"Gue nggak nyangka lo udah nikah, Kei. Padahal gue pulang ke Jakarta niatnya mau ngelamar lo. Eh, tahunya gue kesalip."
Tawa renyah milik Keifani mengalun lembut. "Siapa suruh tiba-tiba ngilang gitu aja, nggak pamit lagi!"
"Orangtua gue mendadak banget pindahnya, mana bisa gue pamit. Apalah daya gue masih bocil waktu itu."
"Bocil apaan dah! Lo aja udah pacaran sejak kelas VII sama Alisa. Dasar, playboy bocil!"
Giliran Dalfian yang tertawa, mendengar julukan playboy bocil yang disematkan padanya.
"Alah, bilang aja lo cemburu Kei."
"Dih!"
"Jadi, kalian menikah karena perjodohan?"
"Ya begitulah, Yan. Tapi jauh sebelum dijodohin gue udah jatuh cinta dalam hati."
"Widih, kayak judul lagu."
"Rese! Jadi gimana? Lo mau bantuin gue nggak?"
"Oke, kalau untuk membuat laki lo cemburu, lo datang pada orang yang tepat karena gue ahlinya."
Keifani teringat lagi percakapannya di telepon dengan Dalfian, memang benar setelah pertemuan pertama kalinya di Kokas minggu lalu. Dia dan Dalfian sempat tukar nomor ponsel, niat awal Dalfian ingin PDKT yang sudah diketahui Keifani. Sayangnya Dalfian harus terima kenyataan jika perempuan idamannya berstatus sebagai seorang istri.
Keifani memang menceritakan semuany---minus kontraknya---pada Dalfian saat mereka ada waktu berdua, saat itu mereka sama-sama ikut mengantre untuk membeli minuman di sebuah gerai di Kokas. Sedangkan mami dan Ryeowook menunggu di meja. Dia jelas berbohong pada Darius yang mengatakan belum sempat banyak mengobrol dengan teman SMP-nya itu.
Pertemuan di restoran Padang pun sudah direncanakannya, dan berhasil menarik target masuk perangkapnya.
Dan berhasil.
Dalfian tersenyum sinis, bukan hanya membuat suami Keifani cemburu tetapi juga kesal. Buktinya, lihat saja wajah lelaki itu tampak memerah menahan marah. Tetapi dia tak peduli, ya hitung-hitung kasih pelajaran untuk Darius.
Makanan di atas meja sudah ludes di makan Dalfian.
Darius terang-terangan bergidik ngeri, teman Keifani ini makannya banyak juga.
Dan Dalfian sedang berada di toilet saat ini, entah apa yang dilakukannya? Tetapi bagus juga, dia bisa membawa Keifani pergi dari sini.
"Kei, udah selesai, kan? Kita pulang yuk. Mami chat aku nih, katanya kita disuruh nginap di rumah." Darius sudah tidak tahan ingin segera membawa Keifani menjauh dari lelaki plastik itu.
"Lho, kok tiba-tiba banget? Aku kan nggak bawa baju ganti Mas." Keifani sebenarnya bingung, biasanya mami akan konfirmasi terlebih dahulu. Ini kok langsung kirim pesan ke Darius.
"Gampanglah soal baju ganti, ada baju Deana kok atau kalau kamu mau bisa pakai kemeja aku juga boleh."
Wajah Keifani memerah, rasanya Keifani lebih memilih opsi kedua deh. Ah, tak sabar ingin segera memakai kemeja Darius.
Astaga, Keifani sejak kapan jadi mesum begini pikirannya?
Darius menyadari itu spontan mengelus pipi Keifani lembut. "Ini pipinya kenapa jadi merah, hm?" bisiknya pelan.
Keifani menundukkan kepalanya seraya menggigit bibir bawahnya, perbuatannya itu mengundang geraman kecil dari Darius.
Sial! Jika tidak lagi di tempat umum begini, Darius sudah melumat habis bibir mungil Keifani.
"Bibirnya jangan digigit, Sayang," lirih Darius sambil menekan ke bawah dagu Keifani, agar Keifani melepaskan gigitan bibirnya.
Keifani yang gugup makin menggigit bibirnya di depan Darius, jantungnya bertalu-talu, panggilan mesra dari Darius selalu saja membuat detakan jantungnya berulah.
"Shit!" umpat Darius pelan. "Kita pulang sekarang!" Dia lantas berdiri lalu menarik tangan Keifani.
"Tapi, Mas. Kita belum pamit pada Pian."
"Persetan dengan lelaki plastik itu, Kei. Aku mau kita pulang sekarang juga!"
Suara Darius terdengar datar, hingga membuat Keifani menganggukkan kepalanya mengalah.
***
"Lho, Kei. Kapan kalian datang?" Pertanyaan mami membuat kening bingung, semalam memang Keifani dan Darius tiba di rumah saat mami dan papi sedang ke acara pernikahan salah klien papi. Mereka tak sempat bertemu, Keifani dan Darius langsung istirahat di kamar.
