Blue Days

By aninglacya

726 148 563

Tidak ada yang menghalangi langkah Zeevaya selain takdir. Segalanya dipertaruhkan hanya untuk bersekolah; men... More

1. Great Welcome
2. Darren
3. Luck
5. Hostility
6. Shakaell
7. Imagination
8. Friends
9. Stop it!
10. Jeje
11. Toxic Friends

4. Bullying

79 18 92
By aninglacya

Seperti dugaan Zeevaya, Darren tidak normal. Ia merundung siswa.

Tidak mudah bagi Zeevaya melihat pemandangan itu. Kita sama-sama siswa di sini, tidak bisakah bersekolah tanpa membuat keributan. Duduk di bangku dan belajar dengan tenang, batin Zeevaya. Baginya, itu mempermudah pekerjaan guru, tentu saja mempermudah takdir juga.

Apa susahnya menjadi diam dan tidak mengganggu yang lain?

Zeevaya heran, kenapa selalu ada manusia semacam Darren berkeliaran di sekolah. Bayangkan saja jika di sekolah hanya ada siswa penurut yang rajin, walaupun tidak pintar setidaknya tidak membuat kekacauan. Bukankah itu jauh lebih menenangkan? Apa yang dicari sebenarnya?

Siswa berambut cepak yang bangkunya di dekat pintu itu tampak gemetar ketika Darren mengangkat dasinya. Tadinya Zeevaya ingin melewatinya, sebelum suara gebrakan bangku terdengar kemudian.

"Cih dia hobi sekali menggebrak bangku?" lirih Zeevaya sambil melirik dari tempatnya berdiri, malas. Belum apa-apa hari ke-2nya sudah keruh. Tersangkanya masih sama.

"Pulang sekolah ikut aku!" Teriak Darren yang sama sekali tidak menjadi perhatian kelas. Mungkin saking seringnya membuat keributan.

"K-ke mana?" tanya siswa berambut cepak tersebut.

"Pokoknya ikuti aku!" bentak Darren.

"T-tapi..."

Zeevaya melirik, tangan siswa itu bertaut dan bergetar.

"Brakkk!" Darren menggebrak lagi! Lama-lama kaki Zeevaya belok ke Daren. Untungnya ia masih tahan. Kelakuannya luar biasa gila.

"Tidak ada kata tapi!" Kali ini Darren bicara pelan, tapi ia merendahkan wajahnya dan menemukan masih mata siswa yang dibentaknya. Bukannya memukul wajah Darren, siswa itu justru makin mundur dan menunduk lebih dalam.

"Eh itu padahal posisi Darren sudah siap dipukul! Dia mundur?" Tanpa sadar pertanyaan itu meluncur ke udara, dan di dengar oleh siswa-siswa yang baru melewati Zeevaya. Spontan lirikan tajam kini menatap gadis itu semua. Untungnya Darren tidak dengar.

"B-baiklah aku akan ikut!" Kata siswa itu akhirnya. Diikuti isyarat jempol dari Darren dan pergi.

Begitu Darren berjalan ke bangkunya Zeevaya mendekati siswa berambut cepak tersebut, "Namamu siapa?" tanyanya.

"Jeje!"

"Oh. Oke."

"Kenapa?"

"Ingin tahu saja." jawabnya enteng, dibalas dengan lirikan bingung siswa bernama Jeje tersebut.

Sekarang langkah Zeevaya mengarah ke bangkunya, karena lima menit lagi pelajaran dimulai.

Tapi sepertinya dugaannya semenit lalu salah. Tadi Darren tidak jalan ke bangkunya sendiri, melainkan duduk di meja Zeevaya sambil bermain ponsel dengan kaki terayun. Zeevaya tidak peduli; berusaha tetap tenang dan duduk. Bertingkah seolah-olah Darren tidak ada di sana, mengenyahkan segala tingkah kekanakannya.

Tapi sebenarnya, Zeevaya tidak benar-benar bisa mengacuhkannya. Setidaknya ia harus mempersiapkan jantungnya kalau-kalau manusia gila itu menggebrak bangku lagi. Tidak lucu juga kalau tiba-tiba dia terjungkal ke belakang hanya karena kaget. Atau tiba-tiba tanpa sengaja sifat latah muncul di diri Zeevaya dan gadis itu menggebrak balik meja. Bukan, bukan. Pilihan yang terakhir hanya halusinasi Zeevaya saja.

Sekarang kembali ke Darren. Ini sudah lewat 2 menit, dan dia belum mengatakan apapun atau setidaknya minggir. Apa jurus mengacuhkannya tidak berhasil? Bukannya minggir, Darren justru meletakkan ponselnya dan menatap Zeevaya.

Zeevaya membuka bukunya sekarang. Sayangnya meskipun dia berusaha mengenyahkan Darren, kenyataannya ia justru salah tingkah. Ia berpura-pura mengambil ponsel di tasnya dan bermain game. Tapi sebenarnya ia menghitung waktu kapan itu segera berakhir?

