My Possessive Boy Friends

De intanzs

263K 19K 3.6K

Orang-orang ngeliat Stephanie beruntung banget, dikelilingi empat pangeran yang selalu protect dia dari mara... Mais

🏹1
🏹2
🏹3
🏹5
🏹6
🏹7
🏹8
🏹9
🏹10
🏹11
🏹12
🏹13
🏹14
🏹15
🏹16
🏹17
🏹18
🏹19
🏹20
🏹21
🏹22
🏹23
🏹24
🏹25
🏹26
🏹27
🏹28
🏹29
🏹30
🏹31
🏹32
🏹33
🏹34
🏹35 (END)

🏹4

10.1K 725 26
De intanzs

—Hanie Tukang Ngambek—

Stephanie: SIAPA NIH YG UBAH NAMA GRUP KAYAK GINI

Raka: WKKWKWKW

Stephanie: 😡😡😡😡
Stephanie: Btw kalian dimanaaaaaa
Stephanie: Gue kayak orang bego di kantin sendirian

Gio: Raka kemana? Kok ga sama lo?
Gio: Gue ada rapat ekstrakurikuler

Stephanie: Tuh anak lebih milih nemenin Raina ke perpus daripada sama gue
Stephanie: AWAS AJA KALO TIBA2 LO PACARAN YA RAK, POKOKNYA GUE BAKAL PACARAN JUGA @raka
Stephanie: Kantin cepetttt @bima @rafael

Rafael: Gue sama bima mau ngebasket han
Rafael: Lo ke sini aja. Tp nitip aqua dingin 2 ya

Stephanie: Aaaa mager ah

Rafael: Yakin?
Rafael: Ada Abimanyu lho di sini
Rafael:

Rafael: Mana tau lo mau nyuci mata wkwk

Stephanie: Bang Abi😍😍
Stephanie: OMG
Stephanie: OTW GAS NGENG💨

Stephanie langsung menghempaskan tubuhnya di kursi tribun. Ia melambaikan tangannya pada Bima yang tak sengaja menatapnya untuk menyatakan bahwa ia akan menunggu di sini. Bima hanya mengangguk sekilas dan melanjutkan permainannya.

Raut wajah Stephanie langsung terlihat cerah saat memandangi para cogan di bawah sana sedang seru-serunya bertanding. Apalagi ada Abimanyu, the most wanted boy sekolahnya yang sekarang lagi menyisir rambut ke belakang hingga membuat cewek-cewek di sebelah Stephanie berteriak heboh.

"Aaaaa ganteng banget!"

"Anjir! Titisan dari surga emang beda!"

"Gila! Gila! Bang Abi gantengnya gak nyantai! Rasanya gue pengen ganti nama jadi Umi biar pantas menyandingi bang Abi!"

Stephanie langsung tertawa mendengar kalimat konyol barusan. Tapi bukan hanya Abimanyu saja, rata-rata yang bertanding di sana ganteng-ganteng semua. Oh, kecuali dua temannya yang jelek itu.

Handphone Stephanie tiba-tiba bergetar. Ada pesan masuk dari Dinda.

Dinda: Step lo dimanaaaaaaa

Stephanie: Ke lapangan basket indoor sini

Dinda: Ngapain?

Stephanie:

Stephanie: Bang Abi😍😍

Dinda: Bang Abi😍😍
Dinda: ANJRIT LO KNP GAK BILANG DRTD
Dinda: OTW!!!

"Lu mah kalau gue gak nanya, pasti gak bakal ngasih tau!" Protes Dinda setelah duduk di sebelah Stephanie.

Stephanie langsung menyengir. "Kalau soal cogan gue gak rela bagi-bagi, Din."

Dinda tak menanggapi lagi karena sudah terlena dengan ketampanan Abimanyu. Rasanya ia seperti tengah melihat bidadara turun dari surga. "Gila, bang Abi makin ganteng aja. Sayang banget gak bisa dimilikin."

"Iya anjir! Semua yang ada di sana pada ganteng-ganteng. Tapi cuma bang Abi doang yang buat gue ngucap. Gantengnya kelewatan!"

