[iii] [END] MAS SUAMI

By piscesyogurt__

37.5K 3.5K 812

Ravenzy sayang banget sama Alleana, apa pun akan ia lakukan untuk istrinya itu termasuk menikahkan putra pert... More

01. Kolor Ungu
02. Permintaan Alleana
Cast
03. Cyclops
04. Gosip Buruk
05. Larangan Alvan
06. Masyaallah, Suami Gue
07. Ririn Sakit
08. Mimpi
09. Gombal
10. Miris
11. Abah Deden
12. Bukit Bintang
13. Clue Pertama
14. Delapan Tiga Satu
15. Memecahkan Clue
16. Pembunuhan
17. Pergi
18. Samuel
19. Club
20. Kejujuran
21. Ririn Manja
22. Dejavu
24. Mafia
25. Haters
26. Pelet
27. Kepergian Ibu
28. Si Sipit
29. Diganggu Bencong
30. Wanita Hebat
NEXT
ALVAN NEXT

23. Di Bawah Hujan

692 80 0
By piscesyogurt__

Hi, aku update

Warning! Ada banyak kata-kata cringe di part kali ini -_-


Delio duduk di kursi kantin dengan resah, kentara sekali dengan raut wajahnya yang berbeda dari biasanya dan hal itu tentunya sangat membuat Nathaniel tak enak memandangnya.

"Heh! Lo ini kenapa, sih? Asem banget, tuh, muka," celetuk Nathaniel seraya kembali memakan mie ayam miliknya.

Putra sulung dari Jeon Atlanvar Culberk itu menghela nafasnya, kemudian meletakkan ponselnya di meja. "Vira nggak ada kabar beberapa hari ini setelah ketemuan di kafe, sekarang juga dia nggak sekolah beberapa hari ini. Gue ngerasa ada sesuatu yang nggak beres."

"Mungkin dia sakit atau ada urusan penting yang mendadak, positif thinking aja," ujar Alvan menenangkan temannya itu.

"Kalian tahu 'kan kalo papa gue itu mafia dan dia nggak restui hubungan gue sama Vira, gue cuma takut papa gue lakuin sesuatu sama Vira," jelas Delio mengatakan kekhawatirannya selama ini.

"Apa perlu kita bantu lo buat cari Vira?" Alvan menawarkan diri yang diangguki oleh Nathaniel.

Delio menggeleng pelan. "Nggak usah, kalian pasti punya kesibukan masing-masing."

"Ck! Sibuk apaan coba? Gue tiap pulang sekolah cuma jadi babu ibu gue anjir," balas Nathaniel sedikit curhat.

"Tapi, nggak tahu sama yang udah punya bini," sambungnya sembari melirik Alvan.

Alvan mengulum bibirnya. "Tenang aja, Ririn pasti ngerti. Lagian dia udah tahu kalau gue ini ketua Cyclops."

"Pasti gara-gara semalam, 'kan?" tebak Nathaniel dan hal itu membuat Delio mengernyit tak paham. Maklum, Delio semalam tidak ikut.

"Nanggung banget kalau gue bohong lagi, lagian Ririn bukan cewek yang gampang banget gue bohongi."

"Eh, motor gue gimana?" tanya Alvan.

"Besok udah bisa lo ambil," jawab Nathaniel.


~•>•~

Sekitar pukul empat sore, para murid SMA Philomena baru saja keluar dari kelas masing-masing. Begitu pula dengan Alvan yang sedang menunggu kedatangan istrinya di gerbang sekolah. Niatnya ia mau mengajak Ririn untuk pulang menggunakan angkutan umum kalau tadi pagi mereka berangkat menggunakan taksi online.

"Udah pesen taksinya?" tanya Ririn yang baru sampai di depan suaminya.

Alvan menggelengkan kepalanya. "Hari ini kita pulang naik angkutan umum aja, lo mau?"

Ririn mengangguk antusias. "Mau banget, udah lama nggak naik angkutan umum pas udah nikah sama lo."

Laki-laki bersurai hitam itu menyunggingkan senyumnya. "Iyalah, nikah sama gue emang meringankan beban lo."

Ririn mencubit pinggang semuanya dengan gemas dan Alvan hanya bisa meringis kesakitan. Keduanya tertawa dengan Alvan yang merangkul istrinya, kemudian keduanya berjalan menjauhi area sekolahan menuju ke tempat khusus menunggu angkutan umum.

"Rin, lo tahu makna cinta yang paling sederhana?" tanya Alvan seraya duduk di kursi yang tersedia di sana. Kursi panjang satu meter yang terbuat dari kayu.

Gadis berambut sebahu itu mengulum bibirnya dengan telunjuk yang mengetuk-ngetuk dagunya sendiri. "Eum, cinta? Gue nggak tahu karena nggak pernah jatuh cinta."

Alvan tersenyum kecil. "Sederhananya cinta itu seperti ini, kalau nggak mampu untuk membuatnya tertawa cukup jangan menyakitinya."

