Can You Find Me ? [COMPLETED]

By farahpm_

65.8K 3.1K 45

[COMPLETED] *** Bercerita tentang seorang psikopat yang telah membunuh banyak orang dan menjadikan pembunuhan... More

a t t e n t i o n !
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
XV
XVI
XVII
XVIII
XX
XXI
XXII
XXIII
XXIV
XXV
XXVI
XXVII
XXVIII
XXIX
XXX (end)
bonus chapter (01)

XIX

1.6K 85 0
By farahpm_

Setelah 'mahakarya'nya hampir dikacaukan oleh Lucas, Dax marah besar kepadanya. Ia lalu membawa Lucas ke Mansionnya. Dax menyuruh para anak buahnya untuk membawa Lucas yang ada di bagasi mobilnya ke ruang bawah tanah.

Semua orang di Mansion itu tau Tuannya  manusia seperti apa. Mereka tak pernah bertanya 'apa' ketika Dax membawa pulang 'sesuatu' dan tak pernah bertanya 'kenapa' jika Dax memberikan perintah. Intinya, mereka tak pernah bertanya sekalipun rasa penasaran mencapai ubun-ubun mereka. Karena memang peraturan yang telah Dax buat bahwa jangan pernah bertanya sesuatu, apa pun itu.

Sesampainya di ruang bawah tanah, Lucas yang belum sadarkan diri itu, diikat di kursi oleh para anak buah Dax. Setelahnya, Dax menyuruh mereka semua keluar. Dax sendiri pun langsung kembali menuju ruang utama Mansionnya untuk membersihkan badannya yang dipenuhi dengan noda darah.

Para pelayan pun melepaskan seluruh pakaian Dax dan mempersilahkan Dax untuk mandi dengan bathtub yang sudah dipenuhi air, sabun, dan aroma mint yang selalu disukai lelaki itu. Dax bersandar dengan nikmat di sana sambil meneguk segelas anggur di tangan kirinya.

Beberapa menit setelahnya, Dax keluar dari kamar mandi tanpa sehelai kain pun yang melekat di badannya. Pemandangan yang selalu dilihat para wanita yang merupakan pelayannya itu. Mereka tak pernah berani menatap atau melihat Tuannya, yang mereka lakukan hanyalah melakukan apa yang seharusnya dilakukan.

Tengah malam itu, Dax menghampiri Elena di kamarnya. Elena yang sedang berbaring di sana, segera terduduk ketika melihat Dax masuk. Dax lalu, duduk di samping Elena. Ia memainkan rambut Elena yang terurai dengan cantik.

"A-aku ingin ke rumah." Ucap Elena lirih karena takut berada di dekat Dax. Ucapannya membuat Dax menghentikan aktivitasnya.

"Untuk apa?" Tanya Dax dengan wajah tanpa ekspresi.

"Mengambil buku-bukuku. Aku harus sekolah besok." Jawab Elena sambil menunduk melihat kedua jari telunjuknya yang sedang menyatu.

"Tak perlu. Kau tak perlu lagi ke sekolah." Ucap Dax sambil memainkan lagi rambut Elena.

"Aku mohon. Setidaknya biarkan aku menamatkan sekolahku.. Setelahnya, aku akan menjadi istri yang baik untukmu. Kumohon.." Balas Elena yang kali ini menyatukan kedua tangannya di depan dada dan memperlihatkan wajah memelasnya.

"Tidak Elena. Kau tak perlu lagi pergi ke sana." Ujar Dax yang mencoba untuk menahan amarahnya. Kali ini, ia menatap mata Elena.

"Tapi--"

"ELENA!"

Bentak Dax tiba-tiba membuat Elena terkejut. Tubuhnya pun kembali bergetar. Dax kemudian, menekan pipi Elena dengan tangan kanannya dan mendekatkan wajahnya.

"Jangan pernah membuatku mengulangi perkataanku Elena. Walau kau kuizinkan tinggal di sini, kau tetap tak akan menjadi ratu. Kau.. hanyalah peliharaanku." Bisik Dax di telinga Elena yang mampu membuat bulu halus di sekitar lehernya meremang.

"Kalau kau tak mau kusakiti, jangan pernah membuatku marah." Ucap Dax sambil mengelus kedua pipi Elena yang telah ia tekan tadi dan pergi meninggalkan Elena dari kamarnya. Elena memukul selimutnya, kesal dan benci menjadi satu kepada orang itu. Bagaimana bisa hidupnya yang tenang itu tiba-tiba direnggut oleh seorang psychopath ?!

