Mantra : Hasrat Sang Penyihir

By Erzullie

1.7K 358 126

Andis mengalami koma tanpa penyebab yang jelas. Data menunjukkan, puluhan orang di kota Yogyakarta mengalami... More

Kota Mati
Kelam Malam
Perburuan Sang Penyihir

Rencana Gila

323 85 23
By Erzullie

"Tam, gua butuh bantuan lu," jawab Uchul menatap Tama. "Ada sebuah kafe di Alam Suratma, di sana ada seorang penjudi ulung. Kita harus bisa ngebungkam dia. Itu satu-satunya cara."

"Karma?" tanya Dirga yang pernah sekali dibawa oleh Uchul ke Karma Cafe, ketika ia ingin menutup mata batinnya dan mengusir Tumenggung dari tubuhnya.

"Ya, tempat itu." Uchul membuka penutup matanya. "Dan tugas buat lu, cari lokasi yang menurut lu potensial sebagai tempat ritual. Inget, kita tinggal bertiga, hati-hati dalam setiap melakukan pergerakan. Lu akan bergantung sama Tumenggung untuk menjaga diri lu biar enggak terdeteksi."

Dirga mencengkeram topeng Tumenggung di tangan kanannya. "Kalo gitu ...." Ia mengenakan topeng itu. "Mulai bergerak." Begitu Dirga memberikan instruksi, Uchul dan Tama menghilang dari pandangannya.

***

Uchul dan Tama berdiri di depan sebuah kafe. "Orang yang akan kita lawan ini berbeda levelnya, bersiaplah." Uchul berjalan masuk diikuti Tama.

Seorang pria berpakaian barista tersenyum menatap Uchul dan Tama. Uchul tak terlalu mempedulikannya, ia terus berjalan menuju sebuah meja. Di sana ada anak kecil yang sedang duduk menatap mereka berdua.

"Aku ingin bertaruh, Kidy" ucap Uchul.

"Apa taruhannya?" balas anak yang dipanggil Kidy.

"Nyawa orang ini kekeke." Uchul menunjuk Tama, sementara Tama meneguk ludahnya.

Si kurang ajar ini bawa gua buat jadi barang taruhan. Tama menatap Uchul dengan wajah datarnya.

Tama mengacungkan dua jarinya. "Kami berdua taruhannya." Kini giliran Uchul yang menatap Tama, ia tak menyangka Tama akan berani menyeretnya.

Kidy tersenyum. "Menarik. Jadi, permainan apa yang akan kita mainkan?"

"Kekeke." Uchul menyeringai. "Lempar dart."

"Oke, setuju." Kidy menatap barista yang sedang duduk merokok di belakang bar. "Smooky, ambil anak panah, ada yang mau nyetor nyawa." Kidy beranjak dari duduknya dan berjalan ke depan dart.

"Kenapa dart?" tanya Tama.

"Karena tiap pemain memiliki tiga giliran melempar. Kita punya dua kali kesempatan lebih daripada dia."

"Jadi potensi poin kita bisa lebih besar dari anak itu?"

Uchul menyeringai, tetapi keringatnya bercucuran akibat tekanan dari bocah kecil itu. "Ya, kita harus menang dengan segala cara."

Smooky membagikan tiga anak panah pada masing-masing pemain. Pertandingan dua lawan satu. Kini beberapa arwah yang menjadi pelanggan di kafe itu ikut menonton. Tama mendapatkan giliran awal.

"Inget, ini beda sama dart biasa," ucap Uchul.

"Bedanya?"

"Dilemparan pertama lu akan ngerti." Uchul menepuk pundak Tama. "Kita memikul banyak nyawa manusia, terutama Andis, Tirta, dan Ajay. Pertandingan ini memberikan chance kita setidaknya 1% lebih besar untuk menang melawan Siriz."

"Satu persen?" Tama mengerutkan dahinya.

"Jangan pernah remehkan bahkan kesempatan 0,00001% pun. Dalam permainan semua bisa terjadi." Uchul berjalan ke samping untuk menonton Tama yang berada lurus dengan papan itu.