"Kayaknya lo tahu banget soal cinta, pasti mantan lo banyak," ujar Ririn dengan mata yang terfokus pada jalanan.

"Enggak juga, malahan gue ini nggak pernah pacaran," jawab Alvan dengan yakin karena memang ia tidak pernah pacaran.

"Lo tahu kenapa gue nggak pacaran," lanjutnya.

Ririn menolehkan kepalanya ke arah Alvan. "Kenapa?"

"Karena gue punya janji sama seseorang waktu kecil, gue janji bakal nikahin dia kalau pas udah dewasa nanti." Alvan menjawab dengan menatap perempuan yang ada di sampingnya dengan intens.

"Tapi, lo malah nikah sama gue."

Alvan tidak menjawab, ia malah mengalihkan pandangannya pada langit dengan awan berwarna abu-abu. Sepertinya hujan akan turun.

"Rin, menurut lo hujan itu apa?" tanya Alvan dengan tatapan yang masih setia menatap awan abu-abu.

"Hujan bukan hanya tetesan air. Itu adalah cinta langit untuk bumi. Mereka tidak pernah bertemu satu sama lain, tetapi mengirimkan cinta dengan cara ini." Ririn terkekeh diakhir kalimatnya, ia merasa geli sendiri dengan kata-katanya.

"Haha, ngomong apaan gue," lanjutnya.

Alvan berdiri, kemudian mengulurkan tangannya. "Kayaknya hujan," ujarnya.

Ririn ikut berdiri dan mengulurkan tangannya. "Eh, bener. Gimana, nih? Angkutan umum belum datang juga dari tadi."

"Apa lagi kalau nggak nunggu sampe hujan reda," balas Alvan seraya kembali duduk di kursi kayu itu.

Bukannya ikut duduk untuk menunggu hujan reda yang sebenarnya semakin deras, Ririn justru berlari ke tengah jalan dengan tawa senangnya. Gadis itu membiarkan tubuh mungilnya basah kuyup oleh air hujan.

"Ririn, lo apa-apaan, sih? Nanti lo bisa sakit," omel Alvan menatap kesal kepada istrinya yang malah asik basah-basahan.

"Ririn!" panggilnya dengan suara tinggi.

"Sini, deh. Seru tahu." Dengan wajah tanpa dosa Ririn menarik tangan Alvan untuk ikut basah-basahan di bawah air hujan dan Alvan hanya bisa pasrah karena dirinya juga sudah terlanjur ikutan basah.

Sampai lupa umur, pasangan muda itu malah main kejar-kejaran seperti di film-film India. Tak memperdulikan bagaimana nantinya jika mereka malah berakhir demam, mungkin akan saling berpelukan di selimut yang tebal. Meski hal kecil seperti itu rasanya sangat membahagiakan, bisa membawa tubuh melayang ke langit ketujuh karena katanya bahagia itu sederhana. Melihat orang yang dicintai tertawa sebabnya adalah kita, itu sudah cukup membuat hati senang.

Alvan menahan tangan istrinya yang hendak menjauh darinya. Dari guyuran air hujan, Alvan bisa melihat wajah cantik istrinya dengan dada yang naik turun akibat lelah berlarian.

Laki-laki bersurai hitam itu menarik pinggang sang istri dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya ia gunakan untuk mengusap pipi Ririn.

"Believe me, you are the one. Whom my heart finds, whom my mind reminds me of, whom my destiny wants, whom I love the most," ucapnya dengan tulus yang berhasil membuat dada Ririn berdebar dengan desiran aneh yang tubuhnya rasakan.

Tatapan Alvan yang begitu tulus tanpa adanya setitik kebohongan di sana, Ririn merasa ia sangat berdosa karena belum bisa mencintai laki-laki yang berstatus sebagai suaminya itu dengan tulus.

Di detik selanjutnya, Ririn bisa merasakan hangatnya benda kenyal yang menempel di bibirnya. Pergerakan pelan dengan penuh cinta bisa Ririn rasakan. Perutnya serasa dipenuhi oleh beribu kupu-kupu yang hinggap, rasanya menggelikan.

Di bawah tetesan air hujan yang menjadi saksi bisu pernyataan cinta seorang Alvan Alsie Gilbert.

~•>•~

Gadis yang memakai Nightgown terbaring di ranjang dengan selimut tebal membukus tubuh mungilnya, sesekali juga gadis itu bersin-bersin. Ini adalah efek dari main hujan-hujanan tadi.

Seorang laki-laki dengan memakai kaos putih polos juga celana training panjang masuk kedalam kamar dengan membawa semangkuk bubur. "Tadi udah gue bilangin jangan main hujan-hujanan, jadi gini 'kan jadinya. Ngeyel, sih!" omel Alvan seraya duduk di pinggiran ranjang, lalu tangannya mengusap kening sang istri.

Ririn tak menjawab atau melakukan pembelaan karena rasanya tenaga yang ia miliki terkurang habis, hilang entah ke mana.

"Sekarang makan dulu, udah gue buatin bubur buat lo."

Alvan membantu istrinya itu untuk bangun, setelah itu ia siap untuk menyuapi istrinya. "Ayo, buka mulutnya."

