Darius :
Tunggu saya di taman belakang apartemen, sepuluh menit lagi saya sampai.
Bella tersenyum membaca rangkaian kata pesan yang selama ini dia kirimkan tetapi tak pernah mendapatkan balasan, hatinya membuncah bahagia akhirnya bisa bertemu lagi dengan Darius.
Dia mengambil cermin kecil dalam tasnya, menatap pantulan wajahnya di cermin dengan seksama.
Sempurna.
Bella tak ingin pertemuannya dengan Darius kali ini meninggalkan kesan yang buruk hanya karena penampilannya yang kacau, wajah pucatnya di polesi make up tebal. Dia tak ingin Darius melihatnya jelek.
"Lo tunggu gue di mobil, Darius bentar lagi ke sini," usir Bella mengibaskan tangannya.
"Lo yakin Darius akan datang?" Tiana menatap ragu Bella.
"Iyalah, gue yakin. Dia kan masih cinta sama gue," ucap Bella percaya diri.
Tiana mengedikkan bahunya. "Baiklah, gue tunggu di mobil ya, kalau ada apa-apa telepon aja."
Bella mengabaikannya lalu kembali menatap taman apartemen Darius yang tampak ramai, banyak muda-mudi yang berpasangan sedang memadu kasih, ada juga pasangan lansia yang sedang duduk di bangku ditemani oleh susternya.
Lima menit yang dijanjikan Darius ternyata berubah menjadi tiga puluh menit, Bella menunggu dengan gelisah. Tidak ada tanda-tanda kedatangan Darius.
Apakah Darius membohonginya?
Baru saja Bella bangkit dari duduknya, sosok yang ditunggunya muncul seraya berjalan cepat. Mata Bella berbinar bahagia, dia sontak memasang senyum manis yang dulu lelaki itu suka.
"Aku kira kamu nggak bakal datang, baru aja aku mau nyusulin ke atas."
Darius menoleh sekilas ke belakang, merasa aman barulah dia memusatkan pandangannya pada Bella. "Ada apa?" tanyanya datar.
Senyum Bella menghilang digantikan raut masam. "Aku kangen sama kamu, Bee."
Sayangnya ungkapan rindu dari Bella tidak ada pengaruhnya sama sekali, hatinya sudah beku terhadap Bella. Tidak ada cinta ataupun getaran saat melihatnya, semuanya hambar. "Lo hanya ngomong gitu? Ya udah, gue harus balik sekarang. Kei udah nunggu."
Darius menyebut nama Keifani membuat Bella menahan amarah yang siap meledak, bahkan ungkapan rindunya diabaikan lelaki itu.
"Bisakah kamu tinggal lebih lama lagi, aku benar-benar kangen. Aku tahu aku salah, udah selingkuh di belakang kamu. Aku mau minta maaf atas perbuatan aku dulu, aku benar-benar minta maaf, Dar." Bella kembali memanggil nama Darius setelah panggilan sayangnya sewaktu mereka pacaran diabaikan lelaki.
"Gue udah memaafkan lo!" Darius akhirnya membuka suaranya. "Udah, kan? Gue harus balik." Dia mundur selangkah, baru saja akan berbalik tangannya ditahan oleh Bella.
"Tunggu dulu, Dar."
Darius menarik tangannya pelan hingga terlepas. "Ada apa lagi?" tanyanya mulai tak sabar.
"Kamu beneran udah maafin aku, Dar?"
"Ya," jawabnya malas, sesekali Darius melirik jam tangannya. Dia sudah keluar sekitar sepuluh menit, padahal tadi izinnya pada Keifani hanya lima menit. Sekarang pasti Keifani sedang mencarinya.
Mata Bella berbinar. "Berarti kita bisa balikan lagi, kan?"
Kening Darius berkerut. "Balikan?" Mengulang pertanyaan Bella seraya terkekeh geli. "Lo mau kita balikan kayak dulu lagi gitu?" Bella mengangguk semangat. "Maaf ya, Bell. Gue emang udah maafin lo tapi bukan berarti gue mau balikan sama lo, gue udah bahagia bersama Kei sekarang. Juga hati gue udah penuh dengan satu perempuan aja, dan itu istri gue. Keifani Mahalani."
Wajah Bella memerah, entah karena malu atau marah. Dia lantas menggeleng. "Nggak, nggak mungkin! Kamu cintanya sama aku, gimana kamu bisa sama istri kamu. Dia hanya kamu jadikan pelampisan karena sakit hati kamu, kan? Kamu nggak beneran cinta sama dia? Kalian kan hanya menikah kontrak dan sebentar lagi akan berpisah. Iya, kan?"
Darius menggelengkan kepalanya, perempuan apa yang dulu dia cinta setengah mati itu? Dia bersyukur tidak bersama Bella. "Lo sebaiknya pulang, gue akan telepon Tiana untuk jemput lo."
***
"Mas kok lama? Minimarketnya ramai ya?" tanya Keifani dengan raut wajah cemas.
Darius menggeleng lalu mendekat. "Nggak, Sayang. Cuma tadi Mas ngobrol sebentar sama satpam di bawah."
Keifani mengangguk percaya, diam-dian Darius meringis kecil. Meminta maaf dalam hati karena telah membohongi Keifani.
"Oh, gitu. Baru aja aku mau turun nyusul Mas ke bawah."
