Beauty and The Beast [Harukyu...

By wedankjahe

4.3K 858 52

Bagaimana jika kisah klasik Belle dan Buruk Rupa menjadi kisah yang dialami oleh dua orang yang berbeda? More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5

Part 6 [End]

723 156 11
By wedankjahe

Kedai tersebut mulai dipenuhi dengan kicauan yang terus menghakimi Tuan Kim, bahkan sebelum pria paruh baya itu berhasil membuka mulutnya sendiri. Dengan susah payah dia dengan menjelaskan alasan yang membuatnya pergi ke tengah hutan, yaitu untuk membawa kembali putranya yang ditawan oleh monster yang menghuni sebuah kastil misterius di tengah hutan dengan salju abadi yang menyelimutinya. Namun, yang dia dapatkan hanyalah lolongan senja tak berbuah. Tak ada satu pun telinga yang mendengarnya. Semua yang keluar dari mulutnya hanyalah sebuah gosip picisan yang bahkan tidak masuk di otak.  Tuan Kim hanya bisa pasrah dan menatap wanita yang telah menolongnya. Wanita itu hanya tersenyum, seolah mencoba memberikan kekuatan tak terlihat padanya. Dia mencoba ikut membantu Tuan Kim untuk mengelaborasi pengetahuannya. Tetapi, sama saja. Omongan mereka hanyalah angin lalu. 

"Kalian dengar sendiri kan?"

Lagi-lagi, mantan anggota tentara khusus itu pintar sekali memutar otak dan lidahnya. Yang lebih tragis lagi, semua telinga terpasang dengan baik ketika Sunghoon mulai berbicara. Tabiat orang besar mulut. Sepertinya apa yang dia katakan berubah menjadi sesuatu yang patut diilhami bagi setiap orang mendengarkan. 

Sunghoon dan pengaruhnya benar-benar tidak terbantahkan.

"Kita harus menangkap orang gila ini supaya desa kita aman! Kalian tidak tahu kan bagaimana aku dan Riki berjuang di gelap malam hanya untuk memenuhi pikiran sakitnya?"

Teriakan Sunghoon disambut dengan antusias oleh para warga. Provokasi tanpa alasan mendasar itu menggiring Tuan Kim dan wanita asing itu mendekati neraka. Keduanya diarak keluar dari kedai. Ditarik dengan tidak manusiawi dengan teriakan garang. Lalu, keduanya dimasukkan ke dalam kereta pembawa barang yang kosong, lalu tubuh keduanya diikat dengan tali tambang berdiameter besar. Setelah selesai mengikat dan membekap mulut Tuan Kim dan wanita itu, mereka segera mengunci pintu kereta dan bersiap untuk membawa pergi keduanya. Membawanya pergi jauh sampai tidak ada orang yang berani mendekati. Keadaan semakin tidak terkendali, suasana begitu ricuh karena beberapa orang mulai menyalakan obor sebagai bentuk pemberontakan dan antusiasme untuk mengusir dan menangkal pengaruh orang yang mereka sebut 'gila'. 

Lagi, lagi, Sunghoon dan pengaruhnya sungguh tidak tertandingi. 

"PARK SUNGHOON!"

Sebuah teriakan kencang berhasil membuat atensi warga berpindah. Terkejut bukan main ketika mereka tahu bahwa teriakan itu berasal dari seorang pemuda desa yang jarang terlihat batang hidungnya. Setelah sekian lama tak terlihat, bahkan tak muncul untuk mengganggu anak-anak kecil untuk belajar membaca. Yang semakin mencuri perhatian dari warga adalah penampilan Junkyu yang amat mencolok. Namun, tentu saja penampilannya sudah tidak lagi forte. Terlebih lagi,  sehabis bersapa dengan dinginnya angin malam dan lonjakan batu yang sempat mengganggu keseimbangannya. 

"Junkyu, dari mana saja? Aku bahkan tidak melihat batang hidungmu selama ini. Aku merindu—"

"Apa yang kau lakukan pada ayahku?" 

Belum sempat Sunghoon menyelesaikan ucapannya, Junkyu terlebih dulu memotong. Dia bahkan berteriak agak kencang, tepat di depan paras tampan itu. "DI MANA AYAHKU?"

