My Valentines ✔️

By roseannejung

290K 34.5K 3K

[SELESAI] Tentang Jaehyun yang setengah mati menyembuhkan luka dan Chaeyoung yang berkali-kali menggariskan b... More

Tokoh
1. Titik Tengah
2. Hubungan yang Aneh
3. Dimulai dari Sini
4. Menggapai Bintang
5. Positif
6. Harapanku, Kamu
7. Hancur tak Terbentuk
8. Bukan Malapetaka
9. Old Habits
10. Di bawah Pohon Mahoni
11. Toxic and Slipping Under
12. Sepatu Bayi
13. Kami Berempat Bertemu
14. Love Me, Love Me not
15. The Name I Love
16. Separuh dan Setengah
17. Pilih dengan Bijaksana
18. Badai
19. Bintang dan Baru Kerikil
20. One Step Away
21. Sisi Buruk Dia
22. Terlambat Sejak Awal
23. Passionate
24. Little Light
25. Yang Terbaik
26. Top Priority
27. Push and Pull
28. Park Alice
29. Half as Pretty
30. Fast Forward to Present
31. Give Me Two
Episode Spesial : Jung Rion
32. Draw The Line
33. Two Way Feeling
34. Ciuman dan Ilusi
35. A Whole Mess
36. Put A Ring on It
37. The Pandora Box
38. How Fast The Night Changes
39. I Like Me Better
40. Crumble Apart
41. Dunia dalam Genggamanku
42. Frog Prince
43. My Love Is Gone
45. Sly Fox
46. Diakhiri untuk Dimulai
Extra 1 : Rion dan Adik
Extra 2 : Half way Through
Extra 3 : Purple Sky and Kisses
Special : LDR

44. A Dream That Doesn't Sleep

5.3K 634 72
By roseannejung

Jaehyun menjabat tangan Lucas Wong—detektif utama yang menangani hilangnya Rion.

"Jika ada perkembangan, kami akan menghubungi Anda secepatnya," ucap Lucas dengan nada tegas. Namun, hal itu sama sekali tidak membuat Jaehyun berniat untuk membalasnya. Malahan, laki-laki berlesung pipi itu memilih langsung ke luar ruangan interogasi tanpa menoleh kebelakang.

Berlama-lama berada di sana membuat Jaehyun muak. Ia tidak habis pikir dengan pihak kepolisian yang mencurigainya sebagai dalang dibalik hilangnya Rion, hingga menginterogasinya selama tiga jam lebih.

Di satu jam awal interogasi, Jaehyun masih bersikap kooperatif dan menjawab setiap pertanyaan detektif Lucas dengan sopan. Namun, lama kelamaan, ia merasa pertanyaan-pertanyaan yang dilemparkan kepadannya semakin menyudutkan.

Lucas bahkan membawa-bawa keputusan Jaehyun yang sempat tidak ingin mengakui Rion sebagai anaknya.

"Kami hanya melakukan tugas," ucap Lucas saat itu. "Setiap petunjuk yang kami dapatkan, akan kami proses sedalam mungkin."

Meski dengan alasan demikian, Jaehyun tetap merasa tidak nyaman. Ia bahkan sempat berniat untuk menghentikan interogasi dan menelepon pengacara untuk membantunya. Beruntung, sebelum hal itu terjadi, Lucas sudah terlebih dahulu memperbolehkannya pulang.

Jaehyun melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah jam sembilan malam. Ia yakin Chaeyoung pasti belum makan—ia bahkan ragu perempuan itu sudah makan siang dengan baik. Maka dari itu, sebelum pulang ke rumah Jaehyun menyempatkan untuk mampir ke restoran china kesukaan Chaeyoung.

Kira-kira pukul setengah sepuluh malam, Jaehyun sudah berada di rumahnya. Hal pertama yang ia lihat adalah Chaeyoung yang duduk di depan TV yang menyala dengan pandangan kosong.

"Hai," sapa Jaehyun sambil menaruh makanan yang dibawanya, di meja di hadapan Chaeyoung. "Kamu belum makan, kan. Aku bawa makanan kesukaan kamu."

"Aku nggak lapar."

"Tapi kamu harus tetap makan. Aku temenin makan, ya." Jaehyun mengusap pelan kepala Chaeyoung sebelum beranjak ke dapur untuk mengambil peralatan makan.

"Tadi sore, ayah dan ibunya Da Eun ke sini."

Langkah Jaehyun terhenti lalu ia berbalik. "Da Eun?"

