berada di depan sang anak. Membuat pria cantik ini tersenyum senang dengan gigi kelinci yang menyembul malu-malu.

"Yes Mom"

Senyum puas itu tersungging. Ia menepuk bahu anaknya beberapa kali, tak lupa memberi kecupan sayang di dahi putra tampannya sebagai bentuk kasih sayang.

"Turunlah boy, mommy akan memasak untukmu"

Si cantik berjalan dengan anggun keluar kamar, meninggalkan Soobin yang tak bergeming di tempatnya. Masih setia dengan kepala yang tertunduk ke bawah.

"Ah iya, jika kamu mau memberinya makan dulu silahkan saja, bukankah jalang memang begitu"

Yeonjun tak merespons apa pun. Tatapan mengarah lurus pada si manis yang setiap dalam posisinya. Tak merespons maupun menyangkal. Malaikatnya itu kembali terluka karna ulahnya.

Pria tampan ini beranjak dari tempatnya. Mendekati Soobin dengan langkah lebarnya. Ia menyentuh puncak kepala si manis, mengusapnya lembut dengan raut wajah datar seperti biasanya.

"Tidurlah"

Hanya itu, tanpa kata-kata penenang atau pun lainnya. Kim Yeonjun pergi begitu saja meninggalkan malaikatnya yang mulai hancur dengan perlahan. Mengulang kembali kesalahannya dahulu.

Soobin membalik tubuhnya menghadap jendela. Menatap kosong langit biru tanpa ekspresi di wajah manisnya. Ia, seperti raga tanpa jiwa. Hanya menunggu hingga kapan jiwanya lelah dan semuanya akan berakhir.





























Yeonjun mendudukkan dirinya di kursi makan, menikmati masakan yang di buat Mommynya dengan sepenuh hati. Tak ada yang memulai pembicaraan saat itu, semuanya hanya fokus pada makanan masing-masing tanpa adanya suara selain dentingan alat makan.

Ia menyelesaikan makanannya dengan cepat. Beranjak menuju dapur untuk membuat makanan bagi kelinci manisnya. Si manis tak boleh melewatkan jadwal makanannya. Yeonjun tak ingin Soobinnya sakit.

"Untuk apa itu boy?"

Suara bariton itu terdengar mengudara. Yeonjun mengalihkan tatapannya ke arah sang Daddy yang menatap penuh tanya dirinya, meminta jawaban dari pertanyaan yang ia lontarkan.

"Jalang barunya"

Yeonjun kembali melanjutkan pekerjaannya, tidak menganggapi perkataan yang terlontar dari mulut Mommynya.

Makanan itu jadi tidak lama kemudian, sebuah masakan sederhana dengan segelas susu untuk si kesayangan.

Ia melangkah keluar dapur, berjalan melewati kedua orang tuanya yang hanya menatap dalam diam dirinya. Tak berkomentar apa pun atas apa yang putra sulung mereka lakukan.

"Malaikatku"

Tubuhnya menghilang di balik pintu lift yang tertutup rapat. Meninggalkan keheningan yang terjadi di ruang makan dengan sang kepala keluarga yang menatap datar istrinya.

***

Soobin tersenyum tipis kala netranya mendapati burung merpati yang hinggap di pembatas balkon. Tampak begitu bebas dengan burung merpati lainnya yang datang.

Ia berjalan mendekat. Berjongkok di depan pintu kaca yang membatasi balkon, menatap teduh pada merpati yang menghadap ke arahnya.

Tangannya terulur, menyentuh pintu kaca dengan senyum simpul yang tersungging. Masih tidak menyadari kehadiran yeonjun yang baru saja masuk dengan nampan berisi makanan.

Pria tampan itu mengeluarkan handphonenya. Memfoto malaikatnya yang tampak begitu bahagia disana, seutas senyum tipis terpatri di bibir tebalnya. Mengetuk pelan nakas setelah menyimpan kembali handphone miliknya di dalam saku celana.

"Waktunya makan baby"

Yeonjun berjalan mendekat, mengangkat dengan mudah tubuh si manis dalam gendongannya. Mendudukkan Soobin di pinggir ranjang dengan ia yang duduk di sampingnya, siap menyuapi kelinci manisnya seperti biasa.

"Ayo buka mulutmu, pesawat datang"

Si manis membuka mulutnya, mengunyahnya dengan perlahan sembari menatapi Yeonjun yang menepuk-nepuk kepalanya pelan. Memperhatikan reaksi si manis yang terkadang berubah-ubah.

Ada binar di kedua matanya. Nampak begitu cantik dengan si manis yang mulai bisa menunjukkan beberapa ekspresi yang berarti. Mencoba kembali seperti sebelumnya dengan perlahan.

"Yeonjun, ini sedikit asin"

Soobin berucap hati-hati, takut menyinggung pria tampan yang tengah menyuapinya saat ini. Mau bagaimana pun Soobin tau jika Yeonjun lah yang memasak makanan untuknya selama ini, tanpa campur tangan satu pun Maid yang ada.

Indra pengecapnya sudah terlalu hapal dengan cita rasa makanan masakan pria itu.

"Tapi masih bisa dimakan" lanjut Soobin cepat.