"Itu Rafael sama Bima kan ya?" Tanya Dinda sambil menunjuk ke arah mereka berdua.

Stephani mengangguk. "Iyaa."

"Oh pantesan. Gue tadi agak heran juga pas tau lo ada di sini. Soalnya gak mungkin banget lo pisah dari temen-temen lo."

"Tadinya gue di kantin sendirian. Terus pas nanya mereka dimana, mereka nyuruh gue ke sini aja."

Setelah itu mereka berdua sama-sama diam, fokus menikmati pertandingan yang semakin seru. Sesekali mereka bersorak untuk menyemangati tim Abimanyu. Untungnya Bima dan Rafael berada di tim yang sama. Kalau enggak, pasti mereka bakal ngambek karena Stephanie lebih ngedukung orang lain daripada mereka.

"Eh, Rafael kalo lagi main basket gini tingkat kekerenannya makin naik anjir!" Seru Dinda yang tak sengaja memerhatikan Rafael. Apalagi saat ia berhasil mencetak poin.

"Oiya dong, temen siapa dulu," balas Stephanie dengan bangga.

"Gue denger-denger, Rafael belum pernah pacaran ya, Step?" Tanya Dinda kebetulan teringat tentang rumor Rafael yang cukup terkenal dan sering dibicarakan oleh teman-temannya.

Stephanie langsung menggeleng. "Belum pernah sama sekali. Masih perawan ting-ting. Kaget gak lo?"

"Kaget lah. Gak percaya gue. Soalnya temen gue ada empat orang yang pernah dekat sama dia. Walaupun mereka gak ada yang sampe pacaran sih. Tapi masa iya?"

"Ih, beneran. Rapa tuh tipe orang yang pengen dekat doang tapi gak mau jadian. Jauh-jauh deh lo dari cowok kayak gitu."

Namun senyum jahil langsung terpampang di wajah Dinda. "Yang ada gue malah tertantang, Step."

"Tertantang?" Ulang Stephanie sambil mengerut bingung.

Dinda menyengir, "Mana tau gue bisa jadi pacar pertamanya Rafael."

Stephanie seketika tertawa. "Wah, kalau lo beneran bisa jadi pacar pertamanya Rapa, gue bakal respect banget sama lo, Din! Lo bakal langsung gue angkat jadi guru gue untuk jurusan percintaan!"

"Berarti lo restuin nih ya?" Tanya Dinda dengan senyum yang semakin lebar.

"Restuin banget malah!" Jawab Stephanie tak kalah semangat. Namun tiba-tiba ia tersadar akan sesuatu dan langsung melototi Dinda. "Din?!"

"Apa?" Tanya Dinda bingung dengan ekspresi Stephanie yang seperti dapat durian runtuh.

"Dinda sumpah lo pinter banget!!!!" Jerit Stephanie terlihat sangat bahagia.

Berbeda dengan Dinda yang sama sekali tak mengerti dengan maksud Stephani. "Apaan sih?"

"Lo tau gak kalau gue tuh bakal dibolehin pacaran sama si empat curut itu kalau salah satu dari mereka juga pacaran?!"

"Hah?"

Stephani tak peduli dengan kebingungan Dinda. "Lo harus deketin Rafael sekarang!" Pintanya langsung.

"Sekarang? Yang bener aja lo? Mental gue belum siap, anjir!" Balas Dinda dengan cepat menolak. Mendekati cowok itu juga butuh mental yang kuat. Apalagi dengan reputasi Rafael yang dekat dengan banyak cewek tapi gak pernah jadian. Salah langkah ia bisa baper dan ending-nya sakit hati sendirian.

"Harus sekarang! Biar kalian makin cepet pacaran dan ... finally! Gue bisa pacaran juga!!!"

Dinda menggelengkan kepalanya. "Gue harus mikirin rencana dulu, Step."

Stephanie malah ikut menggeleng. "Rencana yang paling bagus tuh gak ada rencana, Din."

"Hah? Rencana yang paling bagus tuh gak ada rencana? Lo ngomong apaan sih, Step? Gak mudeng gue."

