Diary Sakura

By putrinanachan

1.3K 1.1K 677

❝Kamu di mana? Aku ingin mendengar suaramu lagi di hatiku.❞ Sebuah buku catatan kecil yang kunamakan Diary Sa... More

Prefance
00. Diary Sakura
01. Spring Time
02. My Past and You
03. Memories Left, Sayonara
04. New Student Arrival
05. Contemplating Yourself
06. Lack of Sleep
08. Tokyo Disneyland

07. My Sadness

68 63 57
By putrinanachan

Melegakan juga setelah pelajaran matematika berakhir, berganti dengan waktu istirahat. Seperti biasa, anak satu kelas berhambur keluar, ada pula beberapa dari mereka singgah di kelas untuk menyantap bekal dari rumah.

Merapikan buku-buku dan alat tulis yang berserakan di atas meja, lalu memasukkannya ke dalam loker. Menghela napas pelan dengan senyuman samar. Perlahan, kepalaku berputar ke samping. Memandang Na Jaemin dari radius satu meter lebih dari seberangan bangkunya. Kulihat, anak itu sedang mendengarkan irama lagu dari ponsel miliknya, dengan kedua telinganya yang tersumbat oleh earphone warna putih.

Aku ingin mengajak Na Jaemin mengobrol kecil denganku, tapi... aku malu.

"Eh, eh, eh, nanti malam kalian ada waktu nggak?!"

Aoki Junkyu bersuara dengan nadanya yang antusias, sempat mengalihkan kegiatan teman-teman sekelompotannya di kelas. Khususnya aku, Jaemin, Felix, dan Giselle yang asyik sendiri. Lantas kami menoleh ke arah anak itu dengan tatapan lesu.

"Datang ke rumah gue kuy. Nanti malam, orang tua gue mengundang kalian untuk makan malam. Hari ini adalah anniversary mereka." Air muka Junkyu tampak riang gembira, menatap secara bergilir teman-teman terdekatnya itu.

"Wah! Orang tua lo romantis sekali, Junkyu." Giselle tertakjub-takjub.

Dia tersenyum-senyum sendiri sambil berkacak pinggang dengan gaya angkuhnya. "Oh, jelas! Mereka berdua baru aja pulang dari luar kota karena bisnisnya. Jadi, gimana? Kalian mau datang, kan? Na Jaemin, nanti lo juga ikut, ya?" Tatapannya beralih ke arah Jaemin yang terdiam menatapinya.

Mendengarkan lantunan lagu dengan volume rendah. Jaemin masih bisa mendengar kalimat Junkyu barusan. Detiknya, kepala dia mulai mengangguk kecil. "Tentu. Pasti aku datang."

"Wokey bro! Yang lain?"

"Gue, sih, nggak bakal nolak kalo tentang makanan, hehe." Giselle menyengir. "Lix, gimana denganmu?" Ia menyikut keras lengan Felix hingga membuat anak itu mendelik dengan tatapan intimidasi, sempat membuat Giselle bergidik.

Sesaat, Felix mendengus pelan. "Ya, boleh aja. Bagaimana denganmu, Sakura?" tanyanya, menatap datar ke arahku.

Aku bergeming sejenak, menatap kaku teman-temanku satu persatu. "Maaf, aku nggak bisa." Aku menggeleng kecil dengan wajah muram. "Sepertinya, aku harus bekerja nanti malam. Titip salam saja, ya, untuk orang tuamu, Junkyu."

Mereka terdiam selama beberapa saat bersamaan saling pandang.

"Sudahku duga," gumam Felix akhirnya, menghela samar.

"Sakura, gue salut sama lo yang bekerja keras, tapi... bisa kan lo meluangkan waktu bersama kami sebentar? Bekerja paruh waktu mungkin menyenangkan, hingga mendapatkan upah sendiri dan bisa membeli sesuka hatimu," ujar Giselle panjang lebar, menatap lekat ke arahku yang hanya terdiam murung.

Terdiam cukup lama. Sejenak aku memikirkan ucapan Giselle.

Giselle hanya bisa memandang sebelah mata tentang siklus kehidupanku yang enak bisa cari uang sendiri. Tapi apa yang aku jalani ini tidaklah mudah. Membanting tulang untuk bersikukuh melunasi utang ayahku yang menumpuk. Hidup sebagai anak broken home dan mempunyai kisah yang kelam di sepanjang waktu.

