90's Love [NCTx Yeri]

By apadogwaenchanna

2.2K 307 157

Lagu favorit generasi 90-an, beserta kisah yang terkandung di dalamnya, dengan Kim Yerim sebagai pusat dari s... More

Soulmate - Moon Taeil
Lapang Dada - Seo Johnny
Sekali Ini Saja - Lee Taeyong
Hujan - Nakamoto Yuta
Masih (Sahabatku, Kekasihku) - Qian Kun
Izinkan Aku Menyayangimu - Kim Doyoung
Arti Sahabat - Ten
Lebih Indah - Jung Jaehyun
Cinta Dalam Hati - Dong Sicheng
Demi Cinta - Kim Jungwoo
🎤I Have You🎤
🧚‍♀️Born To Love Ya🧚‍♀️

Merindukanmu - Wong Lucas

98 21 5
By apadogwaenchanna

Saat aku tertawa di atas semua

Saat aku menangisi kesedihanku


Saat aku mencoba mengubah segalanya

Saat aku meratapi kekalahanku


Aku ingin engkau selalu ada

Aku ingin engkau aku kenang


Selama aku masih bisa bernafas

Masih sanggup berjalan

'Ku 'kan selalu memujamu


Meski 'ku tak tahu lagi

Engkau ada dimana

Dengarkan aku, 'kumerindukanmu


-D'Masiv, Merindukanmu, 2008.



































Nasib semua orang berbeda.

Ada orang yang dianugerahi kebahagiaan dan materi yang cukup. Ada yang menangis dibalik harta melimpah. Ada yang hatinya senang meski hidup serba kekurangan.

Dan, tentu saja, ada yang hidupnya bagai sudah jatuh tertimpa tangga. Tidak memiliki apapun baik uang maupun hati yang tenang.

Lucas berjalan dengan amat perlahan sambil satu tangannya berpegangan pada genteng. Salah langkah sedikit saja, ia bisa terperosok jatuh dan mengalami patah tulang.

Matanya berkali-kali berpindah dari pijakan di kakinya ke seorang gadis yang tengah termenung sendirian di atas atap di bawah teriknya matahari Jakarta. Itu Yeri, sahabatnya. Senyumnya semakin lebar disetiap terkikisnya jarak antara dirinya dengan gadis itu.

"Cantik! Sendirian aja?"

"Astaga!" Yeri terlonjak kaget. "Lucas! Jangan ngagetin! Bahaya!"

"Hehehe," Lucas terkekeh tanpa rasa bersalah, lalu ikut duduk di sebelah Yeri.

"Muka lo kenapa?" Tanya Yeri, mengomentari wajah Lucas yang tampak babak belur.

Lucas masih terkekeh tanpa beban. "Biasalah, kayak gak tau aja."

"Bapaklo kalah judi lagi?"

"Seratus! Lo cenayang, ya?"

Yeri berdecak sambil mengelus wajah terluka Lucas. "Gue kenal lo berapa lama, sih?"

Lucas tidak menjawab, ia menikmati usapan Yeri.

"Gue turun dulu deh ya, ambil obat."

"gak usah, lo usap-usap gini malah lebih cepet sembuh."

Yeri dengan sengaja menekan luka Lucas karena kesal. Lucas mengaduh. Kemudian keduanya  menatap gang padat dan kumuh di bawah mereka dalam diam.

"Lo kenapa kesini?" Lucas memecah keheningan.

Yeri menghela. "Biasa. Ibu bawa laki-laki ke rumah."

Oh. "Kok siang-siang?"

"Sopir truk kan lewatnya gak kenal jam."

Lucas mengangguk. Setelahnya, percakapan mereka kembali berhenti.

Hidup Lucas dan Yeri sama-sama berada di golongan terakhir. Jenis kehidupan paling rendah yang tidak diinginkan siapa pun juga. Lucas anak si pemabuk kasar yang gemar berjudi, dan Yeri anak dari seorang pekerja seks yang seumur hidup tak pernah tahu siapa ayahnya.

Mereka terjebak di lingkungan ini. Saat dunia menghimpit terlalu keras, mereka hanya memiliki satu sama lain sebagai tempat berlindung, dan atap rumah ini sebagai tempat berlari.

"Cas,"

"Hmm?"

"Kabur, yuk? Gue capek."

Lucas menoleh. "Kemana?"

