Silent Secret [END]

Od ridlvd

72.5K 9K 398

~Cerita ini original milik saya, mohon untuk tidak memplagiat, menyalin, dan membagikannya ke platform atau t... Více

Bagian I
Bagian II
Bagian III
Bagian IV
Bagian V
Bagian VI
Bagian VII
Bagian VIII
Bagian IX
Bagian X
Bagian XI
Bagian XII
Bagian XIII
Bagian XIV
Bagian XV
Bagian XVI
Bagian XVII
Bagian XVIII
Bagian XIX
Bagian XX
Bagian XXI
Bagian XXII
Bagian XXIII
Bagian XXIV
Bagian XXV
Bagian XXVI
Bagian XXVII
Bagian XXVIII
Halo!
Bagian XXIX
Bagian XXX
Bagian XXXI
Bagian XXXII
Bagian XXXIII
Bagian XXXIV
Bagian XXXV
Bagian XXXVI
Bagian XXXVII
Bagian XXXVIII
Bagian XXXIX
Bagian XL
Bagian XLII
Bagian XLIII
Bagian XLIV
Bagian XLV
Bagian XLVI
Bagian XLVII
Bagian XLVIII
Bagian XLIX
Bagian L

Bagian XLI

861 142 5
Od ridlvd

Brant benar-benar melakukan apa yang dikatakannya pada Teressa untuk tidak menemui Aaron dan dirinya, dan sejujurnya, hal itu membuat Teressa merasa sedikit khawatir. Ya, ia tahu, pria itu sengaja melakukan ini agar Teressa merasa bersalah dan mengubah keputusannya untuk mengakhiri hubungan mereka.

Selamat pada pria itu karena berhasil membuat Teressa merasa khawatir dan bersalah dengan perkataannya beberapa waktu lalu. Brant begitu mengenal dirinya, dan ia dengan begitu percaya dirinya mengatakan jika Brant tidak mengetahui apapun tentang dirinya. Namun, mengenai merubah keputusannya... Teressa rasa, keputusan yang diambilnya ini sejak awal sudah sulit untuknya, tetapi ia tidak bisa menghindarinya karena semua ini demi kebaikan pria itu.

"Mama? Mengapa Papa tidak pernah kemari lagi ya?" Aaron bertanya dengan polosnya, sembari menyusun balok-balok mainannya, sementara Teressa tidak tahu harus menjawab pertanyaan putranya itu seperti apa.

Membayangkan dirinya yang menjelaskan pada Aaron mengenai hubungannya dengan Brant yang sudah berbeda, rasanya begitu menyakitinya. Namun, jika terus menyembunyikan kenyataan ini, sepertinya itu akan lebih menyakitkan lagi.

"Sepertinya Paman sedang sibuk dengan pekerjaannya." Lagi-lagi, Teressa hanya bisa mengatakan hal itu. Sepertinya ia harus mencari waktu yang tepat untuk memberitahu Aaron akan hal apa yang sebenarnya terjadi pada mereka.

"Paman?" Kebingungan Aaron itu disikapi tenang oleh Teressa.

"Ya, Paman Brant, bukan?"

Aaron tampaknya masih kebingungan dengan itu. Putranya itu bersiap menanyakan sesuatu padanya ketika suara bel apartemen mereka terdengar.

"Yeay! Itu pasti Papa!" Tanpa bisa Teressa cegah, Aaron sudah lebih dulu berlari ke arah pintu dan membukanya.

Teressa hanya dapat memejamkan matanya lelah. Ia merasa tidak siap jika ia harus kembali melihat kebersamaan Brant dan Aaron, apa lagi dalam situasi hubungan mereka yang seperti ini. Sekuat tenaga ia sudah berusaha untuk membuatnya terbiasa dengan keadaan mereka sebelum kedatangan Brant. Tetapi rasanya begitu sulit, dan ia tidak bisa berbohong mengenai itu.

"Pa...pa..."

Namun, panggilan Papa yang terdengar ragu dan terbata dari suara Aaron itu membuat Teressa segera menghampiri putranya. Pandangan matanya menemukan seseorang yang tidak pernah ingin ditemuinya kembali, setelah beberapa waktu ini.

"Papa? Kau menunggu Papa superstarmu itu?"

Ya Tuhan... Bibinya... bibinya datang dengan Joe, kekasihnya.

Aaron memundurkan langkahnya, sebelum kemudian berlari ke arah Teressa dan menyembunyikan dirinya di balik tubuh tinggi Ibunya itu.

Tanpa diminta, Bibinya melangkahkan kakinya lebih dalam ke apartemennya, ia memberikan tatapan merendahkan ketika mengamati seluruh penjuru ruangan itu.

"Dia hanya mampu membelikanmu apartemen seperti ini? Apa ia sebegitu pelitnya padamu?" Bibinya itu tersenyum mengejek pada Teressa.

"Tetapi bukankah ini adalah tempat persembunyian yang aman, sayang?" Tanya Joe sembari memberi lirikan melecehkan pada Teressa.

"Ah, kau benar," balas bibinya singkat.