Ia mengambil alih sendok di tangan Yeonjun, menyuapkan lagi makanan ke dalam mulutnya dengan tatapan datar yeonjun yang mengarah padanya.

Pria tampan itu mengulurkan tangannya, meminta sendok di tangan Soobin yang sedikit keberatan memberikannya.

"Berikan baby" titahnya.

Ia menyuapkan sesendok ke dalam mulutnya, mengernyit dahinya kala mengecap rasa makanan yang ia buat. Apa Soobin selama ini selalu memakan makanan seasin ini? Yeonjun jadi sedikit malu.

"Ini asin baby, kenapa masih memakannya hm?"

Sendok diletakkan. Yeonjun menyingkirkan nampan dari pangkuannya, menaruhnya di sampingnya dengan sepasang mata tajam yang menuntut jawaban.

"A-aku hanya-"

Soobin tak dapat menjawab. Suaranya begitu kecil dengan kedua tangannya yang bertaut gelisah. Mata bulatnya menatap tidak tentu arah, menghindari mata yeonjun yang terus menatap dirinya.

"Tatap mataku baby"

Ia mendongakkan kepalanya dengan enggan, kedua mata bulat itu ragu-ragu menatap mata Yeonjun yang menatap begitu intens dirinya.

Tak ada yang membuka suara, mereka hanyut dalam tatapan masing-masing. Cukup lama hingga Soobin melontarkan sebuah pertanyaan.

"Kau akan melepaskanku setelah pertunanganmu yeonjun?"





















Pertanyaannya tak di jawab. Yeonjun pergi begitu saja tanpa sepata kata pun. Pria tampan itu hanya memberinya kecupan di dahi dan pergi setelahnya.

Soobin sadar akan kesalahannya. Tidak seharusnya ia menanyakan sesuatu yang sudah pasti jawabannya. Kim Yeonjun hanya membutuhkan tubuhnya, bukan cinta ataupun hal lain.

Pria itu akan pergi setelah mendapat yang baru, seseorang yang rela memuaskannya tanpa ragu sedikit pun. Ia hanya boneka yang akan di simpan saat di inginkan, namun akan di buang saat sudah bosan.

Seharusnya Choi Soobin sadar akan hal itu.

Tubuhnya semakin meringkuk di atas ranjang, membungkus erat-erat tubuh yang mulai sedikit berisi kembali.

Soobin menyamankan posisinya, semakin membenamkan tubuhnya di bawah selimut yang terasa nyaman untuknya. Pemuda manis ini hampir tertidur jika suara ketukan pintu tidak menginstruksi tidur sorenya.

Ia tak menganggapinya, mencoba abai kala pintu ruangan di buka dan ditutup kembali tidak lama kemudian. Ada suara langlah kaki yang mendekat, seseorang berdiri tepat di belakangnya dengan tatapan datar yang terasa membakar punggung.

Si manis semakin menutup rapat matanya, mencoba berpura-pura tidur agar orang itu percaya akan aktingnya.

"Aku tidak mengerti apa yang Yeonjun lihat darimu"

Suara merdu itu terdengar mengudara. Soobin mengenali suara ini, suara yang ia dengar sehari yang lalu.

"Kau bahkan tidak lebih cantik dari Eunbee, gadis itu jauh lebih baik darimu dan yang terpenting, ia bukanlah seorang jalang sepertimu"

"Eunbee punya segalanya, tapi putra bodohku itu justru lebih memilih jalang dari pada permata berharga"

Pria cantik itu berdecak malas, melipat kedua tangannya di depan dada dengan tatapan datar yang menyertai.

"Aku jadi penasaran, berapa anak bodoh itu membayarmu hm? 50 juta atau 500 juta? Atau justru kau bersedia mengangkang lebar tanpa di bayar"

Soobin menggigit bibir bawahnya kuat, kedua tangannya menggenggam kuat seprai di bawahnya. Berusaha menahan rasa sakit yang menyerangnya dengan membabi buta.

"Murahan sekali"

Ia tidak bergerak sedikit pun, masih tetap dalam posisinya walau Soobin tak menampik ada rasa sakit yang hinggap di hatinya.

"Kau memang tak pantas untuk Yeonjunku"

Memang, itu benar. Dirinya memang tak pantas untuk Yeonjun. Soobin cukup sadar diri untuk itu, tapi bukan keinginannya untuk bertahan disini.

"Aku tidak peduli kau mendengarkan ini atau pun tidak, aku bahkan berharap kau mati dan tidak bangun lagi"

Suaranya terdengar sarkas, tidak peduli akan seonggok manusia didepannya yang bisa saja merasakan sakit karna ulahnya.

Jungkook tidak peduli, dirinya ingin pemuda jalang itu sakit hati dan pergi dari sini jika ia masih mempunyai harga diri barang sedikit saja.

"Aku hanya ingin mengatakan ini, pergi dari hidup Yeonjun atau aku sendiri yang akan membawamu menemui ajalmu dengan cepat"

Soobin membenamkan wajahnya di bantal. Menahan isakan yang sedikit terdengar dari belah bibirnya. Ini bukanlah yang pertama, tapi yang hari ini jauh lebih sakit dari pada yang sebelum-sebelumnya.