Bukannya menjawab, Sunghoon malah terkekeh geli. Cukup mengapresiasi kemarahan pemuda cantik di depannya. Pemuda yang walaupun penampilannya berantakan, masih tetap dapat memikatnya. "Jangan marah dulu, sayang. Ayahmu yang gila itu sudah kami amankan."

Alis Junkyu berjengit. Siapa tadi yang Sunghoon bilang gila? Sudah agak lama pria ini tidak menaikkan darahnya. Harusnya dia tahu, dia harus mempersiapkan amarahnya sebelum bertemu dengannya. 

"Bicara yang benar, Sunghoon! Aku tahu apa yang kau lakukan pada ayahku!"

"Aku bicara dengan benar." Dia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Tersenyum dengan angkuh, berniat membalas Junkyu yang tampak selalu menantangnya. "Sekarang kutanya padamu. Dari mana kau selama ini? Apa seorang monster buruk rupa menawanmu?"

Pertanyaan Sunghoon malah direspon dengan tawaan warga. Pertanda bahwa pertanyaan tersebut merupakan gurauan belaka. Semua orang masih menganggap itu sebagai bahan candaan. 

"Memang benar aku ditawan olehnya."

Sunghoon memperlihat wajah mengejeknya. Dia tidak bisa selamanya bersikap manis, karena Junkyu sering kali membuatnya kesal. "Kalau begitu, mengapa kau bisa mendapatkan pakaian seperti itu? Bukankah katamu kau ditawan?" 

Pria itu menoleh ke arah warga. Dia sudah siap untuk melontarkan kalimat persuasif yang akan membangkitkan emosi. "Sepertinya dia juga gila sama seperti ayahnya."

Junkyu tak tahan lagi. Ada apa dengan pria itu? Kesalahan apa yang telah diperbuat ayahnya sehingga dia sampai berlagak seperti ini. Dengan seluruh emosinya, dia memperlihatkan cermin yang sedari tadi dia genggam kepada Sunghoon dan warga yang berdiri di depannya. "Jika kalian tak percaya, lihatlah!"

Semua orang mulai terkejut ketika melihat penampakan monster buruk rupa yang muncul dalam cermin yang dibawa Junkyu. Mereka bisa melihat sosok makhluk dengan taring dan tanduk tegas itu tengah duduk. 

"Sekarang, di mana ayahku? DI MANA AYAHKU, PARK SUNGHOON!"

Sunghoon hanya menatap kosong air muka Junkyu yang masih menunjukkan kemarahan. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ternyata apa yang dikatakan oleh Tuan Kim benar adanya. Tuan Kim memang tidak berbohong.

"Apa sekarang kau yang menyebar berita bohong, Sunghoon?"

Celutuk Junkyu membuat Sunghoon sedikit kelabakan. Dalam situasi ini, posisinya sangat riskan. Dia bisa melihat warga-warga yang sudah berapi-api untuk mengutuk Tuan Kim, akan berbalik menyerangnya. Mereka bahkan terlihat sedikit menakutkan dengan obor di setiap tangan mereka. Tak ada lagi yang bisa Sunghoon lakukan kecuali satu hal.

"Semuanya, sebelum kalian menghabisiku, bukankah monster ini berbahaya? Bagaimana jika tiba-tiba dia masuk ke desa ini?" Sunghoon mulai menyetir warga. "Junkyu telah kabur dari sana. Tidakkah dia akan mencari Junkyu sampai ke sini? Bagaimana jika dia akan menyerang kita?"

Junkyu mengerutkan dahinya. Bicara apa Sunghoon ini?

"Dia tidak seperti yang kau pikirkan, Sunghoon! Di sini yang monster adalah kau! Bukan dia!"

Mendengar teriakan Junkyu, membuat Sunghoon kesal. Dia memasang wajah seolah-olah terkejut. Dia mendekatkan dirinya pada Junkyu. "Kenapa kau bilang begitu, cantik?" Dia kemudian tertawa. "Lihat semuanya! Bahkan monster itu telah membuat Junkyu kita, lelaki manis kita memihaknya."