Gadis itu lega saat mendengar bel masuk berbunyi. Sialnya, Darren betah. Dia tidak beranjak. Bahkan masih menatap Zeevaya dari atas mejanya. Jika Zeevaya mendongak, sudah pasti ia bertemu tatap dengan manusia bertaring itu. Oke sebenarnya jelas Darren tidak memiliki gigi taring yang menonjol. Tapi sepertinya cocok untuk menjelaskan sosoknya. Meskipun pada awalnya diakuinya benaran berwajah imut.

"Kau bisa minggir? Kelas akan dimulai!" Ya begitu seharusnya yang dikatakan sejak tadi, hanya saja mengacuhkannya jauh lebih menenangkan Zeevaya. Sekarang situasinya berbeda, Darren tidak bisa diacuhkan ternyata.

"Kau bicara apa tadi?" Akhirnya Darren membuka mulutnya.

"Aku bilang minggir!" Jawab Zeevaya tegas. Ia mendongak. Dan benar dugaannya tadi, mereka bertemu tatap sekarang.

"Maksudku, yang kau bicarakan tadi waktu aku di tempat Jeje. Mau pukul?"

What!!! Darren mendengar. Zeevaya panik jelas...tapi ia tidak perlu beralasan.

"Yes, that's it!" jawabnya akhirnya. Itu jelas bukan tantangan, Zeevaya terpojok dan dia tidak pandai berpura-pura.

"Kau yang salah kan? Kau yang merundung Jeje kan? Itu yang kulihat! Mengelak?"

"Yes, that's it!"

Bingo! Ngaku dia!

"Dan..." lanjut Darren.

Awas, dia akan menggebrak meja! Zeevaya buru-buru menutup kedua telinganya.

"ITU BUKAN URUSANMU!" Tegas Darren sambil turun dari meja Zeevaya tanpa menggebrak meja untungnya.

"Jadi, jangan sekali-kali menentangku apalagi menantangku!" lanjutnya di dekat telinga Zeevaya.

Zeevaya merapatkan gigi. Dari caranya bicara, Darren tidak butuh orang lain. Atau jangan-jangan ia yang tidak dibutuhkan orang lain. "Mengerikan sekali!"

"Tentu saja!" sahut Darren.

Bukan itu bego!!!

Terserahlah! Aku mau sekolah.

***

Jam kedua sedang berlangsung. Meski duduk di belakang, Zeevaya bisa mendengar suara guru dengan jelas. Suasana hangat ini yang akan selalu dirindukan Zeevaya—interaksi antara guru dan siswanya. Betapa sulitnya pelajaran itu ditangkap, tetap saja itu akan menyenangkan bagi Zeevaya. Ia tahu jawabannya; hidupnya hanya sekali—masa mudanya tidak akan kembali. Itu sudah lebih dari cukup untuk banyak bersyukur sekarang.

Lagi-lagi hal-hal menyenangkan yang baru dipikirkan Zeevaya tidak bertahan lama, karena lemparan kertas dari Darren seketika membuyarkannya.

Gadis itu menengok ke arah Darren malas, "Apa?" tanya Zeevaya hati-hati.

"Buka!" Jawabnya.

Sama sekali tidak pelan. Jelas membuat kelas yang penuh keheningan sekaligus sakral itu dipecahkan oleh suara Darren, dan dia luar biasa santai.

"Ada apa Der?" tanya Bu Rani.

"Nothing."

Sudah, begitu saja, dan ajaibnya Bu Rani tidak mempedulikannya lagi.

Zeevaya tidak berniat membuka kertasnya tentu saja, gadis itu justru melemparnya ke bawah sepatunya, dan menginjaknya sampai penyek. Dan untuk pertama kalinya, ia melihat Darren tersenyum. Jangan salah sangka, itu senyum ketidakpuasan, yang selanjutnya boleh disebut MARAH.

Darren makin gencar melempar kertas, mencuri kelengahan guru. Sekarang lebih dari 12 kertas sudah berkumpul di bawah sepatu Zeevaya. Sedikitpun ia tidak tertarik meladeni Darren dengan tingkah kekanakannya.

"Buka!"

Ya ampun, dia melakukannya lagi. Lebih keras dari sebelumnya. Untungnya itu bersamaan dengan suara bel istirahat pertama. Zeevaya menggaruk leher belakangnya yang tidak gatal, lalu memungut kertas di bawah sepatunya dengan kesal. Dibacanya dalam hati, Belikan minum!

Babu dia emang?

Tanpa menunggu lama setelah melihat Bu Rani menghilang dari pintu, gadis itu berteriak dari mejanya. "GAK MAU!"

"HARUS MAU!"

"PUNYA KAKI? BISA JALAN? BELI SENDIRI!" Jawab Zeevaya sambil melenggang ke luar kelas, menuju perpustakaan. Terserahlah, aku mau belajar!

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 263K 62
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.5M 8.5K 3
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
2.6M 150K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
904K 47.1K 76
The end✓ [ Jangan lupa follow sebelum membaca!!!! ] ••• Cerita tentang seorang gadis bar-bar dan absurd yang dijodohkan oleh anak dari sahabat kedua...