Jungkook pergi seperti sebelum-sebelumnya. Pergi begitu saja tanpa rasa bersalah telah menghancur seseorang dengan perlahan.

Ia tak dapat menahannya terus menerus. Jeon Jungkook memang tidak melakukan kekerasan fisik padanya, tapi pria cantik itu menyerang mentalnya.

Sudah banyak cacian serta makian yang Soobin dapatkan dari Jungkook selama ini. Ibu dari Kim Yeonjun itu tidak pernah berhenti menyakiti dirinya.

Sore itu Soobin menumpahkan air matanya, tangis yang telah ia tahan selama berhari-hari. Mencoba terlihat baik-baik saja meski Yeonjun tau semua yang dilakukan oleh Mommynya.

Pria tampan itu tidak melakukan apa pun, terus berpura-pura tidak tau tanpa tau apa yang terjadi pada si manis.

Dan lagi-lagi, Kim Yeonjun melakukan kesalahan yang sama.

***

Hari ini adalah satu hari sebelum pesta pertunangan di lakukan. Seluruh mansion tengah sibuk dengan persiapan pertunangan sang tuan muda.

Tuan besar Kim terlihat duduk manis di ruang pribadinya dengan secangkir kopi hangat yang tersaji, menemani pagi harinya yang di awali dengan membaca surat kabar.

Pria berumur itu menyeruput kopi paginya, meminumnya dengan tenang tanpa gangguan yang berarti.

Ia menikmati waktunya dengan baik, membaca setiap kata dengan serius. Suara langkah kaki terdengar mendekat, duduk tepat di depannya dengan rambut hitamnya yang sedikit memanjang menutupi telinga.

Jungkook mengambil sebuah cookies yang tersaji, memakannya dengan tenang sembari menatapi suaminya yang terlihat tampan dengan kacamatanya.

Pria cantik itu mengambil teh di atas meja, meminumnya dengan tenang, tampak begitu cantik dengan kaos oversize yang melekat pada tubuh indahnya.

"Jangan terlalu ikut campur sayang"

Suara penuh intimidasi itu terdengar, mengalihkan atensi pria cantik itu dari camilan ringan di atas meja.

Satu alisnya terangkat naik, merasa bingung dengan ucapan suaminya yang terkesan membingungkan.

"Aku tidak mengerti"

Tuan Kim membalik koran miliknya, membaca halaman baru setelah selesai dengan halaman sebelumnya.

Ia tidak menganggapi untuk beberapa waktu, membiarkan keheningan menyelimuti sepasang suami istri itu.

"Biarkan Yeonjun mengambil jalannya sendiri, kamu tidak berhak memaksakan kehendakmu Jungkook"

"Aku berhak Tae, aku Mommynya"

Taehyung tak menjawab. Mulutnya seolah enggan menjawab ucapan sang istri sebelumnya. Pria tampan itu memilih membaca korannya dari pada menatap wajah istrinya yang tengah menatap dirinya sendari tadi.

"Apa kamu tau alasan kenapa Yeonjun pergi ke Mexico 4 tahun lalu Jungkook?"

Sebuah pertanyaan terlontar dari belah bibir tebalnya. Tuan Kim itu menatap datar istrinya. Tidak menunjukkan ekspresi berarti selain raut wajah datar seperti biasa.

"Aku bahkan ragu kamu tau tentang apa yang terjadi dengan Yeonjun dulu"

Jungkook tak dapat mengelak. Pria cantik itu hanya duduk diam dengan sepasang mata bulatnya yang menyorot datar. Menunggu kelanjutan dari ucapan sang suami.

"Ia melakukan hal bodoh, menyia-nyiakan sebongkah berlian hanya untuk setumpuk emas yang tak berharga"

"Aku bisa pastikan, anak itu akan gila jika malaikatnya pergi lagi seperti dulu"

"Dan kamu bilang kamu Mommynya? Kamu bahkan tidak tau apa pun tentang anakmu"

Kalimat itu terdengar menohok. Jungkook tak dapat mengelak akan ucapan terakhir sang suami. Nyonya Kim itu hanya diam dengan kedua tangan yang terkepal kuat. Membantah hanya akan membuatnya berakhir dengan tragis.

Akan lebih baik jika Jungkook diam dan mendengarkan apa pun yang dikatakan suaminya, dari pada dirinya berakhir seperti 1 tahun yang lalu.

"Dengarkan ini baik-baik Jeon Jungkook, jika kamu berani mengganggu Yeonjun, ataupun berusaha menekannya. Akan aku pastikan kamu berhadapan denganku. Daddynya"

Taehyung melipat korannya. Berdiri dengan tubuh yang ia condongkan ke depan. Berhadapan langsung dengan wajah istrinya yang hanya berjarak beberapa senti.

"Bukan sebagai suamimu, tapi sebagai Daddy dari Kim Yeonjun. Aku akan lupa jika kamu adalah istriku jika kamu bermain api denganku, putraku, ataupun calon menantuku"

Ujung korannya menyentuh dagu Jungkook, membuat pria manis itu sedikit mendongak ke arahnya.

Sepasang mata tajam itu melirik ke bawah. Menatap tepat pada kedua tangan sang istri yang terkepal di kedua sisi tubuhnya.

