Eccedentesiast

Bởi inimipanzuzu

5.9K 798 280

Mereka yang melihat mengatakan jika hidup Shannon begitu sempurna, tanpa mereka tahu di balik kesempurnaan hi... Xem Thêm

• Chapter one
• Chapter two

• Chapter three

1.4K 244 69
Bởi inimipanzuzu

Mobil mewah Saddam berhenti tepat di area lobby gedung rumah sakit. Setelah mengetehui jika sang anak mimisan lagi, ia pun memutuskan untuk membawa Shannon ke rumah sakit, dan memang kebetulan hari ini Saddam juga berencana akan pergi ke rumah sakit untuk mengetahui hasil lab pemeriksaan anaknya yang baru saja sampai dari Amerika. Namun nampaknya si tampan Shannon Argani Adelard ini tidak terlalu suka akan hal itu, terlihat dari bibirnya yang sejak dari perjalanan sudah maju, mengerucut kesal jangan lupakan wajahnya yang berubah datar dan dingin.

"Udah dong ngambek nya dek," ujar Saddam seraya mengusap surai sang anak dengan lembut.

"Aku tuh kesel yah, mau marah aja pokoknya sama u!" ketus Shannon seraya melipat kedua lengannya di depan dada.

"Kok marah sama i sih?"

"Ya abis nya u lebay sih! Kan i udah bilang kalau i gapapa. Tadi itu cuma mimisan biasa ayah, tapi ayah tetep aja bawa aku ke rumah sakit buat periksa, padahal aku tuh gapapa banget loh," oceh Shannon membuat sang ayah terkekeh pelan.

"Ini kan buat kebaikan kamu juga, lagian ayah juga memang rencananya hari ini mau ketemu sama dokter pribadi kamu yang baru. Udah ah jangan ngambek terus nanti pulangnya ayah beliin eskrim," ucap Saddam mencoba membujuk sang anak agar tidak merajuk.

"Ck, emangnya aku anak kecil apa di bujuknya pake eskrim? Shuan tuh yang kalau di bujuk pake eskrim matanya langsung berbinar-binar," sahut Shannon membuat sang ayah terkekeh pelan.

"Yaudah kamu mau apa?"

"Apa ya? Ah mau cheesecake tiramisu yang banyak! Sama toko nya lah beli sekalian yah katanya orang kaya!"

"Hahaha Sure, anything for you my son," dengan mudahnya Saddam menuruti keinginan sang anak.

"Good father! Awas ae kalau bohong nanti aku sleding!"

"Anak durhaka kamu kalau nge-sleding ayah, emang mau di kutuk jadi batu?!"

"Yang bisa ngutuk itu cuma ibu, aku kan ga punya ibu jadi ga bisa di kutuk jadi batu hahaha," ucapan Shannon tanpa sadar menohok hati sang ayah.

"Tapi karena ayah itu ayah sekaligus ibu aku jadi boleh lah kayanya ngutuk aku, tapi kutuk jadi ganteng kaya Sunghoon Enhypen ya yah!" lanjut Shannon lagi lagi berhasil membuat sang ayah kembali terkekeh.

"Dasar! Udah ah kita masuk dulu, ohiya jangan rewel kalau lagi di periksa sama om dokternya, harus nurut apa kata dokter. Ga boleh galak-galak," nasehat Saddam.

"Siap komandan! Prajurit Shannon Argani siap menurut!"

"Goodboy!"

Setelah itu Saddam bersama sang anak turun dari mobil, membiarkan sang valet rumah sakit yang mengurus mobil mewah itu. Keduanya lantas melangkah ke arah lift untuk menuju lantai 6 yang mana ruangan sang dokter yang telah membuat janji sebelumnya dengan Saddam ada disana.

"Eh iya yah!" panggil Shannon pada sang ayah yang tengah fokus dengan iPad nya.

"Why dude?" sahut Saddam tanpa menoleh.

"Aku mau ke toilet dulu, boleh ya? Ga kuat deh mau pipis."

Mendengar hal itu, Saddam langsung mematikan iPadnya dan tangannya langsung menggenggam erat tangan sang anak, ia tau itu salah satu tipu daya dari seorang Shannon Argani Adelard.

"No, bentar lagi kita nyampe ruangan dokternya, jangan macem-macem Shannon!" ucap Saddam yang terdengar seperti ancaman.