Tama menggulung lengan kemejanya dan membetulkan posisi sarung tangan hitamnya. Ia menarik napas, lalu membidik inner bullseye, atau titik tengah yang biasanya berwarna merah dan memiliki poin lima puluh.

Atma di sekitar Tama berubah. "Heh, menarik." Kidy tertarik dengan Tama. Pria tampan itu kini memulai lemparan pertamanya. Namun, ketika melempar anak panahnya jatuh sebelum sampai pada papan targetnya.

Jadikan itu pelajaran, silentboi. Lu masih punya dua kesempatan lagi, pergunakan sebaik mungkin. Bahkan jika kita berenam melawan monster kecil ini, kita belum tentu menang.

Tama menatap sisa anak panahnya. Benda ini berat, aneh.

Tama pernah mempelajari konsep pengendalian atma bersama Tirta, ia mencoba mempraktekkan kembali pelajarannya. Fokusnya lebih tinggi daripada sebelumnya. Lemparan kedua ia luncurkan dan gagal menancap pada target lagi. Uchul mulai terlihat panik.

Tama kembali membidik. Ia memejamkan matanya sejenak, lalu melepaskan anak panah terakhirnya. Kali ini anak panah itu berada di tengah lingkaran. Tama memperoleh lima puluh poin.

"Lumayan juga," ucap Kidy.

Tama itu tipikal yang telat panas, harusnya gua inget. Permainan ini jadi berat sebelah meskipun Tama berhasil memperoleh lima puluh poin.

Uchul kini berjalan ke posisi Tama. Ketika mereka berpapasan, kedua orang itu melancarkan sebuah tos. "Sorry ...," bisik Tama dengan wajah marah. Ia marah pada dirinya sendiri.

Uchul mulai melempar anak panah pertama. Benda itu menancap di bundaran hijau. Bundaran hijau berarti dua puluh lima poin. Ketiga tembakannya melesat hanya ke titik hijau. Sial! Susah banget ngincer titik merah! Seandainya Tama punya satu giliran lagi!

"Kalian sudah selesai?" ucap Kidy yang kini berjalan menuju tempat melempar. "Seharusnya kalian memperoleh 300 poin untuk menang." Bocah itu melepaskan anak panah pertama tanpa ancang-ancang yang berarti. Anak panah menancap di titik merah. "Lima puluh pertama."

Uchul dan Tama tampak frustasi ketika lemparan kedua Kidy menancap pada anak panah pertamanya. "Seratus pertama." Selisih dua puluh lima angka antara poin Kidy dan duo Mantra itu.

"Game over." Ketika Kidy hendak melempar anak panah terakhir. Uchul merubah raut wajahnya. "Bercanda kekeke." Ia menyeringai.

Kidy sudah tidak bisa menarik kembali ancang-ancangnya, kini panahnya melesat menuju titik merah lagi, tetapi Uchul ....

Uchul! Bajingan ....

Pria bajingan itu mendorong Tama sehingga lengan Tama tertancap anak panah Kidy. "Kekeke game over. 125 poin vs 100 poin."

Tama menatap Uchul penuh amarah. "Hey! Berterimakasihlah," ucap Uchul melihat ekspresi Tama. "Gua dorong lu biar lu jadi penyelamat para manusia kekeke."

"Kau lupa betapa curangnya pria itu, Kidy." Smooky terkekeh mendapati Kidy yang kalah dalam sebuah permainan.

Si sarung tangan hitam ini menjadi pengecoh. Si merah berengsek ini membuat aku tertarik pada si sarung tangan hitam dan lupa terhadap dirinya. Sial, aku ceroboh.

"Jadi, apa yang kau inginkan?" tanya Kidy.

"Karena kami berdua, kau berhutang dua jawaban padaku kekeke." Uchul mendekat pada Kidy. "Hasrat."

Kidy memicingkan matanya. "Hasrat?"