-

Angel, seorang pelayan telah berada di kamar Elena. Ia diutus oleh Dax untuk mengurus keperluan Elena. Angel terlihat seusia dengannya dan dia juga selalu menatap Elena dengan wajah ibanya.

"Angel, berapa usiamu?" Tanya Elena yang sedang duduk di depan cermin dengan Angel di belakangnya. Mereka sudah saling berkenalan tadi, walaupun hanya sebatas nama.

"Aku 18 tahun, Nona." Jawab Angel dengan tangannya yang sibuk mengeringkan rambut Elena. Elena terkejut mendengar ucapannya. Ternyata sesuai dugaannya, Angel memang seusia dengannya.

"Hmm boleh aku bertanya lagi?" Tanya Elena kepada Angel.

"Tentu, Nona." Jawab Angel tanpa mengalihkan pandangannya dari rambut Elena.

"Apa kau tidak bersekolah?"

"Tidak."

"Kenapa?"

"Aku harus menafkahi keluargaku Nona."

"Apa kau tak ingin lagi kembali ke sekolah?"

"Ingin, tapi tak ku lakukan."

"Angel.. Tolong bantu aku keluar dari sini." Ucap Elena tiba-tiba dengan wajah yang begitu memelas hingga membuat Angel menghentikan aktivitasnya. Ia lalu, menatap Elena di pantulan cermin.

"Maaf, aku tak bisa Nona." Balas Angel sambil menundukkan kepalanya dan tak lagi menatap Elena. Elena lalu membalikkan badannya, menghadap Angel.

"Aku mohon, Angel. Aku bisa membuatmu kembali lagi ke sekolah! Ayo kita keluar dari tempat terkutuk ini! Kumohon.." Ujar Elena seraya menggenggam kedua tangan Angel dengan kuat.

"Maaf, Nona." Balas Angel yang lagi-lagi menundukkan kepalanya, tak bernai menatap mata Elena.

"Angel.." Ucap Elena lirih dengan air mata yang menetes. "Kumohon.." Lanjutnya sambil perlahan menurunkan badannya untuk berlutut di sana. Elena tak peduli lagi dengan harga dirinya, yang terpenting baginya keluar dari tempat terkutuk itu.

Angel langsung menahan Elena dan membangkitkannya untuk berdirik tegak lagi. "Jangan lakukan ini, Nona.." Ujar Angel yang kali ini menatap mata Elena. Air mata yang ditahannya sedari tadi, jatuh di pipinya. Ia sengaja tak menatap mata Elena karena ia pasti akan menangis.

"Apa kau tak merindukan keluargamu Angel? Mari kita keluar dari sini, dengan begitu kau bisa bertemu lagi dengan keluargamu, begitu juga aku.." Balas Elena.

Keduanya sama-sama meneteskan air mata. Mereka merasakan sakit yang sana dan merasa harus berjuang bersama.

"Tapi, Nona.. Kita tak akan selamat kalau Tuan memergoki kita. Kau tau itu kan?"

Elena mengangguk. Ia tau benar bagaimana nasibnya kalau Dax sampai memergokinya keluar dari Mansion ini. Namun, saat itu yang Elena pikirkan hanyalah keluar dari tempat itu.

"Aku tau.. Kita bersama Angel, kita lawan bersama. Percayalah padaku." Ucap Elena meyakinkan Angel dan menggenggam tangan Angel.

"Baiklah, Mari kita keluar dari sini." Ujar Angel akhirnya. Angel tak bisa membohongi dirinya sendiri. Ia ingin sekali melihat lagi dunia luar dan yang paling ia inginkan adalah bertemu keluarganya.

"Bagus! Terimakasih Angel. Sekarang yang harus kita lakukan adalah mencari cara keluar dari sini."

"Tuan Dax akan keluar kamarnya pukul 09:00 Nona." Ujar Angel sembari melihat jam yang menempel di dinding.

"Jam 9? Sekarang jam.." Ucap Elena sembari berbalik, turut melihat jam di sana. "8:30. Baik, kita punya waktu 30 menit Angel dan.. 30 menit itu tak lama." Lanjut Elena.