"Kemana aja yang penting gak disini. Gue gak masalah jadi pengemis, yang penting," Suara Yeri tercekat. "Gue gak berakhir kayak ibu."

Lucas merangkul Yeri penuh sayang. "Selama sama lo, gue mau aja. Tapi, UN bentar lagi. Gimana kalau kita sabar sebentar sampai ijazah keluar? Biar bisa ngelamar kerja."

Yeri berpikir sebentar, kemudian mengangguk. "Setuju."

Lucas merapatkan rangkulannya. "Nanti waktu kabur nanti, gue akan nikahin lo. Gue gak bisa janjiin hidup kita bakalan mewah, tapi gue janji, kita akan bebas dan bahagia. Dan gue janji anak-anak kita nanti gak akan ngalamin hal yang sama kayak kita."

Yeri tersentuh atas janji itu, namun terlalu malu untuk tersipu. Sebagai gantinya, ia mencibir. "Pede banget. Emang gue mau nikah sama lo?"

"Salting mah salting aja, gak usah sok jual mahal."

Wajah Yeri memerah. Buru-buru ia beranjak, namun Lucas menahannya dan kembali memeluknya erat sambil tertawa-tawa meledek.

Yeri sebal, namun membalas pelukan itu.



















Sudah nyaris setengah jam Lucas mengetuk jendela kamar Yeri. Tadi pagi, ijazah akhirnya sampai di tangan mereka. Sesuai perjanjian, mereka akan pergi di waktu fajar disaat ibu Yeri tertidur. Namun, matahari sudah akan terbit, sedangkan Yeri tak kunjung muncul. Rumahnya gelap gulita.

"Nak Lucas ngapain ketok-ketok jendela?" Tanya seseorang tiba-tiba. Lucas terlonjak kaget, namun setelahnya tenang. Itu salah satu tetangganya yang baru pulang dari Shalat Shubuh. Pria baik yang dulu selalu bersedia menampungnya saat ayah Lucas memukulinya.

"Nyari Yeri Pak," Lucas menyengir. "Tapi jangan bilang siapa-siapa, ya!"

Bapak itu mengernyit bingung. "Loh, kamu gak tau?"

"Tau apa, Pak?"

"Tadi malam, Yeri sama Ibunya pergi."

Jantung Lucas berhenti sesaat. "Pergi kemana, Pak?"

"Saya kurang paham, tapi bawa-bawa koper. Ada mobil yang jemput mereka di depan gang."

Lucas kehabisan kata-katanya. Buru-buru ia berlari ke arah pintu utama. Jantungnya semakin berdegup keras saat mengetahui pintu itu tak dikunci.

Lucas kemudian masuk ke kamar Yeri, dan mencelos saat menemukan kamar Yeri tampak kosong. Seolah tidak ada yang pernah menghuni kamar itu.

"Yer..." gumamnya. Matanya mengedar ke setiap sudut, mencari apapun yang mungkin saja Yeri tinggalkan untuknya.

Tanpa ia sadari pandangannya memburam akibat air mata. Kehilangan ini terlalu tiba-tiba. Otaknya tak fokus, tapi ia tetap mencari petunjuk yang entah dimana. Pasti ada.. pasti...

Dan Lucas menemukannya. Secarik kertas kecil, lusuh, dihiasi tulisan tangan Yeri yang ia hafal mati, serta jejak air mata.

Tetap pergi dari sini walau tanpa gue. Jangan nunggu, gue gak akan balik kesini.



















"Teman saya hilang, Pak!" Lapor Lucas histeris.

Polisi yang ia datangi hanya menatapnya datar. "Dari kapan?"

"Tadi malam!"

"Belum 24 jam."

Lucas tak mengerjap. "Maksudnya?"

Polisi itu menyesap kopinya santai. "Tunggu 24 jam. Kalau dia belum kembali, lapor kesini lagi."

Lucas tak mempercayai pendengarannya. "Dalam 24 jam, apapun bisa terjadi, Pak. Teman saya dalam bahaya!"

Polisi itu berdecak kesal. "Emangnya kejadiannya dimana?"

Lucas menyebutkan alamat rumah Yeri. Seketika, sang polisi tertawa kecil.

"Gang maksiat. Emang sering kan kejadian perempuan hilang disana?" Ujar si polisi santai.

Lucas tercengang. "Dan kalian diam aja?"