Ia kembali mengalihkan tatapannya. Menatap lurus kedua mata indah istrinya dengan aura intimidasi yang menguar kuat. Mengintimidasi si cantik di depannya.

"Kamu paham Jeon"

Pria tampan itu menegapkan kembali tubuhnya, melenggang pergi dengan tatapan datar yang selalu menghiasi. Meninggalkan sang istrinya yang menundukkan kepala dengan kedua tangan yang masih terkepal kuat.

"Sialan"
















Yeonjun mendengar semuanya, dari awal hingga akhir. Pria tampan itu bersembunyi di dalam kegelapan dengan raut wajah datar yang menghiasi.

Semua yang Daddynya katakan adalah kebenaran, Kim Yeonjun tak dapat menyangkal ataupun membantu Mommynya.

Ia hanya akan diam dan menjadi penonton. Menonton semuanya hingga akhir dengan peran utama yang ia mainkan. Memainkan perannya dengan baik tanpa adanya kecacatan sedikit pun.

Sudut bibirnya tertarik ke atas. Menyandarkan tubuh tegapnya di dinding dengan seringaian puas yang menyertai.

Sesekali nyonya Kim itu harus di beri pelajaran yang akan ia ingat seumur hidup. Kim Yeonjun sudah terlalu jengah dengan tingkah lalu mommy cantiknya itu. Akan lebih baik jika ia memainkan perannya menjadi ibu yang baik dan penyayang dari pada mencampuri urusan pribadinya.

Pria tampan itu melangkah pergi, meninggalkan sang mommy di dalam sana yang tengah menahan geram.

Ia akan siap untuk permainan selanjutnya. Karna sejak awal, permainan ini memang menyenangkan.

***

Awal dan akhir. Itu adalah sebutan yang cocok untuk saat ini. Dimana semuanya akan di tentukan dalam pertunangan ini.

Yeonjun berdiri berdampingkan kedua orang tuanya dengan setelan jas dari perancang ternama yang melekat pada tubuh tegapnya, berdiri angkuh dengan dagu yang terangkat tinggi serta tatapan datar yang menghiasi.

Ini adalah acara pertunangannya, saat dimana ia akan di tunangkan dengan seorang gadis cantik yang berdiri di depannya. Seorang gadis yang memakai mini dress hitam yang terlihat cantik juga seksi dalam saat bersamaan.

Kim Yeonjun tidak akan menampik hal itu. Gadis yang di pilihkan Mommynya itu terlihat begitu cantik dengan rambut hitam yang tergerai sepunggung. Mommy cantiknya tau saja seperti apa seleranya.

"Jadi, kapan acaranya bisa di mulai? Saya harus terbang ke Jepang untuk menghadiri rapat besok siang"

Angkuh.

Memang itu yang menjadi ciri khas tuan Park sejak dulu. Pria paru baya itu terlalu menganggap dirinya tinggi disaat seseorang yang lebih tinggi darinya berdiri di hadapannya.

Park Chanyeol memang harus di ajarkan bagaimana rasanya berada di bawah kalangan sederhana.

"Anda bisa langsung pergi sekarang jika anda mau tuan Park"

Tuan Kim menatap datar Chanyeol di depannya. Benar-benar terlihat merendahkan dengan raut wajah tanpa ekspresinya seperti biasa.

"Kehadiran anda juga tidak terlalu di butuhkan disini"

Sarkas. Memang begitulah dirinya. Kim Taehyung bukanlah orang yang suka berbasa-basi. Dirinya lebih suka mengatakan apa pun yang ingin dia katakan tanpa peduli akan hal apa pun, karna memikirkan orang lain bukan lah gayanya.

Ia hanya akan memikirkan keluarganya saja, dan untuk orang lain. Itu bukan urusannya.

Tuan Park tak dapat mengatakan apa pun sebagai balasan. Ia dapat mengacaukan hari besar putri kesayangannya. Citranya dapat buruk di masyarakat jika sampai melakukan kesalahan di hari besar ini.

"Bukankah Yeonjun terlihat sangat tampan hari ini"

"Tentu saja, ini adalah hari besarnya. Jadi putraku harus tampan agar dapat bersanding dengan putri cantikmu ini"

Jungkook menyentuh lembut pipi Eunbee yang tersenyum cantik. Tampak begitu malu-malu akan kehadiran Yeonjun di depannya, calon tunangannya itu tampak begitu gagah saat ini.

Kedua pipinya memerah kala menyadari tatapan intens yang di berikan Yeonjun padanya. Pria tampan itu seperti begitu mengagumi kecantikan Eunbee malam ini.

Tidak mengalihkan tatapannya barang sedikit pun dari gadis cantik di depannya. Entah apa yang di pikirkan Kim Yeonjun saat ini, tidak ada satu pun orang yang tau akan jalan pikiran putra Kim Taehyung itu.

Acara pertunangan di mulai setelahnya. Semua tamu undangan tampak begitu menanti acara utama yang akan segera terlaksana.

Ada begitu banyak media yang meliput langsung, menyiarkan secara langsung acara pertunangan calon penerus perusahaan besar di dunia. Dimana Kim Yeonjun akan bertunangan dengan Park Eunbee putri Park Chanyeol.

