AMOUR

By hwepiy

4.1K 1.4K 5.8K

Terlahir sebagai anak kembar identik, bagaimana perasaanmu? Pasti bahagia karena bisa saling tukaran pakaian... More

1. Yang bertopeng
2. Shaka dan Dunianya
3. Hitam Putih
4. Peringatan Pertama
5. Sisi Yang Berbeda
6. Milik Azka
7. Bukan Sembarang Kejutan
8. Baper? Ya kali!
9. Mascrush
10. Closer
11. Oh shit!
12. Icha vs Keysha
13. Pertandingan Sengit
14. Selimut Bernyawa
15. Prioritas
16. Belajar Bareng
17. Gara-gara Foto
18. He's annoying!
19. Jealousy
20. Esedensies
21. (Not) Strong Enough
23. One Fine Day
24. (Bukan) Shaka
25. Bak Kaset Rusak
26. Terjebak Dalam Labirin
27. Favourite Man
HAI EVERYONE!

22. Sibling Rivalry

57 22 166
By hwepiy

Dunia dan seisinya itu jahat
bagi siapapun yang merasakan kejahatan itu.Jadi, tolong bersyukur kalau kamu mendapat banyak kebaikan.❞-Amour

♪Slipping through my fingers-ABBA

🦋 Happy reading 🦋

Kondisi ibu kota sore ini terlihat segar akan pepohonan dan jalanan yang basah karena hujan turun 20 menit yang lalu. Petrichor menyeruak indra penciuman.

Wanita berambut pendek sebahu dengan rok abu-abu sekolah beserta crewneck hitam tengah berjalan berhati-hati menghindari genangan air. Lima langkah lagi ia akan sampai di sebuah warung tongkrongan Shaka dan teman-teman.

Setelah lima langkah itu, ia masuk ke halaman depan warung dan memeriksa roknya barangkali terkena cipratan genangan air. Seorang pria langsung menyambutnya dan memberikan tisu.

"Shaka mana?" tanya Icha pada Aufa. Hal itu membuat si pria sedikit kata itu menunjukkan raut wajah kesal.

"Gue gak niat selingkuh. Cuma—"

Aufa menyelanya, "Cuma mau mendua?"

Icha geleng dengan cepat. Hingga akhirnya manusia yang ia cari muncul dengan sendirinya. Dari gerak-geriknya, sepertinya pria itu hendak pergi. Icha segera memanggil Shaka dan menarik pria itu menjauh dari warung. Aufa hanya berdecak sebal dan kembali berkumpul bersama teman-temannya yang lain.

"Ada apa, Cha?" tanya Shaka heran.

"Lo dari tadi di sini?" Icha balik bertanya. Kemudian Shaka menjawabnya dengan kedua alis yang naik. Icha mengabsen penampilan pria jangkung itu dari atas sampai bawah.

"Dari pulang sekolah lo di sini? Gak kemana-mana gitu?" Icha bertanya dengan hati-hati.

"Iya, Cha," jawab Shaka jujur.

Icha menatap netra coklat Shaka dengan lekat. Tak ada raut kebohongan yang terpancar. Hanya ada raut wajah kebingungan dari Shaka. Icha juga tengah menimbang apakah harus bertanya sesuatu yang ia penasari atau lebih baik tidak usah.

Ah, dari pada menyesal tidak bertanya, lebih baik menyesal bertanya. "Tadi gue ke minimarket, liat lo sama cewek yang sama gue temui waktu di tempat makan sushi. Gue panggil nama lo, tapi gak noleh."

Penjelasan Icha tadi membuat kening Shaka mengerut. Pria itu nampaknya tengah mengingat-ingat aktivitasnya hari ini.

"Oh iya! Tadi gue emang sempet ke minimarket,sih. Lo manggil? Sorry ya, gue gak denger," jawab pria berseragam putih abu-abu itu, menghindari kontak mata dengan Icha. Shaka menggaruk pelipisnya.

Icha mengangguk samar. Ia menyelipkan sejumput rambutnya ke belakang daun telinga.Gadis itu mengabsen penampilan pria di hadapannya dari atas sampai bawah. Menyelidiki gelagat pria itu yang terlihat tidak nyaman. Icha berhenti menyelidik ketika ponsel Shaka berbunyi ada telepon masuk. Dan Shaka langsung mengangkatnya.

Setelah mematikan sambungan telepon itu, Shaka pamit, "Gue duluan ya, disuruh pulang cepet."