"Itu nama anak perempuan yang menjadi korban penculikan beberapa saat yang lalu."

"Oh." Jaehyun kehilangan kata-kata.

"Orang tua Da Eun ke sini setelah mendengar berita di TV tentang hilangnya Rion." Chaeyoung menyeka air matanya dengan cepat. "Mereka berniat untuk memberi semangat sekaligus berbagi pengalaman mereka selama mencari Da Eun."

Jaehyun segera menghampiri dan berlutut di hadapan Chaeyoung yang sekarang mulai terisak.

"Semua akan baik-baik aja." Jaehyun mencoba untuk menenangkan. "Kita pasti akan ketemu Rion lagi."

"Tapi kapan?"

"Secepatnya. Kamu tahu, kan, aku dan pihak kepolisian selalu berusaha, siang dan malam."

"Kamu selalu bilang begitu!" Chaeyoung berdiri sambil menghempaskan tangan Jaehyun yang berada di lengannya. "Yang bisa kamu bilang cuma secepatnya, soon, sebentar lagi! Tapi mana buktinya? Sampai sekarang Rion belum ketemu."

"Aku tahu tapi,--"

"Sekarang sudah tiga hari sejak Rion hilang! Tapi nggak ada perkembangan sama sekali!"

"Chaeyoung—"

"Ayah dan Ibunya Da Eun bilang, di hari kedua hilangnya Da Eun, orang yang menculiknya sempat menghubungi mereka untuk meminta uang tebusan. Tapi kenapa mereka nggak menghubungi kita? Kenapa mereka sama sekali nggak ada kabar? Aku akan kasih mereka apapun asakan Rion bisa pulang."

"Chaeyoung, tenang, oke. Belum tentu penculik Da Eun itu sama dengan yang menculik Rion."

"Mana bisa aku tenang! Mana bisa aku tidur apalagi makan-makanan yang enak saat anakku bahkan nggak tahu lagi dimana, sedang apa, sudah makan atau belum."

"Nggak akan ada hal buruk yang akan terjadi sama Rion."

"KAMU TAHU APA?" Nada suara Chaeyoung meninggi.

Jaehyun kaget namun, ia mencoba untuk tidak tersulut. Saat seseorang menjadi api maka harus ada yang menjadi air, bukan?

"Kamu pasti lagi capek jadi, emosi kamu nggak stabil." Jaehyun mengusap tangan Chaeyoung namun, lagi-lagi ditepis. "Sekarang kamu makan habis itu tidur. Besok kita omongin lagi, oke."

"Kenapa kamu bisa setenang ini?"

"Ap—"

"Kenapa kamu bisa terlihat setenang ini saat Rion sudah tiga hari hilang dan kita nggak tahu dia ada dimana sekarang!" Mata Chaeyoung memicing.

"Memang kamu mau aku bersikap seperti apa? ikut terpuruk bersama kamu? Aku sedih, Chaeyoung, but I want to be strong for you."

"Nggak." Chaeyoung menggeleng. "Kamu begini karena kamu nggak peduli."

"Aku peduli."

"Sejak awal kamu memang nggak peduli!" Chaeyoung sama sekali tidak mempercayai kalimat Jaehyun. "Kamu nggak peduli dengan aku dan Rion."

"Chaeyoung." Jaehyun mencengkram bahu perempuan itu dan membuatnya melihat ke matanya. "Kamu mulai ngelantur. Please makan dan istirahat. Saat kondisi kamu sudah membaik, kita bicara lagi."

"Pergi saja sana!" Chaeyoung berseru saat Jaehyun mulai melangkah menjauh menuju kamar. "Memang itu keahlian kamu, kan. Datang dan pergi sesuka hati kamu."

"Aku cuma mau mandi, oke. Seharian ini aku keliling Seoul dan sorenya aku diinterogasi di kantor polisi."

"Kamu pikir aku juga nggak keliling kota untuk cari Rion?"

"Mau kamu apa?" Chaeyoung buang muka. "Kamu mau aku pergi?" tanya Jaehyun dengan suara pelan.

"Kalau aku minta kamu pergi, memang kamu mau menuruti?"

"Kalau itu memang yang kamu butuhkan sekarang, aku akan pergi," jawab Jaehyun. Seketika Chaeyoung meluruh ke lantai sambil menangis. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Kenapa lagi?"

"Kamu memang dari awal mau pergi, kan? Kamu memang nggak berniat untuk tinggal di sini sama aku, seperti waktu itu."

"Waktu itu kapan?"