"T-Tapi yah ini ga kuat.."

Ting! Pintu lift terbuka yang mana menandakan keduanya sudah berada di lantai 6.

"Yah beneran deh aku mau pipis ga kuat, masa harus pipis disini sih, emang ayah mau aku pipis di celana, kan malu ih aku sudah besar masa pipis di celana mau di taro dimana muka ganteng Shannon," rengek Shannon yang terus berjalan mengikuti sang ayah.

"Nanti pipis nya kalau pemeriksaan udah selesai, oh atau ga di ruangan dokter aja pasti ada toilet kok," ucap Saddam.

"Huhf.." Shannon mendengus pelan, kali ini ia kalah dan tak bisa pergi kemana-mana lagi.

Hingga tak terasa langkah Saddam dan sang anak sudah berhenti tepat di depan ruangan yang bertuliskan Dr. Pramudipta. Saddam mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi asisten sang dokter agar membuka kan pintu. Dan benar saja tak lama pintu ruangan tersebut pun terbuka.

"Tuan Saddam dan Shannon Argani Adelard. Benar?" tanya suster yang membuka pintu ruangan itu.

"Ya, I'm Saddam and you can call me Saddam, just Saddam. Ah dan ini anak saya Shannon," jawab Saddam dengan tatapannya yang berubah datar.

"Baik tuan silahkan masuk dokter Dipta sudah menunggu kedatangan anda," sang suster pun mempersilahkan Saddam untuk masuk ke dalam beserta sang anak.

"Terimakasih nurse cantik!" bisik Shannon dengan senyum tipisnya yang membuat sang suster tersipu malu.

"Hi selamat siang tuan Saddam, silahkan duduk," sapa dokter Dipta ramah.

Saddam mengangguk dengan menunjukan senyum tipisnya lalu duduk di hadapan sang dokter, begitu juga dengan Shannon.

"Jadi anda dokter yang di rekomendasikan oleh dokter Lexa sebagai dokter pribadi anak saya yang baru selama di Indonesia?" tanya Saddam.

Sang dokter mengangguk, "betul sekali, saya Pramudipta yang mulai sekarang akan menjadi dokter pribadi Shannon. Dokter Lexa sudah mengirimkan data-data kesehatan Shannon, bahkan hasil pemeriksaan terakhir saat di Amerika pun sudah saya terima," jawab dokter Dipta.

"Alright, mulai sekarang saya menyerahkan sepenuhnya kesehatan anak saya pada anda. Jika terjadi kesalahan yang berakibat fatal, just wait and see.." ucap Saddam yang membuat bulu kuduk dokter Dipta meremang seketika.

"Ya saya pastikan tidak akan membuat kesalahan dan saya akan melakukan yang terbaik untuk Shannon."

Shannon yang mendengar basa basi antara ayah dan sang dokter pun mendelik malas.

"Ayah, periksa nya kapan sih? Aku udah bosen, lama banget!" lagi lagi Shannon kembali merengek, dan hal itu membuat dokter Dipta dan sang suster yang melihat pun gemas. Shannon memang terlihat tampan dan cool, tapi jika sudah merengek begini ia terlihat seperti anak kecil.

"Iya sabar dong dek, tadi udah janji kamu ga akan rewel, kok sekarang rewel gini? Kejantanan kamu harus di pertanyakan ga sih?"

Dokter Dipta yang mendengar Saddam berucap sangat lembut pada anaknya pun sontak di buat terkejut, padahal jelas-jelas sejak berbicara dengan dokter Dipta tadi, Saddam terkesan dingin dan tatapannya penuh dengan ancaman.

"Iya udah cepetan atuh, aku mau pulang, mau makan cheesecake tiramisu banyak-banyak!"

"Iya sabar cah bagus," Saddam mengusap lembut kepala sang anak.

"Hi Shannon," dokter Dipta menyapa Shannon dengan senyuman hangatnya karena mulai sekarang anak tampan itu akan menjadi pasiennya.

"Halow dokter! Ayo cepet periksa aku sekarang dok, aku mau cepet pulang! Ohiya dokter jangan takut sama pak Saddam, dia tuh luarnya emang serem tapi hati nya hello kitty banget lochhhhh!" oceh Saddam membuat dokter Dipta terkekeh pelan dan sang ayah mendelik malas.