"Udah! Pokoknya lo gak usah pake rencana-rencana segala deh! Langsung gas aja!" Stephanie langsung memberikan Dinda sebotol aqua dingin yang dititip oleh Rafael tadi. "Nih, kasih ke Rafael nanti kalau mereka udah selesai tanding."

"Yaudah deh." Dinda mau tak mau menerimanya. "Eh tapi gue udah cantik gak? Liptint gue masih ada gak? Bedak gue luntur gak?"

Stephanie memerhatikan wajah Dinda sejenak sebelum akhirnya tersenyum. "Lo udah perfect! Rafael pasti suka sama lo. Percaya diri aja."

"Oke oke."

Berselang sepuluh menit kemudian, pertandingan selesai. Bima dan Rafael pun naik ke tribun untuk menghampiri Stephanie. Sedangkan Dinda yang duduk di sebelah Stephanie sudah bersiap untuk memberikan Rafael aqua.

Bima melewati Dinda untuk menghampiri Stephanie. Sedangkan Rafael yang akan melakukan hal yang sama langsung Dinda hadang untuk memberikannya minuman tersebut. Untungnya Rafael menerimanya dengan senang hati. Bahkan mereka memulai percakapan seperti orang yang sudah saling kenal sebelumnya.

Stephanie menyaksikan adegan tersebut dengan senyuman lebar. Sedangkan Bima malah mengernyit heran melihatnya.

"Kenapa lo? Kok seneng banget?" Tanya Bima yang langsung disambut cengiran bahagia oleh Stephanie.

"Dalam waktu dekat, siap-siap bakal gue traktir pajak jadian!"




🏹🏹🏹


Tempat paling nyaman untuk dijadikan tongkrongan adalah rooftop rumahnya Raka. Karena selain suasananya yang nyaman, dekorasinya juga aesthetic. Jadi rasanya gak perlu lagi repot-repot pergi ke cafe. Sehingga setiap malam minggu sudah menjadi rutinitas mereka untuk barbeque-an di sini.

Orang yang paling ahli memanggang daging adalah Gio dan Raka. Merekalah yang bertanggung jawab akan hal tersebut. Sedangkan Bima yang menyediakan piring, gelas, dan minuman. Rafael dan Stephanie? Gak ada kerjaan. Cuma beban yang nunggu semuanya siap sambil mencari film apa yang akan mereka tonton malam ini.

"Gue liat-liat lo makin deket sama Dinda ya, Rap?" Tanya Stephanie sambil melirik Rafael yang tengah sibuk dengan handphone-nya.

"Yah, lumayan lah untuk ngisi waktu kosong gue," jawab Rafael acuh tak acuh.

"Ih lo mah, tobat napa. Seriusin kek anak orang. Jangan cuma dijadiin mainan mulu. Temen gue kurang apa coba? Cantik iya, lucu iya, pengertian iya, tinggal dipacarin aja tuh."

Rafael langsung meletakkan handphone-nya di atas meja lalu menatap ke arah Stephanie. "Gue masih belum berani untuk punya hubungan, Han. Perceraian orang tua gue masih ngebuat gue takut untuk jalin hubungan dengan seseorang."

Sejak dua tahun yang lalu, orang tua Rafael memang memutuskan untuk berpisah. Penyebabnya karena ayahnya yang selingkuh dengan wanita lain. Baik Stephani, Bima, Raka, dan Gio tahu betapa terpuruknya Rafael waktu itu.

Rafael pun melanjutkan, "Bagi gue pacaran tuh ... apa ya? Terlalu complicated. Gue juga belum siap untuk ngehadapin perpisahan. Karena yang namanya datang dan pergi itu pasti selalu beriringan, kan?"

Stephanie mengangguk. "Iya sih. Yaudah kalau gitu mah. Senyamannya lo aja, Rap. Tapi Dinda gimana orangnya? Lo suka gak?"

