I am (not) Into It (UNDER REV...

By trilamaulinda

1M 60.4K 3K

[NEW VERSION] Bisa jadi masih ada banyak kecacatan penulisan dalam cerita ini. Mohon dimaklumi. (MATURE CONT... More

Prolog
BAB 1: Gossip and Chief
BAB 2: To Lose a Bet
BAB 4: Home Bitter Home
BAB 5: The Meeting
BAB 6: Succession was One of The Excuses
BAB 7: The Options
BAB 8: The Ruined Plan
BAB 9: Open Agreement
BAB 10: The Engagement
BAB 11: Move In
BAB 12: Congratulation From Janu
BAB 13: Raskal and His Fiancè
BAB 14: Prayoga Group 35th Anniversary
BAB 15: Shoot
BAB 16: The Truth
BAB 17: Stepping on a Minefield.
BAB 18: An Initial Apology
BAB 19: A Secret Place
BAB 20: Pre-Wedding Gone Wrong
BAB 21: Asking For Help In Three Stages
BAB 22: For Arleen
BAB 23: The Wedding
BAB 24: A Couple of Blind Birds
BAB 25: If We Could Swap The Roles
⚠️The Main Characters⚠️
BAB 26: You Are Not Alone
BAB 27: Another Rules
BAB 28: Failed
BAB 29: Tell Me Your Story
BAB 30: You Grab The Wrong Side
BAB 31: Perspective
BAB 32: Drowning Into Reality

BAB 3: Alibi

19.9K 2.2K 54
By trilamaulinda

enjoy, love<3

***

BAB 3: Alibi

.
.
.
.
.

"Ada apaan sih di depan? Rame banget," tanya Raya pada Ibra yang saat itu tengah meminta deadline naskah yang ia kerjakan.

"Katanya sih ada yang pindah kantor, tapi gue nggak yakin, soalnya gue tahu dari ruang sebelah," jawab Ibra.

Pandangan Raya tidak bisa teralihkan dari jendela transparan yang mengotaki ruang kerjanya, di sana terlihat sejumlah laki-laki membawa peralatan kantor yang ukurannya cukup besar melewati ruang kerjanya. Beberapa dari mereka sejak tadi sibuk hilir-mudik. Sepertinya benar kata Ibra, ada seseorang yang memindahkan ruang kerjanya ke kantor Laksara Publishing. Jika dugaan itu salah, mungkin saja mereka hanyalah staf toko yang tengah mengirimkan barang baru milik pimred atau manajer. Tak peduli, Raya kembali melanjutkan kegiatannya.

"Nih." Gadis itu mencabut diska lepasnya dan memberikan benda kecil itu ke Ibra. Para editor di Laksara Publishing memang masih melakukan transfer data dengan cara konvensional seperti ini, karena menurut pimpinan mereka, cara itu terbilang lebih aman dibanding menggunakan surel. "Covernya juga udah ada di situ, kalau mau revisi, langsung hubungin Arvin aja. Hari ini dia ambil remote kayaknya, dari tadi nggak kelihatan." kata Raya.

"Oke sip." Ibra pun kembali ke asalnya setelah mengedipkan sebelah matanya kepada Bila dengan genit. Raya yang melihatnya langsung memberi gestur seperti orang yang sedang muntah.

"Geli, Bra!" seru Raya sambil tertawa-tawa.

Rupanya ruang kerja Bila dan Raya tidak kunjung tenang, karena setelah Ibra keluar, Sheira tiba-tiba masuk ke dalam dan berlari ke arah kubikel Raya yang kebetulan paling dekat dengan pintu masuk. Wajah Sheira bersinar, seperti habis mendapat bonus dari atasan. Perempuan itu memanggil Bila untuk bergabung bersamanya di kubikel Raya.

"Aduh, meja gue jadi sarang dosa lagi, deh!" gerutu Raya, memutar bola mata.

"Sumpah, info kali ini panas banget, mendidih!" balas Sheira, tak peduli dengan karyawan lain yang sedang fokus bekerja.

"Kenapa?!" tanya Bila penasaran.

"Pak Raskal pindah ke sini!"

Raya dan Bila sama-sama mengerutkan dahi.

"Pindah? Dia udah nggak kerja di perusahaan bokapnya lagi?" tanya Bila.

Sheira menggelengkan kepala kuat-kuat. "Bukan gitu! Dia masih jadi direktur di sana, tapi dia pindah ruang kerja ke kantor ini. Ngisi ruang rapat," jawab Sheira yang langsung membuat Bila menutup mulut dengan salah satu tangannya dan membuat Raya memijat pelipis.

