Beauty and The Beast [Harukyu...

By wedankjahe

4.3K 858 52

Bagaimana jika kisah klasik Belle dan Buruk Rupa menjadi kisah yang dialami oleh dua orang yang berbeda? More

Part 1
Part 2
Part 4
Part 5
Part 6 [End]

Part 3

547 125 2
By wedankjahe

"Bersulang untuk Park!"

Clang!

Suara dentingan gelas yang berisi penuh bir memenuhi suasana petang di desa kecil itu. Berpesta pora mengabiskan malam dengan cengkerama tak beralur disertai dengan nyanyian kesenangan. Semua orang menikmatinya. Semua orang memujinya. Seorang mantan tentara pasukan khusus dengan ketampanan tiada tara. Jangan lupakan isi dompetnya. Senyuman mematikan selalu saja menjadi buah bibir para wanita dan pria yang dengan sengaja selalu datang setiap malam di kedainya.

Park Sunghoon, pria yang menobatkan dirinya sebagai pria terkuat, terhebat dan tertampan di penjuru desa hanya tertawa mengejek melihat lautan manusia memenuhi kedainya yang semakin menggunungkan hartanya.

"Lihatlah orang-orang itu, aku bahkan merasa kasihan dengan mereka. Baru kuberikan satu pesta tapi mereka begitu memujaku." Sunghoon berucap sembari meneguk sampanyenya.

Pria lain yang duduk di sebelahnya ikut menyeringai. Tampak memperhatikan manusia-manusia yang menikmati diri mereka sendiri. Menikmati perayaan yang sengaja diselenggarakn untuk menggali lebih dalam kelemahan tiap insan. Menyebarkan pengaruhnya lebih luas.

"Mereka datang karena mempercayaimu. Kau yang paling ditakuti." Sunghoon mengelus-elus kepala kecil milik orang kepercayaannya itu, dengan sedikit sentakan. "Tentu saja, Riki. Tentu saja. Akan kubuat mereka tidak lupa siapa tuan tanah di sini."

Keramaian pesta itu meredup ketika adanya sebuah teriakan mengganggu dari seorang pria tua dengan pakaian compang-camping. Namun, tentu saja dia bukan pengemis. Semua orang di desa mengenalnya sebagai Si Tangan Ajaib. Dia tampak linglung dan berbicara tidak jelas dengan suaranya yang hampir habis. Melihat hal ini tentu saja membuat Sunghoon geram. Dia sama sekali tidak mengundang pria tua itu.

"Tolong! Siapapun! Siapapun yang cukup kuat untuk membawa putraku kembali! Aku minta tolong!"

Mendengar kata 'putra' membuat Sunghoon menyeringai. Dia tahu betul siapa pria tua yang baru saja diremehkannya.  Tuan Kim adalah ayah dari lelaki yang diincarnya selama ini. Dia berdiri, mendekat ke arah Tuan Kim yang terlihat lebih dari kacau.

"Apa yang membawamu kesini, Tuan Kim?" Tanyanya mencoba bersikap biasa.

"Tuan Park. Tolong selamatkan putraku! Dia dikurung di sebuah kastil tua di daerah selatan. Tolong bantu aku."

Mata Sunghoon berkilat. Tampak jijik melihat pria tua ini menggenggam tangannya dengan sangat erat. Dia bahkan bisa merasakan keringat dingin dari tangan bergetar itu. Baru saja ingin mengolok, dia bisa merasakan jari Riki yang mencolek pundaknya. Dia sedikit merendahkan tubuhnya, sampai sebuah bisikan pintar masuk ke dalam telinganya.

"Sanggupi saja permintaannya, setelahnya kau minta putranya sebagai imbalan. Bersikaplah seolah kau adalah calon menantu yang baik."

Seringai muncul begitu saja. Dia segera mengatur senyum palsunya. Jika itu untuk Junkyu, maka semuanya bisa dibicarakan baik-baik.

"Santai, Tuan Kim. Mari duduk, tenangkan dirimu, lalu kita bicara."

▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️

Makhluk besar itu menyeret tubuhnya masuk memenuhi ruang makan. Suara hentakan kaki yang terdengar lembut, deru napas yang dihembuskan seolah-olah mengeluarkan sebuah api, begitu berbanding terbalik. Dia bisa melihat keadaan yang tertata seperti biasanya. Meja makan panjang dengan kursi-kursi mungil mengelilingi. Di belakangnya, terdapat perapian kecil penuh abu dengan api menyala, berhasil menambah kehangatan di dalam kastil yang luar biasa dingin. Dia mulai mendudukkan dirinya di kursi yang terlihat paling besar di antara yang lainnya. Kursi logam dingin yang menjadi tempat favoritnya. Matanya memindai apa saja yang dihidangkan di atas meja. Kejanggalan. Sesuatu yang membuat matanya merasa aneh ketika melihat  sebuah piring, gelas, sendok dan garpu lain yang ada di sana. Dia tentu saja tidak makan dengan alat seukuran itu.