Kedua tokoh utama berdiri berhadapan. Saling melempar senyum masing-masing. Terlihat begitu bahagia dengan kedua tangan yang saling bertaut.

Eunbee menerima cincin yang di berikan ibunya dengan senang hati. Memegang tangan kiri Yeonjun untuk ia sematkan cincin di jari manisnya.

Proses pemasangan cincin itu berlangsung dengan lancar, dan sekarang tiba lah saatnya bagi Yeonjun untuk memasangkan cincin di jari manis Eunbee yang tersenyum malu di depannya.

Tangannya meraih tangan kiri Eunbee lembut, tersenyum tampan dengan mata yang memancarkan kebahagiaan.

Sedang di belakang sana, Jungkook tersenyum bahagia dengan sepasang mata indahnya yang memperhatikan cincin bertatahkan berlian yang dibelinya memasuki jari manis Eunbee.

Hanya sebentar lagi, dan impiannya akan terwujud.
























"TUAN SOOBIN"

Dan saat itu juga semuanya kacau.

Yeonjun berlari naik ke lantai dua tanpa mempedulikan semua orang yang menatap bingung akan apa yang terjadi. Meninggalkan begitu saja cincin yang tergeletak di lantai dengan Jungkook yang menahan geram di tempatnya.

"Memang seharusnya, kubunuh saja sialan itu"

Sepasang mata indah itu memperhatikan suaminya yang ikut melangkah pergi menaiki tangga ke lantai dua. Tatapan mereka sempat bertemu beberapa detik, tatapan suaminya itu tampak begitu tajam ke arahnya. Seolah mengatakan 'aku tau ini ulahmu Jeon'.

Dan setelahnya, Kim Taehyung melangkah pergi tanpa mengucapkan apa pun.

"Sialan"

***

Pesta pertunangan benar-benar kacau hari itu. Foto sang pewaris K King menggendong seorang pemuda tersebar kemana-mana.

Banyak dari masyarakat yang bingung akan sosok yang di bawa Yeonjun dengan tergesah-gesah. Tampak begitu khawatir dengan kemeja putihnya yang ternodakan darah.

Jasnya sendiri terlilit di perut ramping si manis yang tak sadarkan diri di gendongannya, sedang tuan Kim sendiri ikut mengiring di belakang sang putra dengan raut khawatir yang juga tersemat dengan apik di wajah tampannya.

Ada begitu banyak komentar warga net yang membanjir media sosial. Bertanya-tanya akan sosok yang di bawa oleh dua dominan keluarga Kim itu.

Tuan Kim mengendarai mobilnya dengan cepat, melirik sekilas sang putra yang tampak begitu khawatir di bangku belakang.

Ia tak akan mengatakan apa pun. Dirinya hanya akan menjalankan perannya dan setelahnya, semuanya ada di tangan Soobin. Akhir dari semua ini ada di tangan calon menantunya, dan Taehyung tak dapat melakukan apa pun bila Soobin sendiri memilih pergi.

"Ini hukumanmu boy"



































Waktu berlalu dengan cepat, tak terasa sudah 1 tahun Soobin meninggalkan Yeonjun sendirian. Menghukum si tampan dalam kubangan penyesalan yang merengkung erat tubuh tegap itu.

Dokter mengatakan jika Soobin koma setelah melewati masa kritisnya, hanya ada kemungkinan kecil untuk sadar, pemuda itu tak ingin bangun meski berbagai upaya telah di lakukan tim medis agar dirinya siuman.

Alam bawah sadarnya menolak untuk bangun, tak ingin mengakhiri penderitaan Yeonjun yang setia menanti si manis setiap hari.

Tidak peduli akan kesehatan sendiri yang mulai memburuk seiring berjalannya waktu.

Sempat ada perdebatan sebelumnya, antara Jaemin dan Yeonjun, sahabat Soobin itu menentang keras keberadaan Yeonjun di samping Soobin.

Meminta pihak rumah sakit untuk mengusir Yeonjun dari kamar rawat inap Soobin selama beberapa hari, hingga akhirnya sedikit melunak setelah dibujuk oleh kekasihnya juga tuan Kim secara baik-baik.

Jaemin mengizinkannya, melihat bagaimana Yeonjun yang terlihat lelah juga sering melewatkan makannya demi menjaga Soobin dari luar kamar.

Sedikitnya menyentuh hati pemuda Na yang menyerah untuk memisahkan kedua insan itu.

"Makanlah sedikit Yeonjun, kamu bisa sakit jika terus-terusan seperti ini boy"

Taehyung mencoba membujuk, mengarahkan sesendok makanan ke arah Yeonjun yang tidak bergeming sedikit pun. Masih tidak mau membuka mulut meski dirinya telah mencoba membujuk dengan cara apa pun.

Anaknya itu masih menghukum dirinya sendiri atas semua yang terjadi.

Tuan Kim tak akan menampik hal itu, tak pula bertindak seperti orang tua lainnya yang berkata jika semua itu bukanlah salahnya atau apa pun.

Semua ini terjadi karna ulah anaknya, kesalahan fatal yang kembali di lakukan dengan akhir yang berbeda.

Hanya tinggal menunggu waktu saja, dan semuanya akan berakhir entah dengan akhir yang bahagia atau pun tidak. Semuanya tergantung atas keputusan calon menantunya itu.

