Happy reading 🥶
-Ruang BK
Setelah kejadian tercyduk di belakang sekolah yang harus membuat Yoga, Avi, Dika, dan Gilang, di bawa ke ruang BK dan berurusan dengan Butut. Avi yang sebenarnya tidak tau menahu tentang apa yang terjadi harus ikut terseret masuk ke ruangan yang sebelumnya belum pernah ia masuki karena sebuah kasus.
"Bagus ya, kalian sudah berani merokok di area sekolah saat jam pelajaran masih berlangsung." omel Butut sambil mempermainkan rotan berukuran besar di tangannya.
"Sudah bolos! Nge-rokok lagi! Apa kalian gak malu dengan tingkah kalian ini? Kalian sudah kelas dua belas. Dan tidak lama lagi kalian akan lulus. Sebagai kakak kelas seharusnya memberikan contoh untuk adik-adik kelas kalian."
"Kasus kalian sudah banyak sekali. Apa kalian tidak pernah kapok?"
"Gak lah, bu, buat masalah itu enak. Ye gak?" ujar Gilang pada sahabatnya.
"Gilang! Kamu juga satu. Selalu saja membantah ucapan guru-guru. Punya sopan santun tidak kamu?"
"Yaelah Bu, kan tadi ibu nanya, makanya saya jawab. Kata ibu saya dirumah yang lagi makan ketoprak begini... ehem 'kalo ada yang nanya itu harus di jawab. Kalo gak di jawab gak sopan namanya' gitu Bu," seru Gilang menirukan gaya bicara ibunya.
"Pftttt!" Yoga dan Dika menahan tawa mati-matian di belakang.
"Awhhh!" tiba-tiba saja Yoga meringis karena cubitan pada perutnya.
"Kenapa lo?"
Yoga menatap Avi yang tersenyum manis padanya. Bukan senyum manis tapi senyum mengerikan bagi Yoga. "G-gapapa,"
Butut mengehela napas, ia harus sabar menghadapi ketiga trio dekil ini. Lalu atensi-nya beralih ke Avi yang terus menunduk. "Kamu Aviva kan?"
Saat namanya disebut Avi mendongak dan menatap dengan takut-takut. "Iya Bu,"
"Kamu kenapa bisa bergabung dengan mereka?"
Avi melirik Yoga, Dika, juga Gilang yang sama halnya menunggu jawaban dari pertanyaan tersebut. "A-anu Bu, itu... Saya telat. Terus saya lihat mereka lagi nge-rokok di belakang sekolah." ujarnya menjelaskan.
Bu Tuti mengangguk paham. "Baiklah, ibu akan memberikan hukuman mati buat kalian."
"HUKUMAN MATI??!!!" kaget mereka serempak.
Ctak
Rotan itu mendarat di meja menimbulkan suara keras yang siapapun mendengarnya bergidik ngeri. "Diam!"
"Ibu hanya bercanda." Keempatnya menghembuskan napas lega.
"Alhamdulillah, tak kira ibu algojo tadi."
"Apa kamu bilang?!" Butut emosi.
"Eh! Bukan apa-apa Bu,"
"Sudah! Ibu akan berikan hukuman buat kalian. Yaitu mencabut rumput di samping gudang belakang."
Whattt?!!
Tentu mereka terkejut. Siapa yang tidak kenal dengan gudang yang berada di belakang sekolah. Area situ terkenal karena kesannya yang angker dan kotor. Bahkan rumput-rumput liar tumbuh di sekitar gudang itu.
"Yang bener Bu? Itukan angker Bu," ucap Dika.
"Terus? Kalo angker kenapa?"
"Ya, gimana ya Bu, entar kalo kita kesurupan massal gimana? Mending di suruh bersihin toilet deh Bu," timpal Gilang.
"Bener Bu, Lagian di sana kotor banget. Mana bisa bersih kalo cuman kita berempat mah,"
"Gada penolakan. Kalian aja gak takut sama guru, berarti gak takut juga dong, sama setan."
"T-tapi Bu-"
Ctak
"Terima atau ibu akan bikin surat untuk orang tua kalian."
"Cepu amat sih!" cibir Yoga.
"Kamu ngomong apa!"
"Gak deng, ibu cantik." puji Yoga pada guru berbadan besar itu.
Butut membuang muka ke samping. Perlu kalian ketahui bahwa guru itu tengah salting. Ingat umur Bu!