"Waktu Yewon sakit dan sampai akhirnya meninggal! Aku berkali-kali menghubuni kamu tapi sama sekali nggak ada balasan! Sampai akhirnya nomerku kamu blokir." Isakan tangis Chaeyoung semakin menjadi.

"Itu sudah lama sekali dan aku pikir kita sudah melewati masa-masa itu."

"Mudah buat kamu ngomong begitu, sedangkan aku masih belum sepenuhnya lupa. Aku bahkan masih bisa merasakan rasa sakitnya sampai detik ini."

"Aku sudah minta maaf."

"PERGI! Aku nggak mau lihat muka kamu lagi!"

"Chaeyoung—"

"Aku benci kamu! Semua ini terjadi karena kamu!"

"Kenapa jadi aku?'

"Semuanya memang salah kamu! Rion jadi hilang begini juga karena kamu!"

"Seharusnya yang bilang begitu aku. Mungkin kalau kamu nggak terlambat jemput Rion hari itu hal ini nggak akan terjadi."

Chaeyoung menatap Jaehyun dengan sorot mata terluka dan tidak butuh waktu lama untuk Jaehyun menyadari kalau omongannya kali ini sudah keterlaluan.

Jaehyun tahu, ia harus meminta maaf dan membujuk Chaeyoung. Tapi, saat ini kondisi mentalnya sudah sangat lelah; ia khawatir setengah mati memikirkan Rion, fisiknya lelah karena seharian mengelilingi kota Seoul, belum lagi waktu interogasinya dengan Lucas yang memakan seluruh kesabarannya hari ini.

"Sekarang kamu mau menyalahkan aku? Ya, memang ini salahku. Harusnya aku jemput Rion lebih awal. Atau mungkin seharusnya aku nggak terbujuk sama rayuan kamu di malam reuni waktu itu. Malah akan lebih bagus lagi kalau aku nggak kenal sama kamu dari awal!"

"..."

"Sekarang kamu pergi! Aku benci kamu!"

"Oke." Jaehyun mengangguk. "Kalau itu mau kamu, aku pergi. Aku harap kamu nggak menyesal dengan keputusan kamu."

Tanpa sepatah kata lagi, Jaehyun mengambil konci mobil yang tergantung di dekat pintu dan keluar. Dengan dada yang bergemuruh, Jaehyun menekan tombol lift sambil mengais ponselnya dari dalam saku celana. Ia berniat untuk memesan kamar hotel untuk beritirahat malam ini.

Hari ini benar-benar buruk.

Sejak pulang dari Jepang dan hubungannya dengan Chaeyoung membaik, Jaehyun sudah menduga akan ada saat dimana istrinya itu kembali menjauh—seperti apa yang sudahdilakukannya selama ini. Salah satu alasan yang Jaehyun tebak menjadi titik balik Chaeyoung untuk kembali memasang tembok diantara mereka adalah perbedaan pendapat mengenai studinya di Perancis.

Jaehyun tahu, Chaeyoung diam-diam sudah mempersiapkan kepergiannya ke Perancis—salah satunya dengan belajar bahasa negara tersebut—dan Jaehyun sudah membuat banyak alasan agar Chaeyoung membatalkan rencananya itu. Namun, kali ini tebakannya meleset.

Chaeyoung kembali menghindar bukan karena masalah studinya, melainkan karena hilangnya Rion.  Damn, Jaehyun mengumpat.

Kenapa lingkaran setan ini tidak bisa terputus dengan—tunggu!

Jaehyun tiba-tiba teringat dengan obrolannya bersama Lisa.

***

"Apa maksudmu memberikan kesempatan pada Chaeyoung untuk melanjutkan studi ke Perancis?" sepulang dari Thailand, Jaehyun langsung menemui Lisa. Ia merasa, akar masalah dari rencana kepergian Chaeyoung adalah Lisa dan model itu harus bertanggung jawab.

"Aku tidak melakukan apapun. Chaeyoung sendiri yang ingin pergi."

"Tapi, kamu tahu, kan, kalau Chaeyoung sudah punya keluarga di sini."

"Aku juga sudah memberitahunya, Jaehyun. Tapi, Chaeyoung masih bersikeras. She said it was her dream and now she has the chance jadi dia tidak mau menyia-nyiakannya."

"Ini semua omong kosong." Jaehyun menyugar rambut tebalnya. Terlihat sekali di wajah laki-laki itu kalau dia merasa gelisah.

