How to Chase Mr. Arrogant

Shintyachoi द्वारा

15.6K 1.2K 132

Randra mencintai Embun, namun menjalin hubungan dengan Mita, wanita yang mengejarnya jauh sebelum dirinya ber... अधिक

PROLOG
Part 2
Part 3
Part 4
Aku Kembali
Part 5
Part 6

Part 1

3.2K 247 26
Shintyachoi द्वारा

Mita celingukan saat memasuki ruang kelas kosong milik mahasiswa kedokteran. Jantungnya berdebar, ia nekat masuk ke dalam kelas ini hanya untuk meletakkan tas karton yang berisi sepatu kets berukuran 45 berwarna navy milik seorang mahasiswa yang ada di kelas ini secara diam-diam.

Sebenarnya Mita ingin menyerahkannya secara langsung. Hanya saja, ia terlalu takut akan bersikap bodoh di depan lelaki yang membantunya tempo hari.

Baru kemarin Mita mengetahui nama lelaki itu, teman-teman angkatannya memanggilnya Randra dan ketika Mita menyebutkan nama lelaki itu tanpa suara, anehnya ia suka bagaimana sensasi lidahnya ketika menempel pada gigi, membentuk huruf 'n' untuk mengeja nama lelaki itu.

Mita tak mau mengaku kalau ia sedang jatuh cinta, jatuh cinta pada pandangan pertama itu memalukan, ia bukan lagi anak remaja kemarin sore yang mudah berbunga-bunga karena hal-hal sepele seperti terlibat dalam kejadian yang membuatnya bertemu Randra secara kebetulan.

Tapi bagaimana dengan hatinya yang berdebar tak tahu malu saat melihat tas ransel milik lelaki itu tergeletak di meja kedua paling depan?

Bagaimana menjelaskan ekspresi wajahnya yang tersenyum linglung seakan sedang memandangi sebuah karya seni yang sangat fantastis?

Ini berlebihan, Mita menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengusir perasaan ambigu yang ia rasakan.

Ia akan terlihat seperti maniak jika hanya memandangi ransel milik lelaki itu saja, jantungnya sudah berdebar tak karuan.

Mita meletakkan tas karton berwarna cokelat yang ia bawa di atas meja Randra, membuka sedikit celah atasnya untuk melihat sepatu yang sudah ia cuci beserta notes pink yang ia tempel tepat di bagian tali sepatu.

Ia sengaja tidak menuliskan namanya karena Randra tidak akan mungkin mengenal Mita. Mereka tidak pernah mengobrol sebelum atau sesudah pertemuan memalukan tempo hari itu.

Bahkan saat Mita secara tak sengaja menyadari bahwa Randra merupakan mahasiswa kedokteran di fakultasnya setelah ia mengikuti BEM khusus fakultas yang juga diikuti oleh lelaki itu, Mita tetap saja merupakan orang asing bagi Randra, karena lelaki jangkung itu sama sekali tidak mengingat dirinya dan sepatu kets navy yang menjadi saksi pertemuan mereka.

Mita mendesah lega setelah berhasil berlari keluar kelas, menuju lorong paling ujung untuk masuk ke dalam toilet wanita.

Ia memegangi dadanya, menetralkan detak jantungnya yang menggila. Jangan sampai seseorang melihatnya masuk diam-diam ke dalam kelas jurusan lain.

Dan jangan sampai ada yang tahu bahwa Mita secara rahasia mencatat semua jadwal harian Randra, sampai ia tahu kapan lelaki itu harus masuk ke ruang praktik dan meninggalkan tasnya di dalam kelas.

Mita tahu ini menakutkan, ia seperti penguntit. Tapi apa yang ia lakukan murni karena ingin mengembalikan sepatu milik lelaki itu, tidak lebih dan tidak akan Mita manfaatkan untuk hal-hal lain yang memalukan.

Mita juga punya harga diri, ia bukan tipe orang yang mudah menempel pada lelaki, ia bahkan belum pernah berkencan lebih lama dari sebulan.