Sudut bibir Rafael langsung terangkat. Stephanie bisa melihat bahwa Rafael tengah merasa bahagia. "Dinda sama kayak yang lo bilang tadi. Cantik, lucu, pengertian, dan poin plusnya selalu bisa ngebuat gue ngerasa nyaman. Gue suka ngomong sama dia. Berhubung dia anaknya cerewet banget. Tapi cerewetnya tuh bukan yang cuma sekedar kosong gitu lho. Ngerti gak sih? Gue bingung jelasinnya."

Stephanie langsung paham akan maksud Rafael. "Iya, ngerti-ngerti. Dia cerewet tapi bukan cuma ngebahas dirinya doang kan? Tapi ngebahas lo juga, ngebahas orang-orang di sekitar, atau bahkan ngebahas hal-hal random yang bisa buat lo jadi ketawa. Pembahasannya tuh berisi."

"Nah! Bener. Soalnya selama gue deketin cewek, baru kali ini gue gak minat untuk deketin yang lain selain dia."

"Dasar playboy cap kadal," cibir Stephanie.

Rafael hanya terkekeh kecil. Namun raut wajahnya seketika berubah setelah sadar akan suatu kenyataan. "Tapi kira-kira Dinda bakal pergi gak ya kalau gue gantung terus hubungannya? Yah, walaupun ini sebenernya masih terlalu jauh sih. Karena kami juga baru deket semingguan."

Stephanie terdiam sejenak untuk menyusun kata yang tepat. "Hm ... di saat kalian nanti udah makin deket dan tau perasaan masing-masing, terus dia mulai mempertanyakan hubungan kalian tuh apa, gue rasa asal lo jujur sama Dinda tentang apa yang lo khawatirin, dia pasti bakal ngerti kok, Rap. Kuncinya tuh jujur aja."

Rafael mengangguk paham. "Oke deh."

"Mau ajak Dinda ke sini gak?" Usul Stephanie. "Eh tapi dia lagi pergi gak ya sama temen-temennya?"

"Coba ajak aja. Tadi sih dia bilangnya gak ada kemana-mana."

Stephanie pun langsung menghampiri Bima, Raka, dan Gio yang sedang asik mengobrol sambil memanggang daging di alat pemanggang BBQ. "Gue ajak Dinda boleh gak?"

"Dinda siapa?" Tanya Bima bingung.

Stephanie langsung berdecak. "Please deh Bim. Belum kakek-kakek udah pikun aja."

"Dinda temen gue plus gebetannya Rafael," lanjut Stephanie.

Raka mengangguk. "Bebas."

"Ajak aja," kata Gio.

"Oke."





🏹🏹🏹




Raka kembali memutar botol. Semua orang menatap botol tersebut dengan pandangan was-was. Karena jika botol itu menunjuk salah satu dari mereka, maka pilihannya hanya dua; truth or dare.

"YESSS!"

Semua orang, kecuali Stephanie bersorak gembira. Karena botol tersebut berhenti mengarah pada Stephanie yang langsung terdiam dengan mulut yang dipenuhi daging.

"Truth or dare?" Tanya Raka.

Stephanie menelan dagingnya terlebih dahulu lalu berpikir sejenak untuk menimbang. "Truth."

"Biar gue aja yang nanya!" Dinda langsung berseru dengan semangat. Karena inilah momen yang ia tunggu dari tadi.

Perasaan Stephanie seketika tak enak. Apalagi saat melihat senyum licik Dinda.

"Kapan terakhir lo baper sama cowok?"

Rasanya Stephanie ingin sekali mengumpat setelah mendengar pertanyaan Dinda barusan. Sedangkan Dinda berusaha menahan tawanya.

Baik Bima, Raka, Gio, dan Rafael dengan serius menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut Stephanie.

"Satu minggu yang lalu," jawab Stephanie sambil menghindari tatapan mereka semua.

Raka tampak bingung. "Heh?"

"Sama siapa?" Tanya Bima langsung.

"Kok lo gak ada cerita, Han?" Gio juga bertanya heran. Biasanya walau dapat respon yang tak bagus, Stephanie pasti tetap akan cerita mengenai hal ini kepada mereka.