"Kalau boleh aku tahu, sebenarnya bagaimana hubungan kalian selama ini? Kalau hubungan kalian baik-baik saja, aku pikir Chaeyoung tidak mungkin bertindak gila dan mengambil keputusan untuk pergi ke Perancis."

"Itu dia yang jadi masalah." Jaehyun menggebrak meja dengan cukup keras. Membuat orang-orang yang ada di cafe tempat mereka bertemu menoleh.

"Ada apa?"

"Aku merasa, Chaeyoung seperti manusia yang memiliki tombol reset. Saat aku merasa hubungan kami membaik, tiba-tiba dia akan menjauh dan kami seperti kembali ke nol. Awalnya aku pikir dia begitu karena aku melakukan kesalahan. Tapi, sepertinya tidak. Ada saat-saat dimana aku merasa kami paling bahagia, dan sedetik kemudian Chaeyoung akan menghindar."

"..."

"Apa Chaeyoung pernah bercerita sesuatu kepadamu tentang perasaannya?" tanya Jaehyun.

Lisa terlihat berpikir. Ia menatap Jaehyun, seakan menimbang-nimbang.

"Do you love her?"

Kening Jaehyun berkerut. "Kamu masih menanyakan hal itu? Memangnya kamu pikir aku menikahinya karena apa?"

"Aku hanya bertanya, oke." Lisa melipat tangannya di depan dada. "Selama kalian menikah, aku selalu memperhatikan gerak-gerikmu dan aku bisa menilai kalau kamu cukup tulus dengan Chaeyoung dan Rion."

"Cukup tulus?" Jaehyun mendengus. "Mereka segalanya untukku."

"Oke, aku mengerti sekarang. Makadari itu aku akan memberitahumu. Meksipun, Chaeyoung mati-matian menyuruhku untuk tidak memberitahu siapapun."

"Ada apa?" tanya Jaehyun penasaran sekaligus antusias.

"Jadi, di hari pernikahan kalian, aku menemani Chaeyoung di ruang tunggu pengantin. Di sana, dia terlihat gelisah dan aku pikir itu karena dia gugup. Saat itu, dia sempat memanggil namaku dan bersikap seolah dia ingin berbicara tentang sesuatu. Namun, belum sempat ia mengatakan apapun, petugas WO memanggilnya untuk bersiap menuju altar..."

"...Lalu, setelah acara pernikahan, aku dan Chaeyoung duduk bersisian. Dia memegang tanganku dengan tangan yang dingin dan berucap 'Lis, aku takut.'"

"Takut?"

Lisa mengangguk. "Aku bertanya, 'kamu takut apa?" tapi Chaeyoung tidak berkata apapun setelah itu. Setelah itu, sesekali, di waktu yang tidak terduga, Chaeyoung mengirimiku pesan yang berisi 'aku takut.'"

"Apa yang dia takuti?"

"Aku juga berpikiran sama denganmu, Jaehyun. Apa yang Chaeyoung takuti? Aku pernah menebak kalau kamu melakukan KDRT?"

"Aku tidak akan pernah melakukan hal rendah seperti itu! Aku lebih baik mati dari pada melakukannya."

"Aku percaya, karena Chaeyoung berkali-kali bersumpah kalau kamu memperlakukannya dengan baik. Dan satu bulan yang lalu, pada akhirnya dia bercerita mengenai alasan dari ketakutannya."

"Apa?"

"Dia takut jatuh cinta dengan kamu."

"..."

"Chaeyoung percaya, kalau suatu saat nanti kamu akan pergi—seperti apa yang selama ini kamu lakukan—maka dari itu, satu-satunya cara untuk tidak terluka saat kamu pergi adalah dengan tidak menaruh hati pada kamu. Semakin kamu mencoba untuk mengambil hatinya, semakin rasa takut itu membesar. Dan bagi Chaeyoung, cara untuk tidak semakin jatuh cinta dengan kamu adalah dengan menciptakan jarak. Mungkin karena itu, kamu selalu merasa Chaeyoung menjauh saat kalian sedang baik-baik saja."

Jaehyun mengusap wajah kasar.

Semuanya masuk akal sekarang.

"Apa kamu ada niatan untuk meninggalkan Chaeyoung?" tanya Lisa.

"Apa kamu gila? Aku menikahinya untuk mengikatnya seumur hidup denganku."

"Kalau begitu buktikan. Jangan pernah meninggalkannya. Bahkan, jika Chaeyoung menyuruhmu pergi, kamu harus tetap di sisinya. Dia hanya butuh kepastian, Jaehyun."