Bibinya itu kemudian melangkah melewati Teressa dan mendudukkan dirinya di sofa yang ada di sana, diikuti dengan kekasihnya yang mendudukkan diri di sampingnya.

"Kau tidak ingin memberikan minuman apapun untuk bibimu yang sudah lama tidak kau temui ini?" Nada meremehkan masih saja bibinya pertahankan dalam suaranya.

"Ya, mengapa diam saja? Apa kalian tidak merindukan kami?" Tambah Joe menimpali.

"Kau lupa sayang? Keponakan manisku ini kan lebih memilih menjadi bisu, jadi dia hanya bisa diam seperti itu," ujar Bibinya diakhiri dengan tawa mengejek.

Bibi, apa yang Anda lakukan di sini?

Dengan raut wajah kesal, Bibinya itu mendekati Teressa, kemudian menyentuh wajah wanita itu dengan kasar.

"Jangan menggunakan bahasa yang membingungkan itu lagi. Aku tahu kau kembali berbicara, jadi gunakan suaramu dengan benar karena aku akan menyampaikan sesuatu yang penting dan kau harus memutuskan apa yang akan terjadi selanjutnya."

***

Brant sejak tadi menatapi layar ponselnya dengan harapan Teressa akan menghubunginya setelah kepergiaan sesaatnya beberapa hari ini. Ah, sudah berapa kali ia melakukan hal ini? Bukankah ia melakukannya setiap saat? Tetapi mengapa wanita itu tidak kunjung menghubunginya? Apa Teressa benar-benar memilih keputusan itu? Apa wanita itu akan membiarkannya hidup tanpa mimpinya?

"Kau benar-benar menyukainya ya?"

Mengamati tingkah laku temannya, Dalton menyadari jika pria itu benar-benar menginginkan wanita bernama Teressa. Namun, yang ia tidak ketahui sebelumnya, temannya itu begitu menginginkannya hingga mengesampingkan banyak hal untuk bisa bersama wanita itu

"Ketika taruhan itu terjadi... apa aku langsung menerimanya?" pertanyaan Dalton itu dibalas dengan pertanyaan lain yang dilemparkan Brant padanya.

"Tidak, kau menolaknya hingga aku menawarkan gitar itu padamu."

Brant benar-benar pria brengsek. Hanya demi sebuah barang ia menghancurkan kehidupan seseorang.

"Apa kau benar-benar melupakan kejadian itu?"

Brant tidak mengingatnya, tetapi ketika bertemu untuk pertama kalinya dengan Teressa, ia merasa tidak asing dengan wajah wanita itu.

"Aku benar-benar tidak mengingatnya," jawab Brant dengan jujur.

"Mungkin kau sedang mabuk malam itu, karena kau memang payah dalam hal itu. Kau kan tidak bisa mengingat sesuatu ketika sedang mabuk."

Dalton benar. Brant tidak pernah bisa mengingat sesuatu yang dilakukannya ketika mabuk. Ya Tuhan, apa wanita itu baik-baik saja ketika ia melakukan hal itu tanpa kesadaran dalam dirinya?

Melihat wajah Brant yang terlihat tidak senang membuat Dalton menyentuh pundak temannya itu.

"Hei... setidaknya kaulah yang melakukan hal itu padanya, bagaimana jika salah satu di antara kami? Kami tidak akan mengambil keputusan untuk bertanggung jawab seberani dirimu." Entah mengapa pujian yang diberikan Dalton itu terdengar menyedihkan di telingannya. Apapun yang terjadi pada mereka, semua itu sungguh sesuatu yang tidak dapat dibenarkan.

Drtt... Drtt...

Ponsel Brant bergetar, ia sudah begitu bersemangat untuk mengangkat panggilan itu hingga suara yang terdengar di seberang sambungan itu menyurutkan semangatnya.

"Brant?"

Managernya, Jax yang menghubunginya.

"Ada apa?" Jawabnya malas.

"Kau harus segera kembali kemari."

Tunggu... Apa managernya itu baru saja memintanya untuk meninggalkan kota ini? Meninggalkan Aaron dan Teressa di sini untuk yang kedua kalinya?

"Pihak pria tua itu pada akhirnya memutuskan untuk melaporkanmu atas tindakan pemukulan yang kau lakukan. Sekarang, kau harus segera kembali dan mengurus semua ini."

Ah, rasanya Brant tidak ingin melakukannya.

"Kita bisa menyerang mereka dengan membuat laporan balik mengenai pelecehan yang dilakukannya pada Ibumu."

Tambah Jax membuat Brant berpikir.

Laporan balik mengenai pelecehan verbal yang dilakukan pria itu pada Ibunya? Apa wanita itu berhak mendapatkan perlakuan baik seperti itu setelah apa yang diperbuatnya pada dirinya dan Teressa?

"Jika berhasil, setidaknya kita bisa memaksa pihak mereka untuk mengambil jalan damai, bagaimana menurutmu? Lalu setelah semua urusan ini selesai-"

"Jax?" Potong Brant pada penjelasan manajernya itu.

"Ya?"

"Aku tidak berpikir untuk melakukan itu."

Balasan dari Brant itu seketika membuat Jax terkejut.

"Apa maksudmu?"