"Apa kata-kata itu ada kaitannya dengan el maut?"

Bocah itu tersenyum. "Coba balik kata-kata itu."

"Tarsah?" Tama menatap Kidy sambil memicingkan matanya.

"Tarsah adalah salah satu dari tiga belas dewan kematian. Ia menghilang beberapa bulan yang lalu," jawab Kidy.

Tama dan Uchul saling bertatapan. "Yang kita hadapi ini benar-benar kematian."

Uchul paham, Kidy, bocah kecil itu merupakan ketua dari Trisatya Karma, para pelayan Yama. Kemampuan bertarungnya adalah yang paling apik.

"Hey, jika kau bertarung dengan Yama dan membunuhnya, apa kau bisa menjadi dewa kematian?" tanya Uchul sambil menyeringai. "Apa kau mampu mengalahkan seorang el maut?"

"Tentu saja aku mampu," jawab Kidy. "Namun, aku tidak akan pernah menggigit Tuanku sendiri."

"Bagaimana jika yang kau gigit itu adalah Tarsah? Kekeke."

Kidy menyeringai. Perlahan seringainya berubah menjadi tawa seperti orang gila. "Lalu?"

"Aku akan membawanya padamu kekeke."

Tama merinding dengan negoisasi ini. Uchul, pria itu mampu menghasut pelayan malaikat maut untuk bertarung dengan malaikat maut lain. Rencana orang ini benar-benar gila.

"Lu pulang aja duluan, gua masih punya urusan." Uchul menyentuh Tama dan memulangkannya ke dunia. Sementara Uchul masih memiliki urusan lain.

***

Yogyakarta, hari ke tujuh.

Uchul kini berada di kasino. Ia membuat semua orang yang bermain di sana kalah. Entah sudah berapa banyak uang yang ia peroleh. Seorang wanita datang menghampirinya.

"Aku lihat, kau cukup menarik. Mau bertaruh?" tanya wanita itu.

"Hari ini cukup. Aku mau pulang." Uchul meneguk cocktailnya hingga habis, lalu meletakkannya di atas meja bar.

"Apa kau itu seorang pengecut yang takut pada seorang wanita?" Wanita itu mencoba memprovokasinya.

Uchul beranjak dari duduknya dan berjalan pergi membelakangi wanita itu. "Setidaknya bukan pengecut yang bersembunyi dan memasang jebakan murahan kekeke." Seringai itu menjadi penutup percakapan.

Wanita itu, Siriz, ia merubah raut wajahnya. Siriz mengambil gelas milik Uchul dan membawanya pergi. Sementara itu Uchul segera pergi menuju Mantra Coffee.

Gemerining lonceng di pintu berbunyi. Uchul masuk ke dalam kafe dan duduk sambil menghela napas. "Dirga udah pulang?" tanya Uchul pada Tama. Tama membalasnya dengan gelengan kepala. Memang, Dirga tak pernah pulang semenjak ia bertugas mencari tempat yang potensial untuk sebuah ritual, tapi bukan berarti ia koma seperti yang lainnya. Dirga masih mengirimkan beberapa titik lokasi lewat aplikasi chat pada Uchul dan Tama.

Uchul beranjak dari duduknya, ia mengambil segelas air minum. Namun, tiba-tiba langkahnya berhenti, Uchul memegangi dadanya sambil melepaskan gelas digenggamannya. Tama menoleh ketika gelas itu jatuh bersamaan dengan tubuh Uchul.

"Uchul!" Tama segera berlari menghampiri tubuh itu.

Di sisi lain Siriz tertawa terbahak-bahak. Ia duduk di atas sebuah sigil pentagram terbalik. Lilin-lilin menyala mengitarinya. Siriz menusukkan paku pada sebuah boneka yang berisi bekas bibir Uchul. Ia mengambil gelas di kasino untuk persyaratan ritual. Wanita itu terbahak-bahak ketika berhasil membunuh Uchul.