"Memangnya Shannon sudah siap untuk mulai melakukan pemeriksaannya?"

"Siaplah! Ini udah siap banget dok, cepet dah."

"Shannon ga takut suntik 'kan?" tanya dokter Dipta yang sengaja menggoda Shannon.

Sang empunya nama pun menggeleng seraya mendelik malas, "ck dokter ngeremehin nih? Jarum suntik dan peralatan medis lainnya udah jadi sahabat aku dari kecil, cuma jarum suntik doang alah kicik," jawab Shannon tanpa tau jika hal itu membuat hati sang ayah sakit saat mendengarnya.

"Goodboy! Yudah ayo kita mulai pemeriksaannya."

"Nggogheyyy!"



••


Anak bungsu dari keluarga Daniswara kini tengah merajuk. Alasannya karena sang ayah dan sang bunda memaksa dirinya pergi ke rumah sakit untuk di periksa. Setelah William tau jika anak bungsunya kembali collapse saat di sekolah, tanpa persetujuan Jenoah pun, ia langsung membawa sang anak ke rumah sakit bersama Yura.

Dan saat ini William, Yura beserta anak bungsu mereka Jenoah tengah dalam perjalanan menuju rumah sakit.

"Ayah, Noah gapapa, kita pulang lagi ya? Noah ga mau ke rumah sakit yah," di sepanjang perjalanan Jenoah tak berhenti merengek meminta sang ayah agar tak jadi pergi ke rumah sakit dan kembali pulang ke rumah.

"Ga bisa nak, adek harus di periksa dulu sama dokter," ucap William.

"Tapi Noah beneran gapapa ayah, dada Noah juga udah ga sakit lagi. Tadi Noah pingsan di sekolah tuh karena.." Jenoah menghentikan ucapannya seketika membuat kedua orang tuanya menatapnya heran.

"Karena?" tanya William.

"K-karena.. eung, karena Noah kecapekan ayah. T-tapi kan Noah udah istirahat di rumah, jadi sekarang Noah udah baik-baik aja, kita ga perlu ke rumah sakit," jawab Jenoah sedikit gelagapan dan hal itu membuat sang ayah maupun sang bunda menatapnya penuh curiga.

"Tetep aja dek, ayah sama bunda khawatir, takutnya adek kenapa-napa, kan kalau udah di periksa sama dokter, ayah sama bunda baru bisa bernapas lega."

"Tapi ayah–"

"Adek sayang, dengerin apa kata ayah ya nak," potong Yura cepat.

"Huhf, ayah sama bunda sama aja! Sama-sama nyebelin!" Jenoah mendengus sebal seraya memalingkan wajahnya ke arah kaca mobil.

"Maaf sayang, ayah cuma mau mastiin kalau adek baik-baik aja," ucap William lirih.

"Tapi Noah ga mau sampai di rawat lagi, Noah baru masuk sekolah, ga mau sampai harus bolos," sahut Jenoah lirih seraya memperhatikan jalanan yang mereka lewati.

"Kalau pun di rawat ya gapapa sayang, itu tandanya kondisi adek lagi ga baik. Dan lagi, adek tuh ga bolos, tapi sakit sayang," ucap Yura lembut mencoba memberi pengertian pada sang anak.

Setelah itu hening menghampiri mereka. Jenoah lebih memilih diam karena percuma saja ia merengek dan membujuk dengan berbagai cara jika sang ayah sudah bilang A makan akan tetap A. Sang ayah itu sebenarnya sama seperti Jenoah sendiri, iya sama-sama keras kepala.

Hingga tak terasa, mobil yang di tumpangi oleh William, Yura dan si bungsu Jenoah berhenti tepat di depan area lobby rumah sakit. Dan bertepatan dengan itu hujan pun tiba-tiba turun dengan derasnya membasahi tanah.

"Untung kita udah sampai," gumam William.

"Ayo sayang," ajak Yura pada sang anak yang masih terdiam.

"Adek," panggil William lembut karena sang anak sama sekali tak bergeming di tempatnya.

"Noah mau di periksa asalkan ayah sama bunda janji dulu sama Noah," ucap Jenoah membuat kedua orang tuanya mengernyit heran.

