[√] Can't You See Me? [END]

By Binbin_Fy

2.8K 647 346

Kisah seorang anak laki-laki yang kini tengah bimbang akan apa yang dia alami saat ini. Masalah kian sering m... More

P r o l o g u e
Begin
What Do You Mean?
All of You Kidding Right?
It's So Hard To Make You Believe - Skors
Incident - Skors day 1
Down
Flasback
Investigation
Father's Friend - Ask for Help
Hate
The Past
Who?
Respectively
Why?
Odi
Him and The Truth
Hurting
Father
Him
Brother
Really?
Funeral Day
Last Letter
For Him
Mother?
Regret
Our Star

Epilog

86 8 2
By Binbin_Fy

"Selamat siang, Pak."

Sapaan itu terlontar dari beberapa orang karyawan di sana.

Yang di sapa tersenyum, membungkuk singkat kepada setiap karyawan yang di lewatinya.

"Mau pergi, Pak Choi?"

Choi Sunoo—atau di kenal dengan—Choi—Han Soobin sewaktu masa sekolah itu, kini sudah menjadi seorang direktur di sebuah perusahaan miliknya.

Berkat otak cerdasnya itu, lelaki itu dapat menyelesaikan kuliah dan study-nya dengan cepat dalam waktu beberapa tahun. Serta dapat membangun perusahaan sebesar ini dalam kurun waktu yang terbilang cukup cepat bagi pengusaha muda sepertinya. Itu semua berbalik lagi kepada sikap perfeksionis dan kompeten yang di milikinya.

"Iya, Pak. Tapi, saya kan udah bilang dari dulu, jangan panggil saya 'Pak', Pak. Panggil Sunoo aja," jawab Soobin, ramah.

Walau banyak yang memanggilnya dengan sebutan 'Pak', dia masih saja merasa belum terbiasa dengan panggilan itu. Apalagi jika yang memanggilnya 'Pak' adalah orang yang usianya lebih tua dari dirinya. Menurutnya, itu tidak cocok, dan Soobin tidak setua itu untuk di panggil dengan julukan itu.

Satpam itu tersenyum canggung. "Aduh, mana sopan atuh, Pak. Eh, Sunoo."

Soobin melihat raut tidak enak dari wajah si Satpam, nada bicara pria paruhbaya itu juga terdengar canggung.

Lelaki itu tersenyum. "Saya duluan, ya, Pak," pamitnya seraya membungkuk sopan.

Soobin melangkahkan kaki menjauh menuju area basement, masuk ke mobilnya, lalu mulai melajukan kendaraan itu keluar dari perusahaan.

Hari ini dia ada janji bertemu dengan para sahabatnya. Bersyukur karena pekerjaannya telah selesai dia kerjakan, dan dia bisa berkumpul dengan mereka.

Omong-omong, sejak menginjakkan kaki di universitas, Soobin mengubah nama panggilannya menjadi Sunoo. Mengingat Choi Sunoo adalah nama asli miliknya semasa kecil dulu.

Namun, panggilan dengan nama 'Soobin' tetap melekat pada dirinya. Terutama oleh para sahabatnya yang memang pada dasarnya sudah terbiasa menyebutnya dengan nama Soobin.

Soobin tidak mempermasalahkan hal itu, lagi pula dia menyukai nama itu. Nama yang di berikan oleh Ayah angkatnya—Han Yoongi, sewaktu dirinya masih tinggal bersama pria paruhbaya itu.

Ngomong-ngomong, pria paruhbaya itu kini sudah bebas dari masa tahannya. Seharusnya tidak secepat ini namun, Soobin meminta meringankan hukuman Yoongi pada Hakim, dan Hakim itu menerimanya.

Kini, pria paruhbaya itu tinggal bersama dengan Soobin dan keluarga. Soobinlah yang memintanya pada Yoongi. Hubungan keduanya juga kian membaik seiring berjalannya waktu, sikap Yoongi pula tidak sedingin dan sekasar dulu. Pria paruhbaya itu kini lebih perhatian, walau masih sedikit tsundere.

Hyundai berwarna silver itu terparkir di halaman depan sebuah cafe. Sang pemilik keluar dari dalam mobil, lalu melangkah masuk ke dalam bangunan tersebut.

Soobin menolehkan ke kanan dan ke kiri, menelelisik sekitar guna mencari keberadaan para sahabatnya.

"Bang Ubin!"

Lelaki itu menoleh ke arah belakang, melihat seorang tengah melambaikan tangan ke arahnya. Dia berjalan mendekat, lalu ikut duduk di kursi samping si pemanggil.

