Blue Days

By aninglacya

726 148 563

Tidak ada yang menghalangi langkah Zeevaya selain takdir. Segalanya dipertaruhkan hanya untuk bersekolah; men... More

1. Great Welcome
2. Darren
3. Luck
4. Bullying
6. Shakaell
7. Imagination
8. Friends
9. Stop it!
10. Jeje
11. Toxic Friends

5. Hostility

70 12 39
By aninglacya


Di sekolah itu, ada yang lebih mengerikan dari kerusuhan Darren; semua membicarakan siswa bernama Shakaell. Di kantin, kelas, ruang guru, perpustakaan, bahkan di koridor yang Zeevaya lewati sekarang. Yang gadis itu bingung, Shakaell itu siswa apa selebriti? Ada satu benang merah yang bisa disimpulkan Zeevaya dari pembicaraan mereka; Shakaell siswa pintar, populer, ganteng, dan kaya. Jelas itu berpengaruh luar biasa di sekolah, sepertinya begitu. Fiuuuh...

Tampaknya begitu menyenangkan untuk hidup jadi Shakaell, itu setidaknya yang dibayangkan Zeevaya. Seratus delapan puluh derajat berbanding terbalik dengan Zeevaya. Tapi ia sekolah di sana bukan untuk membandingkan diri, bisa diterima di sekolah sudah membuatnya bersyukur. 

Jadi, melihat kemewahan hidup orang lain sama sekali tidak berpengaruh pada tujuannya bersekolah—lulus dengan baik. Zeevaya bukan gadis pintar, tidak suka membaca buku, tapi dia sadar dia membutuhkannya. Jadi mau tidak mau ya memang harus 'berkencan' dengan buku.

"Oiya, jadi ingat Darren! Dia tadi jadinya marah apa nggak?"

Hello...dia siapa? Apa peduliku? Berani-beraninya nyuruh!

Belum juga selesai Zeevaya menggerutu, manusia yang barusan ia bicarakan muncul di depannya. Ya Tuhan! Dia sibuk sekali! Aku lihat aja capek!

Zeevaya mencoba 'menutup mata' dan berlalu. Tapi Jeje memandangnya meminta iba. Apa maksudnya? Dia minta tolong? Padaku? Yang benar saja!

Baru beberapa langkah lewat, Zeevaya menghentak salah satu kakinya. Dia kesal bukan main. Bukan kesal pada Darren apalagi Jeje. Ia kesal pada diri sendiri. Mencoret janjinya yang bahkan masih dibuatnya 2 hari silam. Zeevaya akhirnya benar-benar melakukannya. Ini bukan kekacauan yang akan membuatnya tersorot, jadi itu bisa dimakluminya. Gadis itu melipat kedua tangannya di dada dan berjalan di depan Darren.

"Sebenarnya aku malu untuk melakukan ini. Tapi kau begitu tak tahu malu," ejek Zeevaya.

"Kau bicara denganku?"

"Aku bicara dengan tiang! Kalau tiangnya dengar berarti dia pintar. Kalau tidak, ia dungu!"

Darren tak terpancing ejekan Zeevaya. Ia kembali melirik Jeje dan menjulurkan jari telunjuknya di dagu Jeje. "Angkat wajahmu!"

"Hentikan!" Teriak Zeevaya memukul tangan Darren.

"Jangan berlebihan! Aku hanya menyuruhnya mengangkat wajah!"

Zeevaya mengambil tangan Jeje dan menariknya mundur dari Darren.

"Berhenti aku bilang! Atau akan kulaporkan guru!" Zeevaya menatap mata Darren tajam tapi Darren tersenyum seringai.

"Karena kau cantik, jadi aku akan menurut hari ini. Tapi jangan halangi aku besok!" ancam Darren dan ia berlalu seolah tak terjadi apa-apa.

Zeevaya melirik Darren yang perlahan menghilang dari penglihatannya. Tangannya sebelah kiri menggenggam pergelangan tangan Jeje. Keduanya mematung.

"Kau tak apa-apa Zeev?" tanya Jeje.