Baginya, hubungan itu rumit. Hidupnya sudah cukup rumit, ia harus mengurus neneknya yang sekarang hanya bisa berbaring di rumah sakit, menunggu Mita setiap hari untuk datang berkunjung.

Belum lagi ia harus bekerja setelah pulang kuliah, pergi ke rumah-rumah milik siswa kelas 3 SMA yang harus ia bimbing sebelum masuk ke universitas.

Jadwalnya sangat padat, ia tidak punya waktu untuk memikirkan Randra. Ditambah ia sudah cuti selama setahun karena harus bekerja mengumpulkan uang untuk membayar semester tahun ini.

Harusnya Mita satu angkatan dengan lelaki itu, namun ketika Mita kembali masuk di semester 3, Randra sudah ada di semester 5 dan cukup sibuk dengan tugas-tugas praktik kedokterannya.

Mita tidak punya ruang, waktu serta tenaga untuk jatuh cinta. Tapi sosok Randra jauh lebih kebal terhadap seluruh vaksin kesibukan yang Mita miliki.

Gadis berperawakan tinggi itu memimpikan Randra setiap malam, ia akan terbangun di tengah malam dengan perasaan aneh menjalari tubuhnya, merasa panas menggerayangi wajahnya saat mengingat tatapan Randra yang mendominasi.

Mita menyadari bahwa dirinya sudah jatuh cinta pada Randra lebih lambat dari seharusnya, lebih tepatnya ia baru mengakui perasaannya pada lelaki itu.

Walaupun Mita tidak pernah menjalin hubungan serius lebih dari sebulan.

Namun sekali hatinya jatuh, gadis itu justru akan membiarkan hatinya jatuh lebih dalam, mencintai lebih dari seharusnya, dan jika perlu akan membiarkan Randra mencabik-cabik hatinya sebagai syarat untuk membuat lelaki itu tahu bahwa Mita menyukainya.

***

Salahnya ketiduran di rumah sakit, padahal hari ini kelas pagi pertamanya saat memasuki semester baru.

Mita berlari ke gedung fakultasnya, ia harus sudah sampai ke bagian keperawatan dalam waktu 20 menit.

Sialannya ia memakai sepatu yang tidak nyaman, kemarin ia harus datang ke sekolah untuk mengisi materi sebagai alumni. Dengan terpaksa ia memakai set pantofel yang sudah lama tidak ia pakai, sepatu ini pernah jadi kesukaannya dulu, namun tahun berganti makin cepat dan sepatunya kini terasa menyakitkan ketika ia pakai berlari.

Seorang mahasiswa dari arah kanan menubruk tubuhnya yang kemudian limbung ke samping, Mita kehilangan keseimbangan saat kakinya keseleo hingga tubuhnya terjatuh di atas jalan batako dengan bunyi kedebug yang menyakitkan.

Mahasiswa gondrong yang menabraknya berbalik untuk meminta maaf, namun entah apa yang membuat lelaki itu begitu panik sampai harus lanjut berlari, meninggalkan korban yang ia tabrak.

Mungkin lelaki itu ada di semester akhir, Mita pernah mendengar bahwa mahasiswa semester akhir akan bertampang mengerikan seperti lelaki tadi, kantung hitam tebal ada di bawah matanya yang lelah, kemudian ekspresi panik ada di wajahnya yang Mita tebak mungkin karena proposal skripsinya sudah ditolak berkali-kali oleh dosen pembimbing.

Mita menghela nafas, biarkan saja. Mita akan memaafkan pria yang menabraknya barusan karena simpati yang ia rasakan sebagai sesama mahasiswa.

Toh kakinya yang keselo juga tidak terlalu sakit saat digerakkan. Tapi, sesuatu terlihat aneh pada hak sepatu sebelah kanannya, itu seperti akan patah dan, sialll benda ini benar-benar patah.

Mita mengumpat dengan suara yang cukup keras, kemudian menutup mulutnya sendiri saat seseorang tiba-tiba sudah berjongkok di depannya.

"Gue baru pernah denger umpatan kaya gitu, bahasa daerah mana?" lelaki itu tersenyum, menatap Mita seakan mereka sudah pernah mengobrol sebelumnya.