"Apa kita bisa melewati semua pengawal dalam waktu sebentar itu?" Tanya Angel karena tak percaya mereka akan bisa keluar dari Mansion itu dengan waktu yang sebentar.

Mansion itu sangat besar dan di setiap sudut ruangan ada satu pengawal yang berbadan tinggi dan berotot. Masing-masing dari mereka akan segera melapor kepada Tuannya jika ada sesuatu yang mencurigakan. Belum lagi, mereka harus melewati ruangan Dax yang pastinya akan sangat sulit sehingga waktu 30 menit itu mungkin tak akan cukup bagi mereka. Tapi, Elena tetap yakin bahwa mereka bisa keluar dari sana.

"Aku yakin kita bisa. Percaya padaku Angel dan yakinkan dirimu bahwa kau bisa melewati ini." Ujar Elena lagi meyakinkan Angel membuat keberanian mereka meningkat.

Kemudian, mereka berdua bersiap di depan pintu kamar Elena. Elena menoleh kepada Angel yang ada di belakangnya. Lalu, mengangguk meyakinkan Angel. Setelahnya, Elena membuka pintu kamarnya dan...

Ia melihat sosok David di sana.

Elena pun terkejut. Namun, segera ia meminta bantuan David. Karena David yang ia kenal adalah sosok yang pendiam. Elena berpikir David juga disekap di rumah ini.

"David! Bagaimana bisa kau ada di sini?" Tanya Elena karena sangat terkejut sekaligus lega melihat orang sebaik David ada di sana. Bahkan, Elena berpikir David dikirim Tuhan untuk menyelamatkan nyawanya. "Tidak tidak tidak, itu tidak penting. David kau bisa membantuku keluar dari sini, kan? Aku terjebak di sini! Sung--"

Belum sempat Elena menyelesaikan kalimatnya, ia menghentikannya lebih dulu. Karena melihat David terkekeh seperti sedang mengejeknya.

"David, kenapa kau tertawa?" Tanya Elena bingung.

"Kau sangat lucu. Apa pelayanmu tak memberitaumu?" Ucapan David membuat Elena menoleh ke belakang untuk melihat pelayang yang David maksud, Angel. Elena terkejut ketika melihat Angel sudah terduduk di belakangnya dengan tubuh yang bergetar dan wajah yang ketakutan. Elena merasa aneh. Ia kembali menoleh ke arah David yang sedang membuka kaca matanya.

"Sekarang.. Apa aku masih terlihat seperti David?" Tanyanya sembari mendekatkan wajahnya ke wajah Elena. Elena terkejut setengah mati. Jantungnya seperti tak berdetak lagi.

Elena tak mengira bahwa David adalah Dax.

Elena masih terdiam di sana sambil menatap wajah Dax. Ketakutannya sudah mencapai ubun-ubunnya. Dalam diamnya itu, dia mencari cara bagaimana agar ia tetap bisa kabur dari sana. Namun, terlambat. Sebelum Elena sempat berpikir, Dax segera menarik rambutnya dengan kuat hingga ia terjatuh ke lantai. Dax lalu, menarik Elena dengan rambutnya ke ruang bawah tanah. Dia pun juga menyuruh para pengawalnya untuk membawa Angel.

Elena mengerang kesakitan karena kuatnya Dax menarik rambutnya. Ia merasa kepalanya akan lepas dari lehernya sedikit lagi.

Sesampainya di ruang bawah tanah yang hanya dilengkapi dengan sinar matahari itu, Dax langsung melepaskan rambut Elena dengan kasarnya.

Hingga membuat Elena terjatuh di lantai. Elena yang masih shocked, kembali dikejutkan dengan apa yang dilihatnya. Ia melihat Lucas duduk terikat di kursi dengan tubuh penuh noda darah dan mulut yang sedang disumpal dengan kain. Ia pun spontan memundurkan tubuhnya.

Lucas pun sama terkejutnya dengan Elena. Karena kain yang ada di mulutnya, membuat ia tak bisa berbicara. Ia lalu, memberikan isyarat dengan kepalanya untuk menyuruh Elena keluar dari sana. Elena hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya.

Dax lalu, mengikat kedua tangan Elena ke atas dan memposisikan Elena dengan posisi sedang berlutut di lantai. Tak lupa, ia juga menyuruh Angel berlutut di jarak yang tak jauh dari Elena dan Lucas. Dax berada di tengah-tengah mereka bertiga.

