SWEETSHIT (TAMAT di CABACAAPP)

By Adellelia

5.1K 315 9

Katanya, bagi seorang wanita, memiliki sahabat seorang pria, ibarat mempunyai seorang kekasih yang tidak akan... More

PROLOG
Part 2 - Sahabat Selamanya
Part 3 - Saat Sakit Membuat Manja
PROMO BACA GRATIS

Part 1 - Ritual Pagi

972 74 0
By Adellelia

Saat hanya melihat senyuman dan,
mendengar suaranya, membuat dunia seakan berwarna.
Dan, aku bahagia, menatapnya dalam keheningan.
~Kaiden Putra Syahreza, Sweetshit, 2020 ~

~****~

"Morning!" Sapa Kaiden kala Carissa membuka pintu apartemennya dengan wajah bantal yang terpampang nyata. Carissa memutar kedua matanya dengan tampang malas. Lalu menguap kecil dan begitu saja membalik tubuhnya tanpa membalas sapaan pria itu, yang notabene adalah sahabatnya. Dengan langkah menyeret, dia memasuki apartemennya.

"Ini baru jam enam pagi, Kai," keluh gadis itu setelah melihat jam dinding. Dia menguap lagi, kali ini lebih lebar. Dikuceknya kedua matanya lalu direbahkannya kembali tubuhnya di sofa panjang diruang tamu apartemennya.

"Lo emang nggak kerja?" Tanya Kaiden yang tanpa perlu dipersilahkan sudah masuk ke area dapur.

"Kerja." Balas Carissa.

Gadis itu membuka matanya. Memerhatikan Kaiden yang sudah tiga hari ini tidak ditemuinya karena perjalanan dinasnya bersama Helga ke Bali. Kaiden masih mengenakan seragam tidurnya. Sebuah kaus pas badan berwarna putih dengan training berwarna abu-abu dengan tulisan 'Just do it!' yang memanjang ke bawah di sisi celananya. Tato tribal yang menjadi penghias di tangan kirinya menjadi daya tarik tersendiri di setiap pria itu menggerakan tangannya. Terlihat begitu seksi bagi penyuka pria bertato seperti Carissa.

Kaiden memulai ritual paginya di dapur apartemen milik Carissa. Pria itu menaruh kotak kopinya di atas meja dapur. Mengambil kettle air dari meja counter lalu mengisinya dengan air dispenser. Setelah itu dia akan menyalakan kompor gas lalu memasak air itu hingga mendidih.

Sementara itu, sembari menunggu air mendidih, Kaiden akan menyiapan kettle lainnya. Kettle transparan yang diatasnya sudah dilapisi kertas penyaring kopi. Pria itu lalu menuang kopi bubuk pada kertas kopi itu.

"Lo pulang kapan sih dari dinas ke Bali kemarin?" Tanyanya sembari mengecek air yang dimasaknya.

"Semalam," jawab Carissa pendek. Tetap memerhatikan Kaiden dengan kegiatannya.

Oh ya, setelah air itu mendidih, Kaiden akan memindahkan air yang telah mendidih itu pada kettle lainnya. Lalu mengukur rasio air juga kopi yang akan diseduh. Dia juga akan mengukur tekanan suhunya menggunakan termometer terlebih dahulu. Apakah sudah sesuai dengan suhu panas yang diinginnya untuk menyeduh kopinya. Biasanya pria itu akan menunggu beberapa saat sebelum akhirnya menyeduh bubuk kopi yang sudah disiapkannya dengan metode manual atau V60.

Bagaimana Carissa bisa menghafal semua urutan membuat kopi yang Kaiden lakukan? Well, dear ... apartemen mereka bersebelahan. Lebih dari lima tahun pria itu melakukan hal tersebut di depan Carissa. Di dapur miliknya. Lebih dari lima tahun pria itu selalu mampir ke apartemen Carissa untuk membuatkan kopi untuknya dan juga untuk Carissa.

Carissa hafal betul urutannya.

Ada kalanya beberapa hari dalam seminggu mungkin Kaiden tidak melakukan ritual paginya di apartemen Carissa. Pertama jika saat Carissa tidak berada di apartemennya. Dinas luar kota atau saat berlibur. Kedua, jika Kaiden sedang tidur bersama pasangan one night stand-nya atau perempuan yang mungkin sedang menyandang gelar menjadi kekasih satu atau dua minggunya.

Yeah, Kaiden sama seperti pria-pria brengsek lainnya yang senang tidur dengan pasangan mereka. Kalau dilihat dari umurnya yang sudah memasuki awal kepala tiga, seharusnya pria itu sudah pantas memiliki pasangan hidup. Sayangnya, si Curut ini masih saja senang celup sana celup sini. Bodohnya, para wanita itu tetap saja mau hanya dijadikan teh celup sekali pakai oleh Kaiden yang notabene pecinta kopi bukan teh.