Darius tersenyum kecil. "Ngapain nyusul Mas? Kamu kangen, ya? Padahal Mas ke bawah bentar doang masa udah kangen."
Keifani mencebik. "Dih, aku tuh cemas tahu." Darius tergelak, menutupi debaran jantungnya. Jika dia telat sedetik saja istrinya akan turun ke lobi kebingungan mencarinya.
"Semuanya udah kamu susun?" Darius melihat ke atas meja pantry yang sudah kosong.
"Udah dong, Mas. Abisnya Mas lama sih, aku kerjain sendirian deh."
Darius menyeringai. "Kalau gitu sebagai gantinya Mas pijitin kamu ya." Tanpa menunggu jawaban Keifani, dia mengangkat tubuh mungil istrinya dengan mudah. Mengabaikan teriakan Keifani, dia terus berjalan santai membawa langkahnya lalu menjatuhkan tubuh mereka ke atas ranjang.
Posisi Darius tepat berada menindih Keifani, istrinya tampak terengah akibat berteriak. Dia mengelus pipi Keifani yang memerah seraya menatapnya intens, sedangkan yang ditatap hanya bisa menahan gugup dengan jarak wajah mereka yang samgat dekat. Bahkan hidung mancung Darius menyentuh pangkal hidungnya dan hembusa napasnya menerpanya lembut.
"Cantik," lirih Darius masih dengan usapan di pipi Keifani.
"Mas," panggil Keifani gugup, dia memberanikan mengeluarkan suaranya meski suaranya mirip kucing terjepit.
"Ya, Sayang." Darius tidak mengalihkan pandangannya barang sedikitpun.
"Aku mau mandi dulu." Nada suara Keifani terdengar gugup.
"Nanti, Sayang. Setelah urusan kita selesai, baru kamu mandi ya?"
"U-urusan apa?" Keifani gagap.
"Urusan ini."
Darius langsung memajukan wajahnya mencium Keifani lembut, bibirnya bergerak pelan di atas bibir istrinya menikmati setiap detik, merasakan manisnya. Dia tersenyum di sela ciumannya begitu sadar kalau Keifani mulai membalas ciumannya, dia semakin memperdalam ciumannya sampai dering ponselnya menganggu aktivitasnya diabaikannya. Kalau bukan Keifani yang mendorongnya hingga badannya terjatuh ke samping bibir mereka akan terus bertaut.
"Mas, hapenya bunyi terus tuh." Keifani berkata dengan napas terengah.
"Biarin aja, Yang. Kita lanjutin yang tadi yuk." Darius bersiap mengambil posisi di atas Keifani kembali terdorong. "Apalagi, Sayang? Atau kamu mau di atas?"
Bukk.
Keifani memukul lengan Darius. "Angkat dulu teleponnya."
Darius mendengus kesal, dengan malas dia bangkit dari ranjang menuju meja kecil depan sofa di mana dia meletakkan ponselnya. Matanya membulat begitu nama Tiana muncul dilayar, dia melirik Keifani---yang kini sedang menatapnya---sebentar sebelum meminta izin mengangkatnya di luar.
Keifani mengangguk tanpa curiga, dia berpikir Darius mendapat telepon dari kantornya.
Sementara Darius memilih ke dapur untuk mengangkatnya telepon. "Ya, ada apa? Apalagi sih? Gue tadi udah mau ketemu dia ya, apa?! Itu bukan urusan gue lagi, Ti? Kenapa? Sial! Baiklah gue ke sana sekarang."
Klik.
Darius sungguh menyesal telah mengangkat telepon dari Tiana, awalnya tadi dia hanya ingin mengatakan pada asisten Bella itu untuk tidak lagi menghubunginya karena apa pun tentang Bella, sudah tak penting untuknya tetapi mendengar Bella kecelakaan dan sekarang membutuhkan donor darah. Hatinya goyah, sebagai sesama manusia dirinya tergerak ingin membantu. Apalagi darah Bella sangat langka, sungguh kebetulan yang menyebalkan golongan darah mereka sama.
Belum lagi perkataan Tiana membuatnya kalah telak. "Lo ingat siapa yang donorin darahnya untuk lo saat lo mengalami kecelakaan dan sekarang lo nggak mau bantu Bella? Dia butuh donor darah sekarang, Dar. Lo jangan egois, lo bisa anggap lagi nolong orang asing aja bukan mantan. Jadi tolong kesampingkan ego lo, nyawa Bella terancam sekarang dan juga... Bella sedang hamil."
Darius kembali ke kamarnya, mendakati ranjang di mana Keifani berada. "Yang, aku ke rumah sakit dulu ya, teman aku ada yang kecelakaan. Kamu langsung tidur ya, nggak usah tunggu aku."
Cup.
Setelah mengecup keningnya, lelaki bergegas mengambil jaketnya lalu keluar kamar meninggalkan Keifani duduk termenung di tempatnya.
Teman yang mana yang sakit? Kenapa Darius terlihat terburu-buru?
***
BERSAMBUNG
Nahlo? Kira2 yang terjadi selajutnya apa ya? 🤔
Yang udah baca jangan spoiler ya, biar makin penasaran 😂😂😂
Yang penasaran tentu bisa langsung meluncur ke karyakarsa dong, di sana part nya udah lengkap alias udah TAMAT.
Link ada di bio ya :)
Vote dan komen banyak2 ya 🙏 biar aku makin semangat up nya dudududu 😜
See you next part