"Soobin tidak akan suka jika kamu seperti ini boy"

Lagi, tuan Kim mencoba membujuk. Memakai embel-embel calon menantunya untuk ke sekian kalinya agar anaknya mau makan walau sedikit.

Anaknya harus tetap sehat agar dapat menjaga calon menantunya ketika ia sadar nanti.

Dan menjalani hukuman yang belum usai.

Meyakinkan Soobin agar mau tetap menetap dan bukannya pergi.

"Kau mau mati Yeonjun?"

Jaemin datang dengan sang kekasih di sampingnya, tampak menatap malas Yeonjun yang masih tidak bergeming di tempatnya.

Kedua tangan pria itu menggenggam tangan kanan Soobin yang bebas. Melingkupi tangan mungil si manis dalam balutan telapak tangannya yang hangat.

"Kau pikir aku akan membiarkanmu mati dengan mudah sialan"

Jaemin melangkah mendekat. Mengambil alih piring dari tangan tuan Kim yang melangkah mundur, ikut bergabung dengan sahabat putranya yang berdiri diam dalam jarak 1 meter.

Membiar si manis Na melakukan apa pun tanpa ikut campur tangan sedikit pun.

Putra Na Siwon itu tidak akan melakukan hal bodoh di rumah sakit, itu hanya akan mempersulit dirinya dan orang terdekatnya.

Dan juga merepotkan.

"Kau mau menjadi orang pertama yang dilihat Soobin ketika bangun nanti kan. Jadi makan dan habiskan ini, jika kau masih ingin hidup"

Ucapannya memang terdengar kasar, dengan nada sarkas yang mengiringi. Tapi tuan Kim tau, terselip nada kekhawatiran di dalam sana.

Sahabat calon menantunya itu masih peduli dengan putranya setelah apa yang Yeonjun lakukan pada sahabatnya.

Mau bagaimana pun, Na Jaemin terlahir dengan hati yang lembut, walau tidak menampik jika pemuda manis itu dapat menjadi kasar jika di perlukan.

Jaemin mendengus kasar. Kim Yeonjun memang minta di kasari, pria tampan itu bahkan tidak bergerak sedikit pun dari tadi.

Kedua matanya hanya fokus pada wajah sahabatnya yang terlihat damai dalam tidurnya.

Jika saja-jika saja Jaemin tidak ingat jika ini rumah sakit, mungkin sudah dari tadi pria itu mendapat pukulan keras di wajahnya karna bersikap begitu menyebalkan.

"Dengarkan ini baik-baik, karna aku tidak akan mengulangnya lagi"

Jaemin meletakkan piring berisi makanan di atas kursi. Kedua tangannya berada di dalam saku celana dengan tatapan malas yang tertuju pada Yeonjun yang masih setia pada posisinya.

Pria ini tidak memberinya pilihan lain.

"Kau tau, sebesar apa pun luka yang kau torehkan padanya, bocah itu tetap saja masih menempatkan orang seperti mu di tempat tertinggi di hatinya"

Pemuda Na memulai cerita, mengatakan sesuatu yang berada di pikirannya selama beberapa hari.

Sesuatu yang terus menerus mengganggu dirinya, seolah meminta untuk segera di sampaikan.

"Aku sudah pernah mencobanya, menyingkirkanmu dari tempat itu dan menempatkan orang lain di sana"

Jaemin berjalan memutari sisi ranjang. Menyentuh rambut lembut Soobin yang sudah sedikit memanjang.

Mungkin nanti ia akan minta Yeonjun memotong rambut sahabatnya itu.

"Tapi apa akhirnya? Semua sia-sia, kau masih saja di tempat yang sama. Tidak bisa di geser atau pun di gantikan seolah dirimu sudah menyatu dengan tempat itu"

Suaranya memelan. Jaemin tersenyum begitu teduh pada sang sahabat yang entah kapan akan bangun.

Ia rindu akan senyuman manis yang selalu tersemat indah di bibir peach yang sekarang pucat. Sebuah senyuman yang selalu hadir kala dirinya menceritakan banyak hal random untuk mengisi waktu kosong.

Mata rusanya menatap Yeonjun yang balik menatapnya, menunggu kelanjutan dari ceritanya yang menarik perhatian.

Pria tampan itu sedikit terlihat hidup untuk saat ini.

"Aku tidak mengatakan ini untuk menghiburmu, tapi aku mengatakan ini karna sepertinya kau memang harus tau"

Yeonjun melihatnya, kesungguhan yang terpancar dari sepasang mata rusa cantik itu. Na Jaemin tidak berbohong sedikit pun. Putra Na Siwon itu mengatakan hal jujur padanya.

"Aku tidak akan mencoba memisahkan kalian, tidak lagi tapi satu hal yang harus kau tau Kim Yeonjun"

Jaemin menatap penuh kedua mata tajam itu, mengatakan sesuatu yang membuat Yeonjun terdiam dengan tatapan yang mengarah lurus pada pemuda manisnya.