"Sorry telat, kalian udah nunggu lama?"

Hueningkai menggeleng. "Enggak, kita—"

"Udah hampir setengah jam kita nunggu lo sama Bang Jun." Taehyun menaruh buku yang di bacanya ke meja, seraya membenarkan letak kaca matanya.

Taehyun menoleh ke sampingnya, merasa di perhatikan, dan benar saja, Hueningkai kini tengah menatapnya dengan tatapan datar. Tatapan yang seolah berkata 'Ngapain lo ngomong gitu?!'.

Lelaki itu menghela napas, dia mengalihkan pandangan ke arah Soobin.

"Ngomong-ngomong, Ban Jun—"

"Maaf telat! Jalanan tadi macet."

Yang di bicarakan baru saja tiba. Napas lelaki itu nampak tidak teratur, dengan pakaian yang di pakainya terlihat agak lusuh.

"Gak apa—"

"Udah biasa, gak perlu minta maaf."

Yeonjun yang mendengar ucapan pedas itu hanya bisa tersenyum kuda, sudah biasa baginya mendengar kalimat pedas itu oleh orang yang sama. Lelaki itu lalu duduk di samping Taehyun.

Taehyun memijit pangkal hidungnya, dia menatap seluruh orang di meja ini. "Seharusnya kalau kalian emang gak bisa, lebih baik gak usah di paksain. Kita bisa ketemu kapan aja."

Tahun belakangan ini, mereka jadi sangat jarang bertemu. Mengingat jadwal yang sangat padat, membuat keempatnya jarang ada waktu.

Semuanya sibuk dengan urusan dan kewajibannya masing-masing.

Mulai dari Yeonjun dan Soobin yang sibuk mengelola perusahaan masing-masing, serta Taehyun dan Hueningkai yang kini dalam masa-masa menyelesaikan study mereka.

"Enggak! Hari ini gue cuman ada meeting satu kali, terus udah," bela Yeonjun. Tanpa ijin lelaki itu mengambil minuman di atas meja lalu meminumnya hingga tandas, lantas mendapat pekikan protes dari sang empu pemilik.

"Bang Jun itu punya gue!"

"Aduh, ribet. Sana pesen lagi, gue traktir."

"Males."

Soobin hanya bisa terkekeh melihat perdebatan si sulung dan si bungsu yang masih terus berlanjut, dia mengalihkan perhatiannya kembali pada Taehyun. "Hari ini cuman ada beberapa berkas yang harus di tandatanganin, udah, setelahnya gue free buat beberapa jam ke depan."

"Yang udah jadi bos mah beda, ya," cibir Hueningkai. Rupanya dia sudah selesai berdebat dengan Yeonjun.

"Btw, kita cuman duduk di cafe doang, nih? Gak ada rencana ke mana gitu?" Hueningkai berceletuk. Lelaki itu lalu meminum minuman Taehyun, sang pemilik hanya bisa menghela. "Bosen gue, setiap hari liat tugas numpuk sama denger omelan dosen terus," lanjutnya.

"Gue sebenernya ada rencana, sih, mau ke mana."

"Ke mana?"

+×+

Pagi-pagi sekali, keempat orang sahabat itu sudah bersiap dan bergegas menuju suatu tempat. Tempat di mana dulu menjadi tempat bermain semasa kecil, dan menjadi saksi persahabatan mereka.

Bukit kecil, di pinggiran Kota.

Terhitung sudah lama sekali rasanya mereka tidak berkunjung ke sana. Terakhir kali ke sini, ketika mereka masih menginjak masa-masa perkuliahan semester awal.

Sebenarnya rencana ke sini di rencanakan untuk kemarin namun, tiba-tiba saja Yeonjun mendapat panggilan dari Asistennya, bahwa hari itu akan ada meeting lagi dari perusahaan yang akan mengajak bekerja sama perusahaan Yeonjun.

Alhasil, keempat sahabat itu membatalkan rencana mereka.

Besoknya, kebetulan adalah hari sabtu, dan di hari itu mereka sama-sama senggang jadi, pagi-pagi sekali mereka bersiap untuk pergi ke bukit kecil bersama.

Di tengah jalan, mereka memutuskan untuk singgah terlebih dahulu ke makam salah satu sahabat mereka.

Kelimanya berjongkok di masing-masing sisi kanan dan kiri makam. Mendoakan sahabat mereka itu, lalu menaburkan bunga yang sempat di beli sewaktu perjalanan.