"Berhentilah muncul di dekatnya, atau kau akan selalu merepotkanku." Zeevaya melepas genggamannya dan menjauh. Ada yang dipikirkannya sekarang—Darren terlalu keren untuk jadi perundung. Zeevaya membenci Darren, tapi ia lebih membenci siswa di depannya itu.

Kau juga laki-laki! kenapa berpura-pura berani saja tidak bisa?

***

Semua teman tahu, Darren siswa seperti apa. Jeje bahkan sudah terbiasa dengannya. Tapi menurut Darren, siswi baru bernama Zeevaya itu sangat berlebihan menghadapinya. Apa dia pikir itu akan berpengaruh?

Darren melirik dia dari bangkunya. Gadis berkuncir kuda itu duduk di deretannya, terhalang satu bangku kosong yang kemarin ia lesatkan.

Dari caranya duduk, dia sepertinya rajin belajar. Guru belum datang, tapi sudah duduk tegak dengan buku terbuka di depannya. Lalu dari caranya bertingkah, dia memang terlihat lumayan pemberani. Oke...! Bagus kalau dia berani terlibat denganku! Kita lihat saja, bukankah sangat menarik untuk mengetahui akhir kisah kita?

Menit itu pula Jeje mendatangi bangku Darren dan Zeevaya berlari menghentikan langkah Jeje.

"Ngapain?" Tanya Darren santai dan bernada rendah.

Bukannya menjawab, Zeevaya malah mengalihkan pandangannya pada Jeje, "Ngapain?"

Darren bersyukur Jeje tidak menjawab. "Dia yang datang ke tempatku, kenapa kau menghalangi?" tanyanya kemudian.

"Apa yang akan kau lakukan padanya?" tanya Zeevaya. Masih saja mungkir untuk menjawab pertanyaan Darren.

Selain berani, gadis bermata tajam itu juga pandai bicara ternyata. Apalagi suaranya agak menyakiti telinga Darren. Itu supaya terdengar garang? Apa memang seperti itu cara dia bicara? Tidak bisa mendengar suara Darren yang rendah? Apa dia selalu seperti itu?

"BUKAN URUSANMU!"

Zeevaya memutar tubuhnya dan menemukan mata Jeje. "Aku bilang menjauhlah dari dia, kenapa kau datang?"

Jeje bahkan menunduk untuk berhadapan dengan Zeevaya. Ia punya leher untuk menahan dagunya sejajar dengan lawan bicaranya. Tapi Darren heran kenapa Jeje sama sekali tak bisa melakukannya.

"Aku hanya mengembalikan buku Darren, kemarin pinjam," ujar Jeje sambil mengulurkan buku milik Darren. Melewati lengan Zeevaya. Gadis itu mematung.

"Kalau tidak penting, segera duduk di bangkumu! Pak Wira akan segera datang," kata Darren.

Zeevaya menurut. Ia berjalan menuju bangkunya.

Syukurlah ia berhenti di sana dan duduk, batin Darren.

Darren baru akan membuka buku yang baru diberikan Jeje ketika tiba-tiba Zeevaya berlari lagi ke bangkunya dan merebut bukunya. Terlalu cepat hingga Darren tak sempat menahannya. Senyum Zeevaya sengit begitu buku tersebut sudah berada di tangannya.

Gadis itu membukanya sebentar lalu berlari sambil membawa buku tersebut ke arah Jeje. Ia seperti membandingkan. Benar saja! Dia sadar bahwa Jeje mengerjakan tugas Darren. Sial!

Dengan langkah kemenangannya, ia mendatangi Darren. "Jangan merasa kau bisa lolos dari Pak Wira tanpa ini!" ancamnya. Dan itu cukup membuat Darren berdiri di bawah tiang bendera selama 1 jam siang itu. Ini bukan pertama kalinya memang. Tapi melawan seorang perempuan, harus berakhir di sana adalah kekalahan.

Aku tidak akan membiarkannya.

Akan jadi menyenangkan jika Zeevaya mulai membayar keberaniannya. Aku harus memberikan 'hadiah' pada siswi sok pahlawan itu. Lagipula akhirnya dia memang berpengaruh pada hidupku. Maksudku dia berhasil membuatku kesal karena sikapnya siang ini.