Mita mendengus, ia tahu kalau lelaki di depannya sedang menyindirnya karena mengumpat dengan suara yang sangat keras, ia asli Jakarta dan tidak tahu bahasa daerah manapun.

Lelaki berwajah campuran itu tertawa saat menyadari Mita justru balik menatapnya dengan tampang judes.

Padahal, awalnya ia berniat membantu karena melihat seorang gadis terjatuh dengan bunyi kedebug yang cukup membuat telinganya linu.

Namun mengapa gadis ini justru melihatnya seperti tersangka?

Sisi humornya aktif, ia tersenyum makin lebar pada gadis asing di depannya. Menikmati saat wajah si gadis perlahan-lahan mulai memerah karena malu.

"Kelasnya masih jauh dari sini?" Ia bertanya pada putri jatuh di depannya yang kini sedang melihat arloji di tangan kiri, kemudian mengangguk untuk menjawab pertanyaannya.

Entah apa yang membuatnya membuka sepatu lawas yang dipakai si gadis dan menyerahkan sepatu kets yang ia kenakan.

"Pake itu..."

"Haaa?.."

"Pake itu dan cepet masuk kelas. Lo lari ampe ditubruk orang karena gak mau terlambat kan?"

"Tapi..."

"Pake atau gue tinggalin..." ia berkata, merasa lucu sendiri dengan apa yang ia katakan pada gadis yang kini melihatnya dengan pandangan 'apa-apaan itu' tanpa berusaha ditutupi sama sekali.

Mungkin gadis ini heran, apa maksudnya mengatakan akan meninggalkan si gadis jika tidak mau memakai sepatunya.

Sejujurnya dia sendiri juga heran mengapa mengatakan hal konyol begitu, seakan mereka bukan orang asing bagi satu sama lain.

Di luar ekspektasi, putri jatuh di depannya menyerobot sepatu kets yang sudah ia lepaskan. Kemudian memakai sepatu itu seakan kakinya tidak berukuran dua kali lebih kecil dari miliknya.

Lelaki itu berusaha keras menyembunyikan tawa yang hendak meledak di mulutnya dengan menggigit bibir bawah, memperhatikan saat putri jatuh itu berdiri, menepuk celana jeansnya dan mulai berlari meninggalkannya yang masih berjongkok.

"Ntar aku balikin! Tunggu di sini."

Ia menoleh, melihat gelombang indah rambut gadis itu bergerak saat sosoknya berlari menjauh menuju kelas yang ia tuju.

Ponselnya berbunyi tepat saat bayangan terakhir gadis itu benar-benar menghilang dari ekor matanya.

"Gue di taman fakultas lo. Buruan, ah tolong pinjemin gue sendal."

Ia berjinjit saat berjalan dan menduduki kursi taman, membawa sepasang sepatu pantofel hitam yang satu haknya patah. Ia melepas kaus kaki putih yang ia kenakan, menaruhnya tepat di samping pantofel sambil menunggu kakak lelakinya datang.

Ini hari terakhirnya ada di indonesia, malam ini penerbangannya ke London dan sudah seminggu ia tidak bertemu kakak lelakinya yang kaku.

"Udah kehabisan ide gila, makannya dateng ke sini gak pake sepatu?" suara ketus kakak lelakinya membuat Rendra tertawa, ia mendongak saat kakaknya datang, menenteng sandal selop pesanannya.

"Thanks, tadi ada insiden..."

"Insiden gak masuk akal apa yang bisa terjadi selama lima belas menit?" Randra memicing pada adik kembarnya.

Sebenarnya mereka lahir dalam waktu yang bersamaan, hanya ibu mereka yang bisa membedakan siapa duluan yang lahir ke dunia, dan karena sifat Randra yang lebih dewasa dibanding Rendra, maka secara tidak resmi, Randra menjadi kakak dalam keluarga.

Padahal jika boleh memilih, Randra juga tidak mau menjadi kakak untuk bocah kekanak-kanakan yang sedang nyengir di sampingnya ini.

"Jangan keluyuran di London. Kuliah yang bener. Inget, kita berbagi tugas buat jagain papih sama mamih." Randra menyenderkan punggungnya ke bangku taman, mendengarkan saat adik kembarnya membuat lelucon konyol setelah mendengar nasehatnya.