"CHOI HYUNSUK!"

-

Si Lilin, yang selalu setia ditemani oleh Si Jam menghadap Tuannya yang kali ini murka besar. Bukannya dia tidak tahu tabiat Tuannya yang selalu saja marah tanpa sebab. Namun, kali ini adalah kesempatan terakhirnya. Kesempatan langka yang tidak akan datang menghampiri. Sebut saja, mereka akan mati jika kesempatan ini disia-siakan. Jadi, kemarahan Tuannya sudah dia antisipasi sebagai konsekuensinya.

"Kau membebaskan anak pencuri itu tanpa izinku! Apa yang kau pikirkan? Menyuruhnya makan bersamaku?"

Tuannya berteriak dengan geraman khas di akhir katanya. Geraman buas yang hampir selalu benda di sekitarnya ikut bergetar.  Bisa dilihat tatapan sebuas singa dengan taring kuat dan besar itu masih menggantung di sana. Bahkan, lalat yang lewat pun mati tak berdaya.

Si Lilin tersenyum, menampakkan senyum hangatnya. "Tuan, ini adalah sebuah kesempatan. Kelopak mawar terus berjatuhan, sementara badan kami semua semakin lama semakin mengeras. I become more metalic after the petal fell. Apa Tuan tidak merasakan semakin lama badan Tuan semakin sakit?"

Retoris. Si Buruk Rupa tentu saja tidak perlu menjawabnya. Dia tahu jelas apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh lilin antik itu. Dia kembali mengingat setiap raungan yang dia berikan setiap kali kelopak mawar yang ada di dalam tabung kaca jatuh. Satu per satu, seperti didatangi kematian secara perlahan. Dia menatap badan pelayannya itu. Mungkin akan mengenaskan melihat lilin dan jam antik itu terus berubah semakin melogam. Juga dengan yang lain. Terlebih lagi, selama ini tak ada yang datang ke sini kecuali ayah dan pemuda itu. Sepertinya, dia harus menyingkirkan egonya sejenak.

-

Sosok besar dengan bulu kumal itu sedari tadi hanya mondar-mandir di depan sebuah pintu kayu besar dengan ukiran yang memikat hati. Otaknya rasanya berbalik dan berputar-putar. Lucu. Ini bukan pertama kalinya bicara dengan seorang pemuda asing. Dulu, dia bahkan gemar mengajak para gadis dan lelaki manis untuk bercumbu dan menikmati malam bersama. Sesuatu yang aneh membuatnya kehilangan rasa percaya diri. Apa ada sesuatu yang salah dalam darahnya?

"Bagaimana kalau dia menolak?"

Semua orang menatap Tuannya itu dengan tatapan seolah-olah ingin mengatainya payah. Sejak kapan pria angkuh di depan mereka ini berubah mental seperti daun semanggi yang ditiup angin? Sangat aneh.

"Ajak dia dengan lembut, Tuan. Jangan membentak atau memaksa." Teko cantik itu berucap, siapa pun pasti tahu Nyonya Irene adalah seorang wanita hangat yang selalu dapat menenangkan siapa saja.

Si Buruk Rupa menghela napasnya dengan berat. Kenapa dia bisa menjadi selemah ini hanya untuk mengajak seorang pemuda, anak seorang pencuri untuk makan malam bersama. Dia sendiri cukup mempertanyakan hal yang sama. Dengan keberaniannya, dia mencoba mengetuk pintu dengan pelan.

Sementara di dalam sana, Junkyu yang sudah bersiap dengan kain-kain yang dia ikat menjadi satu. Dia menurunkan kain yang menjuntai ke bawah melalui jendela, berharap akan mencapai permukaan tanah. Sebetulnya, dia tidak yakin. Terlalu tinggi dan gelap. Namun, tak ada salahnya mencoba. Semua kain sudah dia ikat sekencang mungkin agar tidak membahayakan dirinya. Saat tengah melompat keluar, sebuah ketukan pelan mengganggunya. Buru-buru, dia menutupi kain-kain itu. Seketika keringat dingin memenuhi tubuhnya.

"Siapa?"

"Ini aku," Matanya memicing ketika mengenali suara menggeram itu. "Aku ingin mengajakmu makan malam."

Junkyu sedikit tertawa. "Kau mengurungku, lalu mengajakku makan malam bersama? Apa kau tidak cukup gila untuk melakukan itu?"

Bisa dia dengar sebuah gerama kesal dari balik sana. Suara gaduh tampak memenuhi keadaan luar. "Baiklah! Terserah kau saja!"

Dia hanya terdiam saat mendengar jawaban Si Buruk Rupa. Dia dikejutkan dengan suara ketukan keras di pintu. Apa pria itu bercanda? Memang pria itu tidak punya keinginan untuk sungguh mengajaknya makan malam. Memangnya apa lagi yang bisa dia harapkan? Sebuah ketukan lain membawanya kembali pada kesadarannya. Dia mendekat, membuka pintu kayu itu. Lilin, jam, anjing kursi, meja dorong dengan teko dan cangkir kecil di sana menatapnya dengan berbinar.

▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️

Oh, ayolah! Katakan bahwa Junkyu adalah manusia yang lemah dengan tatapan memohon. Dia memang bukanlah seorang yang tega membiarkan seseorang menunggunya, apalagi membuat kecewa. Kecuali untuk orang-orang tertentu.

"Perkenalkan, Maestro Hwang, suami Nyonya Wendy."

Junkyu membungkuk pada sebuah piano tua yang berada di sudut ruangan, sedikit berdebu.

"Ha—" Sapaan Maestro Hwang tertahan ketika dia malah tersedak oleh debu yang menempel di badannya sendiri. "Astaga! Sudah berapa lama aku tidak bangun?" Astaga!"

"Maaf."

Si Kemoceng mempersilahkan dirinya untuk mengusap bagian dari Maestro Hwang.

"Bisa nyanyikan sebuah lagu yang pelan, Maestro? Kami tidak ingin menganggu Tuan."

"Baiklah, kalau itu pelan artinya lento."

"Mari kita mulai!"

"Maestro, kurasa kita ganti menjadi lagu cepat dan bersemangat."

Si Lilin mulai bernyanyi sambil menarik tangan Junkyu. Membawanya menyusuri tangga, menuju tempat dengan wewangian memanjakan bagian tengah tubuh. Benda-benda di sana mulai menyahut nyanyian Hyunsuk, memberikan harmonisasi indah yang merasuk telinga. Diajaknya menari oleh beberapa buntalan bulu putih bersih yang mendudukkannya di kursi meja makan. Dia bisa melihat secara langsung bagaimana alat-alat dapur itu bekerja dengan sendirinya. Dengan komando, dia bisa melihat bumbu-bumbu masuk ke dalam panci besar. Benda-benda lain masih menari dan menyanyi riang. Bahkan lampu gantung di atas dengan beraninya menampilkan pertunjukkan unik dengan cahaya yang dia punya.

Hatinya mengembang. Pencuri hati melalui sebuah pertunjukan profesional. Tentu saja dia tahu bahwa hal seperti pasti dulunya sering dilakukan oleh mereka semua. Sepertinya kastil ini tak pernah sepi.  Senyumnya semakin mengembang  melihat Nyonya Irene yang baru saja diisi air panas. Dia membuat meja dorong bergerak, menumpahkan air di dalamnya pada Junghwan yang sudah bersiap menampung teh hibiscus panas. Sedikit menggoda, cangkir mungil ini mengedipkan satu matanya, memintanya untuk dicicipi.

Pertunjukkan belum selesai, bahkan ketika steak dengan salad dan panna cotta beserta segelas wine merah disajikan. Junkyu terkagum dengan cara mereka semua membuatnya bersemangat. Perlakuan menyenangkan yang tidak akan pernah dia dapatkan di manapun juga. Junkyu masih menikmati hidangannya begitu pertunjukan hebat itu diakhiri dengan dansa tunggal Choi Hyunsuk dengan Si Kemoceng Cantik itu. Tanpa sadar, Junkyu bertepuk tangan keras. Dia sungguh menyukainya.

Makan malam tidak pernah seheboh ini!

-

"Terima Kasih. Kalian tahu aku sedang sedih, sampai memberiku kejutan seperti ini. Kurasa ini makan malam terbaikku."

Semua benda yang mendengar hanya bisa tersenyum senang. Membuat Junkyu senang adalah prioritas mereka saat ini.

"Our pleasure. Kami hanya ingin membuat Tuan Muda tidak kehilangan bahagia. Kau tahu," Si Lilin mulai mendekatkan diri dan berbisik. "Akan berbahaya jika kau turun dari ketinggian hanya menggunakan kain sisa yang disambung menjadi satu."

Junkyu menatap Hyunsuk tidak percaya. Ternyata lilin antik itu mengetahui rencananya. "Baiklah, kalau begitu. Aku kembali ke kamar."

"Ingatlah, langsung pergi tidur. Aku tahu seberapa banyak yang ingin kau tahu, tapi kuharap kau mau mengerti."

Pesan Nyonya Irene setelah mengantar Junkyu sampai ke depan tangga. Dia sudah memperingatkan Junkyu untuk tidak pergi ke sayap barat—tempat di mana mawar disimpan. Dia hanya tidak ingin membuat Tuannya marah dengan keingintahuan lelaki yang begitu besar ini.

-

Sebut saja dirinya lancang, terlalu tidak mempedulikan risiko yang mungkin terjadi. Bunuh diri. Istilah yang tepat untuk menggambarkan apa yang sedang dilakukan oleh lelaki manis ini. Terlalu berani atau terlampau berani? Entah apa itu, pastinya ini bukan hal yang baik. Setelah Nyonya Irene pergi dengan peringatan itu, dia menantang dirinya sendiri untuk 'bermain' ke sayap barat. Mengintip sebuah bunga mawar yang dipenjara dalam tabung kaca transparan dengan kekuatan magis yang terkandung di sana.

Sebuah ruangan besar dan kosong, dengan poros yang menampilkan penampakan sebuah tabung dikelilingi oleh percikan api kuning. Di dalamnya terdapat sebuah bunga mawar dengan beberapa kelopak layu yang sudah terjatuh di dasar. Dia bisa melihat mahkota merah itu tampak 'kurus'. Melihat berapa banyaknya kelopak yang jatuh, sudah berapa lama mereka hidup seperti ini? Bunga semerah darah itu, menarik netranya. Keindahan itu mengajaknya untuk mencoba meraih tabung, menyentuhnya.

"Jauhkan tanganmu! Beraninya kau datang ke sini!"

Geraman buas menggema dengan tibanya pangeran besar entah dari mana. Matanya menyala, taringnya siap untuk mengoyak badan itu jika saja dia berani menyentuh benda pusaka itu. Hembusan napas kuat itu mampu membuat tubuh Junkyu merinding.

"Pergi! Sekarang juga! Keluar dari kastil ini! Cepat!"

Junkyu segera berlari sekencang mungkin. Perasaan takut mulai menghinggapinya. Seluruh tubuhnya terasa sangat ringan. Dia harus keluar sekarang juga. Namun, ada sesuatu yang dia tangkap. Hatinya terasa sakit melihat tatapan yang mengais sebuah pertanggungjawaban. Tatapan itu tampak memilukan dirinya. Namun, mau dikata apa. Kepala kecilnya sudah tidak mampu berpikir lebih banyak. Kaki jenjangnya menuruni setiap anak tangga hingga melewati beberapa benda-benda yang memanggilnya dengan frustasi.

"Tuan Muda, apa yang terjadi?"

"Dia mengusirku." Jawabnya cepat. Secepat dia menghilang melalui pintu itu. Tanpa sadar meninggalkan  penyesalan terdalam dalam hati mereka. Mencegah pun tidak bisa, Tuan mereka disangga amarah. Tak ada yang bisa menghentikannya. Hanya bisa menatap dengan putus asa. Hanya perlu menyerahkan diri pada takdir yang tergenggam dalam sebuah kelopak terakhir.

▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️

Mungkin ini yang terbaik baginya. Dia sudah terbebas dari kastil itu. Terbebas dari kungkungan amarah pria besar yang menjelma menjadi monster akibat arogansinya sendiri. Bersama Juliet membelah jalanan hutan, hanya ada hening yang menyelubungi. Sebentar lagi dia pulang. Kembali ke pelukan ayah yang dirindukannya, hingga melupakan fakta yang mungkin saja akan membunuhnya dalam hitungan detik. Melupakan kehadiran para pengintai yang bersembunyi, menyatu bersama salju. Sebuah santapan lezat berupa kuda cokelat gemuk dengan satu manusia dewasa. Dingin menusuk kulitnya, ketika Junkyu menyadari bahwa dirinya melupakan mantel yang dia bawa dari rumah—tertinggal di kastil. Sampai ringikan Juliet menyadarkannya. Bahaya ada di depan matanya. Makhluk lapar berbulu putih itu memamerkan gigi-gigi tajam mereka, tersenyum penuh kemenangan.

Continue Reading

You'll Also Like

7.7K 1K 18
Pair: H A J E O N G W O O CW//Fantasy Action Mature VAMPIR WEREWOLF Summary: ''Berawal dari perintah mencari darah suci'⁠' Haruto vampir keturunan...
26.9K 3K 35
[ End ] ‹ 10 - July - 2021 › ‹ 05 - November - 2021 ›
4.3K 943 22
💌P.JM x Y.JY💌 [COMPLETED] "Sebenarnya, Ayahmu itu orang baik. Tapi, seseorang bisa berubah kapan saja kan?" 🔮uhfairy, 2021 start : 6th May, 2021 �...
78K 7.7K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...