"Janji? Adek mau buat perjanjian?" tanya William yang diangguki semangat oleh sang anak sebagai jawabannya.

"Apa itu?" kali ini Yura yang bertanya.

"Noah ga mau di rawat apapun yang terjadi. Mau kondisi Noah menurun kek, Noah ga mau di rawat, pokoknya Noah mau pulang setelah pemeriksaan selesai," ucap Jenoah mantap.

"Adek–"

"Ayah please, Noah ga mau kalau sampai di rawat lagi, Noah baik-baik aja ayah," Jenoah memotong ucapan sang ayah dengan cepat.

"Fine, setelah pemeriksaan selesai kita langsung pulang," putus William.

"Mas!" seru Yura pelan, sepertinya tak setuju dengan keputusan sang suami.

"Gapapa sayang, aku yakin kok anak kita baik-baik aja," ucap William pelan seraya menggenggam tangan sang istri.

"Yeay deal! Setelah pemeriksaan selesai kita langsung pulang!" girang Jenoah yang merasa menang.

"Adek kenapa sih ga biasanya kaya gini? Biasanya nurut aja apa kata bunda atau ayah," tanya Yura heran.

"Noah ga mau kalau sampai di rawat, Noah masih mau sekolah bunda.." jawab Jenoah lirih seraya menundukan kepalanya.

"Adek kayanya seneng banget sama sekolahnya? Adek pasti udah punya temen baru ya?" tanya William seraya mengusap surai sang anak.

"Um!" Jenoah mengangguk semangat seraya menunjukan senyum lebarnya, "Noah udah punya temen ayah, namanya Shannon! Dia anaknya baik banget, dia udah nolongin Noah, dia juga yang kasih hoodie nya buat Noah, pokoknya Noah seneng bisa punya temen kaya Shannon!" ocehnya penuh semangat.

"Syukurlah kalau adek udah punya temen di sekolah, ayah lega dengernya. Nanti kapan-kapan kenalin temen adek sama ayah sama bunda ya sayang."

"Siap yah!"



•••





Berbagai pemeriksaan sudah Shannon lalui, mulai dari tes darah, sumsum tulang belakang dan lain sebagainya. Pemeriksaan dengan waktu yang lama membuat Shannon lelah sehingga kini ia tengah duduk di samping sang ayah dengan kepala yang menyender di bahu tegap Saddam.

"Bagaimana dok?" tanya Saddam pada dokter Dipta yang baru saja mendudukan tubuhnya di kursi kebesarannya.

Sang dokter tak langsung menjawab, ia mengeluarkan sebuah surat yang ada di map coklat. Surat yang tak lain hasil pemeriksaan terakhir Shannon saat di Amerika.

"Maaf Saddam, bisakan kita berbicara tanpa Shannon?" jawab dokter Dipta sepelan mungkin agar Kiel tak mendengarnya.

Saddam yang mengerti akan hal itu pun mengangguk.

"Dek," panggilnya lembut pada sang anak.

"Hm," sahut Shannon yang sepertinya sudah mulai terkantuk-kantuk.

"Kamu mau jalan-jalan ga? Liat bangsal anak-anak mungkin? Biasanya kan kalau di rumah sakit Amerika dulu kamu selalu main sama anak-anak yang lain," ucap Saddam membuat sang anak langsung menegakan tubuhnya.

"Boleh banget, dari pada bosen disini mending aku ajak main anak-anak yah!"

"That's good, tapi jangan ngajarin anak-anak hal yang aneh soalnya kamu suka ngadi-ngadi dek."

"Ngadi-ngadi?! Pa maksud pak Saddam anda bilang begitu?! Masa anak seganteng ini di katain aneh sih?! Om dokter, aku ga aneh kan?! Aku tampan dan pemberani oi!" pekik Shannon heboh membuat sang dokter yang ternotice pun tertawa pelan.

"Iya lah Shannon mah anak pemberani, mana tampan lagi pasti nanti kalau udah besaran dikit bakalan jadi playboy," ucap dokter Dipta.

"What?! Playboy?! Yee dokter ga tau aja kalau aku ini setia!" sahut Shannon tak terima dikatai playboy.

"Iya setia, setiap tikungan ada. Gitu kan maksudnya dek?" celetuk Saddam dengan santainya.

