Deana menatap kagum lelaki yang duduk di hadapannya, dari rambut sampai ujung kaki semuanya terlihat sempurna. Dia sudah jatuh cinta pada lelaki sejak dia duduk dibangku sekolah menengah atas, saat itu usianya masih lima belas tahun.
Alizam Emran.
Alizam adalah lelaki yang menjadi cinta pertamanya sekaligus ayah dari sahabatnya, Atiffa Emran.
Atau biasa Deana panggil Iffa.
Pertemuan pertama mereka terjadi sepuluh tahun yang lalu, dirinya saat itu masih tinggal di Malang, tepatnya di rumah Eyang Farida.
Saat itu hari pertama masuk sekolah menengah atas, Deana datang terlambat di hari pertama MOS, dia bangun kesiangan akibat kebablasan nonton drama Korea sampai jam tiga pagi.
Karena diburu waktu Deana tak sempat melihat ketika akan menyebrang jalan, sampai sebuah Fortuner hitam hampir saja menabrak jika si pengemudi itu tak lekas menginjak rem tepat waktu.
Kejadian tadi begitu tiba-tiba, bahkan tubuh Deana bergetar hebat, napasnya sesak, dan kedua kakinya terpaku di tempatnya. Dirinya tak bisa bergerak sama sekali, dia lemas dan butuh pegangan sampai suara anak remaja tanggung seumurannya turun dari mobil dan berjalan menghampirinya.
"Hei, kamu nggak pa-pa?" Sentuhan lembut pada lengannya membuatnya tersadar, Deana seketika menoleh mendapati seorang perempuan demgan tinggi badannya menjulang darinya menatapnya sorot mata yang khawatir. Lalu matanya beralih pada sosok tinggi tegap dengan setelan kemeja lengan panjang yang digulung sampai siku menampilkan otot dan bulunya yang lebat mengintip di baliknya, celana kargo warna hitam serta sepatu kets warna senada dengan merek mahal.
Deana meneguk ludahnya kasar saat matanya menelusuri wajah lelaki dewasa itu. Rambut hitam legam yang disisir rapi senada dengan warna matanya, hidung mancung bagai perosotan anak TK, kedua rahang yang tegas yang ditumbuhi jambang cukup lebat, bibirnya tebal warna merah muda, dan dagu yang lancip.
Satu kata menggambarkan sosok pengeran di depannya, SEMPURNA.
"Ehem." Suara deheman keras menyadarkannya dari keterpukauannya pada jelmaan malaikat.
Deana mengerjabkan matanya, lalu matanya beralih pada perempuan seumurannya. "Ah, iya, gue nggak pa-pa kok, hanya saja tadi agak shock." Dia nyengir.
Perempuan remaja itu terkekeh geli melihatnya. "Alhamdulillah." Matanya menelusuri seragam yang dikenakan. "Kamu juga murid baru di SMA Tunas Bangsa, ya?"
Deana mengangguk, perempuan remaja ini pasti satu sekolah dengannya dilihat dari seragam sekolah mereka yang sama.
"Wah, kenalin nama aku Atiffa, kamu bisa panggil aku Iffa." Atiffa lantas menoleh pada sosok tegap di sampingnya. "Dan ini Ayahku."
"Deana," panggil Alizam dengan suara beratnya membuat terlonjak, Deana mengerjabkan kedua matanya. "Ada apa?"
Deana memasang senyum manis lantas menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, Om. Eh, Iffa belum datang?"
Lelaki berusia empat puluh lima itu melirik Rolex di pergelangan tangannya. "Saya nggak tahu, dia sudah chat bilang lagi dijalan tapi sampai sekarang belum datang juga." Raut wajahnya terlihat cemas, kerutan tipis di sekitar matanya pun terlihat tetapi tidak mengurangi ketampanannya sama sekali.
Ah, sekali lagi untuk kesekian kalinya Deana jatuh cinta.
"Kalau gitu coba Om telepon gih."
Alizam mengambil ponselnya di saku celananya, fokusnya kini pada layar lalu tak lama menempelkan di telinganya.
Tut... Tut...
Alizam mengetuk jarinya pada meja, menunggu dengan sabar sampai panggilannya diangkat. Suara merdu putrinya menyapa gendang telinganya.
"Assalamualaikum, Fa, kamu di mana, Sayang? Apa, memang harus sekarang? Oke, kamu hati-hati ya, kasih tahu Arul untuk menyetir pelan-pelan. Iya, iya, Ayah sama Deana, iya, Sayang. Oke, waalaikumsalam."
Klik.
"Iffa kenapa, Om?"
Helaan napas panjang keluar dari bibir tebal Alizam, matanya yang tajam menyorot Deana dengan pandangan lembut. "Iffa harus ke rumah Arul, ponakan Arul ada yang ulang tahun."
Fahrul Fahrezi adalah calon suami Atiffa, beberapa bulan lagi mereka akan menikah.
"Jadi kita makan siang berdua aja, Om?"
"Kamu keberatan nggak? Kalau kamu nggak nyaman kita bisa...."
Deana menggeleng. "Nggak keberatan kok, Om," jawabnya cepat.
Oh, tentu saja Deana tidak keberatan sama sekali, ini adalah momen langka. Makan berdua orang yang dicintainya menjadi kebahagian terbesar baginya.