Namun, tiba-tiba ia berhenti tertawa. Seketika Siriz berada di tempat yang berbeda. Ia terbelalak mendapati wajah di langit. Wajah itu menyeringai menatapnya. "Kekekeke ketemu."

Dalam waktu yang sangat singkat, Siriz kembali tersadar. Apa itu tadi?

Zahra Utomo, pria itu memiliki kepribadian ganda. Bukan kepribadian ganda secara harfiah. Ia memiliki Iblis dalam dirinya dan berbagi raga. Tomo memiliki sifat yang pendiam, tenang, dan pemikir. Sementara Iblis yang menyebut dirinya Uchul, adalah sifat yang ceroboh, licik, dan kuat. Uchul juga yang memberikan mata suratma pada Tomo dan menyelamatkan hidupnya dari sebuah penyakit langka.

Jika ia pikir bisa nyantet gua, maka dia salah besar. Gua adalah Iblis. Gua enggak bisa dilukai sama setan-setan lemah. Justru sebaliknya, kita serang dia balik ketika santetnya datang.

"Ya, terimakasih. Sekarang giliranku lagi." Uchul membuka matanya. Sorot matanya tenang. Ia menatap Tama yang sedang membantunya bangun. "Maaf, Tam. Lu harus tidur untuk sementara waktu. Biar gua urus semuanya." Uchul memukul tengkuk Tama hingga membuat pria itu tak sadarkan diri.

"Andis, Tirta, Ajay, tunggulah ...." Uchul berjalan keluar sambil membawa helmnya. Ia menggunakan motor Tama segera mengejar santet milik Siriz yang ia pantulkan kembali.

***

Kini waktu sudah mendekati maghrib. Tama membuka matanya ketika wajahnya basah tersiram air.

"Gua kira lu ikutan koma, gua panik," ucap Dirga.

Tama yang tersadar langsung beranjak duduk. "Uchul!"

"Uchul enggak ada, cuma ada lu doang sendirian di sini dalam kondisi pingsan."

"Kita harus kejar Uchul!" Tama terlihat panik. "Dia sendirian ngejar Siriz!"

"Tenang," ucap Dirga yang mencoba menenangkan Tama.

"Waktu kita enggak banyak lagi, Dir."

Dirga membantu Tama bangkit. "Apa udah waktunya, kita bergerak--ketua?"

Tama memicingkan matanya. Ketua?

Pria pendiam itu mengikuti arah mata Dirga menyorot. Dilihatnya seorang pria berambut ikal yang duduk tertidur terbalut selimut biru muda. Tepat ketika matahari tenggelam, pria itu bangun seraya dengan datangnya gelap.

"Kei ...."

Kei Yudistira, pimpinan tertinggi Mantra dan juga Dharma sudah tiba di Yogyakarta. "Mana mungkin kita biarkan si bar-bar itu bergerak sendirian," ucapnya dengan mata sayu. Kei beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu, ia melewati Tama dan Dirga.

"Hanya ada dua perintah. Pertama selamatkan semua orang, kedua—jangan mati," titahnya dengan mata biru menyala pada Dirga dan Tama.

.

.

.

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

12.7K 4.7K 31
Pertama kali penguntit monokrom muncul di kehidupan Hellen saat pemakaman teman masa kecilnya, Rokko Romeron. Orang misterius itu selalu memakai jake...
BLACK CODE By Sirius Khans

Mystery / Thriller

123K 11.7K 45
Kasus pembunuhan satu keluarga menuntun tiga orang detektif yang bekerja sama dengan dua dokter forensik untuk menyelidiki suatu kasus besar yang mel...
31.2K 2.7K 30
[COMPLETE] "Tak ada orang yang baik-baik saja setelah dikecewakan" ~Kazuma~ ____ Ini kisah empat remaja yang dipertemukan oleh sebuah takdir. Ada Si...
110K 27K 199
Pernah tertulis sebuah kisah, tentang empat anak indigo yang merantau ke kota yang katanya istimewa, dan membuka coffee shop. Lembaran baru kini tela...