Aroma khas kopi yang diseduh mulai tercium di seluruh sudut ruang apartemennya. Membuat gadis yang kini sudah duduk bersandar di sofa yang didudukinya memejamkan kedua matanya. Menyelami aromanya. Selain es krim coklat, Carissa juga suka kopi. Aroma kopi begitu menenangkan, seakan membuat beban pikirannya berkurang.

"Lo nggak ada niatan mau cuti apa?" Tanya Kaiden dengan suara vokal yang semakin mendekat. Carissa membuka kedua matanya, dan ternyata sosok jangkung itu sudah berdiri di hadapannya. Dua cangkir kopi berada di kedua tangannya.

"Lo baru pulang dari Bali semalam, terus udah mau kerja lagi. Memang, badannya nggak cape?" Tanyanya seraya menyerahkan cangkir kopi untuk Carissa.

"Nggak bisa, Kai," jawabnya.

"Kenapa?" Pria itu duduk disamping Carissa. Di sofa panjang.

"Amandha sama Adelia sudah mau lahiran. Mereka sudah ambil cuti melahirkan tiga bulan. Helga lagi honeymoon sama lakinya. Jadi, tinggal gue sama Winda," jelasnya.

Kaiden mengangguk-anggukan kepalanya. Tatapannya lalu terpaku pada Carissa yang mulai mendekatkan cangkir kopinya ke wajahnya. Wanita itu memejamkan kedua matanya sembari menghirup aroma kopi dari cangkir yang Kaiden buatkan untuknya.

Sebuah pemandangan yang membuat hati Kaiden terasa hangat, sekaligus bangga. Dia senang jika orang lain menghargai hasil kopi buatannya. Seperti ekspresi Carissa yang terlihat begitu tulus setiap dirinya menerima kopi yang dia buat untuknya.

"Perfect!" Puji Carissa setelah menyesap kopi hitam yang Kaiden buat untuknya.

Kaiden mengangkat dagunya. Satu alisnya naik. Dengan wajah pongah dia berkata, "Tiga puluh satu tahun kurang satu bulan gue jadi teman lo, Riss. Ya kali gue nggak tahu selera lo," jawabnya penuh percaya diri. "Hot long black with one tea spoon of brown sugar, right?" tebaknya pasti.

Membuat Carissa mengangguk, lalu seulas senyum merekah diwajahnya.

Apa yang Kaiden ucapkan memang benar. Mereka menjadi seorang sahabat sejak kecil. Hampir tiga puluh satu tahun. Mereka lahir di tahun yang sama, tapi Carissa satu bulan lebih awal menghirup udara bumi. Kaiden lahir, satu bulan setelahnya.

Mereka sudah saling mengenal sedari popok masih menempel ditubuh mereka. Foto mereka yang sedang berebut mainan saat balita masih menempel di meja rias Carissa kamarnya. Siapa sangka, mereka yang tadinya ingusan dan menjadi rival dalam perebutan mainan dan makanan malah menjadi sahabat.

Apa sih yang Kaiden tidak tahu mengenai hidup Carissa? Bahkan saat Carissa patah hati untuk pertama kali pun, pria itu orang pertama yang dia beritahu dan menjadi sandarannya saat menangis. Esoknya beredar kabar, Kaiden baku hantam dengan pria yang membuat Carissa menangis. Membuat Carissa panik karena lebam di wajah Kaiden lumayan banyak.

Pria itu juga yang menjaga Carissa saat dia hancur dan ingin mati saja. Kali ini bukan karena pria. Tapi karena kedua orang tuanya yang memutuskan untuk bercerai. Entah kenapa rumah yang tadinya nyaman menjadi seperti neraka. Ayahnya selalu saja marah dan melakukan kekerasakan kepada ibunya, padahal ibunya sedang hamil besar saat itu. Bahkan saat ibunya hampir meregang nyawa karena melahirkan adiknya pun, ayahnya tidak menemani mereka di rumah sakit. Keluarga Kaiden yang malah mendampingi mereka.

Carissa begitu membenci sosok ayahnya yang ternyata tergoda dengan wanita lain. Wanita yang katanya cinta pertamanya semasa masa sekolah dulu. Mereka bertemu lagi di pesta reuni sekolah setelah dua puluh tahun tidak bertemu, dan seperti lupa dengan keluarga serta istrinya yang sedang hamil besar. Ayahnya lebih memilih wanita lain dibanding keluarganya sendiri.

Setelah itu, sikap ketus dan mulut pedas Carissa semakin menjadi-jadi, dan Kaiden mengerti apa yang membuat Carissa menjadi sosok seperti itu.

"Kapan lo cuti? Temenin gue survey lokasi cafe baru gue." Ucap Kaiden sembari merapikan anak rambut Carissa yang sedikit berantakan di keningnya.

"Belum tahu." Carissa merengut. "Maaf, Kai," ucapnya sembari memberikan tampang puppy eyes yang tentu saja membuat Kaiden tak mungkin kecewa dengan penolakan yang Carissa lakukan.

"Nggak usah sok imut gitu di depan gue sih! Geli gue lihatnya," kilahnya sembari mendorong kening wanita itu sedikit keras.