***

"Sial, sial, sial." Jaehyun menghentikan langkahnya yang sudah sampai di lobi apartemen. "Bagaimana bisa aku lupa hal sepenting itu? Brengsek, Jung Jaehyun. Apa yang sudah kau lakukan!"

Dengan terburu-buru, Jaehyun putar arah.

"Ayolah." Ia menekan tombol lift berkali-kali tapi, sepertinya lift akan memakan waktu untuk sampai di tempatnya. Maka dari itu, ia memilih untuk menggunakan tangga darurat menuju lantai lima.

***

Perasaan terluka dan kehilangan yang menyelimuti Chaeyoung saat ini bukanlah hal yang baru. Ia pernah merasakannya—mungkin lebih buruk dari ini—tapi, ia tidak akan pernah terbiasa dengan kesakitan ini.

It hurts so much.

Meski Chaeyoung sudah memperkirakannya sejak jauh-jauh hari; meski Chaeyoung sudah membenteng hatinya berkali-kali; ia masih bisa terluka sehebat ini.

Mungkin benar kata Jaehyun, ini semua salahnya. Kalau saja Chaeyoung tidak telat menjemput Rion di sekolah. Mungkin Rion masih—.

"Aku minta maaf." Monolog Chaeyoung terhenti saat sepasang lengan melingkar di pinggangnya dan suara deru napas hangat menerpa telinganya. Chaeyoung kenal betul pemilik aroma yang diciumnya sekarang.

"Maaf karena selalu nyakitin kamu, maaf karena sudah menorehkan luka sedalam ini, sampai-sampai kamu sulit untuk percaya lagi."

Chaeyoung melepas pelukan Jaehyun dan melihat wajah laki-laki itu. "Kenapa kamu kembali?"

"Aku salah." ibu jari Jaehyun menyeka jejak air mata yang tersisa di pipi Chaeyoung. "Aku brengsek, karena sempat menyalahkan kamu atas hilangnya Rion. Aku bajingan karena sempat keluar dari rumah saat kamu jelas-jelas butuh aku."

"..."

"Aku nggak akan pergi lagi, Chaeyoung. Aku janji." Jaehyun masih dapat melihat sorot keraguan di mata perempuan di hadapannya namun, ia tidak peduli. "Berapa kali pun kamu meminta aku untuk pergi, aku nggak akan pergi."

"Karena Rion? Atau karena kasihan denganku?"

"Karena aku cinta kamu."

Napas Chaeyoung tercekat.

"Bodoh banget aku." Jaehyun menertawakan dirinya sendiri, "Selama ini aku melakukan segala cera untuk menunjukan rasa cintaku ke kamu. Tapi, aku nggak pernah mengutarakkannya."

Jaehyun menangkup kedua pipi Chaeyoung dan membuat perempuan itu menatapnya lekat. "Jung Chaeyoung, aku cinta kamu."

"..."

"Setelah apa yang aku lakuin ke kamu, pasti berat untuk buka hati kamu sepenuhnya untukku. Tapi nggak apa-apa. Kita masih punya waktu seumur hidup untuk saling belajar mencintai satu sama lain. Saat kamu belajar untuk percaya dan mencintaiku lagi, aku akan belajar untuk mencintai kamu lebih dari kamu mencintai Rion ... "

" ... Tapi aku mohon, please, jangan dorong aku untuk menjauh lagi. Kamu dan Rion adalah duniaku. Bagaimana aku bisa hidup tanpa kalian."

Air mata kembali menetes dari pelupuk mata Chaeyoung dan Jaehyun dengan cepat menyekanya.

"Aku tahu sekarang kita lagi menghadapi masalah besar. Tapi aku mau kamu percaya kalau aku akan melakukan apapun untuk menemukan Rion. Bahkan, kalau aku harus menukar nyawaku, aku akan melakukannya untuk kamu dan Rion."

"Jangan." Chaeyoung berucap dengan suara serak. "Aku nggak mau kamu dan Rion terluka."

"Aku pun sama. Aku nggak mau kamu dan Rion terluka, aku cuma mau memberikan kalian kebahagiaan. Tapi, bagaimapun aku berusaha Tuhan memiliki rencananya sendiri."

"Kita pasti nemuin Rion lagi."

"Pasti." Jaehyun menyelipkan anak rambut Chaeyoung ke belakang telinga. "Aku nggak akan menyerah sampai menemukan Rion."