Mereka tak akan pernah mengerti.

"Maaf, teman-teman. Mungkin lain kali aja, ya." Aku mulai bersuara, lantas mengusung senyuman samarㅡ menatap mereka dengan mata berdusta. Tersenyum dibalik kesedihan.

Gadis seusia dia bekerja paruh waktu? Lalu, Na Jaemin berkata heran dalam hatinya.


~~~


Jalan dengan langkah tergopoh. Dua menit yang lalu, aku telah melaksanakan tugas piket, ditambah lagi aku dipinta guru untuk mengantarkan buku-buku tebal ini untuk membawanya ke perpustakaan. Ah, aku tidak boleh sampai telat untuk ke toko bunga.

Mempercepat langkah melewati koridor yang tampak sepi dan senyap. Sesekali aku melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kananku. Oh, ya ampun, waktu menunjukkan pukul lima sore. Sial, pasti aku akan terlambat.

Menuruni anak tangga dengan langkah kaki tergesa-gesa. Aku mendecak kesal di setiap jalan. Tepat ketika tiba di lantai bawah, aku tercekat ketika seseorang di depan tangga sedang lewat.

"Awas!"

Lantas laki-laki bersurai hitam itu menoleh cepat dengan tatapan kagetnya.

Brakk!!

Demi apa pun! Tak ada angin, tak ada hujan. Waktu seakan berhenti dalam sekejap. Aku lengah hingga tubuhku ambruk bergelimpang, menimpahi tubuh Na Jaeminㅡ kami berdua jatuh saling berhadapan.

Di saat itu juga, detak jantungku berpacu cepat. Sekujur tubuhku tak berkutik, kalanya menatap sepasang netra hitam pekat milik Jaemin yang tampak begitu jernih, bagai telaga tak beriakㅡtenang.

Kami saling terpaku dan membeku dalam benak masing-masing.

"Omegat!! Ini bukan mimpi, kan?!"

Aku dan Jaemin menoleh cepat saat mendengar bias suara tersebut. Junkyu, Felix, dan Giselle melolong dengan mulut yang ternganga memandang kami berdua, terutama mimik wajah Junkyu yang terkejutnya luar biasa.

Beberapa detiknya, cepat-cepat aku bangkit untuk bangun, lalu membungkuk ke arah Jaemin yang hendak beranjak berdiri. "Gomennasai." Lantas aku langsung berlari dengan perasaan malu meninggalkan mereka di sana.

Na Jaemin menatap lamat-lamat punggung gadis itu yang sudah melenggang pergi kian menjauhㅡhingga lenyap tak tampak lagi. Yang lain saling pandang heran, lalu suara Junkyu mulai merecehi 'cie-cie' dengan nada heboh pada Jaemin.


***


Terpahat sempurna parasnya yang rupawan. Wajah tampannya, senyum manisnya, bulu mata lentiknya, semua tentang dirinya telah membuat hatiku berbunga-bunga.

Diri Na Jaemin sungguh paripurna ketampanannya.

Termenung cukup lama sambil menompang daguku di atas bar, lengkap dengan senyuman geli di wajah. Insiden tadi... diriku seakan begitu dekat dengan Na Jaemin.

Ah, bisa gila aku terus-terusan memikirkannya.

Aku langsung menggeleng tak habis pikir. Huft, kenapa aku memikirkan Na Jaemin? Sudahlah, lupakan.

Dia telah mengecewakanku sejak dulu. Pergi begitu saja tanpa memberi kabar dan mengucapkan selamat tinggal. Mengingkari janjinya yang dahulu pernah kita ukir bersama. Lantas, dia datang kembali di kehidupanku secara mendadak? Hhh, lucu sekali.

Masa depan mana ada yang tahu, kan?

Beralih membuka ponselku dan menekan aplikasi instagram. Kulihat story Giselle sedang mengunggah foto dirinya. Dia makan bersama dengan teman-teman, posisinya berada di rumah Junkyu. Tentu saja aku tahu. Sayangnya, aku tak bisa ikut. Tidak apa-apa.

Kulihat dalam gambar itu, ada Na Jaemin yang ikut bergabung untuk malam bersama mereka. Melihat wajah ceria Jaemin dalam gambar, bibirku perlahan tersungging tipis. Dia lucu.