Dax pun menghampiri Lucas yang sedang menatap ke arahnya.

"Ini hukuman untukmu Elena karena telah berani mencoba kabur dari rumahku. Lihatlah baik-baik." Ucap Dax sambil menatap Lucas. Namun, ucapannya tertuju pada Elena. Seperti biasa, tanpa aba-aba apa pun Dax tiba-tiba memotong jari telunjuk Lucas dengan kapak yang ada di genggamannya.

Lucas mengerang kesakitan. Sakit yang sangat luar biasa hingga membuatnya meneteskan ari mata.

"TIDAK!!!!!!" Jerit Elena. Ia sangat terkejut melihat apa yang telah Dax lakukan.

Elena lalu, memejamkan matanya. Karena tak sanggup melihat darah yang terus mengalir dari jari telunjuk Lucas yang telah dipatahkan tadi.

"BUKA MATAMU ELENA !" Bentak Dax dari posisi Lucas. Semua orang takut mendengar suara Dax yang menggema di seluruh penjuru ruangan itu.

Mereka bertiga hanya berharap bisa keluar dari sana dalam keadaan hidup.

Elena tetap tak membuka matanya. Lalu, Dax mengarahkan ujung pedang di tangan kirinya ke mata Elena dan memerintahkan Elena lagi agar membuka matanya.

"Kalau kau tak membuka matamu, akan kubuat mata itu tetap tertutup selamanya." Ujar Dax yang berhasil membuat Elena segera membuka matanya. Ia tak mau kehilangan organ yang sangat penting itu. Saat membuka mata, ujung pedang Dax yang berjarak 5 cm, berada tepat di depan pupil Elena.

Elena berusaha meneguk salivanya. Hanya dengan sekali dorongan dari Dax, matanya tak akan lagi berfungsi.

Dax lalu, menarik lagi pedangnya dan kembali ke jari-jemari Lucas.

"Bagian jari mana lagi ya yang harus kupotong?" Tanya Dax pada dirinya sendiri.

Sekali lagi, tanpa aba-aba, Dax langsung memotong ibu jari Lucas dengan kapak di tangan kanannya membuat Lucas mengerang kesakitan. Berteriak sekuat tenaganya karena sakit yang teramat sangat.

"Lihat Elena. Karena ulahmu, orang lain yang harus menanggungnya." Ujar Dax memprovokasi Elena agar merasa bersalah.

Dax lalu, mendekatkan wajahnya ke wajah Lucas seraya berkata "Jari telunjuk hukuman untuk Elena dan ibu jari hukuman untukmu karena telah berani melukai kepalaku." Setelahnya, Dax kembali berdiri tegak dan mengangkat dagu Lucas dengan pedangnya hingga melihat ke arahnya. "Bersyukurlah kau karena bukan Amber Grint yang kehilangan jarinya." Lanjut Dax yang membuat Lucas mengeluarkan suara dari mulutnya. Dax lalu, membuka sumpalan yang ada di mulut Lucas.

"Bunuh saja aku, tapi jangan sakiti Ibuku.." Ujar Lucas dengan air mata yang mengalir. Ketakutan dan kesakitan menjadi satu, mengalir di darahnya. Setelah mendengar kalimat yang Lucas lontarkan, Dax kembali menyumpal mulut Lucas.

"Aku benci tatapanmu. Berbeda saat pertama kali aku melihatmu. Jiwa membunuh dalam dirimu telah hilang." Ucap Dax dengan pedang yang masih menempel di dagu Lucas.

Dax lalu, berjalan menuju Angel. Elena hanya bisa memohon pada laki-laki itu agar tak menyakiti Angel.

"Angel tak bersalah! Tolong lepaskan dia.. Aku.. Sakiti aku saja!" Teriak Elena dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir. Angel hanya bisa menunduk sambil meremas pakaiannya.

"Tenang Elena, kau akan dapat gilirannya." Ucap Dax dan kembali melihat Angel yang berlutut di hadapannya.

"Kira-kira hukuman apa yang pantas untuk orang yang tak tau terimakasih?" Gumam Dax sembari melihat pedangnya yang berkilauan karena terkena sinar matahari. Ia lalu, menarik rambut Angel ke belakang membuat perempuan itu hanya bisa menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa sakitnya. "Berani-beraninya kau mengkhinatiku setelah aku yang memeliharamu di sini?! HAH?!" Bentak Dax ke arahnya.