"Jangan asal nuduh kamu! Kita ini kerja!" Polisi itu tampak tersinggung. "Semua laporan pasti kami proses, tapi butuh waktu!"

"Ta-tapi..."

"Udah, pergi sana. Biar kami yang urus!" Polisi itu mengusir Lucas seperti lalat.

Banyak yang ingin Lucas sampaikan. Tapi, ia tidak melakukan apa-apa. Dengan lesu, Lucas keluar dari kantor polisi.

"Sabar ya nak."

Lucas menoleh. Selangkah di belakangnya, ada seorang bapak tua yang Lucas tebak adalah tukang bakso. Disamping bapak itu, terdapat gerobak yang rusak parah seperti habis dijarah dengan kasar.

Bapak itu tersenyum pedih. "Cuma orang yang punya uang banyak yang bisa mengadu kesini."

Lucas terdiam, kemudian berbalik dan pergi.

Jika uang bisa mengembalikan Yeri-nya, ia akan melakukan segala cara untuk mendapatkannya.


















Lucas mnyeka keringat di keningnya. Malam semakin larut, namun tubuhnya tak kunjung istirahat.

Sudah tiga tahun Lucas lari jauh sekali dari gang sempit tempatnya besar. Memulai hidup barunya di kota asing namun tanpa kenangan buruk. Disini, Lucas giat bekerja. Apa pun ia kerjakan demi mengumpulkan uang cukup untuk bertemu Yerinya.

Lucas merasa lelah sekali. Dulu, kapanpun ia lelah dan kesakitan, ia akan berlari kemanapun Yeri berada. Hanya dengan melihat gadis itu, Lucas bisa merasa lebih baik.

Sekarang, kemana ia harus berlari?

Apa yang sedang Yeri lakukan sekarang? Yeri selalu kesulitan tidur malam karena ibunya membawa pelanggan yang berisik. Apakah sekarang gadis itu bisa tidur nyenyak? Apakah ia memikirkan Lucas?

"Istirahat dulu, Cas!"

Lucas mendongak saat segelas es teh manis tiba-tiba muncul di depannya. Itu Dino, teman kuliah sekaligus kerja serabutan. "Makasih, No."

Dino duduk di bangku dekat Lucas lalu mulai meminum es tehnya. Lucas ikut duduk disampingnya.

"Gimana perkembangan Yeri?" Tanya Dino.

Lucas mendengus. "Udah tiga tahun, dibilangnya masih diproses."

Dino tertawa. "Dunia emang gak pernah berpihak sama orang yang gak punya duit, ya?"

Dino juga berasal dari keluarga petani miskin di perkampungan. Jadi, Dino mengerti betul pahitnya hukum negara bagi orang miskin. Itulah yang membuat mereka cocok berteman. Hanya saja, Dino sedikit lebih beruntung. Meskipun miskin, keluarganya hangat.

Lucas mengangguk. "Makanya gue gila-gilaan cari duit."

"Tapi kerja serabutan gini gak bikin kaya."

"Jangan patahin semangat gue."

"Bukan gitu," Dino menepuk pundak Lucas. "Bikin bisnis, yuk?"

Lucas tertarik.



















Tepuk tangan riuh terdengar di seluruh penjuru ruangan bersamaan dengan terputusnya pita sebagai simbol awal yang baru.

Bisnis kuliner Lucas dan Dino yang berawal dari dagangan kaki lima, nyatanya merambat naik di pasaran. Sehingga saat ini, mereka berhasil membuat kedai resmi besar yang pertama. Beberapa wartawan berkerumun demi pemberitaan.

"Anda berdua baru saja wisuda kemarin. Bagaimana anda berdua mengatur waktu antara bisnis dan kuliah?"

"Apa rencana kedepannya?"

"Kapan anda berdua mengenalkan pasangan anda masing-masing ke publik?"

Dino kewalahan menanggapi berbagai jenis pertanyaan wartawan, sementara Lucas diam-diam mundur dan menyerahkan semua pada sang sahabat. Ia pergi ke belakang kedai yang sepi, bersandar pada dinding dan menatap langit.

Lucas lima tahun yang lalu pasti akan tertawa jika seseorang menceritakannya tentang masa depan. Anak lelaki yang nyaris setiap hari babak belur, sering sesak nafas karena asap rokok bapaknya, tak tahu apapun soal dunia, hari ini telah menjelma menjadi seorang sarjana sekaligus pengusaha muda. Berdiri diatas kakinya sendiri tanpa bayang-bayang sang bapak.