"What?!!!! ajafyagcafatabjabab ayah sama dokter Dipta menyebalkan sekali huhf.."

Saddam dan dokter Dipta kembali tertawa pelan.

"Ohiya om dokter, bangsal anak-anak khusus pengidap kanker ada di lantai berapa? Aku mau ketemu mereka, sekalian mau kenalan juga biar aku punya temen!" tanya Shannon pada sang dokter.

"Ada di lantai 7 Shannon," jawab dokter Dipta seraya menunjukan senyum manisnya, "dan biasanya jam segini anak-anak lagi kumpul di ruang bermain nya bareng sama nurse nurse yang lain," lanjut sang dokter.

"Bjirrr seru beud tuh kayanya, aku harus join untuk memeriahkan suasana! Yudah deh kalau gitu aku mu kesana dulu, hatur tengkyu ya om dokter!"

"Hahaha sama-sama Shannon."

"Nah kalau gitu, i minta credit card u bro!" todong Shannon pada sang ayah.

"Lho buat apa dek?" heran Saddam.

"Ya buat jajan lah! Masa aku kesana ga bawa apa-apa sih, kan malu! Aku mau beliin anak-anak makanan yang enak, mainan juga! Boleh 'kan yah?"

"Oalaaa ya kalau gitu pake aja kartu si kuning minions punya kamu, itu kan kartunya unlimited kamu bisa pake itu bebas berapa pun nominalnya," ucap Saddam.

"Oh no! Si kuning itu di keluarkan hanya untuk keperluan mendesak seperti aku membeli barang-barang yang aku inginkan. Sekarang aku mau ya uang dari yang mulia Saddam!"

Saddam terkekeh pelan, lantas ia pun langsung mengeluarkan salah satu credit card nya.

"Mau yang warna black ah biar keren yah, masa udah ganteng gini cuma bawa yang warna gold, ga seru banget bro," seru Shannon heboh.

"Ck, udah ngerampok nawar lagi nih bocil! Udah pake yang ini aja dek! Ga ada blackcard blackcard nanti hilang lagi kamu kan anaknya jorok banget," ucap Saddam seraya memberikan salah satu credit card nya pada sang anak.

"Bukan jorok yah, itu namanya bukan rezeki kita awokwok! Tapi aku bisa beli apapun dengan kartu ini, yah?" tanya Shannon memastikan.

"Yes son, you can buy anything with your card. Beli apapun yang kamu dan anak-anak mau," jawab Saddam seraya menunjukan senyum manisnya, tak lupa tangannya terangkat untuk mengusap surai sang anak.

"Aseeeeeeek! Aku sayang banget deh sama yang mulia Saddam banyak-banyak!"

Dengan semangat Shannon beranjak dari duduknya, oh tak lupa Shannon juga sempat mengecup singkat pipi sang ayah.

"Aku pergi dulu ya yah, jangan kangen lho."

"Cih mana ada!"

"Okay fine! Dia mah suka gitu tau dok malu malu dugong," dokter Dipta lagi lagi di buat tertawa oleh ucapan Shannon.

"Udah sana ah, katanya mau ke bangsal khusus anak-anak kanker!"

"Wkwk iya sih, yaudah bye ayah! bye dokter Dipta, hati-hati ya soalnya ayah kadang-kadang suka gigit ih takut banget lochhhhhh."

"Shannon."

"Wkwkwk siap salah!"

Setelah itu Shannon melangkahkan tungkainya dengan cepat keluar dari ruangan meninggalkan sang ayah dan dokter pribadinya yang baru. Dokter Dipta yang melihat tingkah absurd Shannon pun terkekeh pelan, dan sungguh ia sangat sangat senang saat melihat interkasi antara Saddam dan anaknya ini. Terlihat sekali jika Saddam sangat sangat menyayangi anak semawayangnya itu.

"Jadi bagaimana hasilnya, dok?" tanya Saddam setelah memastikan sang anak benar-benar pergi. Dan seketika suasana di dalam ruangan pun menjadi tegang.

"Leukimia yang di idap oleh Shannon dulu kembali kambuh."

DEG!!! Jawaban yang terlontar dari mulut dokter Dipta berhasil membuat dunia Saddam terhenti seketika.

