My Valentines ✔️

By roseannejung

290K 34.5K 3K

[SELESAI] Tentang Jaehyun yang setengah mati menyembuhkan luka dan Chaeyoung yang berkali-kali menggariskan b... More

Tokoh
1. Titik Tengah
2. Hubungan yang Aneh
3. Dimulai dari Sini
4. Menggapai Bintang
5. Positif
6. Harapanku, Kamu
7. Hancur tak Terbentuk
8. Bukan Malapetaka
9. Old Habits
10. Di bawah Pohon Mahoni
11. Toxic and Slipping Under
12. Sepatu Bayi
13. Kami Berempat Bertemu
14. Love Me, Love Me not
15. The Name I Love
16. Separuh dan Setengah
17. Pilih dengan Bijaksana
18. Badai
19. Bintang dan Baru Kerikil
20. One Step Away
21. Sisi Buruk Dia
22. Terlambat Sejak Awal
23. Passionate
24. Little Light
25. Yang Terbaik
26. Top Priority
27. Push and Pull
28. Park Alice
29. Half as Pretty
30. Fast Forward to Present
31. Give Me Two
Episode Spesial : Jung Rion
32. Draw The Line
33. Two Way Feeling
34. Ciuman dan Ilusi
35. A Whole Mess
36. Put A Ring on It
37. The Pandora Box
38. How Fast The Night Changes
39. I Like Me Better
40. Crumble Apart
42. Frog Prince
43. My Love Is Gone
44. A Dream That Doesn't Sleep
45. Sly Fox
46. Diakhiri untuk Dimulai
Extra 1 : Rion dan Adik
Extra 2 : Half way Through
Extra 3 : Purple Sky and Kisses
Special : LDR

41. Dunia dalam Genggamanku

5.1K 638 53
By roseannejung

Jung Jaehyun berdiri dengan kedua tangan berada di sisi kanan dan kiri Chaeyoung. Matanya menatap tajam.  "Itu nggak seperti apa yang kamu pikirkan," katanya dengan suara pelan namun tegas.

"Memang apa isi pikiranku? Aku hanya bertanya bagaimana pekerjaanmu di Jeju?"

"Aku dan Jiho tidak hanya makan malam berdua."

"..."

"Kamu tahu, kan, kalau aku dan Jiho bekerja di satu kantor yang sama. Jiho di kantor cabang Incheon dan aku di Seoul. Lalu, kami berdua bertemu di Jeju karena urusan pekerjaan. Dan makan malam itu termasuk dalam agenda pekerjaan."

"Lalu bagaimana dengan makan malamnya?"

Jaehyun terlihat jengkel dengan respon Chaeyoung. Namun, ia tetap menjawab. "Tidak ada yang spesial."

"Kalau begitu, aku boleh pergi sekarang?" Chaeyoung melirik kedua tangan Jaehyun yang memerangkapnya di tembok.

"Tapi kamu belum jawab pertanyaanku."

"Aku dan Chanyeol nggak ada hubungan apapun." Saat ini, Chaeyoung merasa sangat lelah dan ingin cepat-cepat beristirahat. Makadari itu, ia berniat untuk menjawab semua pertanyaan Jaehyun dengan jujur dan cepat. "Terakhir kali kami berhubungan itu setelah pemakaman Yewon. Setelahnya tidak ada. Aku juga bingung kenapa pihak rumah sakit malah menghubungi dan bukan anggota Exlyxion atau managernya."

"Kapan kamu dapat telepon itu?"

"Jam delapan malam."

"Apa yang kamu lakuin di sana?"

"Mengisi beberapa berkas administrasi, menghubungi Baekhyun, Kai, lalu menunggu kondisi Chanyeol membaik dari masa kritisnya."

"..."

"Kalau kamu marah karena aku membawa Rion ke rumah sakit untuk mengurus Chanyeol, aku minta maaf." Chaeyoung memelankan suaranya. "Aku nggak kepikiran untuk menitipkan Rion ke siapapun. Lisa sedang di Amsterdam dan—"

"Aku bukan marah, Chaeyoung," potong Jaehyun cepat. "Aku itu khawatir."

"Aku tahu—"

"Dan bukan hanya Rion yang aku khawatirkan tapi kamu juga."

Bibir Chaeyoung terkatup. Mata keduanya sempat beradu untuk beberapa saat sebelum Chaeyoung membuang muka.  "Sekarang kamu nggak usah khawatir lagi. Permisi, aku mau ke istirahat."

"Aku nggak suka kamu mengurusi hidup laki-laki lain." Suara Jaehyun menghentikan langkah Chaeyoung menuju pintu kamarnya. "Kamu itu sudah menikah. Kamu bukan perempuan yang bisa dengan santainya keluar malam hanya untuk mengurusi mantan pacar kamu."