"Salting tuh," bisik Dika pada Yoga.
"Biarin, biar hukuman kita diringanin," balas Yoga.
Gilang menaikkan jempolnya. "Cuakepp!"
"Yasudah, sana kerjain hukuman kalian. Nanti ibu bakal periksa."
"Iya Bu!"
Mereka melangkah pergi meninggalkan ruangan BK dan menuju ke gudang tempat di mana akan menjalani hukumannya.
***
"Awhh... Shhh... gila! Tangan gue gatel-gatel anjirr!" adu Gilang seraya menggaruk tangannya.
"Ni, rumput ada racunnya kali ya!"
Dika ikut menyaut, "Tangan gue aja udah merah-merah gini,
"Anjing! Gue digigit semut!" pekik Gilang sambil berlari menghindari semut merah yang menggigit kakinya.
"Ya, digigit lah! Masa di cium, yang ada bibir lo dower."
Avi terkekeh sembari geleng-geleng kepala dengan tingkah kedua cowok itu. Sampai akhirnya ia baru sadar kalo Yoga tidak ada. Kemana cowok itu?
"Lang! Yoga mana?" tanya Avi pada Gilang.
"Lah? Bukannya tuh dugong bareng sama kita tadi?" ucap laki-laki itu heran.
"Lah, mana aing tau, aing kan cogan." imbuh Dika.
"Cogan matamu!"
"Wait, wait, wait! Jangan-jangan, Yoga di culik sama penghuni gudang lagi," ucap Dika melantur.
"Gak usah ngadi-ngadi setan!"
"Ehem! Nyari gue ya?"
Tiba-tiba suara Yoga mengalihkan perhatian mereka bertiga yang entah sejak kapan berdiri di antara Gilang, dan juga Dika.
"Woy! Dari mana aja lu?! Orang lagi pada bersih-bersih, lo malah keliaran," decak Gilang.
"Lagi ngobrol bareng mbak kunti mungkin,"
"Relax bro!"
"Bangsat lu!"
Arah pandang Dika jatuh pada tangan Yoga yang dibalut kaos tangan kebun berwarna kuning abu-abu.
Keningnya mengerut. "Lo dapat benda itu dari mana?"
"Sialan! Pantas saja tangan lo gak kenapa-napa, ternyata main curang lu," ujar Gilang tak terima.
"Curang dari mana? Lo pikir kita lagi main?" ucap cowok itu menggantung, kemudian kembali berkata, "
Ini gua dapat di gudang, jadi kalo mau, nyari sono di gudang."
"Ck! Bilang kek dari tadi."
"Ini juga udah gue bilang anjing!"
Dika dan Gilang langsung ngacir ke dalam gudang untuk menghindari amukan Yoga yang sudah tersulut emosi.
"Shhh... gatel banget," ringis Avi menggaruk-garuk tangannya.
Yoga menoleh kearahnya dan melihat Avi tengah kesakitan akibat rumput liar itu. Serbuk dari tanaman dapat menjadi alergen bagi kulit sehingga muncul reaksi alergi menjadi merah dan gatal.
"Eh!" Avi tersentak kaget saat Yoga tiba-tiba saja menarik tangannya.
"Lo ngapain? Lepas, Ga," Avi berontak kecil.
"Diam dulu," titah Yoga.
"Lo mau ngapain sih?!"
Avi menatap Yoga bingung saat cowok itu memasangkan kaos tangan itu di tangan Avi.
"Pake." katanya setelah selesai memasangkan kaos tangan itu.
"Kok di pakein ke gue?" Avi bertanya.
"Pake aja, liat tangan lo udah merah-merah gitu,"
Avi diam. Bukan salting tapi lebih ke canggung dan kesannya aneh, saat Yoga perhatian padanya. Ya, bisa dibilang perhatian.
"Tapi 'kan ini punya lo,"
"Ralat, punya sekolah." koreksi Yoga.
"Terserah, tapi, lo gimana?"
"Gimana apanya?" tanyanya balik.
Avi mendengus sambil memutar bola mata jengah. "Ya, tangan lo gimana?"
"Calm, tangan gua udah kebal,"
"Tap-"
"Udah, peke aja, ribet amat sih!" pungkasnya dengan nada kesal.
Avi menghela napas sejenak, kemudian berkata, "hm, makasih,"
Yoga terlihat mengangguk kemudian melanjutkan aktivitasnya.
***
To be continued