Bukannya kesempatan ini harus dimanfaatkan dengan baik, bukan?
***
"Please, Fa, ya ya ya?" Deana memang wajah memohon dengan puppy eyes yang siapa saja yang melihatnya akan luluh.
Atiffa menghela napas panjang sebelum berkata, "Oke, tapi gue nggak bisa janjiin apa-apa, ya. Kalau Ayah nggak mau rencananya gagal, oke?"
Deana mengangguk semangat sehingga rambut blondenya yang terurai ikut bergoyang. "Oke oke banget!" jawabnya seraya tersenyum manis.
Mata lantas berbinar begitu melihat Atiffa menelepon ayahnya, tidak butuh lama ajakan Atiffa diiyakan oleh ayahnya.
"Terus lo harus bilang mau nyusul aja di resto, setelah itu lo bikin alasan supaya nggak datang ke sana. Terserah apa aja, lo harus yakinkan Om Izam, dan tugas gue menahannya makan siang berdua di resto, kalau beruntung bisa lanjut nonton di bioskop atau ke taman." Membayangkan saja hati Deana sudah bahagia bukan main apalagi kalau sampai menjadi kenyataan.
Kebahagiannya kian membuncah saat dengan gentleman-nya memotongkan steaknya.
Deana berharap bisa sekalian disuapin, boleh? Atau makan sepiring berdua biar romantis.
Sayangnya, kebahagiannya tak berlangsung lama sebab kedatangan sosok perempuan datang menganggu.
Siapa lagi bukan....?
"Lalisa?"
Perempuan bernama Lalisa itu melangkah anggun ke meja mereka dan dengan lancangnya duduk di samping Alizam. Tanpa sungkan Lalisa mencium pipi kiri dan kanan Alizam, mengabaikan Deana yang sedang menatapnya geram sembari mengepalkan kedua tangannya hingga buku-bukunya memutih.
Kedatangan Lalisa di luar prediksinya.
"Kamu sendiri aja?" tanya Alizam seraya tersenyum manis pada Lalisa.
Perempuan dengan mata berwarna cokelat senada warna rambutnya itu membalas senyuman lembut. "Tadinya janjian sama teman, Mas. Tapi ternyata teman aku batalin janji jadinya aku makan sendiri tapi untung aku lihat kamu di sini jadinya aku samperin eh tahunya kamu sama...." Mata bulatnya menyipit menatap tajam Deana yang duduk pas di hadapannya.
"Oh, iya." Alizam mengikuti tatapan Lalisa menyorot Deana yang sejak tadi hanya diam. "Tadi rencananya aku mau makan sama Deana dan Iffa tapi anak itu tiba-tiba batalin janjinya karena harus ikut Arul ke rumahnya, katanya ponakannya ulang tahun."
"Oh gitu." Mata cokelat Lalisa berubah lembut. "Aku boleh gabung, kan? Kamu tahu kan aku nggak biasa makan sendirian."
Deana melotot kesal, nenek sihir ini mau ikut makan siang bersamanya? Menganggu saja! Dia hanya berharap Alizam keberatan tetapi sayangnya itu hanya harapannya karena detik berikutnya jawaban keluar dari mulut lelaki yang cintainya membuatnya kecewa.
"Boleh kok."
Alizam menoleh pada Deana. "Lalisa gabung sama kita ya biar ramai, kasihan juga dia nggak bisa makan sendirian."
Dengan berat hati Deana mengangguk, dia pikir nenek sihir itu hanya menganggunya saat makan saja ternyata dirinya salah. Ketika akan pulang nenek sihir itu juga mengambil perhatian Alizam untuk keekian kalinya.
"Mas Al, aku nebeng pulang bareng ya, aku nggak bawa mobil."
"Emang mobil kamu di mana?"
"Di bengkel, Mas. Kemarin mesinnya tiba-tiba mati."
Alizam mengangguk. "Oke." Dia menatap Deana yang berdiri di sampingnya. "Yuk, De."
"Emm, Om. Aku naik taksi online aja deh."
Kening Alizam berkerut. "Kenapa?"
Deana melirik Lalisa yang berdiri di depannya, kini menatapnya sinis. Dia menghela napas. "Aku mau mampir ke rumah Rayyan."
"Lho, kok tiba-tiba?"
"Iya, barusan tadi dapat chat dari Rayyan, Om."
Deana jelas berbohong, tidak ada pesan atau janjian apa pun dengan Rayyan hari ini tetapi dia sengaja mengatakannya untuk menguji Alizam. Apakah dia tetap menahannya atau malah membiarkan pulang sendiri.
Tetapi sayangnya harapan itu terlalu sulit baginya, karena setelahnya Alizam mengatakan hal yang membuat hatinya kembali patah, untuk kesekian kalinya.
"Oh gitu, ya udah. Saya dan Lalisa duluan ya."
***
BERSAMBUNG
Yuhuuuuu, aku kembali lagi heheh
Mas uus dan kei aku keep dulu ya, part ini khusus pov Deana dan om duda mateng wkwk
Untuk tahu kelanjutan kisah De dan Om Alizam, kalian bisa baca di karyakarsa ya, dengan harga 3000 ajaaa.
Dan aku juga udah up sampai part 60 di karyakarsa dengan harga yang sama 😊
Jangan lupa vote dan komen yang banyak 🙏
See you next part
Happy weekend 💕