Dax lalu, berdiri lagi dari posisinya sembari meraba pedang di tangannya.

"Kau tau Angel? Pedang ini pernah melegenda di Jepang dan aku sendiri yang melihat proses pembuatannya. Aku sangat takjub ketika aku mencoba memenggal seekor anjing.. dan kepalanya langsung terlepas dalam sekali ayunan. Kau bisa bayangkan betapa tajamnya pedang ini?" Gumam Dax sambil membangga-banggakan pedangnya, membuat seluruh bulu halus manusia normal yang ada di ruangan itu meremang.

"Tidak, kumohon..." Gumam Elena yang sangat berharap Dax tak melibatkan Angel.

Namun, Elena salah dan akan selalu salah tentang Dax.

Untuk kesekian kalinya, tanpa aba-aba, Dax mengibaskan pedanganya ke leher Angel dan saat itu juga kepala Angel terlepas dari lehernya dan... menggelinding ke arah Elena. Elena menjerit ketakutan. Ia berteriak sekuat tenaganya. Ia tak bisa memikirkan apa pun selain ketakutan yang menyelimuti tubuh dan pikirannya. Hanya Elena yang melihat kejadian itu secara langsung. Karena Kucas sudah kehilangan kesadarannya sedari tadi.

"Perfect." Gumam Dax dan mencium pedang yang masih bernoda darah milik Angel. Ia lalu, melemparkan pedangnya di sembarang tempat dan mengambil silet yang ada di saku celananya. Lalu, menghampiri Elena. Elena spontan menjauhkan tubuhnya walaupun dengan tangan yang terikat ke atas.

"Sekarang giliranmu, Elena." Ujarnya sambil memperlihatkan senyumannya. Senyuman yang sangat menyeramkan yang pernah Elena lihat sepanjang hidupnya.

Dax kemudian, menyingkap lengan baju Elena yang panjang. Lalu, melakukan aksinya.

"Jangan berteriak, kalau kau melakukannya akan ku putus pembuluh darah di lehermu." Ancam Dax membuat Elena semakin merinding dan ketakutan.

Dax lalu, mengukir namanya di lengan Elena dengan silet di tangannya. Elena hanya bisa mengatupkan mulutnya, menahan rasa sakit dan perih yang teramat. Ia juga menggenggam tangannya hingga tak sadar telapak tangannya juga ikut terluka.

Setelah mengukir 'DAX' di lengan Elena, ia lalu mengelus rambut gadis itu dan mengusap keringat di dahi serta menghapus air mata yang membasahi pipinya.

"Tiap kali kau akan melawanku, lihatlah lenganmu dan jangan pernah lupakan hari ini."

Bagaimana bisa Elena melupakan kejadian yang bahkan tak pernah ia bayangkan dalam hidupnya.Bukan hanya fisik, mentalnya juga sudah sangat terguncang.

Karena tak sanggup lagi bahkan untuk sekedar mengedipkan matanya, Elena jatuh pingsan dengan tangan terikat dan darah segar yang masih mengalir dari lenganya.

"... kita bersama Angel, kita lawan bersama. Percayalah padaku."

Ucapan Elena yang meyakinkan Angel tadi, berakhir menjadi kalimat manis yang telah merenggut nyawa seseorang.

Continue Reading

You'll Also Like

91.1K 1K 8
My name is Anastasia Romanoff, if my last name sounds familiar it's because my mother is Natasha Romanoff, that's right; Black Widow, ex- red room as...
92.4K 3K 51
𝐒𝐂𝐇𝐎𝐎𝐋 𝐁𝐔𝐒 𝐆𝐑𝐀𝐕𝐄𝐘𝐀𝐑𝐃 "𝚝𝚑𝚎 𝚋𝚎𝚜𝚝 𝚠𝚊𝚢 𝚝𝚘 𝚐𝚘, 𝚒𝚜 𝚒𝚗 𝚜𝚝𝚢𝚕𝚎. 𝚆𝚑𝚊𝚝𝚜 𝚖𝚘𝚛𝚎 𝚜𝚝𝚢𝚕𝚒𝚜𝚑 𝚝𝚑𝚊𝚗 𝚊 𝚖𝚘𝚝...
26.5K 886 36
"Do you know we wolf and Hooman will never be together?! Hooman are monster!" said the guy with long blonde hair that tie in ponytail. "don't you for...