"Panggil malaikatmu itu sebelum dia benar-benar pergi meninggalkanmu"

"Pergi ke tempat dimana tidak ada satu pun orang yang bisa membawanya kembali"


























Semilir angin berhembus menerbangkan rambut hitamnya yang sedikit memanjang. Membuat pemuda manis itu menutup mata dengan raut wajah tenang yang menghiasi wajah rupawannya.

Tampak begitu menikmati ketenangan yang tersaji dengan hamparan bunga cantik yang memanjakan mata.

Ia membuka matanya perlahan, menampilkan sepasang mata indah yang terlihat berbinar terkena cahaya.

Pemuda itu tersenyum lembut. Menatap lurus pada langit biru yang terlihat begitu indah di atas sana.

Kedua tangannya berpegangan pada tali yang terikat pada batang pohon, menggerakkan ayunan tempatnya duduk dengan kedua kaki yang menjadi pegas.

Tempat ini begitu nyaman. Ada begitu banyak bunga-bunga cantik yang menemaninya sejak dirinya membuka mata.

Ia tidak tau dimana dirinya berada. Otaknya kembali membayangkan bagaimana wajah panik sang sahabat yang mencari keberadaannya selama ini.

Pemuda manis itu tak ingin pergi. Dirinya ingin terus berada disini, menikmati waktu dengan pemandangan indah yang menemani.

Kakinya menapaki tanah, memberhentikan ayunan yang berayun pelan.

Pemuda itu melangkah mendekati seseorang yang berdiri membelakangi dirinya. Seorang pemuda dengan rambut hutam pekat yang bergerak lembut tertiup angin.

Sosok itu memakai kemeja putih berenda di bagian sekitar kancing kemeja, serta celana putih panjang yang membalut kaki jenjangnya. Warna yang sama dengan pakaian yang tengah ia gunakan.

"Kamu siapa?"

Ia berdiri beberapa langkah dari sosok itu. Sengaja memberi jarak pada orang yang tidak ia kenal.

Sebelum ini, dirinya tidak pernah bertemu dengan seseorang di tempat ini. Sendari dirinya membuka mata hingga saat ini, tidak ada satu pun orang yang ia temukan meski dirinya telah berputar-putar di sekeliling sini.

Hanya ada bukit kecil dengan danau cantik yang dirinya dapati, tanpa satu pun kehidupan seperti burung atau pun manusia.

"Binbin lupa sama kakak?"

Sosok itu berbalik, menatap lembut dengan senyum teduh yang terlampir di wajah tampannya.

Terlihat begitu elok dengan pakaian putih juga bunga baby breath di genggaman.

"Binbin gak mau peluk kakak?"

Pemuda tampan itu merentangkan tangannya, meminta Soobin yang tengah meneteskan air matanya agar segera memeluk dirinya.

Ia rindu dengan manisnya itu. Sudah lama mereka tak berjumpa setelah kejadian mengenaskan itu terjadi.

"K-kakak"

Soobin menubrukkan tubuhnya pada sosok itu. Memeluk erat-erat sosok yang telah lama dirinya rindukan.

Kedua mata indah itu berair, membentuk sungai kecil yang mengalir turun melewati pipi putihnya.

Ia rindu akan kakak tampannya ini.

"Binbin rindu kakak"

"Kakak juga kangen Binbin, Ayah dan Bunda juga"

Sosok itu tersenyum, memeluk erat Soobin yang tengah menangis di ceruk lehernya.

Ia merindukannya, sosok lugu nan manis yang menemani hari-harinya dulu sebelum badai besar itu menerjang mereka. Badai yang membuat semuanya hancur hanya dalam hitungan hari, yang membuatnya kehilangan sosok lugu itu untuk selamanya.

"Binbin sekarang udah besar ya, udah setelinga kakak, padahal dulu masih sedada, sekarang udah tinggi aja"

Soobin mengeratkan pelukannya, memeluk seolah tak ada hari esok untuk keduanya.

Si manis semakin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sosok itu yang mengusap lembut punggungnya, memberi kenyamanan bagi sosok manis yang tengah ia peluk.

Pemuda manis itu menyalurkan semuanya. Perasaan merindu juga cinta yang terkubur jauh di dalam sana, tersimpan begitu apik di sudut yang di terangi cahaya yang bersinar lembut.

Sosok itu melepaskan pelukannya, menepuk lembut kepala Soobin yang masih sedikit sesenggukan di depannya.

Ah, manisnya itu memang cengeng.

"Mau ikut kakak?"

Satu tangannya yang bebas menggenggam tangan Soobin, melingkupi tangan mungil itu dengan telapak besarnya yang hangat.

"Heum, Binbin mau ikut kakak"

Keduanya berakhir duduk di bawah pohon rindang sebagai tempat berteduh dari paparan sinar matahari di atas sana. Saling menyamankan posisi dengan Soobin yang menyandar nyaman di bahu tegap sosok itu.

Kedua tangannya melilit longgar lengan sosok itu. Membiarkan begitu saja dirinya hanyut dalam suasana nyaman yang tercipta.

Ia ingin terus seperti ini, menghabiskan waktu bersama seperti dahulu ketika mereka masih bisa bersama.

Membuat begitu banyak moment indah bersama yang akan selalu di kenang dan tersimpan di sudut hati yang paling terang.