"Demi Tuhan, Jung Jaehyun, semua ini di luar kuasaku!" Chaeyoung berbalik. Emosinya yang semula sudah tenang kembali bergejolak mendengar kalimat Jaehyun yang terdengar menyudutkannya.

"Aku nggak mau dengar kabar kalau kamu keluar berdua dengan laki-laki lain lai."

"Kalau begitu, boleh aku juga meminta hal yang sama? Aku nggak mau dengar kabar kalau kamu keluar berdua dengan perempuan lain."

"Oke."

Chaeyoung tertegun mendengar jawaban Jaehyun. Laki-laki itu berucap dengan sangat enteng, seakan-akan permintaan Chaeyoung adalah hal yang begitu remeh baginya. "Apa yang akan kamu lakukan kalau ternyata suatu hari nanti aku memergoki kamu dengan perempuan lain."

"Apapun yang kamu mau."

Lagi-lagi, Chaeyoung dibuat bungkam. Ini bukan respon yang diharapkannya. Kenapa Jaehyun terlihat begitu santai? Kenapa malah Chaeyoung yang merasa sedang ditantang terang-terangan? "Baiklah, kalau suatu hari nanti aku dengar kabar kamu dengan perempuan lain, aku mau kita pisah dan hak asuh Rion akan sepenuhnya ada di tanganku. Ditambah, kamu nggak akan bisa bertemu dengan Rion lagi"

"Aku setuju asal kamu juga setuju dengan hal ini." Jaehyun melipat tangan di depan dada. "Kalau aku tahu kamu jalan berdua dengan laki-laki lain, terlebih Park Chanyeol, aku mau kita pisah dan hak asuk Rion sepenuhnya ada di tanganku. Bagaimana?"

Chaeyoung menelan ludah.

"Kenapa? Takut?" Satu sudut bibir Jaehyun terangkat. "Kamu pasti masih berpikiran untuk menemui Chanyeol lagi, kan."

"Jangan ngaco!" sergah Chaeyoung cepat. "Aku nggak takut."

"Kalau begitu kita sepakat."

"Terserah." Chaeyoung berbalik untuk melanjutkan langkahnya menuju kamar yang ia tempati berdua dengan Jaehyun. Saat tangan perempuan itu menyentuh handle pintu, suara Jaehyun kembai terdengar.

"Oleh-oleh dari Jeju untuk kamu sudah aku taruh di meja rias." Meski mata Chaeyoung menatap pintu kayu berwarna putih di hadapannya, telinganya berfokus untuk mendengar kembali suari Jaehyun. "Aku harap kamu suka."

Chaeyoung sempat memiliki keinginan untuk menoleh namun, pada akhirnya ia meyakinkan diri untuk menjauh dan masuk ke dalam kamar.

***

Bagi Jaehyun, Park Chaeyoung ibarat manusia yang memiliki tombol reset di belakang kepalanya. Suatu ketika, mereka bisa menjadi pasangan suami istri yang begitu sempurna. Namun, secepat jentikan jari, hubungan mereka bisa kembali terperosok ke dasar jurang.

Seperti saat ini misalnya. Sejak dua minggu yang lalu, Chaeyoung terlihat sedikit berbeda. Perempuan itu sering tersenyum dan mulai terbuka dengan membagi apa yang dipikirkannya dengan Jaehyun. Dari obrolan-obrolan singkat mereka sebelum tidur, terciptalah rencana untuk liburan ke Thailand sekaligus untuk merayakan ulang tahun Rion yang ke-4.

Dan di sinilah mereka sekarang, di pinggir pantai salah satu resort yang mereka sewa di Phuket, Thailand.

"Selamat ulang tahun, Sayangnya, Mama." Selesai Rion meniup lilin di kue ulang tahun, Chaeyoung langsung mencium pipinya.

"Happy birthday, Jagoan." Sekarang gantian Jaehyun yang mencium—atau lebih tepatnya menggigit pipi Rion—dengan gemas.

"Sakit, Pa!" Rion protes sambil mengusap pipinya yang sedikit memerah. Jaehyun tersenyum jahil dan meniup pipi Rion dan berucap kalau hal itu akan menghilangkan rasa sakitnya.  "Kado Rion mana?"

"Ada di kamar. Nanti kita buka sama-sama, ya."

"Kado dari Papa?" gantian Rion menodong sang Papa yang sekarang asik memakan kue ulang tahun anaknya.

"Kalau Papa kadonya masih ada di kurir. Mungkin pas kita pulang ke Korea, paketnya sudah sampai."