"Halo, Bam. Gimana kabar lo? Maaf, kita baru baru bisa jengukin lo lagi."

"Bang, gak kerasa, ya, lo udah pergi ninggalin kita selama bertaun-taun lamanya. Waktu emang cepat berlalu."

"Lo bahagia kan di sana? Lo udah kumpul lagi sama Nyokap lo seperti keinginan lo dulu, dan udah gak ngerasa sakit dan takut lagi."

"Bang Gyu, sering-sering dateng ke mimpi gue, ya. Jujur aja, gue kangen banget sama lo. Gak apa, deh kalau lo gak kangen gue, tapi sering-sering dateng, ya?"

Di sana, mereka berbincang-bincang sebentar, lalu kembali meneruskan perjalanan.

Kendaraan yang di pakai mereka berhenti setelah tiba di tempat yang mereka tuju.

Lantas keempatnya lekas keluar dari dalam mobil. Dua di antaranya menenteng keranjang dan karpet untuk berpiknik, dan dua lainnya sudah berlalu pergi mendahului.

"Woi! Kalian bukannya bantu malah nyelonong pergi aja. Kebiasaan banget ni dua orang." Yang lebih tua datang mengomel, menatap kesal dua orang lebih muda darinya itu. Dia mulai menggelar karpet di bawah pohon rindang.

Soobin menaruh keranjang yang di tentengnya. Dia lalu menyusun semua makanan dan minuman di atas karpet, tentunya dengan di bantu Taehyun.

Yeonjun? Lelaki itu sudah berlalu menyusul Hueningkai yang tengah duduk menjauh di ujung.

Yeonjun menampar pelan belakang kepala Hueningkai, lalu ikut mendudukkan diri di samping lelaki itu. Ikut memandang pemandangan perkotaan serta langit cerah di atas sana.

Yang lebih muda meringis, lantas mengusap belakang kepalanya. Dia mendengus. "Ish, sakit tau, Bang Jun!"

"Yeuh, gue naboknya pelan juga. Lemah lo," cibir Yeonjun.

Yang lebih muda hanya bisa menghela napasnya kasar, tidak berniat untuk menjawab kalimat itu. Dia mengadah, memilih untuk memandang langit dia atasnya.

Merasa tidak ada respon setelahnya, Yeonjun menoleh, mendapati helaian napas yang sesekali keluar dari bibir yang lebih muda.

Tangannya terulur, merangkul pundak itu, lalu kembali mengalihkan pandangan ke depan. "Lo lagi mikirin dia?"

Hueningkai menoleh sekilas, kepalanya menunduk. Lelaki itu mengangguk pelan.

"Lebih tepatnya perlakuan gue dulu ke dia."

Yeonjun tersenyum tipis, dia sudah menduga hal itu. Hueningkai itu adalah ciri orang yang lebih memilih memendam masalahnya sendiri, dia tipe orang yang memendam sesuatu dan selalu memikirkan apa yang telah dia lakukan.

"Gue yang udah bikin kalian gak percaya lagi sama dia, buat dia makin tertekan sama ucapan gue waktu itu."

Yeonjun berbalik memegang kedua pundak yang lebih muda, menyuruh sang empunya untuk  menatap ke arahnya. "Gue dan yang lain beberapa kali udah bilang sama lo, ini bukan sesuatu yang perlu di salahkan."

"Kai." Menepuk pundak itu pelan. "Perlakuan dan ucapan lo waktu itu bukan sesuatu hal yang harus buat lo nyesel. Tapi, lo harus seneng. Karena apa?"

Hueningkai meredupkan pandangannya, dia menggeleng pelan, enggan menjawab ucapan yang di lontarkan Yeonjun.

"Karna, secara gak sadar, lo udah buat permasalahan dan kesalah pahaman itu menemui titik terangnya. Lo yang udah buat kita sadar dan bersatu lagi kayak dulu. Ya, dan gak ada yang tau kelanjutannya kayak gimana. Sesuatu di luar nalar pemikiran kita terjadi, tanpa kita bayangkan. Beomgyu ngelakuin hal itu … lagi?"

"Hei, denger Kai. Takdir dan jalan hidup seseorang itu gak ada yang tau kelanjutannya gimana. Tapi initinya, takdir itu bagaikan skenario yang terus berjalan yang sudah di tentukan."

"Kita, bahkan semuanya gak ada yang ngira kalau kejadian itu bakal terjadi. Dari awal pertemuan pertama kita pun, kita gak akan ngira kalau kita bakal sahabatan sampai sekarang."