"Stadium lanjut, dan kali ini.. kanker yang ada di tubuh Shannon menyebar dengan cepat.."

"..." Saddam terdiam, lidahnya tiba-tiba saja terasa kelu, jantungnya berdegub kencang, dan tanpa di minta air mata pun menetes di kedua pipinya.

"Saddam," dokter Dipta menatap sendu Saddam yang sepertinya saat ini tengah terguncang.

"Apa yang harus kita lakukan? Anak saya akan baik-baik aja 'kan?" tanya Saddam lirih.

"Langkah selanjutnya adalah tentu melakukan pengobatan untuk leukimia nya, salah satunya dengan kemoterapi. Hal itu dilakukan untuk mencegah atau menghambat sel kanker agar tidak berkembang dengan cepat. Anda tidak perlu khawatir, kami akan melakukan yang terbaik untuk Shannon. Ini bukan pertama kalinya untuk Shannon jadi saya yakin Shannon akan jauh lebih siap dengan penyakitnya."

Hah.. Saddam menghela napas lelah.

"Nggak mungkin, ini pasti ada kesalahan, ga mungkin penyakit sialan itu datang lagi.." gumamnya diiringi dengan air matanya yang mengalir.

"Saddam.."

"Lakukan pemeriksaan ulang dok! Saya yakin hasilnya pasti salah! Penyakit sialan itu tidak mungkin kembali menyerang anak saya! Saya mohon lakukan pemeriksaan ulang.."

"Maaf Saddam, meskipun melakukan pemeriksaan ulang, hasilnya akan tetap sama. Leukimia itu kembali datang menyerang tubuh Shannon.."

••

Senyum tipis itu tak pernah luntur dari wajah tampan Shannon. Setelah menemui anak-anak pengidap kanker di lantai 7 perasaan Shannon sekarang sudah jauh lebih membaik, karena dengan melihat anak-anak pengidap kanker tersebut Shannon jadi merasa tak sendirian. Ternyata masih banyak anak-anak yang begitu pantang menyerah melawan penyakitnya, khususnya anak-anak penderita kanker seperti dirinya. Jika anak-anak sekecil mereka saja bisa, lantas seharusnya Shannon juga bisa.

Kini Shannon tengah melangkahkan tungkainya kembali menuju ruangan dokter Dipta karena sang ayah yang tak kunjung datang menjemputnya. Namun, karena saking semangatnya saat berjalan, Shannon tak sengaja menabrak tubuh pria dewasa yang mungkin seumuran dengan ayahnya yang tengah membawa secangkir kopi.

BRUK!

"E-eh maaf om, saya ga sengaja," Shannon beberapa kali membungkuk dan meminta maaf pada pria yang tak sengaja ia tabrak tersebut.

"Kamu ini gimana, jalan kok ga hati-hati. Baju saya jadi kotor kena tumpahan kopi," ujarnya seraya membersihkan jas dan kemejanya yang terkena tumpahan kopi. Namun tak ada nada tinggi yang keluar dari mulut pria tersebut membuat Shannon sedikit bernapas lega.

"Aduh om saya minta maaf ya, saya ga sengaja, tadi saya jalannya terlalu semangat seperti orang yang sedang kemasukan benjang, terus ga liat ada om di depan. Maaf ya om bajunya jadi kotor, saya ganti deh," oceh Shannon yang mulai panik.

Sang pria pun lantas mendongkak dan menatap pada Shannon.

"Lain kali kalau jalan hati-hati ya dek, liat baju saya jadi kotor begini," ucap sang pria.

"I-iya maaf om, nanti saya ganti baju sama jas nya, maaf ya om.." sahut Shannon.

"Udah gapapa kok, ga perlu di ganti kan kamu juga ga sengaja."

"Tapi om–"

"AYAH!" ucapan Shannon terhenti saat mendengar teriakan dari seseorang yang memanggil pria tersebut dengan sebutan ayah. Sontak Shannon dan pria dewasa itu pun langsung menoleh pada asal suara.

"Lha? Jenoah?" gumam Shannon saat melihat teman barunya kini tengah berjalan menghampirinya.

"Lho? Kamu kenal sama anak saya?" tanya pria tersebut yang mendengar gumaman Shannon.

"E-Eh?"

Dan tak lama seseorang yang berteriak tadi pun datang menghampiri pria dewasa itu dan juga Shannon.