Sunghoon merebut salah satu obor yang dipegang oleh salah seorang di dekatnya dan mengangkatnya. "KITA HARUS MEMUSNAHKAN MONSTER ITU. AYO KITA BERGEGAS!"

Sementara semuanya mengikuti Sunghoon yang memimpin di depan, Junkyu masih saja meronta mencoba menghentikan Sunghoon dan pikiran gilanya itu. Pria itu pasti akan melakukan apapun untuk dapat memutarbalikkan fakta dan menyelamatkan dirinya sendiri.  Melihat banyaknya orang-orang yang mendukung aksi jahat Sunghoon, membuat Junkyu sampai hampir melupakan keberadaan ayahnya. Saat ini yang terpenting adalah ayahnya. Pemuda manis itu kembali mencari keberadaan satu-satunya harapannya.

Dia tajamkan indera penglihatan dan pendengarannya, sampai sebuah suara aneh terdengar dari kereta. Dia mengintip dari ventilasi yang terdapat pada bagian pintu kereta. Dia berteriak senang ketika melihat ayahnya, namun wajahnya sedih ketika tahu bahwa ayahnya diikat dan mulutnya disumpal. Dia mencoba membuka pintu, tetapi tidak bisa. Dia hampir gila karena menarik pintu tersebut, sampai dia sadar bahwa ayahnya tidak sendirian. Dia bersama seorang wanita yang juga disekap seperti ayahnya. Sepertinya ada warga lain tak bersalah yang juga disandera oleh mereka.

"Ayah!"

Tuan Kim mendekat ke arah lubang kecil yang ada di kereta itu. Dengan susah payah, Tuan Kim mengisyaratkan Junkyu untuk membuka kain yang menyumpal mulutnya.

"Kuncinya bisa dibuka jika saja ada benda panjang dan tajam."

Junkyu segera meraba sakunya. Dia ingat jepit rambut besi yang tadi dia pakai sewaktu rambutnya ditata. Karena tergesa, dia menyimpannya dalam saku celana. Dia memberikan jepit itu pada ayahnya. Setelah berhasil membuka kunci gembok, Junkyu segera masuk dan melepaskan semua ikatan yang mengganggu dari keduanya. Dia memeluk dengan erat ayahnya yang malang itu. Dia tersenyum senang karena akhirnya dia bisa melihat senyum mengembang ayahnya.

"Ayah tidak apa-apa?"

Tuan Kim mengangguk. "Bagaimana kau bisa kembali? Lalu pakaian apa ini?"

"Dia membebaskanku." Junkyu tersenyum di akhir kalimatnya. "Ayah, mengapa kalian berdua di sekap?"

"Ceritanya panjang, nak. Oh ya, ini Agatha, wanita yang telah menyelamatkanku."

Junkyu beralih kepada wanita itu dan menggenggam tangannya. "Terima kasih banyak." Dia kemudian kembali pada genggaman hangat Tuan Kim. "Ayah, carilah tempat yang aman. Aku harus kembali untuk menyelamatkan orang-orang di kastil."

"Tidak. Kau tidak boleh pergi. Aku tidak bisa kehilanganmu lagi."

Netranya tersenyum dengan mantap. Seolah memberi jaminan bahwa dia akan baik-baik saja. "Aku akan kembali, Ayah. Kita masih punya banyak hal untuk diceritakan."

"Aku tidak ingin kau kembali pada Si Buruk Rupa itu, sayang."

"Ayah, ada banyak hal yang belum bisa aku jelaskan. Tapi, aku tidak bisa meninggalkannya. Aku berjanji akan pulang. Aku janji akan pulang."

Junkyu memeluk dan mencium sayang kepala Tuan Kim. Jujur dalam hatinya, dia sangat merindukan ayahnya, tetapi dia juga tidak bisa membiarkan Si Buruk Rupa habis dikeroyok oleh warga tidak tahu apa-apa.

"Ayah, Agatha, tolong jaga diri kalian baik-baik. Aku mungkin akan sedikit lama."

Pemuda manis itu berujar sebelum kembali menunggangi Juliet yang membawanya kembali bersua dengan tirai yang membutakan senja.

▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️

Si Kursi-Anjing benar-benar tidak bisa diam setelah dia mengendus bau kemarahan dari barisan yang terlihat menyala karena api yang mereka bawa. Seluruh isi kastil tidak menyangka bahwa mereka akan mendapatkan rentetan tamu tak diundang yang berencana untuk membawa kehancuran di ujung nyawa mereka. Bagaimanapun juga kastil mereka tidak aman lagi.

"Semuanya. Memang usia kita tidak lagi, namun setidaknya kita harus berjuang untuk melindungi kastil ini, melindungi Tuan kita dari serangan yang bahkan kita tidak harapkan. Begitu mereka sampai di kastil ini, serang mereka!"

Hyunsuk dengan tangan yang menyalakan api penerang itu berjalan ke tengah.

"Let's fight for our Prince!"

"FOR PRINCE."

Teriakan lantang Hyunsuk disambut oleh teriakan dari benda lain yang mulai bahu-membahu untuk menyegel pintu utama kastil. Dengan secepat kilat, mereka berupaya untuk menyembunyikan masing-masing guna melakukan serangan dalam diam. Ketika manusia dengan amarah itu masuk ke dalam, mereka akan dengan sigap menyerang sehingga tidak akan ada celah bagi mereka untuk melenyapkan Tuan mereka. Karena sebagian dari mereka telah berjanji, untuk mengabdi.

Keringat ketakutan mulai hadir ketika semuanya bisa mendengar denting kemarahan itu sudah di depan mata. Gembor-gembor yang bersusah payah untuk menerobos pertahanan mereka pun semakin terasa dekatnya. Hingga pintu utama benar-benar terbuka, membiarkan semua orang masuk ke dalam. Bingung melanda kepala ketika para warga memasuki sebuah kastil tidak berpenghuni. Terlebih dengan hawa dingin menantang yang muncul di antaranya. Sampai sebuah komando mengejutkan mereka semua. Benda-benda yang ada di dalam tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Semuanya saling serang, tak ada ampun. Hyunsuk sibuk membakar setiap baju yang dia lewati. Maestro Hwang membidikkan setiap tuts yang dia punya kepada siapa saja yang berani melawan. Jam besar dan kemoceng fokus untuk mengalihkan perhatian. Sementara Nyonya Irene dengan bahagianya menyemburkan air panas kepada siapa saja yang berani melewati mereka. Termasuk Nyonya Wendy yang berani keluar dari kamar untuk mendandani siapa saja yang ada di depannya.

Saking sibuknya, keadaan tampaknya begitu membantu seorang pria tampan itu untuk menyelinap naik ke sayap barat. Menemukan pria lain yang menjadi seseorang yang bahkan berani Junkyu bela. Menemukan sosok yang berdiri di depan balkon itu dengan tatapan sendu penuh kesedihan. Sosok besar dengan bulu lebat yang selalu berhasil membuat kumbang tak berdaya untuk mengepakkan sayap kecilnya.

"I find you, Beast."

Sosok itu berbalik, menampak wajah garangnya pada Sunghoon yang terlihat tampak kecil di matanya. Namun, yang menjadi sorotannya adalah pistol yang ditodongkannya. Tampak sama sekali tidak mengintimidasi.

"Do I know you?"

Sunghoon tertawa remeh. "Kau tidak perlu tahu siapa aku, karena Junkyu yang mengirimku untuk membunuhmu."

Seketika pelatuk itu ditarik, mengelurkan sebuah bulatan kecil yang mematikan. Bulatan hitam mungil itu tepat mengenai bahu kirinya. Membuatnya seketika mengaum dan melompat ke luar. Melompat ke menara lain yang jaraknya tak jauh dari balkon dia berdiri.

"Kau tahu, kau adalah monster yang telah menyakiti Junkyu dan ayahnya! Kau memisahkan mereka hanya untuk memenuhi egomu. Jangan sembunyi, hadapi kematianmu!"

Rasanya sakit.

Dia tidak tahu akan sesakit ini. Harusnya dia tidak berharap bahwa Junkyu juga akan membalas perasaannya. Dia terlalu naif untuk sekadar berharap bahwa ada seseorang yang bisa mencintainya dengan tulus. Harusnya dia tahu bahwa hal ini akan terjadi. Semua orang yang melihatnya pasti akan mengira dia adalah sosok berbahaya yang perlu dimusnahkan.

"Just surrender, Beast. You don't deserve him, even this world."

Hanya auman malang yang bisa dia keluarkan. Tak ada lagi yang tersisa. Namun, sebuah tembakan menyadarkan Si Buruk Rupa dari lamunan negatifnya. Sekali lagi dia terus mengaum dan melompat dari satu menara ke menara lain untuk menghindari Sunghoon yang terus membabi buta untuk menembaknya. Pikiran liarnya mulai berkecambuk, apakah lebih baik dia menyerahkan diri? Apa gunanya hidup tanpa ada insan yang mencinta? Lagi pula hidupnya bergantung pada setangkai mawar pembawa kutukan itu. Hidup tak ada lagi gunanya.

Namun, semua pikiran itu sirna begitu dia melihat seorang yang telah memenuhi hatinya tengah berlari memanggilnya. Dia merasakan darahnya mengalir lagi. Harusnya dia tahu, masih ada cahaya untuknya.

"PARK SUNGHOON! HENTIKAN! JANGAN LUKAI DIA!"

Sial, Sunghoon hanya bisa membatin. Bedebah. Junkyu benar-benar kembali untuk pria jelek ini.

Secepat itu dirinya bangkit, berbeda dengan rasa kasihnya yang tumbuh pelan-pelan. Belahan jiwanya ada di sisinya. Kembali hanya untuknya. Membuat kekuatannta secara otomatis berkumpul menjadi satu. Membentuk sebuah energi tak kasat mata yang mampu menaklukkan semuanya. Tak ada kata menyerah dan menghindar. Dia akan melawan siapa saja yang akan memusnahkannya untuk menggapai cinta yang harusnya hadir. Hingga dia berada di balkon sebuah menara yang akan menyambungkannya pada kastil utama, mendekat ke arah Sunghoon yang kehilangan anak pelurunya. Dengan cepat dia ambil pistol kosong itu, meremukkannya dengan segera. Dia segera menarik kerah baju yang dikenakan Sunghoon yang secara langsung ikut menarik tubuhnya juga. Si Buruk Rupa membawanya pada celah di mana Sunghoon bisa saja jatuh ke tanah kapan pun bila dia melepaskan tangannya.

"Beast! Let me go! Kau tahu, tidak ada yang bisa memiliki Junkyu, kecuali diriku!"

Si Buruk Rupa hanya diam. Sambil menatap nyali Sunghoon yang tiba-tiba mengkerut.

"I'M NOT A BEAST." Dia berucap dengan lantang sebelum meletakkan Sunghoon kembali ke batuan yang menjadi pondasi balkon itu.

Dia tidak akan membunuhnya.

Junkyu mengajarkan padanya untuk tidak membalas perbuatan jahat. Melainkan, untuk menghukum dan biarkan dunia yang bicara.

Namun, Si Buruk Rupa dipermainkan amarahnya ketika Sunghoon masih saja berupaya untuk melukainya. Bahkan dengan pukulan hebat yang dia layangkan sama sekali tidak ada rasanya. Merasa panik dan takut karena dia bukan tandingannya, Sunghoon terpeleset dari balkon tinggi itu. Untung saja sebuah puing bangunan menahan tubuhnya sebelum dia dapat berbaring di atas tanah.

Si Buruk Rupa tersenyum menatap Junkyu yang berada di bagian menara yang lainnya. Dia terus menatap pemuda manis itu yang tampak tersenyum bangga padanya.

"Junkyu! Jangan kemana-mana, aku akan melompat ke sana!"

Teriakan antusias itu menyambut lompatan besar Si Buruk Rupa untuk dapat pergi menemui sandaran hatinya. Semuanya tampak begitu tidak nyata ketika hanya sebagian tangannya yang dapat mencapai dinding menara. Namun, dengan cepat dia menyesuaikan dirinya kembali. Sebuah senyum besar terungkap. Mereka bertemu kembali. Tetapi teriakan Junkyu membuatnya sadar bahwa Sunghoon tidak menyerah. Pria itu begitu saja ada di bawahnya, menancapkkan sebuah belati panjang ke dadanya sebelum terjatuh bersama puing-puing bangunan karena ketidakseimbangannya. Junkyu dengan sigap segera menarik badan Si Buruk Rupa yang telah melemah. Dia menarik badan besar itu, terkulai lemah di dasar lantai. Membawa kepalanya ke dalam pangkuannya.

"No! No!"

Tangan Junkyu meraih tangan besar milik Si Buruk Rupa. "Semuanya akan baik-baik saja. Aku tahu kau bisa bertahan."

Tangan itu mulai membelai wajah manis Junkyu yang mungkin sebentar lagi akan menangis. Namun, dia tetap menghujaninya dengan kata semangat dan berdoa bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Junkyu, kau sangat cantik."

"Tidak! Tolong, jangan!"

Kata-kata itu menjadi kata-kata terakhir sebelum Si Buruk Rupa memejamkan matanya untuk terakhir kalinya. "Tidak. Kumohon. Tolong. Jangan tinggalkan aku." Junkyu memohon dengan air mata yang ikut menemaninya. Dia tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja.

"I love you."

Junkyu berucap sambil mencium pelan bibir Si Buruk Rupa. Tangisannya tampak sama sekali tidak mereda, malah semakin menjadi-jadi. Dia tidak ingin merasakan kehilangan yang kedua kalinya. Dia terus memeluk tubuh tak bernyawa Si Buruk Rupa. Di saat yang bersamaan, kelopak terakhir jatuh. Meninggalkan kastil dan istana menjadi sesuatu yang sangat mereka takutkan. Kematian Tuan mereka menjadi bagian dari kematian jiwa mereka juga sebelum berubah menjadi barang-barang tanpa perasaan.

Tanpa sadar, tangisan kehilangan Junkyu membawa kembali Sang Penyihir—yang berada dalam wujud Agatha—untuk menyaksikan sebuah kisah tragis yang menyayat hatinya. Pangeran arogan itu sadar bagaimana caranya berubah. Dia melambaikan tangannya, membuka tabung dengan bunga mawar itu untuk mengangkat semua kutukan yang ada. Kelopak yang telah mati itu kembali bersinar, menari di udara, membawa tubuh Si Buruk Rupa bersamanya. Hingga kelopak manis itu membawanya kembali.

Junkyu tampak begitu terkejut dengan apa yang dilihatnya saat ini. Seorang pria tinggi tampak membelakanginya. Pria itu masih terlena, kagum dengan badannya yang kembali seperti sedia kala. Dia menoleh dan menemukan pemuda manis yang masih berlinang air mata itu menatapnya. Keduanya saling mendekat. Saling meminta presensi masing-masing. Hanya dengan mata itu, Junkyu yakin. Mata yang sama, mata yang selalu menatapnya dengan penuh cinta. Mata itu kembali, dengan wujud yang berbeda. Keduanya saling memeluk satu sama lain. Sangat erat.

Junkyu melepas pelukan keduanya, hanya menatap mata yang selalu membuat hatinya terus bergetar. Dia mulai membelai wajah rupawan itu. Tidak pernah dia sangka bahwa wajah ini adalah wajah sebenarnya dari pria kasar yang beberapa waktu ini dia selalu lihat. Wajah dari pria yang tampak selalu menyebalkan, namun menarik di matanya.

"Jangan tinggalkan aku lagi."

"Tidak. Aku tidak akan pernah merencanakan itu.

"Aku sangat menyayangimu, Haruto."

Kini, hanya ada senyum yang menghiasi wajah keduanya. Hanya ada senyuman dan kebahagiaan sebelum keduanya larut dan tautan kegembiraan yang disambut juga dengan haru dari penghuni lain yang telah kembali.

"I do love you too, Kim Junkyu."

Continue Reading

You'll Also Like

81.8K 8.4K 31
❨ AU! Seventeen - Daily Life ❩ Buat nemenin kalian yang nungguin adzan sambil ngabuburit. Tentang cerita keseharian Sebong di bulan Ramadhan yang pen...
26.9K 3K 35
[ End ] β€Ή 10 - July - 2021 β€Ί β€Ή 05 - November - 2021 β€Ί
10K 1.5K 16
[Short chap] Berisi coretan hati Beomgyu yang hanya bisa memandang pujaan hatinya dari jauh.
194K 9.5K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...