Chaeyoung memeluk Jaehyun dan menumpahkan sisa tangisnya di dada laki-laki itu. Entah berapa lama Chaeyoung menangis, yang Jaehyun tahu, saat lewat tengah malam, ia merasakan tubuh Chaeyoung yang lemas di pelukannya. Saat dilihat, ternyata perempuan itu tertidur.

Jaehyun menggendong Chaeyoung dan menidurkannya di ranjang di kamar mereka. Setelah menyelimuti Chaeyoung, Jaehyun menggenggam tangan perempuan itu sambil memandangi wajahnya yang pucat.

Jaehyun berkali-kali melihat Chaeyoung seperti ini dan ia sangat malu karena alasan dari keterpurukan Chaeyoung adalah dirinya sendiri. "Jung Jaehyun, sebenarnya apa yang ada di kepalamu sampai-sampai kau melukai Chaeyoung terus menerus?"

Waktu itu sempat terbersit di kepala Jaehyun pertanyaan absurd.

Jika Jaehyun diberikan kesempatan untuk mengulang hidupnya, jalan apa yang akan ia pilih ?

Saat itu, tanpa ada keraguan Jaehyun memilih untuk tetap mengulangi setiap hal yang pernah dilakukannya di masa lalu agar apa yang dimilikinya saat ini tetap menjadi miliknya.

Namun, ia baru sadar kalau pemikiran itu begitu egois. Untuk berada di titik ini, Chaeyoung harus melalui berbagai macam hal yang menyakitkan. Hati perempuan itu berkali-kali diremukkan hingga yang tersisa hanyalah serpihan kecewa dan rasa takut untuk mencinta lagi.

Sekarang, andai Jaehyun ditanya pertanyaan yang sama, jawabannya akan berbading terbalik. Jika tidak mengenal Jaehyun akan membawa banyak kebahagiaan bagi Chaeyoung, Jaehyun akan melepasnya. Jaehyun ingin Chaeyoung tidak mengenalnya dan melanjutkan hidup normal tanpa semua luka itu.

Meski itu berarti Jaehyun tidak akan pernah memiliki dunia-nya, ia rela melakukan semua ini.

Asal Chaeyoung bahagia.

Jaehyun membenarkan letak selimut yang membungkus tubuh Chaeyoung hingga sebatas dagu. Saat ia hendak bangkit dari duduknya di pinggir ranjang, ponselnya berdering.

Panggilan dari nomer tidak dikenal.

"Halo?" sapa Jaehyun dengan kenin yang berkerut samar.

"Apa benar ini nomer telepon orang tua Jung Rion?"

***

"Mama?"

Rion?

"Mama kenapa tidurnya lama banget?"

Ini benar suara Rion, kan?

Chaeyoung ingin sekali menjawab suara itu, namun ia seperti tidak berdaya. Di tengah-tengah kebingungannya, Chaeyoung merasakan hangat telapak tangan kecil menyentuh pipinya.

"Mama tidurnya masih lama, ya?"

Dengan sekuat tenanga, Chaeyoung mencoba untuk membuka matanya.

Silau.

Ia berdekip beberapa kali sebelum akhirnya dapat menangkap siapa yang ada di depan wajahnya sekarang.

"Mama?" Rion tersenyum lebar memamerkan giginya yang banyak terselip sisa coklat. "Pa, Mama sudah bangun."

Chaeyoung mengikuti arah pandang Rion dan mendapati Jaehyun yang berdiri diambang pintu dengan senyum kecil.

"Mama nangis terus pas Rion hilang. Dicium, dong, biar Mama nggak sedih lagi," ucap Jaehyun. Tanpa banyak tanya, Rion langsung mencium pipi Chaeyoung.

"Mama jangan sedih lagi, ya. Rion udah pulang."

Ini mimpi?

*

To Be Continued

A/N : Dua chapter lagi dan tamat.

Continue Reading

You'll Also Like

1M 84.8K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
6.5K 923 40
Yakin persahabatan kalian nggak ngandelin perasaan? Cowok-cewek? Tanpa ada rasa suka? Yakin? Yang satu nganggep dia kayak dunianya sendiri. Satunya l...
6.3K 302 2
"Gue dan anak gue bukan barang yang bisa kalian perebutkan seperti ini!" Baik Jayden dan Seanno yang sedang adu tenaga langsung terdiam mematung men...
108K 16.5K 23
[BOOK 1] Rose tak pernah menyangka jika harapannya untuk menjadi ibu tunggal adalah sebuah tantangan. Start : 11 Februari 2019 End : 29 Oktober 2020