"Ayah kemana aja sih, Noah cari-cari juga dari tadi!" ujarnya.

"Maaf ya nak, tadi ayah beli kopi dulu eh tapi kopi nya malah tumpah."

Shannon menatap sang pria dan anak seumurannya yang tak lain adalah Jenoah dengan tatapan bingungnya.

"J-Jenoah kan ya?" panggil Shannon ragu, dan hal itu membuat keduanya langsung menoleh.

"Eh? Shannon?!!"

Yah, ternyata pria dewasa yang tak sengaja Shannon tabrak tadi adalah William, dan benar saja seseorang yang berteriak tadi adalah Jenoah. Ah ternyata om om yang ia tak sengaja tabrak tadi adalah ayah Jenoah, begitu pikirnya.

"Adek kenal?" tanya William pada sang anak.

"Kenal! Dia ini temen baru Noah ayah, namanya Shannon!" jawab Jenoah dengan penuh semangat seraya memperkenalkan Shannon pada sang ayah.

"Oh jadi kamu yang namanya Shannon ya? Salam kenal ya Shannon, saya William ayahnya Jenoah," William mulai memperkenalkan diri.

"Eh iya om William salam kenal, aduh maaf ya om gara-gara saya baju om jadi kotor, maaf banget om.."

"Lho iya, baju sama jas ayah kotor kenapa?" timpal Jenoah.

William hanya tersenyum seraya bergumam kata 'nanti ayah jelasin', dan Jenoah pun mengangguk paham.

"Lo lagi ngapain disini, Shan? Lo sakit kah?" tanya Jenoah.

"Eung.. ga sih, lagi gabut aja awokwok. Ini habis liat anak-anak penderita kanker di lantai 7 hehe," jawab Kiel sekenanya.

"Oh gitu yaa.."

"Lo sendiri ngapain disini?" sekarang giliran Shannon yang bertanya.

"Um gue.. g-gue–"

"Eh iya dek bunda dimana?" William yang mengerti pun langsung menyela ucapan sang anak untuk menanyakan keberadaan istrinya. Katakan lah William tidak sopan, tapi ia mengerti jika sang anak tidak ingin memberitahukan perihal penyakitnya pada teman barunya ini.

"E-Eh iya, bunda ada di ruangan dokter, tadi bunda suruh Noah buat cari ayah," jawab Jenoah yang merasa lega karena ia tak jadi memberitahukan perihal tujuannya ada di sini pada Shannon.

"Yaudah dek kalau gitu kita susul bunda, lagian ini udah waktunya adek buat periksa, dokter pasti udah nunggu," ucap William seraya melihat pada smartwatch yang melingkat di pergelangan tangannya.

"Yaaah.." Jenoah terlihat kecewa setelah mendengar penuturan sang ayah sedangkan Shannon masih diam memperhatikan.

"Um ya udah deh, kalau gitu sampai ketemu lagi di sekolah ya Shan!"

"Okaay Noah!"

"Bye Shannon, kami pergi dulu ya," ucap William yang sekarang sudah merangkul pundak sang anak.

"Ohiya om, sekali lagi saya minta maaf," sahut Shannon.

"Udah gapapa kok, ga usah di pikirin ya," William menepuk-nepuk pelan bahu Shannon.

"Bye Shan, see u tomorrow hehe."

Setelah berpamitan pada Shannon, Jenoah berserta sang ayah pun berlalu.

"Kok gue ngerasa ada yang tutupin sama Noah ya? Apa dia sakit? Ah iya, mungkin gara-gara masuk angin tadi makanya dia harus di periksa sama dokter! Hadeuh kasian si Noah kata gue minum tolak angin aja ga sih.."

Terlalu asyik memperhatikan kepergian Jenoah dan ayahnya, Shannon tidak menyadari jika sang ayah kini sudah berdiri tepat di belakangnya.

"Woyyyyyy!" panggil Sadsam membuat sang anak terkejut bukan main.

"Ih yang mulia! Bikin kaget hamba saja! Ini kalau aku jantungan kasian kamu ga ada pengikut lho," amuk Shannon seraya memukul pelan lengan sang ayah.