Gadis berambut sebahu itu hanya mengangkat kedua alisnya dan menggigit bibirnya. Menghela napas. Padahal masih ada satu hal yang ingin ditanyakan kepada pria itu. Sekarang terpaksa ia pendam pertanyaan itu sampai menemukan waktu yang pas untuk dilontarkan kepada Shaka.

ָ࣪ ۰ Amour ‹!

Motor vespa abu-abu dengan kecepatan 80 km/jam melintasi jalan Jakarta yang basah akibat turun hujan. Lalu lintas saat itu tengah ramai lancar, tidak ada kemacetan. Namun, alasan apapun untuk kebut-kebutan itu tidak dibenarkan karena bisa membahayakan keselamatan.

Di balik helm yang menutupi wajah, terdapat pikiran yang berkecamuk dan bercabang. Pikiran itulah yang membuat remaja pria itu ingin cepat sampai rumah. Beberapa kali ia menyalip mobil di depannya. Tak jarang mendapat teguran lewat klakson pengendara lain.

Pria itu tak ada niat sedikit pun untuk mengurangi kecepatan motornya meskipun sudah memasuki lingkungan komplek tempat ia tinggal.Sampailah di sebuah rumah bercat putih coklat berlantai dua. Tanpa melepas sepasang sepatu, ia masuk ke dalam rumah.

Dengan amarah yang meletup-letup di dalam dada, membuat napas kian tidak beraturan. Shaka melangkah menuju kamar kakaknya dengan tergesa-gesa. Tatapannya menunjukkan kilatan marah.

Sampailah di depan pintu kamar Azka yang bercat putih. Ia segera membukanya dan membanting pintu, membuat tuan kamar terkejut bukan main. Shaka mengacak-acak meja belajar seperti mencari sesuatu.

Azka yang tadi tengah tiduran sembari berteleponan dengan Diva pun terpaksa bangun. Barang-barangnya sudah berjatuhan ke lantai. Gelas yang sengaja Azka taruh di meja belajarnya pun pecah.

Shaka membuka laci yang terdapat di meja belajar Azka. Sekotak masker ia temukan. Pria itu melangkah mendekati Azka, melempar kotak masker itu ke dada kakaknya.

Azka kebingungan dengan sikap Shaka yang mendadak seperti ini. "Lo kenapa?" Azka melempar ponselnya ke atas ranjang.

"Buka kotaknya!" Perintah Shaka dituruti. "Kenapa gak lo pake tuh masker?" sambungnya.

"Gue pake terus kok," jawab Azka masih dengan raut bingung.

Kemudian suara Shaka meninggi hingga nampak urat-urat di lehernya  "Bohong!"

"Lo gak pake masker itu tadi. Lo bego atau gimana, sih? Beribu kali gue bilang, pake maskernya tiap kali keluar rumah! Gue gak mau ada temen gue yang liat lo, Azka!" cerca Shaka yang sudah hilang kesabaran. Kini dirinya tengah diselimuti emosi yang menggebu-gebu.

Setelah berpikir sebentar, Azka baru mengerti apa yang dimaksud adik kembarnya itu. "Lo liat gue ke minimarket sama Diva?"

Shaka membelakangi Azka dan berkacak pinggang. "Bukan gue, tapi temen gue! Dia kira yang dia liat itu, gue. Gue gak ngerti dimana otak cerdas lo itu. Gue beli masker itu pake uang gue sendiri dan itu buat lo! Kenapa gak lo pake?" Tangan Shaka beralih menjambak rambutnya sendiri, frustasi.

Azka meletakkan kotak maskernya di atas ranjang. "Shak, tadi gue pake kok maskernya. Tapi karena gue rasa tempatnya aman, gue buka. Maaf, besok-besok gue gak akan lepas maskernya di mana pun kapan pun," lirih pria yang berada di belakang Shaka. Rasa bersalah menghinggapi dirinya. Tak sangka kalau kejadian di minimarket tadi diketahui Shaka.

Napas Shaka, pria yang wajahnya sudah merah itu semakin memburu. Emosi yang meletup itulah yang membuatnya demikian. Ada ribuan kata yang hendak ia keluarkan namun tertahan saking banyaknya. Dua tangannya sudah terkepal karena amarah. Sedikit lagi ia menguatkan kepalannya itu, telapak tangannya bisa terluka.

"Bukan sekali lo kayak gini. Lo itu sebenernya niat lindungi gue gak, sih?" Nada bicara Shaka mulai memelan namun tetap mengintimidasi.

Azka berjongkok membereskan barang-barangnya yang berceceran di lantai. Dengan hati-hati juga, ia membersihkan pecahan beling. Ia menatap prihatin buku paket sekolah yang basah karena air dari gelas pecah tadi.

"Gue kakak lo, Shaka. Demi apapun, gue gak pernah ada niatan jahat sama lo. Gue bahkan masih inget perjanjian enam tahun lalu, kalau gue gak akan nampakkin muka gue di muka bumi ini." Suara Azka serak. Tak kuat sekali rasanya harus mengungkit kejadian dimana dirinya berjanji untuk suatu hal yang sangat berat.

Tidak ada respon dari Shaka, maka Azka melanjutkan lagi, "Kemampuan gue sembunyi dari semua orang cuma segini. Gue minta maaf kalau usaha gue masih belum cukup buat lo. Tenang aja, kembaran lo ini gak akan khianati perjanjian yang udah kita sepakati," tutur Azka membuat hati Shaka berdesir perih.

Demi apapun ia tak sanggup jika harus mendengar perkataan Azka tadi. Semarah-marahnya ia dengan kembarannya, tetap saja rasa sayang selalu melebihi amarahnya.

Kepalannya melemah, matanya berkaca-kaca mendengar hal itu dari bibir orang yang selama ini sangat baik padanya. Ia tidak bisa menangis sekarang. Azka tidak boleh tau kalau Shaka luluh dengan perkataannya barusan.

Akhirnya, Shaka memutuskan untuk keluar dari ruangan itu tanpa menutup pintu. Kala itu, bukan hanya Azka yang mendengar ucapan marah dari Shaka, tapi ada Diva yang mendengarnya dari sambungan telepon yang belum terputus.

ָ࣪ ۰ Amour ‹!

Kadang-kadang hidup yang kita inginkan berbanding terbalik dengan yang Tuhan rencanakan. Kita mungkin berpikir kalau semua yang kita mau itu indah, tapi belum tentu Tuhan berkata demikian.

Shaka yang berpikiran hidupnya akan selalu bahagia karena memiliki saudara kembar, justru tidak. Ia menentang apa yang Tuhan berikan padanya. Kerumitan dalam hidupnya adalah ia sendiri yang menciptakan.

Shaka tidak pernah meminta untuk selalu dibanding-bandingkan dengan kembarannya. Tapi, kenapa manusia begitu jahat membandingkan kemampuannya dengan kemampuan saudara kembarnya sendiri?

"Shaka, ayo belajar! Jangan main terus! Liat Azka! Rajin banget ya belajar terus," ujar seorang guru matematikanya waktu kelas empat SD.

Shaka menuruti permintaan itu untuk belajar. Kala itu, ia termotivasi dengan Azka yang selalu mempunyai semangat belajar yang tinggi dan mendapatkan nilai yang memuaskan.

"Shaka! Lima dibagi lima berapa?" tanya seorang anak laki-laki yang sepantarannya. Bocah laki-laki berseragam putih merah yang ditanya itu pun terlihat tengah berpikir keras menemukan jawaban.Jari jemarinya bergerak menghitung.

Ejekan demi ejekan bergema. Teman-temannya menertawai dirinya yang tidak bisa menjawab soal paling mudah itu.

"Kita tanya Azka aja yuk! Pasti dia tau jawabannya, Azka 'kan pintar," seru seorang anak perempuan. Shaka menatap sedih kepergian teman-temannya.

"Shak, nilai matematika kamu berapa?" tanya bocah laki-laki yang merupakan teman sekelas Shaka. Setelah melihat nilai Shaka, bocah itu menyeletuk, "Nilainya bagus, pasti nyontek Azka ya?" sambung bocah itu tak tanggung-tanggung.

Shaka menatap iba kertas putih dengan soal matematika di genggamannya. Kemudian pandangannya teralih kepada Azka yang dikerubungi teman-temannya yang mengucapkan selamat karena berhasil mendapat nilai sempurna.

Karena itu, ia selalu belajar di malam hari untuk bisa seperti Azka. Untuk bisa membuktikan kepada dunia, kalau dirinya bisa dan mampu seperti Azka. Ia juga ingin membuktikan kalau dirinya tidak bodoh.

Bahkan Shaka rela waktu bermainnya itu hilang karena terus-menerus belajar. Ia juga sempat meminta bunda untuk mencarikannya guru les privat agar belajarnya makin maksimal. Bagaimana dengan tanggapan Azka yang melihat Shaka jadi rajin? Oh, tentu saja pria kecil itu bangga.

Tak jarang Azka membantu Shaka memahami pelajaran yang belum dimengerti. Shaka juga yakin dengan usahanya yang maksimal ini, ia yakin tidak akan ada lagi orang yang membandingkan dirinya dengan Azka.Tidak akan ada lagi orang yang menertawainya jika tidak bisa menjawab soal yang dilontarkan padanya.

Namun sayangnya, dunia seolah tidak berpihak dengannya. Usahanya tidak pernah dilihat. Usahanya sia-sia. Mendapat nilai bagus selalu disangka mencoteki Azka. Padahal itu hasil jerih payahnya sendiri.Stress? Jelas! Bayangkan saja, hasil usahanya sendiri malah dibilang usaha orang lain.

Dering ponsel pertanda telepon masuk menyadarkan Shaka dari memori beberapa tahun yang lalu. Sebelum menjawabnya, ia mengusap wajahnya untuk menghilangkan peluh.

ָ࣪ ۰ Amour ‹!

Kefokusan wanita yang tengah menonton sebuah film bersama dua wanita lainnya di kamarnya itu terbagi dua. Fokus yang pertama ialah fokus menonton film. Dan yang kedua ialah fokus memikirkan seorang pria yang tidak tau sedang apa.

Berkali-kali Sekar memeriksa ponselnya padahal tidak ada apa-apa. Sampai akhirnya, Naya yang memerhatikan hal itu dari tadi pun menegurnya.

"Ada apa, sih, Kar?" tanya wanita berambut coklat tua itu.

"Udah deh, kalau mau telepon Shaka, mending telepon aja," timpal Icha setelah memasukkan popcorn ke dalam mulutnya.

Sekar menyeringai, "Siapa yang mau telepon dia, sih? Gak jelas, deh."

Icha mengambil ponsel wanita itu dan mencari-cari kontak yang ia tuju. Setelah dapat, ia langsung memencet kontak itu. Sambungan telepon pun berbunyi.

"Icha! Lo ngapain?" Melihat nama yang tertera, Sekar langsung mengubah posisinya yang semula tengkurap menjadi duduk.

Suara berat dan serak pun terdengar saat Sekar akan memencet tombol merah. Dirinya terpaku. Icha dan Naya pun mendekat, ikut kepo dengan sambungan telepon itu.Naya memencet tombol loud speaker.

"Sekar!" sapa si penelepon di sana. Sekar memberikan kode kepada kedua sahabatnya itu untuk membantu dirinya yang bingung harus menjawab apa. Kode yang sebenarnya tidak bisa dimengerti, karena hanya dari raut wajah yang gak jelas.

"Sekar, ada apa?" tanya Shaka setelah berdeham.

Kalau Shaka dengar, sekarang ada suara kresek-kresek akibat dari kode-kodean Sekar, Icha dan Naya.

"Gimana hari ini?" Suara berat itu membuat diri Sekar berdesir hangat.

"Not good, lo gimana?" Sekar menggigit jari jemarinya sambil menatap kedua sahabatnya yang tengah tersenyum usil.

Terdengar helaan napas pria itu. "Gavin ya? Gak usah takut, justru harus dibiaskan ketemu dia. Biar dia yang takut sama lo. Nanti gue kirim sate Taichan, ya? Biar mood lo naik," pungkas pria itu dengan suara yang masih serak.

Sekar tersenyum salah tingkah. Tanpa ia bercerita, ternyata pria itu sudah tau duluan apa masalahnya. Dan apa tadi? Sate Taichan? Astaga! ternyata pria itu masih ingat makanan kesukaannya.

"Besok weekend. Kalau lo gak kemana-mana, jalan sama gue yuk!" ajak pria itu membuat jantung Sekar berdegup lebih cepat dari biasanya. Sekar meremas tangan Icha sekuat tenaga, membuat wanita berambut pendek itu meringis tanpa suara.

Sekar mengangguk cepat meskipun Shaka tidak bisa melihat anggukan antusias itu. "Ayo," jawabnya.

"Gue tutup dulu, ya. See you." Setelah itu, sambungan telepon terputus secara sepihak.Sekarang, saatnya berpusing ria memilih outfit untuk besok.

‼️To be continued ‼️

Gimana pandangan kalian tentang
permasalahan si kembar?

N E X T ?

🦋 See yew babe 🦋

Continue Reading

You'll Also Like

327K 18.3K 66
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.2M 120K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
3.2M 263K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
2.9M 165K 40
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...