Di bawah tiang yang dipenuhi terik itu, Darren masih sempat memikiran membalas dendam. Jam istirahat kedua adalah waktu yang tepat baginya membuat gadis itu mendapatkan 'serangan balasan.'

Benar saja, Zeevaya masih di kantin saat Darren meletakkan dua katak dewasa di lacinya. Tidak ada yang menyadari dia yang melakukannya. Jadi dipastikan ia tak bisa menuduh Darren.

Dunia begitu kejam! Jadi kupastikan Zeevaya harus siap menghadapinya. Setidaknya ia harus mencicipi serunya di sekolah selain belajar. Sekolah bukan hanya untuk belajar dan mendapat ilmu, tapi juga sebagai pembentuk kekuatan.

Detik yang amat dinantikan Darren dimulai dengan Zeevaya yang duduk di bangkunya. Segalanya tampak normal di awal, lalu berubah jadi lengkingan jeritan ketika gadis itu meraba lacinya. Hal itu makin seru saat katak itu melompat ke roknya, dan Zeevaya menangkisnya, lalu secara cepat katak sudah berpindah tempat ke baju siswi di depannya—Aluna. Semua siswi berhamburan keluar kelas. Pelajaran siang itu berubah jadi adegan seru lompatan para katak, karena ternyata Bu Wina juga ikut keluar kelas.

Darren cukup kagum Ketika melihat Zeevaya tidak serta merta keluar kelas, justru dengan percaya diri gadis itu mendatangi Darren, "Kau pasti pelakunya!" cecarnya.

Bingo!

"Bahkan jika aku yang melakukannya, itu tak penting sekarang. Itu hanya hal konyol jika kau mengumumkan di depan kelas. Tidak akan ada yang peduli!" jawab Darren.

Kini Aluna mendatangi Zeevaya di dalam kelas. Ini berita buruk. Zeevaya hanya akan menjelaskan hal yang tidak ia lakukan. Percuma Aluna juga tidak akan peduli. Sejak ia di sini ia memang tidak disambut baik. Bahkan memulai permusuhan dengan Darren. Ini begitu berbeda dengan sekolah dia sebelumnya. Punya begitu punya teman di sana.

Akan ada yang berjalan bersamaku saat ke kantin. Akan ada kaki yang berdiri di pintu gerbang sekolah saat aku pulang. Segalanya menjadi mudah saat itu, sebelum peristiwa itu terjadi. Peristiwa yang akhirnya membuatku terdampar di sekolah ini.

Seharusnya aku sudah sadar sejak kejadian itu. Seharusnya aku sudah terbentuk setelah kejadian itu. Kejadian yang membuat semua temanku menjauh. Kejadian yang menjadikan namaku bak makanan basi di tumpukan sampah. Dan lihat, betapa beraninya aku bermimpi indah saat aku pertama kali menapakkan sepatu di sekolah ini. Semua hanya utopia.

"Hei anak baru!"

Aluna bahkan tak menyebut nama Zeevaya.

"Sebaiknya jaga sikapmu di sekolah!" lanjut Aluna. Bahkan Aluna juga tidak bertanya apakah benar Zeevaya yang melakukannya.

"Aku tidak melakukannya," jawab Zeevaya. Gadis itu melirik Darren dan dia mengacungkan jempol jarinya. Sialan.

"Aku tidak peduli siapa yang melakukannya! Bukankah seharusnya kau tidak melemparnya ke bajuku? itu saja! Masih mengelak siapa yang melemparkan ke bajuku?"

"Katak itu melompat sendiri ke bajumu." Bagus... Zeevaya menjawab sangat bagus, sampai terdengar tawa Darren menggelegar.

"Percuma bicara denganmu!" Aluna memutar tubuhnya, rambutnya mengibas, ujung-ujungnya menyentuh wajah Zeevaya.

Oke fix, Zeevaya memutuskan akan meneruskan permusuhan ini dengan Darren.

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 43.2K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
1.7M 77.8K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
252K 24K 30
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
1.6M 116K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...