"Hahaha ya abis kamu malah ngelamun. Lagian kamu ngapain sih disini? Tadi ayah nyari ke lantai 7 lho tapi kamu udah ga ada disana dek," tanya Saddam pada sang anak.

"Eung.. ga ngapa-ngapain kok, itu tadi aku ga sengaja ketemu sama temen aku yah," jawab Shannon.

"Siapa?"

"Itu loh yang aku ceritain sama ayah tadi pas di coffe shop."

"Oh yang namanya Jenoah Jenoah itu?"

"Yapssss! Seratus buat anda paduka!"

"Terus kenapa ga kenalin Jenoah nya sama ayah?"

"Ya ayah tadi kan ga ada, terus Noah juga buru-buru mau di periksa katanya, ga tau deh periksa apaan, gara-gara masuk angin kali."

Saddam hanya mengangguk paham, lalu mengusak surai sang anak dengan pelan.

"Pulang yuk, kamu harus banyak istirahat."

"Ayo! Eh tapi ayah janji beliin aku cheesecake tiramisu!"

"Itu mah gampang dude, besok kamu udah bisa makan di tokonya langsung, dan toko kue itu udah jadi milik kamu sendiri, gimana? Kurang keren apa ayah?"

"Bjirrrr emang pak Saddam panutan Shannon!"

Saddam terkekeh pelan, "yudah ayo pulang!"

"Mau gendong boleh ga yah, kaki aku lemes nih seperti yupi."

"Alesan aja u."

"Dih betulan ini pak!"

"Wkwk yaudah ayo!"



Mobil Saddam berhenti di perkarangan mansion mewahnya. Terlihat sang anak yang duduk di samping kemudi tengah tertidur nyenyak. Saddam tentu saja tak tega membangunkannya, lantas ia pun menggendong tubuh sang anak.

"Selamat datang tuan Saddam, dan tuan muda Shannon.." sapa salah satu maid saat sang tuan berjalan memasuki mansion mewahnya.

Saddam hanya mengangguk singkat. Ia lalu melangkahkan tungkainya menuju lift, sang maid yang melihat itu pun dengan cepat menekan tombol lift dan pintu lift pun terbuka dengan cepat.

Kali ini Saddam membawa sang anak ke kamarnya sendiri karena malam ini ia ingin tidur bersama anaknya. Sesampainya di kamar, Saddam pun langsung menidurkan tubuh Shannon di atas ranjang dengan perlahan dan hati-hati agar sang anak tidak terganggu oleh pergerakannya.

"Stttt, tidur dek.." Saddam mengusap-ngusap pelan kepala sang anak saat tidurnya sedikit terusik.

Sejenak Saddam menatap lekat wajah damai Shannon yang tertidur lelap. Tak terasa air matanya lagi lagi menetes.

"Dek.. leukimia nya kambuh lagi, leukimia nya nakal ya nak," lirih Saddam.

"Anak ayah Saddam kuat 'kan? Kita berjuang sekali lagi ya dek, apapun akan ayah lakukan agar Shannon bisa terus bersama dengan ayah meski harus mempertaruhkan nyawa ayah sekalipun.."

Chu~ Saddam mengecupi lembut area wajah sang anak, mulai dari kening, kedua mata, kedua pipi gembil itu, dan terakhir ia mengecup bibir sang anak diiringi dengan air matanya yang masih mengalir.

"Everything will be fine, selamanya Shannon akan terus bersama dengan ayah, jadi jangan berpikir untuk pergi ya nak, atau dunia ayah akan sangat hancur karena selama ini ayah bertahan hanya untuk Shannon. Ayah sayang Shannon, sangat sangat sayang.."




.

.

.

To Be Continue..

Semoga suka sama chapter ini yaw! Dan jangan lupa untuk tinggalkan VOMMENT banyak banyak biar update nya cepet hehe! ( ˘ ³˘)♥

Shannon <3

Rabu, 27 Maret 2024.

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

1M 61.7K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
35.5K 3K 66
#taekook #GS #enkook "Huwaaaa,,,Sean ingin daddy mommy. Kenapa Sean tidak punya daddy??" Hampir setiap hari Jeon dibuat pusing oleh sang putra yang...
426K 34.4K 65
"ketika perjalanan berlayar mencari perhentian yang tepat telah menemukan dermaga tempatnya berlabuh💫"
47.6K 5.3K 20
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...