"Semalam, Mi. Kan Mami sendiri yang chat Mas Darius."
"Hah?" Mami tampak bingung. "Mami chat apa, Kei?"
"Mami nyuruh kami nginap di rumah ini, makanya setelah makan malam di luar sama Pian, kami langsung pulang ke sini," jelas Keifani singkat.
Mami mendengar nama Dalfian sontak berbinar. "Kamu ketemu sama Pian kok nggak ajak-ajak Mami sih, Kei. Hmm, Ryeowook ikut juga nggak?"
Raut wajahnya yang tadinya bingung berubah menjadi cerah, sepertinya mami melupakan pertanyaannya di awal.
"Aku ketemunya sama Pian aja kok, Ryeowook nggak ada."
Mami mendesah kecewa. "Ya, kirain dia juga ada. Padahal Mami kan belum sempat selfie bareng."
Keifani terkikik.
"Mami mau selfie bareng sama siapa?" Papi masuk ke dapur dengan wajah segar.
Mami mendengus. "Sama Ryeowook, emang kenapa?"
Mata papi melotot. "Nggak boleh!"
Nah, Darius sama saja dengan papi. Jika Darius akan sentitif mendengar nama Dalfian, papi akan sensitif mendengar nama Ryeowook.
Mami yang dilarang ikut melototkan matanya, membuat papi menciut.
Ya, papi memang selemah itu jika bersama mami.
"Ada apa ini pagi-pagi udah ramai?" Tak lama Darius muncul dari belakang tubuh papi.
Seperti ingat sesuatu, mami lantas bertanya pada Darius. "Dar, kapan Mami chat kamu buat nginap di sini? Perasaan Mami...."
"Ada kok, Mami chat aku kemarin. Masa Mami lupa?" seru Darius cepat, bahkan sengaja memotong perkataan maminya.
Mami mengadahkan tangannya. "Mana hape kamu? Mami mau lihat chatnya."
Darius makin panik, sebab pesan yang dikatakannya hanyalah fiktif belaka. "Hape mati, Mi. Lagi aku charge di kamar."
Tiba-tiba Deana muncul juga di dapur. "Mas, hape kamu berdering terus tuh, Mas Opik nelepon."
Darius melangkah ke arah Deana lalu merampas ponselnya, dan tanpa berkata lagi dia meninggalkan dapur.
Papi, mami, dan Keifani melongo membuat Deana mengerutkan keningnya. "Kenapa sekarang pada diam?" tanyanya penasaran.
"Nggak pa-pa, De." Mami membuka suaranya. "Kebetulan kamu ke sini, bantuin Mami buat sarapan yuk."
Deana mendadak menguap. "Hooaaammm, duh, Mi. De masih ngantuk nih, De lanjut tidur dulu ya." Dia langsung berlari naik ke tangga, mengabaikan teriakan menggelegar milik mami.
"DEANA! JANGAN TIDUR PAGI!"
Papi dan Keifani terlonjak di tempat sembari mengelus dada.
"Astaga, anak itu! Gimana mau dapat jodoh kalau kelakuannya masih kayak anak-anak, berapa sih umurnya."
Papi mendekat lalu mengelus punggung mami. "Mi, ingat darah tingginya."
Mami mengangguk, matanya beralih pada Keifani. "Hhh, ya udah, Kei sayang, bantu Mami buat sarapan ya."
"Iya, Mi."
"Kalau gitu Papi keluar dulu, masak yang enak ya, Mi." Papi mencium kening mami lembut.
Sarapan sudah siap di atas meja, pagi ini mami dan Keifani hanya masak nasi goreng dengan telur dadar sebagai lauk di tambah kerupuk.
"Opik ngomong apa, Dar?" Papi bertanya di sela suapannya.
Darius yang sejak tadi menunduk fokus pada makanannya kini mendongak. "Masalah kerjaan aja kok, Pi."
"Ada masalah kah?" Kini giliran mami yang bertanya.
"Nggak ada kok, Mi. Aman."
Papi dan mami mengangguk kompak. "Deana mana, Kei? Kok belum turun, masih tidur ya?"
Keifani tadi sempat naik ke lantai memanggil Deana untuk sarapan bersama, tetapi adik iparnya sedang di dalam kamar mandi dan mengatakan akan menyusul tetapi sampai sekarang belum turun juga.
"Tadi katanya mau nyusul, Pi. Karena masih di kamar mandi." Papi mengangguk.
"Tumben banget mandi pagi," komentar Darius.
"Selamat pagi, semua!"
Deana turun dengan tampilan cantik.
"Mau ke mana, De?" tanya mami penasaran.
"Mau kencan dong."
***
BERSAMBUNG
Gimana dengan part ini, udah pada gemes gak sama mas uus atau malah makin kesel? 😜😂
Ohiya, aku ada buat cerita pendek buat Deana nih, kalian penasaran gak? Rencananya aku buat 10 part sih tapi bisa lebih, tergantung idenya lancar dan juga mood akunya hehhe
Buat vote dan komennya banyak2 🙏
See you next part