"Aku akan menerima hukumanku karena bertindak buruk pada pria tua sepertinya."

Ya... walaupun tindakan pria itu tidak bisa dibiarkan, tetapi Brant juga tidak ingin membela seseorang yang sudah menyakitinya begitu banyak.

"Apa? Apa kau gila? Banyak orang yang berada di sisimu sekarang, kita bisa memenangkan ini atau setidaknya tidak berurusan lagi dengan pria itu. Jika kau dijatuhi hukuman kurungan beberapa waktu, bagaimana dengan konsermu yang sempat tertunda itu? Nantinya kita harus mengganti banyak kerugian, ditambah lagi kita perlu menunggu hingga masa hukumanmu selesai, kemudian yang paling buruk, kau akan dicap sebagai penjahat? Atau preman? Entahlah, sementara yang sebenarnya perbuatanmu tidak sepenuhnya salah. Bayangkan dengan kariermu kedepannya, ditambah lagi dengan rumor kencan yang rasanya tidak patut didengar di tengah skandalmu itu."

Jax memperingati Brant dengan penjelasan panjang lebarnya, tetapi itu semua tidak mengubah Brant untuk melakukan apa yang direncanakannya sebelumnya.

"Tak apa... aku juga berencana untuk berhenti dari karierku."

"Apa kau gila?" teriakan frustasi itu kembali ditujukan Jax pada Brant.

"Aku... aku ingin tetap di sini dan tinggal bersama putra dan kekasihku."

"Sialan kau. Kita memiliki banyak kontrak, Brant, bagaimana aku bisa menyelesaikan semua itu?"

Tidak, berbicara dengan cara seperti ini tidak akan mengubah kekeras kepalaan pria itu, dan sepertinya Jax harus mengubah caranya untuk memaksa Brant sekarang. Pria itu tidak akan mengikutinya jika hal ini hanya berkaitan dengan pekerjaannya saja. Sialan, bagaimana pria dengan ambisi besar seperti Brant itu dengan mudahnya menyerah pada semua hal yang dimilikinya itu?

"Kau bilang kau akan berhenti menyanyi dan tinggal bersama putra juga kekasihmu? Apa kau pikir mereka akan menerimamu? Seorang pria kasar yang dengan ringannya mengayunkan lengannya untuk memukul pria tua tidak berdaya hanya karena merasa marah dengan perkataannya? Pria yang baik akan memaafkan kesalahan orang lain bukan?"

Brant termenung mendengar perkataan Jax. Teressa... wanita itu akan menerimanya, Brant tahu itu. Namun, yang tidak diketahuinya adalah mengenai waktunya... waktu di mana wanita itu kembali membuka diri untuknya.

"Mereka akan melakukannya."

Namun, apa kau benar-benar yakin dengan itu, Brant? Wanita itu bahkan tidak lagi menghubungimu karena kau dengan kukuhnya bersikap tidak peduli jika kariermu akan hancur, kemudian bagaimana jika semua itu benar-benar terjadi?

"Jangan mengambil keputusan dengan begitu cepat. Pikirkan lagi mengenai keluarga barumu itu, dan segeralah kembali kemari. Ku harap kau bisa datang kemari besok dan mengurusnya sebelum masalah ini menjadi lebih besar lagi."

Setelahnya Jax memutuskan panggilannya.

Dalton yang sejak tadi berada tidak jauh dari Brant, mendengar sedikit banyak mengenai pembicaraan pria itu dengan manajernya. Ia hanya dapat memberikan tatapan menyesal karena tidak bisa membantu banyak dalam permasalahan temannya itu.

"Brant... ku pikir kau harus tetap mempertahankan kariermu." Ada jeda sebelum Dalton meneruskan, "karena menurutku... jika aku berada di posisi yang sama dengan Teressa, aku akan membencimu karena menghancurkan karier yang sudah susah payah kau dapatkan hanya untuk hidup bersama dengan orang biasa sepertiku."

Dalton menepuk pelan pundak Brant, sebelum kemudian berlalu pergi meninggalkan pria itu untuk kembali merenungkan keputusannya.

***


Gimana nih, makin panas ga ceritanya? hehe

Btw jangan lupa mampir ke cerita baru aku judulnya Becoming Us, apalagi yang suka cerita ala2 married by accident, aku tunggu yaa...

Bye bye, see you soon.

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

332K 8.2K 34
Sarah sangat mencintai Sena sejak pandangan pertama, dan sejak hari itu hanya Sena yang ada dalam pikirannya. Beberapa hari berlalu sejak pertemuan i...
47.9K 3.1K 63
Keberadaanku tidak pernah diinginkan. Bahkan oleh ibu kandungku sendiri. Hingga nadi kehidupan ini membawaku bertemu dengan mu. Mungkin ini menjadi...
69.2K 4.8K 20
Hubungan mereka sudah retak bahkan tak layak untuk dipertahankan. Tapi kenapa sesulit itu untuk berpisah?
7.7K 704 42
Cinta pertama dengan lelaki pertama dalam hidupnya membuat Velicia memberikan hatinya secara utuh pada pria bernama Pirentz Ronaldo. Seorang laki- l...