Bohong. Kaiden bukannya geli. Tapi hatinya berdebar setiap Carissa menampilkan ekspresi itu dihadapannya. Entah kapan debaran itu datang, tetapi Kaiden sadar. Mulai ada sesuatu yang salah, dihatinya.

"Iiihh, Kai!" Pekik Carissa. "Lo jadi cowok nggak ada lembut-lembutnya sih sama cewek," protesnya.

"Sorry, buat gue, lo bukan cewek tapi temen main. Ngapain gue lembut sama anak yang dulu suka main layangan sama gue? Terus manjat mirip monyet ke pohon rambutan." Kaiden melirik Carissa dengan tampang menyebalkan. "Cewek itu main rumah-rumahan, bukan main gundu."

Dan setelah itu, tanpa sungkan Carissa menempeleng kepala Kaiden sekuat tenaga. Membuat pria itu mengumpat, namun Carissa tak perduli.

"Lo mau macaroni panggang, nggak?" Wanita itu malah bangkit dari duduknya lalu berjalan melangkah ke arah dapur.

"Lo mau buatin?" Kaiden malah balik bertanya. Walau begitu pria itu mengekori Carissa menuju dapur.

"Iya," Carissa mengangguk. "Lo mau, nggak?"

"Mau lah!" Seru Kaiden dengan kedua mata berbinar penuh semangat. Sudah tiga hari ini dia tidak memakan masakan buatan Carissa. Lidahnya terasa aneh. Seperti saat pria itu pertama kali berhenti merokok, terasa aneh dan salah. Itu pula yang Ia rasakan tiga hari ini. Setiap pagi ritual mereka biasanya memang seperti ini, Kaiden membuatkan kopi untuk Carissa dan wanita itu akan membuatkan sarapan untuknya.

Dan setelah itu, Kaiden akan mampu menjalani harinya untuk bekerja. Setelah melihat wajah Carissa yang tersenyum, memakan masakan simple yang dibuatnya, juga mendengar umpatan recehnya. Seperti ini contohnya, "Kai, Kai, makanya kalau punya cewek jangan cuma buat dicelup doank donk! Cari yang mau masakin sarapan buat lo. Jadi setiap hari lo nggak numpang sarapan di apartemen gue. Ini gimana gue mau punya pacar kalau tiap pagi gue disamperin penjahat kelamin kayak lo?" Ucapnnya dengan sarkas, tetap Kaiden tak ambil pusing. Toh, lihat walau mulut wanita itu seperti periwitan tukang parkir yang berisik tapi tangannya tetap bekerja untuk membuatkan sarapan untuknya.

Carissa yang terlihat pahit karena ucapannya, tetapi sesungguhnya manis. Ibarat satu cangkir kopi. Carissa adalah kopi hitam, pekat dan murni tanpa tambahan rasa. Biasa kita sebut Long Black atau Americano. Biasanya kopi hitam akan terasa pahit saat pertama kali menyentuh lidah. Apalagi jika kopi yang disajikan panas. Mungkin sedikit akan membakar lidah dan bahkan membuat mati rasa.

Namun jika dinikmati dengan benar, sesungguhnya kopi hitam adalah juaranya. Rasa yang ditawarkan murni. Membuat kita menikmati rasa yang sesungguhnya dari biji kopi yang digiling. Terasa pahit saat disesap di ujung lidah, namun perlahan ... rasa pahit itu berubah manis dan memenuhi seluruh indera perasa. Seperti Carissa, dia ... wanita termurni yang pernah Kaiden temui di hampir tiga puluh tahun hidupnya. Dan Kaiden akan terus berada disisi Carissa, selamanya. Seperti janjinya saat melihat wanita itu tersakiti dulu, untuk pertama kalinya. Dia membenci saat Carissa menangis dan bibir itu merengek pilu. Lebih baik seperti ini, Carissa yang memarahi dan menasehati dengan kata-kata sinisnya. Kaiden, menyukainya.

~****~

4 September 2021

Baca cerita ini hanya di aplikasi Cabaca ya. Dapatkan promo kerang dengan memasukkan kode yang ada di profil saya (Adellelia).

Love, Adellelia
Follow me on IG at adellelia.novel

Continue Reading

You'll Also Like

330K 25.9K 36
Warning!!! Ini cerita gay homo bagi yang homophobic harap minggir jangan baca cerita Ini βš οΈβ›” Anak di bawah umur 18 thn jgn membaca cerita ini. πŸ”žβš οΈ. ...
610K 30.3K 51
Ravena Violet Kaliandra. Mendengar namanya saja membuat satu sekolah bergidik ngeri. Tak hanya terkenal sebagai putri sulung keluarga Kaliandra yang...
2.8M 141K 61
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _π‡πžπ₯𝐞𝐧𝐚 π€ππžπ₯𝐚𝐒𝐝𝐞
792K 7.6K 9
(Sedang dalam proses revisi, di publikasikan berkala) Dokter Rony Mahendra Nainggolan tidak pernah tahu jalan hidupnya. Bisa saja hari ini ia punya k...