"Kadonya apa?"

"Rollerblade. Rion waktu itu bilang sama Papa mau itu, kan." Wajah Rion langsung tertekuk.  "Kenapa cemberut gitu?" Jaehyun dan Chaeyoung saling lirik.

"Rion sudah nggak mau kado rollerblade."

"Terus maunya apa?"

"Rion mau kodok."

"Kodok?" Chaeyoung bergidik ngeri membayangkan kulit kodok yang bertekstur dan berlendir.

"Rion mau kodok warna kuning kaya yang ada di TV."

"Kodok itu makhluk hidup, Rion. Bukan mainan. Kalau sudah dibeli berarti harus dirawat." Jaehyun mengingatkan.

"Nanti Rion yang rawat, Pa. Rion kasih makan, Rion mandiin, dan Rion ajak main."

Chaeyoung menggeleng cepat ke arah Jaehyun—sebagai tanda kalau ia tidak setuju kalau mereka mengadopsi kodok sebagai binatang peliharan.

"Dari pada kodok, mending Rion ngerawat anjing aja, gimana?"

"Nggak mau!" Bibir Rion maju dan anak itu bersedekap—ngambek.

"Kalau kucing?"

"Nggak!" Wajah Rion semakin ditekuk. Pipi gembul dan matanya memerah menahan tangis. Kalau sudah begini, Jaehyun mana tega untuk menolak. Terlebih sekarang adalah hari ulang tahun anaknya. "Rion mau kodok," ucap bocah yang hari ini berulang tahun itu dengan suara yang bergetar.

"Yaudah, oke. Nanti, kalau kita sudah di Korea Papa belikan kodok."

"YEAY!" Rion berteriak girang dan langsung meloncat kepelukan Jaehyun. "Yang warna kuning ya, Pa."

"Oke. Tapi, cium dulu." Jaehyun menunjuk pipi kirinya dan langsung dikecup oleh Rion. "Cium Mama juga." tanpa banyak berbicara, Rion beralih ke pelukan Chaeyoung dan mencium hidung sang mama.

Meski sudah dicium Rion, Chaeyoung masih belum ikhlas dengan keputusan Jaehyun untuk membelikan Rion seekor kodok. Tapi untuk malam ini, ia mencoba untuk tidak merusak kesenangan sang anak. Apalagi, Rion itu anaknya sering banyak kemauan hingga sering lupa apa yang pernah ia mau. Kali saja, keinginan memiliki kodok itu hanya sekilas seperti keinginanya memiliki rollerblade.

Hari itu berakhir dengan sangat baik. Mereka bahkan sempat berdo'a bersama untuk Yewon di surga. Saat malam menjelang dan mereka sudah berada di ranjang untuk bersiap untuk tertidur, Chaeyoung tiba-tiba menyentuh tangan Jaehyun.

"Jaehyun." suara Chaeyoung terdengar pelan—hampir berbisik.

"Hm?" Jaehyun memiringkan tubuhnya untuk melihat wajah Chaeyoung lebih baik.

"Di tempat kerjaku ada program beasiswa ke Perancis."

"Beasiswa apa?" tanya Jaehyun

"Untuk memperdalam fashion bisnis," jawabnya.

Delapan bulan yang lalu, Lisa membangun sebuah sekolah model dan fashion di Seoul. Chaeyoung pun didapuk untuk menjadi salah satu staff excecutive di sana, maka dari itu, Chaeyoung resign dari pekerjaannya di majalah bisnis dan mulai bekerja di sekolah milik Lisa.

Sejak dulu sekali, Chaeyoung memang memiliki ketertarikan di dalam dunia fashion. Tapi, karena satu dan lain hal Chaeyoung memutuskan untuk memendam rasa cintanya itu untuk mengurusi hal lain di kehidupannya yang jauh lebih penting dari rasa sukanya pada fashion. Bertahun-tahun melupakan, percikap passion akan fashion kembali timbul saat ia bekerja untuk Lisa.

Chaeyoung sadar, kalau ia sudah terlalu terlambat untuk banting setir menjadi seorang designer tapi, ia juga sadar kalau ia memiliki basic di bidang bisnis management. Fashion bisnis terdengar tidak begitu buruk di telinganya. Ditambah lagi, tempat kerjanya sedang mengadakan kerja sama dengan sekolah fashion dan bisnis yang ada di Prancis.

Semua kebetulan ini, terasa seperti sebuah tanda bagi Chaeyoung. Mimpinya untuk melanjutkan studi dan travelling ke Eropa kembali memiliki napas.

"Lama studinya dua tahun, dan aku berencana untuk ikut serta."

"Maksud kamu, kamu mau ke Perancis selama dua tahun?" Jaehyun bangun dari posisi tidurnya.