"Emang Prayoga Tower kenapa?" tanya Raya.

"Katanya sih kantor tempat dia kerja lagi direnovasi gede-gedean," jawab Sheira.

Raya makin heran, tak percaya bahwa itu adalah alibi satu-satunya kepindahan Raskal Prayoga. Gedung tinggi berlantai empat puluhan yang terletak di selatan ibukota itu tidak mungkin kekurangan ruangan. Terlebih lagi, kepindahan Raskal ini terlalu mencolok. Apakah seorang Raskal Prayoga punya urgensi untuk menggunakan kantor sederhana ini sebagai tempatnya berkonsentrasi dan meninggalkan kemewahan yang ia miliki? Orang kaya macam Raskal biasanya lebih senang bekerja berpindah-pindah, dari tempat mewah ke tempat mewah lainnya. Jika Raskal Prayoga mengungsi ke kantor Laksara Publishing karena kantor bagian direksi Prayoga Group sedang direnovasi, maka semua pria itu konyol sekali. Dengan kekayaannya yang melimpah, pasti ia bisa menyewa sebuah gedung untuk tempat bekerjanya seorang diri, atau hotel bintang lima yang begitu nyaman dan penuh pelayanan yang memuaskan. Kalau tidak, bukankah ada rumah pribadi yang dapat membuatnya lebih santai dalam bekerja alih-alih ruang rapat Laksara Publishing yang pendingin ruangannya kadang tidak berfungsi?

Laki-laki kaya itu hendak mengikuti program tukar nasib atau bagaimana?

"Gue curiga banget, deh," bisik Sheira.

Nah, akhirnya ada yang satu pemikiran dengannya! Raya memfokuskan dirinya pada Sheira yang hendak melanjutkan kalimatnya.

"Memang bisa ya pindah-pindah kantor begitu?" tanya Sheira. "Masa jauh banget pindahnya?"

"Bisa lah, namanya juga bos," jawab Bila.

Raya mengangguk setuju.

"Ya, tapi untuk apa ke sini, coba?" tanya Sheira.

"Apalagi alasannya kalo bukan karena bucin?" Bila balas bertanya.

"Nah!" Dengan semangat yang menggelora, Sheira menunjuk Bila. "Gue juga mikir begitu, pasti ini semua karena Pak Janu!"

Raya menahan diri untuk tidak berkomentar lebih jauh, apalagi saat Sheira menyeru:

"Duh, gue nggak sabar pengen lihat bule-bule surfing di Kuta!

Gadis itu makin memijat pelipisnya. Selamat tinggal, tabungannya ....

*

Jika dihitung-hitung, ia masih punya jatah remote working hingga seminggu ke depan. Itu artinya, ia bisa menghilang dari kantor selama beberapa hari, tetapi tetap mengerjakan naskah yang sedang ia sunting. Dengan waktu yang mepet ini, sepertinya akan sulit meminta cuti. Deadline buku-buku yang akan terbit bulan depan sudah terpampang jelas di kalender, dibulatkan dengan spidol merah besar-besar. Ia tidak mau kena marah atasan karena naskah yang ia kerjakan mundur, sementara beberapa pre-order sebentar lagi juga akan dibuka. Mau tidak mau, ia akan membawa pekerjaannya ke Surabaya.

Kini gadis mengenakan kemeja hitam dan celana jeans longgar panjang itu berjalan ke arah gudang yang berada di samping ruang rapat besar, hari ini adalah jadwal piketnya, yaitu mengisi stok kertas HVS di ruang kerja. Koridor sangat sepi saat ia lewati, tetapi ia bisa melihat tim pemasaran sedang berdiskusi di ruangan, melalui dinding transparan. Kakinya yang dibalut sepatu kets Nike terus berjalan hingga hingga sebuah suara membuat sepatunya berdecit.

"Kamu."

Raya terlonjak saat ia mendapati seorang pria bersandar di depan pintu sambil bersedekap. Ia tidak sadar bahwa pria itu sudah cukup lama berdiri di sana, ia terlalu fokus dengan tim pemasaran. Kalau saja suara itu tidak ada wujudnya, mungkin Raya tidak akan terlonjak, paling gadis itu hanya memikirkan yang aneh-aneh dan kembali menjalankan tugasnya. Namun, suara itu punya pemilik, dan orang itu adalah Raskal Prayoga.

"I-ya, Pak?" gadis itu menjawab. Sebisa mungkin ia menjaga sopan-santun, "Ada yang bisa saya bantu?

Alih-alih menjawab pertanyaan formalitas itu, Raskal Prayoga malah menarik tangan Raya dan menyeretnya ke arah gudang, bertepatan dengan munculnya suara langkah kaki dari balik dinding tikungan yang berada jauh di arah kanan mereka. Gerakan itu sungguh cepat sampai-sampai Raya baru sadar ketika mereka berdua sudah di dalam gudang.

"Mau apa ya, Pak?" Panik, Raya bertanya dengan nada yang ditinggikan, tidak peduli lagi dengan sopan-santunnya. Buru-buru gadis itu melepaskan tangan Raskal dan mundur ke arah pintu.

"Kenapa saya dibawa ke sini? Ada perlu apa?" tanya Raya lagi.

"I need to ask you a question," kata Raskal.

"Tanya apa, Pak?" Raya terlihat makin bingung meski eskpresinya itu tidak terlalu jelas karena pencahayaan gudang yang remang-remang. "Kenapa tidak di luar saja, Pak? Kita bisa ngob—"

"Siapa saja yang sudah kamu beritahu soal kejadian waktu itu?" tanya Raskal.

Rasa-rasanya, Raya ingin sekali tergelak di depan Raskal saat ini juga. Jadi, pria ini membawanya ke gudang hanya untuk menanyakan hal itu? Uh, pastilah ia sudah mendengar rumor panas tentang dirinya dan Janu.

"Kejadian yang mana, Pak?" tanya Raya, pura-pura tak tahu.

"Jangan pura-pura bodoh," balas Raskal dingin.

"Ah, kejadian di ruang kerja Pak Janu itu, Pak?" tanya Raya, menggunakan intonasinya yang polos. "Saya nggak kasih tahu siapa-siapa, Pak. Cuma saya yang tahu soal itu," lanjutnya, sudah merasa lebih santai.

"Lalu kenapa saya kerap mendengar pegawai di sini membicarakan rumor itu?" tanya Raskal lagi.

"Rumor apa, Pak?"

"Rumor tentang saya dan Janu."

Raya mengulum bibir bawahnya, lalu memalingkan diri dari Raskal dan berjalan ke arah sakelar lampu. Tujuannya ke sana bukan hanya menyalakan lampu, tetapi juga untuk menertawakan Raskal dengan memunggungi pria itu agar tidak ketahuan.

Lampu menyala, terlihatlah tumpukan barang-barang di ruang sepetak itu dan Raskal yang menyipit, mata pria itu mencoba beradaptasi dengan cahaya yang masuk.

"You spread that rumor, didn't you?" tuduh Raskal.

"Saya udah janji sama Pak Janu untuk merahasiakan kejadian kemarin seperti menjaga aib saya sendiri," jawab Raya. "Itu pun kalau Bapak menganggap kejadian itu aib," lanjutnya.

"Oke, kalau benar bukan kamu yang menyebarnya, lantas mengapa semua orang di kantor ini menatap saya?" tanya Raskal, terdengar kesal.

Astaga, lucu sekali laki-laki satu ini!

Raya mengedikkan bahu, lalu menjawab, "Entah, mungkin mereka menatap Pak Raskal karena ketampanan Bapak?" tanya Raya, menggerakkan tangannya dari atas ke bawah, di hadapan wajah Raskal.

Raskal menggelengkan kepalanya, "Tidak. Bukan itu arti tatapan mereka, karena saya bisa membedakan yang mana tatapan memuji dan yang mata tatapan menggunjing. Saya sudah terbiasa dengan hal itu," kata Raskal, sangat percaya diri.

"Tatapan memuji, Pak?" tanya Raya memastikan, takutnya pria itu merasa terbiasa dengan tatapan menggunjing.

Raskal mengangguk angkuh. "Tentu saja," jawabnya.

"Saya senang sekali dengan kepercayaan diri Pak Raskal untuk yang satu itu. Sangat menginspirasi," kata Raya, masih berusaha santun meski sebenarnya ia ingin sekali langsung pergi dari ruangan itu dan menyelamatkan waktunya yang terbuang-buang hanya untuk meladeni CEO gabut ini.

"Saya tidak seperti yang kamu atau teman-temanmu pikirkan dan bicarakan," balas Raskal, pria itu mengalihkan pandangannya dari Raya sejenak.

"Memangnya anda seperti apa, Bapak Raskal Prayoga?" tanya Raya.

"Saya tidak gay."

"Kalau begitu, bukankah anda bisa membuktikan hal itu pada mereka dengan sumber daya yang anda miliki? Anda punya uang dan kekuasaan, tutup mereka dengan itu. Selesai. Tidak ada yang membicarakan rumor itu lagi. Tidak ada yang perlu dipermasalahkan," balas Raya, memberi saran sebelum diminta. Setelah berkata begitu, ia langsung merasa bodoh. Persis seperti ketika ia menyetujui taruhan Sheira.

"Yah, walaupun pada akhirnya hanya saya yang tersisa. Satu-satunya orang di kantor ini yang tahu kebenarannya," lanjut Raya, yang langsung membuat Raskal kembali terusik. Pria itu terlihat jauh lebih dongkol daripada sebelumnya.

"Sudah saya katakan padamu tadi, saya ini laki-laki normal!" sergah Raskal.

"Kalau begitu, maaf, saya tidak percaya," balas Raya bersikeras. "Kejadian tempo hari sudah cukup menjadi bukti."

Emosi di kepala Raskal makin tersulut, kalimat Raya barusan telah melukai sisi jantannya. Namun, anehnya, alih-alih menyerang Raya dengan amarahnya, pria itu malah menaikkan kedua alis tebalnya, bibirnya melengkung miring. Melangkah sedikit demi sedikit, mendekati Raya yang masih berada tak jauh dari sakelar lampu.

Gadis itu mengernyit heran dengan pergerakan Raskal, ia langsung bergerak mundur hingga tubuhnya mepet ke dinding gudang yang lumayan berdebu. 

"Alright," kata Raskal, masih dalam langkahnya. "What did you see back then?" suara Raskal memberat, entah karena apa, tetapi suara itu mampu membuat leher Raya meremang.

"You saw me with Janu at his room, right?" tanya Raskal.

Raya mengangguk pelan. Makin lama, pria itu makin dekat dengannya.

"Tell me, what did you see?" tanya Raskal lagi, kini pria itu berjarak tiga langkah di hadapannya.

Raya tidak menjawab.

"Were you see me doing this?"

Pria itu dengan cepat meraih pipi Raya dan menempelkan bibirnya pada bibir merah muda gadis itu. Raya membelalakkan mata saat ia merasakan kehangatan yang begitu asing di bibirnya. Sinyal perlawanannya sudah aktif sejak tadi, sebenarnya. Namun, yang ia tunggu adalah tamparan dari Raskal untuk perlakuannya yang tak sopan tadi, bukan ciuman seperti ini!

Buru-buru gadis itu mendorong tubuh Raskal sebelum pria itu bergerak lebih jauh. Lebih jauh, seperti melumat bibirnya atau hal-hal tak senonoh lainnya.

"Maksudnya apa, ya, Pak?!" teriak Raya, di depan wajah Raskal yang kini hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya.

"Tell me, did you see that?" tanya Raskal lagi, tersenyum miring.

Raya memekik, lalu mendorong dan menendang Raskal hingga pria itu nyaris terjungkal. Sialnya, tendangan Raya meleset dari bagian tubuh yang sudah ia targetkan. Alhasil, Raskal masih bisa berdiri dengan tegap, tanpa ringisan seolah tendangan Raya yang mengenai pahanya tidak terasa apa-apa.

Emosinya tidak bisa ditahan lagi, gadis itu kembali mendekati Raskal dan menampar wajah Raskal sekali. Pria itu terlihat membelalak bingung, entah karena tamparan Raya atau karena ia tidak sadar atas apa yang telah ia lakukan.

"I don't give a fuck about your reputation nor your sexuality! Cause you're nothing more than a sex-offender!"

Tanpa berkata apa-apa lagi, gadis itu keluar dari gudang dengan berderai air mata. Ia bersumpah. Setelah ini, tidak ada lagi respek untuk Raskal Prayoga! Ia bersumpah!

***

.

.

.

.

.

poor both of them :(

Continue Reading

You'll Also Like

15.2K 1.2K 10
Just oneshot or imagines with Leon Scott Kennedy. [ ⚠️ ] i do not own the characters. All the Resident Evil characters belongs to Capcom's, except fo...
53.9K 3.6K 20
Getting to know Kaivan is bad luck for Karina. Karina loves that man--he has something that attracts her. But that something is called a sweet lies. ...
494K 30.4K 14
Selain berprofesi sebagai jurnalis muda, Sidney Tania Tanjung merupakan seorang konten kreator kecantikan (Beauty Vlogger) yang ceriwis dan dinamis. ...
1.9M 90.4K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...