Sebenarnya Randra merasa bersalah pada Rendra, harusnya Randralah yang pergi ke London, bertugas menjaga papih sembari mengambil kedokteran di sana.

Namun Randra lebih suka tinggal di sini, ia tidak suka hal-hal baru seperti harus beradaptasi dengan lingkungan, walau dari segi keahlian bersosialisasi, Randra lebih unggul dibanding Rendra.

Rendra memang periang, dengan sorot mata humor dan lelucon konyol setiap ia membuka mulut. Tapi Randra tahu betapa sulitnya Rendra untuk beradaptasi di tempat baru, ia periang dengan sifat penyendiri yang kuat.

Randra pikir, Itu sebabnya kepribadian yang dimiliki adiknya cenderung aneh, karena perpaduan antara ketidakseimbangan itu membuatnya menjadi sosok menyebalkan yang cenderung konyol dan kekanak-kanakan.

Sedangkan Randra, ia kaku dan susah diajak bicara jika ia merasa tidak perlu untuk berbicara. Ia hanya membicarakan hal-hal penting dan sesuatu terkait kebutuhannya.

Namun kemampuannya bersosialisasi dengan orang lain bisa diacungi dua jempol sekaligus, ia bisa menempatkan dirinya pada posisi yang semestinya.

Bersikap profesional selayaknya pebisnis handal untuk segala urusan dalam kehidupannya.

"Pulang ke rumah, mamih beliin apartemen tujuannya bukan buat lo gak pulang ke rumah. Apalagi gue bakalan berangkat ntar malem, pulang gih..." Rendra berbicara pada kakaknya.

Ia tidak pernah tidak merasa takjub saat melihat kakak kembarnya. Wajah mereka benar-benar terlihat sama persis, seperti sedang berkaca dan melihat bayangannya sendiri terpantul dengan gaya bicara dan berpakaian yang berbeda.

Rendra yakin, jika seorang kenalan Randra melihat mereka berdua sekarang, mungkin orang itu tidak akan bisa menebak yang mana Randra diantara mereka berdua, apalagi kakaknya sekarang tidak memakai kacamata seperti kebiasaannya jika sedang mengerjakan tugas.

"Hmmm..." Randra menggumam. Memandang kaus kaki yang tergelatak tepat di samping pantofel milik wanita di atas bangku taman tempat mereka duduk.

"Serius, Ren. Abis ngapain tadi, gak pake sepatu tapi pake kaus kaki, dan pantofel siapa itu, mana sepatu yang kamu pake?" Ia kembali bertanya pada adiknya yang justru nyengir, menyugar rambutnya ke belakang.

"Di bawa kabur sama bidadari..." Rendra tersenyum lebar.

Ia baru menyadari mengapa dirinya menyerahkan sepatu yang ia pakai untuk gadis itu, mungkin karena ia sudah tersihir oleh kecantikan putri jatuh tadi, gadis itu terlihat seperti bidadari di matanya bahkan saat sedang bersikap galak.

Andai saja Rendra tidak pergi ke London malam ini. Mungkin ia akan datang lagi ke sini, menunggu gadis itu menepati janji untuk mengembalikan sepatunya.

.
.
.

To be continued....

Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar ya, karena komentar teman-teman sangat mempengaruhi mood-ku untuk menulis^^

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

SUDDEN BOUND Kimikka द्वारा

फैनफिक्शन

5K 839 8
Kalla artis yang baru aja naik daun terlibat sekaligus baru patah hati ini. Malah bikin kesalahan tak terduga dengan kakak bestienya.
5.3K 398 42
Pelangi indah karena berwarna-warni. Bunga cantik karena tak serupa. Manusia bertoleransi pada perbedaan asalkan bukan dirinya sendiri dan berpikir u...
75K 1.6K 5
“Halo, ada orang di rumah?” Rara memencet bel berkali-kali dan mengetuk pintu sejak lima menit yang lalu. Apa-apaan ini? Beginikah sambutan untuk sep...
200K 10.2K 36
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia