EGO [DISCONTINUED]

By ribiriyeon

4.1K 602 63

THIS IS BL FANFIC Muzan x Tanjiro Muzan membunuh hanya untuk bersenang-senang, sampai pada akhirnya Ia bertem... More

Salju Yang Dingin
Sedikit Kekacauan
Sedikit Belas Kasih
Laba-laba dan Mimpi
Pengawal dan Masa Lalu

Bertemu Dengan

656 93 5
By ribiriyeon

Ini, permintaan maaf karena telat update (✿^‿^)

.......

“Aku iri dengan Kokushibo” celetuk Douma.

   Para upper moon yang lain melihat kearah Douma. Tercetak jelas di wajah mereka atas penuturan upper moon kedua itu.

“Apa maksudmu, Douma?” Akaza menanggapi.

Ada helaan napas dari Douma,

“Enak sekali bisa di panggil 'Koku-chan' sama Tanjiro. Aku juga ingin...” gumam Douma.

   Mereka yang ada di situ serempak menganggukkan kepala. Mengingat hal itu, mereka ingin segera bertemu Tanjiro untuk mendapat panggilan sayang. Tapi, ada satu kendala yang mereka hadapi sekarang. Satu kendala yang membuat mereka semua panik.

'DIMANA TANJIRO SEKARANG!?’.
.
.
.
.

   Gunung Natagumo masih saja terasa dingin, sehingga para warga enggan untuk menapaki gunung itu. Tanjiro yang berjalan ke arah gunung itu berhenti. Sesaat tercium bau yang hampir sama dengan ruangan Douma, sehingga Tanjiro salah sangka. Tanjiro memasuki gunung itu tanpa ditemani siapa pun.

   Angin kencang bertiup ke arahnya. Tanjiro bingung sekarang karena bau yang tadi Ia cium sudah tidak ada. Lantas matanya berair, sampai saat ada seseorang yang mendekatinya.

“Apa yang sedang kamu lakukan disini?” suara lembut itu menyapa Tanjiro.

“Apakah ini arah ke rumah (sesembahan) Douma-san?” air mata Tanjiro tertahan di pelupuk mata.

“Ah... Sepertinya kamu tersesat. Disini adalah kediaman iblis lower rank moon Ke-5, Rui.” Jawaban itu terlontar.

  Mendengar itu, Tanjiro menangis tersedu. Bagaimana ini, dia tersesat, dan dia sendirian. Padahal niat awal Tanjiro adalah rumah sesembahan Douma yang penuh dengan manisan.

   Melihat Iblis muda di depannya menangis, iblis itu segera menenangkan Tanjiro.

“Jangan menangis, kamu bisa menginap di rumah kami kok!” Kata-kata penenang itu keluar darinya. Tanjiro mengusap air mata.

“Tapi, aku mau manisan...” ujarnya.

  Iblis itu tersenyum ramah.

“Kalau yang seperti itu, di rumah kami juga ada!”

  Setelahnya Tanjiro tersenyum dan mengikuti langkah iblis itu.
.
.

  Mendengar kata 'manisan' sudah lebih dari cukup untuk menggerakkan hati pemuda iblis itu. Tapi, apa yang dia lihat sekarang bukanlah manisan seperti yang Ia harapkan. Di hadapan Tanjiro, tersaji sebuah tangan mayat manusia. Dan hasilnya, Tanjiro kembali menangis.

“Aku ingin mochi... Atau dango” lirihnya

   Iblis yang ada di sana tentu saja heran. Mereka pikir manisan itu adalah mayat, ternyata bukan. Jadi, yang mereka lakukan hanyalah saling tukar pandang—sampai Rui, masuk ke dalam rumahnya.

“Aku pulang... Ada apa ini?” alisnya terangkat saat melihat seorang iblis yang menangis di hadapan tangan manusia.

“Ah, Rui, selamat datang. Anak ini tersesat, dan dia ingin manisan. Tapi... Ternyata manisan yang Ia inginkan adalah manisan seperi mochi atau dango.”

  Rui merasa kesal ketika mendengar hal itu. Lantas Ia mendekati iblis muda itu. Saat pemuda iblis itu menangis dan mencoba menghapus jejak air mata, Rui terdiam.

“Hei”

  Tanjiro mengangkat kepala, menatap netra Rui intens dengan mata yang berair. Sedangkan Rui kembali terdiam. Mata iblis ini sangat berbeda dari para iblis lain. Di netra merah marun itu, terdapat bunga higanbana, dan itu sangat cantik.

“Siapa kamu?” Rui bertanya demi memuaskan rasa penasaran.

“Aku... Kibutsuji Tanjiro, Zero Upper Moon.” Cicit Tanjiro pelan.

   Mereka yang ada di situ terkejut bukan main. Zero Upper Moon katanya? Wah, mereka kedatangan tamu kehormatan. Segera saja mereka bersujud, meminta ampun atas sikap mereka yang tidak sopan tadi.

“Maafkan saya dan keluarga saya karena tidak mengenalimu Tanjiro-sama.” Ujar Rui, mewakili keluarganya.

   Melihat itu, Tanjiro menjadi bingung sendiri. Kenapa iblis di depannya minta maaf? Padahal mereka tidak melakukan kesalahan atau melakukan sesuatu yang buruk. Tanjiro hanya bisa tersenyum kikuk Karena itu.

“Tidak ada yang perlu dimaafkan, kalian tidak ada salah sama sekali.” Jawab Tanjiro jujur.

   Senyuman Tanjiro yang merekah membuat iblis yang ada di situ terpana. Sungguh sosok yang cantik dan bijaksana di depan mereka itu luar biasa. Melihat hal itu, Rui mendekat dan duduk di hadapan Tanjiro. Tangannya Ia letakkan di atas tatami, seakan memohon.

“Tanjiro-sama, bolehkah Saya meminta sesuatu?”

“Pertama-tama, tolong beritahu aku dulu siapa namamu. Dan, kurasa kamu tak perlu terlalu formal denganku.” Tegas Tanjiro.

Rui tercengang sesaat.

“Ah, maafkan Saya atas kelalaian ini. Nama Saya Rui, lower rank moon Ke-5.” Rui membungkukkan badan.

“Baik, Rui. Jadi apa yang ingin kamu minta?”

Rui menggigit bibir bagian dalam.

“Itu... Ah, tidak ada. Maaf karena Saya sudah lancang.” Urung, Rui tahu bahwa keinginannya tak mungkin akan di kabulkan. Sedangkan Tanjiro jadi merasa bingung sendiri.

   Kecanggungan itu tak berlangsung lama, ketika angin masuk ke dalam rumah. Anggota keluarga segera berdiri, menyadari bahwa ada yang masuk ke wilayah mereka. Meskipun begitu mereka tidak takut, karena ini artinya waktu untuk berburu santapan.
.
.
.
 
Nyatanya, keinginan terkadang tak sesuai dengan harapan. Pemburu iblis yang masuk ke ranah mereka tak bisa di remehkan. Satu bocah dengan kepala babi dan satu lagi bocah dengan rambut kuning nyentrik itu sangat kuat. Jadi, yang bisa mereka makan hanya pemburu iblis rendahan. Malam itu, adalah malam yang mengerikan karena satu-persatu keluarga laba-laba itu terbunuh.

   Belum lagi kedatangan dua pilar pemburu iblis yang menyusahkan mereka. Mama, Papa, Adik, Kakak laki-laki, dan Kakak perempuan—semuanya sudah tewas terbunuh. Menyisakan Rui dan Tanjiro, yang pada dasarnya tak tahu apa yang sedang terjadi.

   Jadi, saat ini dia hanya bisa mengikuti Rui yang berjalan masuk ke dalam hutan. Rui yang terlihat kesepian dan Tanjiro sadar akan hal itu. Angin yang sedari tadi berhembus setidaknya membuat bau mereka tersamarkan.

“Rui”

Yang di panggil menghentikan langkah.

“Aku, perasaanku tidak enak.” Ujar Tanjiro.

Rui terkekeh kecil.

“Tidak ada yang perlu di khawatirkan, Tanjiro-sama” Selesai itu, Ia melanjutkan perjalanan.

   Tanjiro masih saja merasakan sesak di hatinya. Entah kenapa, Ia merasa akan ada sesuatu yang buruk yang akan menimpa pemuda didepannya. Karena alasan itulah Tanjiro memegang tangan Rui, yang membuat Rui berhenti dan menatap ke arah Tanjiro.

“Aku merasa lebih baik jika seperti ini.” Ujar Tanjiro jujur. Rui tersenyum kecil.

“Tanganmu hangat, Tanjiro-sama.”

   Suara langkah menginterupsi mereka. Tanjiro langsung memasang badan, menyeret Rui untuk berdiri di belakangnya. Hal itu membuat hati Rui menghangat. Ia tersenyum saat melihat punggung seseorang yang melindungi dirinya.

“Iblis kotor...” perkataan itu terlontar dari manusia yang berada di semak-semak. Ia berjalan keluar, netra biru langit itu menatap Tanjiro dan Rui.

“Siapa kamu?” Tanya Tanjiro.

“Kau tak perlu tahu.” Lugas pemuda itu.

   Pria itu berjalan mendekat ke arah mereka. Tanjiro menaikkan tingkat ke waspadaan, Ia benar-benar menghalangi manusia itu mendekati Rui.

“Kau aneh...”

Tanjiro tak mengerti dengan pernyataan manusia di depannya.

“Entah mengapa, aku enggan untuk membunuhmu.”  Lanjut manusia itu.

  Di tengah kebingungan, pemuda itu menyerang Tanjiro dengan kecepatan yang tak bisa di remehkan. Beruntung Tanjiro mempunyai refleks yang cepat. Ia jadi bisa berpindah ke atas pohon dengan Rui yang masih Ia genggam. Meskipun begitu, Tanjiro tetap terluka. Bagian paha Tanjiro berdarah dan itu sakit.

   Melihat itu, Rui menjadi marah. Ia mengeluarkan teknik benang merah yang mematikan. Namun tetap saja hal itu di tepis dengan sangat mudah oleh manusia yang berada di bawah mereka. Rui yang awalnya hanya ingin melindungi diri dan Tanjiro, berangsur menggunakan teknik itu untuk menyerang.

   Ia bahkan tak lagi mendengar suara Tanjiro yang memintanya untuk tak menyerang manusia di depan Rui. Alhasil Rui kewalahan saat menyerang, manusia di depan Rui benar-benar kuat. Dan saat itu datang, saat di mana Rui lengah. Katana itu siap menancapkan ujungnya pada leher Rui.

   Seketika Tanjiro melihat waktu seperti melambat. Ia melihat sorot mata Rui yang memancarkan kecemasan. Jantung Tanjiro berdetak cepat, seakan ada sesuatu yang memukuli jantung itu. Entah kenapa tubuh Tanjiro terasa membeku.

‘Kakak!’ suara Rui entah kenapa terdengar di telinga Tanjiro.

“Jangan!” Tanjiro berteriak.
   Angin berhembus kencang, melindungi Rui, melukai manusia itu. Entah sejak kapan—Tanjiro mempunyai ekor yang berbentuk seperti tulang yang memanjang. Ekor yang menyerang manusia itu dengan sekali tebasan. Membuat pihak manusia terpental dengan luka yang terbuka pada badannya.

   Tanjiro segera menggendong Rui untuk pergi dari sana. Dia menangis dalam diam, dan Rui merasakan itu. Rui jadi merasa bersalah pada Tanjiro, meski di satu sisi dia merasa senang karena akhirnya dia mempunyai figur seorang kakak. Figur seseorang yang mau melindungi Rui meskipun Ia kuat.

“Tanjiro-sama...” suara itu terdengar di telinga Tanjiro.

“Ya...”

“Bolehkah aku memanggilmu kakak?” pertanyaan Rui membuat Tanjiro berhenti berlari dan hinggap pada salah satu dahan pohon.

“Tentu!” Senyum terbit di wajah Tanjiro meskipun tubuhnya bergetar hebat.
.
.

“Yaampun Tomioka-san, kau terluka parah.”

  Tidak ada jawaban dari manusia yang di panggil Tomioka itu. Sedangkan yang satunya—wanita dengan haori bermotif kupu-kupu itu mengecek keadaan kenalannya itu.

   Kondisi Tomioka sangat buruk untuk di deskripsikan. Bajunya yang terkoyak di beberapa bagian, serta luka sayatan yang tersebar di tubuhnya, serta tebasan besar yang menganga di tubuhnya. Benar-benar kondisi yang sangat buruk. Padahal yang mereka hadapi adalah iblis lower rank moon.

   Lantas Wanita itu memanggil para penyembuh, mereka langsung memberikan pertolongan pertama pada Tomioka.
.
.
.
.
.

“Jadi begitu.” Oyakata-sama mengangguki setiap kalimat yang wanita itu ucapkan.

“Terima kasih Shinobu, kamu sudah bekerja keras. Sekarang lebih baik kamu beristirahat karena lusa kita akan membuka rapat antar pilar.” Lanjut Oyakata-sama.

   Shinobu hanya mengangguk dan pergi dari ruangan itu. Ini sudah seminggu sejak Tomioka Giyuu, terluka parah. Dan rapat para pilar tertunda karena hal itu. Sehingga Oyakata-sama akhirnya membuat keputusan untuk rapat tanpa Giyuu pada lusa depan.

   Kali ini, Shinobu merasa marah pada dirinya sendiri karena Ia tak bisa melindungi kenalan yang sering bekerja sama dengannya. Ia jadi semakin benci pada para iblis kotor itu. Tapi, Shinobu masih saja tak habis pikir dengan keadaan Giyuu.

   Seharusnya pemuda itu tidak terluka sedemikian parah hanya karena lower rank moon. Dan seharusnya luka yang di terima oleh Giyuu tidak separah itu. Semoga saja Giyuu segera sadar dan bisa memaparkan kejadian yang menimpanya.





..

Continue Reading

You'll Also Like

417K 30.7K 40
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
93.6K 9.3K 38
FIKSI
93.7K 10.6K 32
"Tunggu perang selesai, maka semuanya akan kembali ketempat semula". . "Tak akan kubiarkan kalian terluka sekalipun aku harus bermandikan darah, kali...
57.3K 7K 33
"Saat kamu kembali, semua cerita kembali dimulai." Kisal Sal dan Ron kembali berlanjut. Setelah banyak yang terlalui. Mereka kembali bersama. Seperti...