"Binbin sayang kakak"

"Kakak juga sayang binbin, sangat-sangat sayang manisnya kakak ini"

Sosok itu tersenyum lagi, senyuman yang entah keberapa kalinya Soobin Lihat. Sebuah senyuman hangat yang sudah lama ia rindukan.

Mereka sudah mengobrol untuk beberapa lama, saling berbagi cerita satu sama lain selama waktu masih tersisa.

Waktu yang sebentar lagi akan berakhir. Waktu dimana ia harus mengantarkan manisnya kembali ketempatnya seharusnya berada.

"But ini belum saatnya, still not yet, binbin can't be here yet"

"Maksud kakak apa?"

Soobin menegakkan kembali posisi duduknya, menatap penuh tanya pada pemuda di depannya yang hanya menatap diri tanpa mengatakan apapun.

Kedua tangannya masih melingkar di lengan sosok itu, memelilit tanpa berniat untuk melepaskan.

Ia hanya bingung. Tidak mengerti akan maksud dari apa yang lebih tua ucapkan padanya.

Semuanya terlalu dini untuk di pahami.

"Kembalilah, dia menunggumu Binbin"

"No! Binbin gak mau ninggalin kakak"

Sosok itu menggeleng pelan, melepaskan dengan lembut pelukan Soobin pada Lengan kirinya.

Ini sudah saatnya, saat dimana ia akan kembali kehilangan.

Sudah saatnya manisnya itu kembali ketempatnya.

"Ka-"

Soobin...

Ia menghentikan ucapannya, menatap ke kanan dan kiri mencari seseorang yang memanggil dirinya.

Soobin mendengarnya, suara seseorang yang memanggil namanya dengan begitu sendu sarat akan penyesalan.

Ia mengenalinya, suara seseorang yang membuatnya menyerah, membuat dirinya mengambil keputusan atas pilihan yang di berikan padanya.

Please don't leave me, i need you baby, disini, beside me.

Please...

Soobin tak dapat mendengarnya dengan jelas. Telinganya hanya mampu mendengar kalimat terakhir sebelum suara itu kembali menghilang di bawa angin.

"Kembalilah BinBin, jangan hukum dia lebih lama lagi"

"Kak Hee, Binbin-"

Sosok itu menggeleng pelan, masih dengan senyum lembut yang sama. Ia menangkup kedua pipi yang sedikit menirus, mengusap lembut dengan tatapan teduh yang menyertai.

"Kakak akan selalu disini, menunggu Binbin hingga waktunya tiba, dan sampai saat itu, jangan pernah nyerah dan ngelakui hal kayak gitu lagi. Paham manisnya kakak?"

Sosok itu tersenyum, tetap mempertahankan senyum lembut di wajah tampannya.

Ini masih belum saatnya, belum waktunya.

Manisnya itu harus kembali, ada banyak orang yang mengharapkan dia kembali, dan ada seseorang yang begitu membutuhkan pemuda manis itu kembali disisinya.

Ia...paham akan hal itu.

Soobin menutup matanya sejenak, menyentuh tangan yang menangkup pipinya penuh kelembutan. Meresapi perasaan yang telah lama tak ia rasakan.

Ia akan mengingat ini, pertemua pertama mereka setelah bertahun-tahun.

Soobin akan merindukan sosok itu.

Mata indahnya terbuka perlahan, balas menatap teduh sosok di depannya dengan senyum manis yang menyertai.

Ia tak bisa membantah ucapan pemuda itu.

"Sampai jumpa lagi nanti, ditempat yang sama dengan keadaan yang berbeda. Binbin akan sangat merindukan kakak nanti"

"Kakak juga akan merindukan Binbin"

Soobin mengangguk paham, memeluk untuk terakhir kalinya sosok itu sebelum mereka kembali berpisah.

Keduanya berpelukan cukup lama, saling melempar senyum setelah pelukan mereka terlepas.

Si manis melangkah mundur, menatap lamat-lamat rupa sosok itu yang berdiri diam di tempatnya.

Perlahan namun pasti dirinya berbalik arah, berjalan membelakangi sosok itu yang masih setia di tempatnya.

Kepalanya menoleh ke belakang, menatap kembali sosok pemuda tampan di belakang sana. Sosok yang perlahan menghilang tertutup kabut yang entah berasal dari mana.

Air matanya kembali jatuh tanpa bisa di cegah. Mulutnya terbuka menyuarakan kalimat yang sendari tadi tertahan di ujung lidahnya.

Ia masih tetap mencintai sosok itu. Sosok yang telah menemani dirinya selama beberapa waktu, sosok yang kini hanya bisa ia temui ketika mengunjungi pemakaman.

Mantan tunangannya

"I love you, kak Heeseung"

Lee Heeseung.































END.

Ubinnya masih idup kok cuma males aja ketemu yeonjun makannya dia ngambek setahun:))

Sekali-kali masukin Heeseung ke YeonBin gpp lah ya, biar mainstream dikit, jangan uning mulu yang jadi pencokor🙂

Kasihan dd uning

Btw, saya Jungkook stan dan saya alhamdulillah masih sedikit waras:))

Salam manis T

Continue Reading

You'll Also Like

33.2K 4.9K 32
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
1M 82.3K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
71.7K 6.5K 40
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...
85.7K 9.8K 41
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...