Sangat lucu di mataku.

Ting!

Bunyi dentingan notifikasi mengalihkan perhatianku. Ada sebuah pesan masuk dari Felix. Membuka aplikasi line, kubaca barisan pesan yang dikirim olehnya.


Felix
Ayo weeked besok bersenang-senang
Kami akan mengajakmu ke disney, pagi
Harus mau!!!
21. 15
Read


Fiuh, menghela napas resah. Aku hanya menatap sayu isi pesan tersebut. Entahlah, apakah aku besok bisa pergi bermain bersama mereka? Selain kerja paruh waktu di hari-hari sekolah. Di hari libur aku juga bekerja di kedai sushi.

Well, sepertinya, mungkin aku akan meluangkan waktu bersama mereka. Sebaiknya, aku harus mengabari Paman Susumuㅡpemilik kedai sushi tersebut. Besok aku akan masuk shif malam saja.

Menundukkan kepalaku dengan ekspresi murung. Hening di dalam kafe. Hanya beberapa pelanggan yang bisa dihitung dengan jari singgah di tempat iniㅡtak terlalu ramai. Hari ini, aku menggantikan teman kerjaku yang lagi sakit. Di kafe, aku bekerja sebagai pelayan sekaligus kasir. Yah, merepotkan saja.

Selang beberapa menitnya, pintu kaca terbuka, tersibak oleh dentingan loncengㅡ menandakan ada pengunjung datang. Aku melihat laki-laki bertubuh tinggi dengan setelan kemeja hitam, dan lengan bajunya yang dilipat sampai ke siku. Dia tersenyum semringah ketika melangkahkan kaki jenjangnya anggun ke arahku. Itu Nakamoto Yuta, teman kerjaku. Umur dia sudah 26 tahun, lebih tua dariku.

Tunggu. Bukankah dia bilang, katanya sakit?

"Hai, Sakura. Oyasuminasai, (selamat malam)," sapa Yuta saat tiba di depanku sambil menompang dagunya di atas bar. Menatapku dengan senyuman lebar.

"Yuta? Kok kamu... ke sini? Katanya sakit," ucapku heran.

Kemudian, dia mendengus geli. "Iya, cuma sakit gigi saja tadi pagi. Tapi sekarang, udah aku obatin. Aku juga tak ingin kau melakukan pekerjaanmu sendirian."

Mendengar penjelasannya, aku mengangguk kecil. "Nggak apa-apa. Sudah terbiasa."

Dia tersenyum samar, kemudian menghela pelan. "Ohiya, dulu kau pernah bilang. Katanya lagi butuh uang banyak, ya?" Lalu diam sejenak. "Ada sesuatu hal yang harus aku kasih tau padamu, jika kau membutuhkan uang sebanyak itu."

Kedua alisku terangkat. "Sungguh? Apa itu?"

Lantas senyum Yuta tersungging miring. "Bekerjalah di karaoke untuk mendapatkan gaji yang besar. Kau akan jadi hiburan di sana. Tenang saja, nanti akan aku kenalkan dengan teman kerjaku. Dia juga beㅡ"

"Aku nggak mau," sahutku dingin, memasang wajah datar menatap pria itu.

Sisi alis Yuta tertaut heran. "Kenapa? Lumayan, bukan? Itu bisa membantumu untuk melunaskan utang-utang ayahmu, Sakura."

Iya, memang. Aku sangat butuh uang sebanyak itu untuk segera melunaskan utang-utang ayah. Tapi....

Menghela napas panjang, aku mengusap pasrah wajahku dan beradu pikiran sejenak. "Yuta, bisakah kau menawarkanku pekerjaan yang lain?" Air mukaku berubah resah. "Aku memang butuh gaji yang besar, tapi aku nggak mau bekerja di karaoke. Kau pikir aku perempuan apa?"


***


"Sakura, di mana uang hasil kerjamu itu?"

Baru saja aku masuk ke dalam rumah, namun dibuat tercengang oleh lontaran kalimat ayah yang tengah duduk di sofa ruang tamu dengan sebotol bir dan kuaci yang berhambur di atas meja. Ayah menyadari kepulanganku. Detiknya, dia bangkit berdiri dengan keadaan sempoyongan karena mabuk. Dia berjalan gontai menghampiriku yang berdiam diri di ambang pintu.