Sedangkan Yeri, entahlah. Kira-kira apa reaksi gadis itu lima tahun yang lalu jika diceritakan masa depan seorang Lucas? Dia pasti akan berceramah panjang lebar tentang betapa tidak efisiennya menjadi seorang pemimpi.

Tapi, ini nyata. Dan ini semua berkatnya.

Lucas menghembuskan nafasnya panjang. Jika Yeri ada disini sekarang, apakah ia akan bangga? Apakah ia akan memeluk Lucas penuh sayang, membisikkan kata cinta dan rasa syukur? Menangis haru?

Hati Lucas sakit hanya dengan memikirkannya.

"Yeri..." Bisik Lucas pedih. "Lo dimana?"

Tak ada jawaban.



















Dino memasuki ruangan Lucas bersamaan dengan keluarnya seorang pria berpakaian rapi namun berwajah kusut. Dino mengamati sekilas, dan mengenali wajah serta logo di name tagnya.

"Cas, itu detektif swasta yang sering muncul di tv, kan?"

"Hm."

"Terus gimana? Ada kemajuan soal Yeri?"

Lucas tak menjawab. Dino mengerti.

"Maaf."

Lucas menggeleng. "Yang gak berguna itu dia, kenapa lo yang minta maaf?"

"Cas..."

"Mahal-mahal gue bayar, percuma. Siapa sih yang percaya sama detektif gadungan kayak gitu?!"

"Cas!" Dino menegur. Lucas hanya mengendikkan bahunya.

Dino menatap sahabatnya prihatin. "Lo gak capek?"

"Apa?"

"Ngejar Yeri."

Lucas melirik Dino tak suka.

"Udah sepuluh tahun Cas. Semua detektif paling mahal lo sewa, dan gak ada kemajuan. Lo udah sejauh ini, tapi gak pernah sekali aja nikmatin kerja keras lo." Dino menepuk bahunya pelan. "Move on, Cas. Cari Yeri boleh, tapi jangan lupa buat lanjutin hiduplo sendiri."

Lucas menghela. Ia marah akan komentar Dino, namun ia tahu sang sahabat hanya mengkhawatirkannya. Jadi Lucas berdiri dan menepuk bahu Dino pengertian. "Asal lo tau, no. Satu-satunya alasan kenapa gue masih hidup adalah karena gue gak berhenti nyari Yeri."

"Maksudnya?"

"Dari awal, ini semua tentang Yeri." Lucas menerawang. "Gue ini bodoh. Pengecut. Kalau aja dulu dia gak ngajak gue kabur dari gang sialan itu, saat ini gue pasti masih terjebak disana. Selamanya jadi samsak bapak gue." Lucas tersenyum miris. "Gue berhasil kabur dari sana, No. Tapi dia nggak."

Dino masih tak sependapat. "Tapi lo kan bisa..."

"Kalau gak karena dia, gue udah mati dari lama."

Dino terdiam.

Lucas menepuk bahu Dino lagi. "Semua orang punya tujuan hidup yang berbeda. Dan tujuan hidup gue, adalah ketemu Yeri lagi. Gue udah janji buat nikah, bahagia, dan hidup bebas sama dia."



















"Cas."

"Oi."

Dino ragu sejenak.

"Ngomong aja," Lucas seolah dapat membaca pikirannya.

"Oke, jadi," Dino menarik napas panjang. "Gue sama Yena mau nikah."

Sudut bibir Lucas seketika tertarik ke atas. "Akhirnya, setelah Yena lo gantung bertahun-tahun."

Dino hanya tersenyum kecut. "Gue gak gantungin. Cuma belum waktunya aja."

"Yayaya, terserah." lucas tak peduli bualan Dino. "Selamat, ya. Gue turut seneng."

"Makasih," Dino tersenyum tulus. "Dan ada satu lagi..."

"Ya?"

"Perusahaan ini, sepenuhnya gue kasih ke lo."

Lucas seketika berbalik saking terkejutnya. "Apa maksud lo?"

"Lo dengar gue."

Lucas perlahan berdiri, tidak mempercayai Dino dan ide gilanya. "Lo... lo susah payah bangun usaha ini sampai sebesar sekarang. Yang harus lo lakukan sekarang cuma nikmatin hasilnya. Kenapa, No?"