Ririn menggeleng pelan. "Nggak mau!" bantahnya dengan suara lirih.

"Lo harus makan, setelah ini minum obat."

"Nggak mau! Gue nggak mau makan, rasanya mau muntah."

"Lo mau sakit terus kayak gini?" tanya Alvan dengan muka kelewat tak santai.

Dengan wajah cemberut Ririn menggeleng.

"Nggak mau, 'kan? Jadi, makan dulu. Tiga suap aja nggak apa-apa, asal ada yang masuk kedalam perut lo."

Alvan kembali menyodorkan sendok berisi bubur itu dan Ririn menerimanya meski terpaksa. Disuapan yang ketiga Ririn menggeleng, gadis itu sudah tidak tahan lagi. Bubur yang masuk kedalam perutnya serasa ingin ia keluarkan lagi, perutnya tidak menerima makanan apa pun.

"Sekali lagi aja," bujuk Alvan, tetapi Ririn kekeuh tidak mau makan lagi dan Alvan pun pasrah.

Menaruh mangkuk bubur itu, lalu beralih memberikan segelas air kepada Ririn. Setelah Ririn minum, Alvan memberikan obat penurun panas kepada istrinya.

"Jangan bilang nggak mau, lo harus minum obat biar panasnya turun."

Ririn mencebik kesal, tahu saja suaminya ini kalau ia tadi mau protes.

Setelah selesai mengurus istrinya, Alvan kembali ke dapur untuk menyimpan gelas dan juga mangkuk bekas Ririn makan. Laki-laki itu kembali menghampiri istrinya, mengusap-usap kening gadis berambut sebahu itu dengan lembut.

"Pusing nggak?" tanyanya.

Ririn mengangguk kecil. "Sedikit," jawabnya dengan suara pelan.

Alvan berbaring di samping istrinya, mendekap tubuh mungil itu dengan sayang. Tangannya tak bisa menolak untuk mengusap-usap lengan istrinya, Alvan hanya ingin membuat Ririn merasa nyaman jika bersamanya.

"Jangan kayak gini lagi, gue nggak tega lihat lo sakit," ujarnya tiba-tiba.

"Gue juga nggak mau sakit," balas Ririn.

Dengan gemas Alvan mencubit hidung istrinya. "Makanya nurut sama gue, susah banget kalau dibilangin."

Ririn berdecak kesal, ia tak membalas apa pun dan lebih memilih untuk menyembunyikan wajahnya di dada suaminya.

Alvan tersenyum tipis, kemudian mengecup kening istrinya singkat dan beberapa menit kemudian keduanya sudah tenggelam dalam mimpi masing-masing.

Sementara itu di tempat yang berbeda. Delio sedang bersantai di balkon kamarnya dengan susu hangat yang menemani. Laki-laki itu memandangi langit malam tanpa bintang dengan tanpa ekspresi, laku suara notifikasi ponselnya membuat fokusnya teralihkan.

"Siapa, sih?" tanyanya kepada diri sendiri. Ia bingung melihat nomor asing yang mengirimkan pesan kepada dirinya.

Ia membuka pesan itu tanpa curiga sedikit pun, akan tetapi di detik selanjutnya ia melebarkan matanya sempurna melihat pesan itu benar-benar membuat dirinya terkejut bukan main.

+62 0987 xxxx

Send a picture
Mau dia selamat?
Datang ke xxx
sekarang juga!

Delio mengepalkan kedua tangannya, digambar itu seorang gadis duduk di kursi dengan lemas dan jangan lupakan tangan serta kaki gadis itu diikat oleh tali. Elvira, kekasih Delio.

"Shit!" umpatnya.

Di keadaan genting seperti ini Delio tidak bisa salah mengambil langkah dan setelah mempertimbangkan semuanya, laki-laki itu menghubungi anggota inti Cyclops untuk membantunya. Setelah itu, ia siap meluncur ke tempat.

"Vira, tunggu gue!"

1550 word

Geli banget, padahal diri sendiri yang bikin;v

Yang enggak tahu jenis baju Nightgown kayak apa, kalian bisa lihat di Google:)

Next || Delete

Continue Reading

You'll Also Like

Rara [END] By D.

Teen Fiction

33.2K 3.9K 86
β€’β€’β€’COMPLETEDβ€’β€’β€’ β€’β€’β€’[[CERITA MASIH LENGKAP]]β€’β€’β€’ Aku tantang Minimal Baca sampai part 10 dulu... Suka? Lanjut. Gak suka? Gapapa. ...
4.1K 1.7K 14
Gini ya rasanya jadi istri arsitek ganteng. Yuk simak! xxxx Nikah muda sama sekali tidak diharapkan...
Dia By titi

General Fiction

434 71 12
Dia Iya dia!! Dia yang selalu aku rindu, yang selalu aku nanti kedatanganya, yang selalu aku tunggu akan penempatan janjinya. Siapa dia? β€’β€’β€’ Yuk mark...
1.5M 112K 46
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...