Satu tepukan mendarat di bahu yang lebih muda. "Seandainya lo gak bilang tentang kalau Beomgyu lah pelakunya, dia gak pernah akan sadar tentang perlakuannya yang selama ini. Secara gak langsung, hal itu buat dia menyesali perbuatannya."

"Tapi, dia marah sama gue …."

"Enggak! Dia gak mungkin marah! Beomgyu malah bersyukur dan berterima kasih sama lo. Karna lo udah buat dia sadar, dan kembali ke jalan yang benar," sanggah Yeonjun, tegas.

Hueningkai menejamkan matanya, menggigit bibir bawahnya kuat, menahan isakan. "Tapi, kalau dia gak marah, dia gak mungkin—" Tangis yang mati-matian di tahan itu akhirnya pecah, lelaki blasteran itu menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Tidak sanggup meneruskan ucapannya.

Yeonjun lantas membawa yang lebih muda ke dalam dekapan, mengelus surai coklat milik sang empu. "Kai, baik kita, maupun semuanya, gak ada yang nyangka kalau Beomgyu bakal ngelakuin hal kayak gitu. Tapi, itu jalan yang di pilih Beomgyu sendiri, dia milih buat ngakhirin hidupnya saat itu." Dia menjeda. "Sekali lagi, ini bukan salah lo, semuanya emang pilihan Beomgyu sendiri, dia yang milih jalan hidupnya kayak gitu. Lo gak perlu nyesel, ini bukan salah lo."

Wejangan beserta kata penenang Yeonjun lontarkan. Lelaki itu menepuk-nepuk pelan punggung yang lebih muda, menyalurkan kenyamanan pada si empu.

Di tempat yang sama, dua orang lelaki lainnya hanya bisa diam menyimak. Sama-sama memiliki kisah dan peristiwa penyakitkan, dengan alur dan kondisi berbeda.

Di rasa tangisan itu mulai mereda, Soobin dan Taehyun berjalan mendekat, lantas duduk di sisi kiri dan kanan kedua orang lelaki itu.

"Kai, lo tau istilah, noda sedikit apapun, akan meninggalkan bekas sampai kapanpun?" Soobin membuka suaranya, bertanya tanpa menoleh pada sang lawan bicara.

"Kenangan kita berlima akan terus ada dan membekas sampai selamanya. Mau itu suka atau duka, semua masalah dan peristiwa manis, itu akan terus ada dalam memori."

"Kita gak bisa mengelak, kalau kadang kala ingatan tentang kenangan itu buat kita tersenyum bahagia. Mengingat kedekatan kita, kehangatan yang di berikan satu sama lain, dan rasa nyaman. Tapi, kita pun gak bisa ngelak, kalau ingatan kita menayangkan suatu kejadian yang sama sekali gak mau kita ingat. Semua kenangan buruk, keterpurukan, dan kesedihan yang menimpa."

"Baik buruk atau baik, semuanya akan terus membekas, tersimpan apik dalam ingatan."

Soobin menoleh, menatap satu persatu para sahabatnya. "Kita udah lama bareng. Sama-sama pernah melewati suka dan duka bersama."

"Walau kita udah gak seutuh dulu, tapi kenangan tentang kita berlima akan terus ada sampai kapanpun."

Soobin tersenyum. "Walau salah satu dari kita telah pergi, tapi, dia akan selalu ada di dalam hati kita. Kita tetaplah lima orang sahabat selamanya."

Semuanya tersenyum, menyutujui ucapan Soobin.

"Eum, ngomong-ngomong, kita gak jadi makan makan, nih?"

Semuanya terkekeh mendengar ucapan Taehyun. Soobin mengangguk, dia beranjak bangkit. "Yuk makan, gue tadi udah bikin spaghetti alio olio."

"Aglio olio!"

"Nah itu, hehe."

Fin

Last, beneran end

Sebenernya gak tau, sih, ini nyambung atau gak. Tapi, ya sudahlah.

Btw, aku baru buat cerita baru, mungkin kalian ada yang tertarik dan mau mampir

Genre Romance-Angst

See u

Continue Reading

You'll Also Like

529K 19.8K 33
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
863K 64.9K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
3.3K 286 10
Usahakan sebelum maupun sesudah membaca di vote dulu ya :" . . . Bukan perkara melepaskan, melainkan perkara untuk bagaimana cara untuk mengikhlaskan...
37.5K 4.3K 15
[FINISHED] ft. Hyunjin dan Minho Lee Minho dan Lee Hyunjin adalah saudara kandung, meski begitu, banyak sekali perbedaan diantara mereka, salah satun...