Dino tersenyum teduh. "Omonganlo tempo hari nyadarin gue."

"Gue banyak ngomong. Be spesific."

"Soal tujuan hidup," Dino menjelaskan dengan sabar. "Lo bener. Hidup ini ada tujuannya. Tujuan lo Yeri. Sedangkan tujuan gue sejak awal cuma bebasin tanah orangtua gue di kampung. Sekarang tanah itu bebas, gue bahkan udah bisa beli banyak sawah disana. Tujuan gue selesai." Dino tersenyum senang. "Sekarang gue mau habisin sisa hidup gue di kampung halaman, jauh dari kebisingan kota, bareng Yena."

Lucas tertegun. Ia kemudian memeluk Dino erat. "Bahagia, ya, kalian berdua."

Dino balas memeluknya. "Semoga Yeri cepet ketemu."

Lucas senang karena sahabat terbaiknya telah menemukan jalan menuju tujuan hidupnya. Dan Lucas senang karena ialah yang menyadarkan Dino akan hal itu.

Yah, meskipun tujuan Lucas sendiri belum juga menemukan titik terang.



















Lucas memandangi seluruh kota dari ruangannya yang berada di lantai tertinggi.

Ia telah memiliki segalanya. Apapun yang dulu tak pernah berani ia mimpikan, sekarang bisa ia dapatkan dengan cuma-cuma. Semua orang tunduk padanya. Negara ini dibawah kendali tangannya.

Namun, Yeri tetap tak ada disampingnya.

Lucas tak tahu lagi harus melakukan apa. Segala macam detektif, aparat, orang-orang terbaik telah ia kerahkan. Tak peduli seberapa mahal harganya, ia akan membayarnya berkali-kali. Seluruh sudut penjuru bumi telah ia kunjungi, namun Yeri tak kunjung ditemukan. Setitik informasi pun tak ada.

Jika waktu itu mereka tak menunggu ijazah, apakah Yeri akan bersamanya saat ini? Mereka mungkin akan hidup miskin, dengan satu anak atau dua, tapi mereka akan bahagia. Lucas tak masalah memeras keringatnya sepanjang hari, jika malamnya ia akan menemukan Yeri di rumah dengan senyum cantik yang menyambutnya.

Lucas begitu mendambakan kehidupan itu, bukan bergelimang harta namun tanpa Yeri seperti saat ini.

Sebenarnya, dimana Yeri? Mengapa uang sebanyak ini tak mampu membeli meski hanya sekadar kabar burung tentangnya? Namanya sudah terkenal seantero negeri, namun mengapa Yeri tak kunjung menghubunginya?

Kemana lagi Lucas harus mencari? Berapa lama lagi Lucas harus berjuang? Apakah Yeri bahkan masih bernafas?

Lucas lelah. Ia ingin menyerah. Namun, ia tahu ia tak bisa. Ini adalah Yeri, gadis manis pemilik hatinya sejak ia masih anak lelaki penuh luka di gang sempit. Gadis yang begitu ia puja hingga detik ini. Berbagai wanita cantik lalu lalang dihadapannya bak lalat, namun tak ada yang bisa menggantikan Yeri di benaknya. Ia hanya ingin Yeri. Ia hanya mencintai Yeri.

Ia ingin Yeri ada di setiap langkahnya. Di saat tawanya, tangisnya, usahanya, ratapnya. Di atas gedung tertinggi ini, Lucas ingin Yeri ada, berdiri disampingnya, tersenyum bangga padanya, memeluknya.

Tapi sayangnya, itu hanya akan menjadi mimpinya. Mimpi yang terlalu mahal, bahkan bagi miliarder sepertinya.

"Yeri..." bisiknya, lelah sekali. "Gue kangen..."

Lucas tahu, selama dirinya masih bernafas, selama kakinya sanggup berjalan, ia tak akan berhenti memuja Yeri. Ia tak akan berhenti mencari Yeri meskipun nantinya akan kembali berakhir sia-sia.

Dan jika sampai akhir hayatnya ia tak kunjung menemukan Yeri, Lucas berharap bahwa Yeri pernah mendengar setidaknya sekali.

Bahwa Lucas Wong, merindukannya setengah mati.


The End

22/12/2021.





Continue Reading

You'll Also Like

40.7M 1.1M 42
When Arianna marries billionaire Zach Price to save her family, she doesn't expect to fall in love with a man who'd always consider her a second choi...