"Ayah. Ayah lebih baik istirahat saja, dan stop berhenti minum. Aku takㅡ"

"AAAARGGHH! BERISIK!!!"

Brukk!!


Aku terkejut saat ayah langsung mendorongku keras hingga aku tersungkur di lantai yang begitu dingin. Beralih menatap wajah ayah, raut wajahnya tampak tak karuan dengan mata yang memicing. Pria itu berdiam diri dengan tubuhnya yang linglung.

"Mana uangnya, Sakura... hahahahhaha... " racaunya dalam keadaan mabuk, dan ketawa sendiri seperti orang gila.

Aku tak mampu melihat ayahku sendiri dengan keadaan seperti itu. Bergegas bangkit berdiri, aku cergas berlari mengecai lantai rumah yang tampak berdebu. Menaiki anak tangga menuju kamar dan membanting pintu.

Aku tak mempedulikan ucapan ayah yang lagi-lagi mulai meminta uang padaku.

Untung saja dia tak tahu, di mana aku menyimpan uang itu.

Sudah lima tahun aku membanting tulang demi melunasi utang ayah yang mesti ditagih oleh bos perusahaannya setiap saat, ditambah lagi untuk membiayai sekolahku sendiri. Bahkan mama saja tak pernah memikirkanku, dan juga tak pernah memberiku uang saku kepada anak semata wayangnya sendiri.

Suasana kamar yang tampak gelap dan berantakan tak karuan. Memerosotkan tubuhku di papan pintu, aku membenamkan wajahku di antara kedua lutut yang menekuk rapat. Bulir-bulir dari ujung mataku menetes begitu saja tanpa diperintah. Aku menangis tanpa suara.

Lelah. Sangat melelahkan. Kerja paruh waktu memang berat di usia remaja sepertiku. Yang awalnya bekerja serabutan kesana-kemari, mendapatkan gaji yang kecil untuk kebutuhan dan pengeluaran, itu pun tidak cukup. Bahkan ayahku sendiri sudah tak bekerja lagi dikantornya. Malahan ia sering menghamburkan uangnya untuk dibuat minum, bermain wanita, berjudi di atas meja taruhan.

Sungguh menyedihkan rasanya.

Ting!

Bunyi denting ponsel mengalihkan renunganku. Sudah sedari tadi aku mengabaikan notifikasi tersebut. Mengambil benda pipih itu di saku rok. Ada sebuah pesan yang masukㅡentah tak tahu dari siapa itu. Kulihat, foto profil dan nama dalam aplikasi line itu sontak membuatku terbeliak.

Na Jaemin?

Jaemin
Kamu Sakura?
Simpan nomor aku
10.40
Sudah tidur, ya?
Selamat malam dan mimpi indah :)
11.00
Read


Aku terpegun membaca isi barisan pesan dari seseorang yang sekian lama kurindukan. Mengingat kembali memori indah yang kujalani bersama Na Jaemin. Dia telah menguatkan hatiku yang rapuh ini.

Dialah salah satu lelaki yang menghilangkan rasa kesedihanku. Dan, dialah sesosok laki-laki yang mengerti perasaanku. Di saat aku berada dalam fase masalah dan stress.

Na Jaemin sudah menjadi mood boster bagiku.

Malam yang berasa sunyi ini. Aku sangat merindukan laki-laki itu. Sungguh.

"Selamat malam, Na Jaemin... terima kasih," bisikku terisak, dan menatap lamat pesan yang dikirimkan oleh lelaki itu. Sedetik kemudian, aku kembali menangis. Berlinang air mata yang mulai mengalir membanjiri pipi.














To be continued...

Mohon kritik dan sarannya

Thank you for reading

Continue Reading

You'll Also Like

2.1M 208K 53
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
465K 26.3K 73
The end✓ [ Jangan lupa follow sebelum membaca!!!! ] ••• Cerita tentang seorang gadis bar-bar dan absurd yang dijodohkan oleh anak dari sahabat kedua...
4.7M 253K 57
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

1.8M 96.7K 55
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...