Rafael memicingkan matanya, "Wah, kok diem-diem aja sih?"

Sedangkan Dinda sendiri tak bisa lagi menahan tawanya. Apalagi saat ini ia menyaksikan secara langsung bagaimana Stephanie ditatap dengan penuh curiga dan dihakimi oleh semuanya, seperti penjahat yang ketangkap basah.

"Dinda bangsat," umpat Stephanie sambil menatap geram pada Dinda.

Tentu saja Dinda menanyakan hal tersebut bukan tanpa alasan. Karena malam itu, malam dimana Stephahie berpelukan dengan Bima, entah kenapa Stephanie merasa ada yang aneh dan terlebih lagi ucapan Dinda terus meracuni pikirannya.

Oleh karena itu, keesokan harinya saat di sekolah, Stephanie langsung bercerita pada Dinda.

"Apa gue bilang, Step. Pasti bakal ada waktu dimana lo baper sama mereka, atau seenggaknya salah satu dari mereka," kata Dinda yang sepertinya sudah yakin banget kalau hal ini pasti akan terjadi.

Namun Stephanie masih menggeleng tegas. "Gak, Din. Itu karena lo yang bikin pikiran gue jadi ambigu. Sebelum-sebelumnya gue gak pernah ngerasa kayak gini."

Dinda menghela napas sejenak. Stephanie ternyata orangnya agak keras kepala. "Lo cuma belum sadar aja, Stephanie. Lo gak pernah ngerasa kayak gini karena sebelumnya lo masih mandang mereka temen kecil lo. Tapi lambat laun, dengan umur kalian yang makin dewasa, bisa aja kan benih-benih cinta jadi muncul?"

"Najis, bahasa lo," cibir Stephani langsung.

"Ih, gue serius! Soalnya gue perhatiin si Bima ini emang agak beda perlakuannya daripada temen-temen lo yang lain, Step."

Stephanie mengernyit bingung. "Beda gimana? Perasaan gue sama aja ah."

Dinda diam sejenak untuk mencari kata yang pas. Tapi ia bingung harus menjelaskannya bagaimana. "Bedalah pokoknya. Lo perhatiin sendiri deh. Susah gue mau ngomongnya."

Stephanie kembali menggeleng. "Gak gak gak. Harusnya gak boleh kayak gini. Gue bahkan gak bisa bayangin bakal punya hubungan lebih dari teman sama mereka, Din. Pokoknya impossible banget lah!"

"Yang namanya perasaan tuh gak bisa ditolak, Step. Tapi yaudahlah, jangan terlalu dipikirin. Paling perasaan lo itu cuma sesaat doang karena kebawa suasana," kata Dinda tak mau ambil pusing. Biarkan saja Stephanie nanti sadar dengan sendirinya.

"Nah, bener! Soalnya waktu itu emosi gue juga lagi gak teratur."

"Iyaa. Tapi, Step..."

"Apa?" Tanya Stephanie sambil menatap Dinda curiga.

Dinda langsung menyengir. "Gue dukung banget lo sama Bima. Jangan sampe gak jadian ya?"

Tanpa aba-aba, Stephanie langsung menepuk lengan Dinda. "Bangsat! Jangan racunin pikiran gue lagi, plis!"


🏹🏹🏹

7 September 2021

Continue lendo

Você também vai gostar

GEOGRA De Ice

Ficção Adolescente

2.4M 100K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
Popular Couple De 🐼

Ficção Adolescente

21.4K 1K 19
Apa yang kamu pikirkan setelah mendengar kata 'mantan'? Seseorang di masa lalu? Seseorang yang menyebalkan? Atau seseorang yang berhasil menorehkan...
3.1M 264K 40
Ketika cewek dominan jadian sama cowok dominan. Ilara Ayasya adalah Ketua Basket Putri yang merangkap menjadi Ketua Komisi Kedisiplinan, menjalin kas...
20.9K 1.9K 46
Jasmine Daniraya Aditama Kevano Angkasa Praditya DILARANG PLAGIAT Semua part ditulis sesuai imajinasi penulis,, mungkin ada beberapa part yang tidak...