Chaeyoung mengikuti. "Ya, tapi itu masih nanti."

"Lalu aku dan Rion bagaimana?"

"Rion bisa aku bawa ke sana."

"Aku?" Jaehyun menunjuk dirinya sendiri. "Aku punya pekerjaan di sini, dan semua urusanku ada di sini."

Tidak ada satu kalimat yang diucapkan Chaeyoung namun, entah kenapa Jaehyun seperti mengerti arti dari tatapan matanya.

"Kamu keterlaluan."

"Jaehyun, ini masih rencana. Bukan berarti aku akan pergi besok atau minggu depan. Masih banyak hal yang perlu aku siapkan."

"Ya, tapi fakta kalau kamu mau nggak memiliki keraguan untuk mendaftar studi ke Perancis tanpa meminta pendapatku membuatku kecewa."

"Jaehyun, sebelum punya Rion aku sudah lama memiliki rencana untuk melanjutkan studiku."

"Tapi sekarang keadaannya berbeda, Chaeyoung. Kamu sudah punya Rion dan aku."

"..."

"Kamu tahu, Chaeyoung? Saat aku berpikir kalau hubungan kita sudah selangkah lebih maju, kamu malah membawanya sepuluh langkah mundur kebelakang." Jaehyun terlihat begitu kecewa. Ini pertama kalinya bagi Chaeyoung melihat raut wajah itu. "Sekarang aku nggak peduli lagi. Terserah kamu. Lakukan apapun yang kamu mau. Aku akan tidur sama Rion."

Tanpa menoleh, Jaehyun berjalan ke arah pintu yang menghubungkan kamar mereka dengan kamar khusus anak-anak yang ditempati Rion.

***

Setelah kejadian di Thailand, hubungan Jaehyun dan Chaeyoung kembali kaku. Benar-benar kaku sampai mereka tidak saling menyapa kalau tidak ada Rion. Ditambah dengan dikirimnya Jaehyun ke Jepang untuk urusan pekerjaan selama tiga bulan, membuat hubungan mereka semakin renggang.

Selama di Jepang, Jaehyun menanti-nanti kabar dari Chaeyoung. Namun yang terjadi hanya panggilan videonya dengan Rion yang selalu dilakukan setiap jam delapan malam. Itu pun Chaeyoung sama sekali tidak mau melihat wajahnya.

Satu-satunya panggilan telepon yang dibuat Chaeyoung adalah saat Jaehyun berada di tengah-tengah rapat. Karena ia merasa panggilan Chaeyoung lebih penting dari rapat yang dihadirinya, Jaehyun sampai ijin untuk ke luar ruangan. Tapi, saat ditanya apa yang ingin dibicarakan, Chaeyoung malah langsung menutup teleponnya.

Jaehyun tidak mengerti harus bagaimana lagi.

Setiap malam selama berpisah dengan Chaeyoung dan Rion, Jaehyun memandangi foto pernikahan mereka dan memikirkan langkah apa yang seharusnya ia lakukan tentang hubungan ini. Haruskah ia bertahan? Atau haruskah ia menyerah dan melepas Chaeyoung mengejar mimpinya.

Sekembalinya Jaehyun dari Jepang dan sesaat setelah ia melihat Chaeyoung dan Rion di rumahnya—bersamanya. Jawaban yang selama ini ia cari datang dengan sendirinya.

He wants to stay, no matter what it takes.

Maka dari itu, Jaehyun mati-matian untuk membuat Chaeyoung terperangkap olehnya. Semua hal Jaehyun lakukan untuk mengambil hati Chaeyoung. Sampai-sampai sebuah ide gila muncul di kepalanya.

"Mungkin kalau Chaeyoung hamil lagi, dia akan membatalkan rencananya untuk pergi ke Perancis."

"Mungkin kalau Rion punya adik, Chaeyoung akan tetap tinggal di sisinya."

Dengan ide konyol itu, Jaehyun mencoba untuk merayu Chaeyoung, namun sampai detik itu rencananya selalu gagal.

Pembicaraan tentang studi ke Perancis memang tidak lagi dibahas, tapi tinggal di satu atap yang sama dengan Park Chaeyoung hampir tiga tahun lamanya, membuat Jaehyun tahu kalau cepat atau lambar bom waktu itu akan meledak.

"Jaehyun." Suara Chaeyoung samar-samar terdengar. "Jung Jaehyun, bangun. Sudah jam berapa ini? Katanya kamu mau bawa Rion ke rumah orang tua kamu."

Meski berat, Jaehyun membuka matanya. Hal yang pertama ia lihat adalah rambut coklat panjang indah milik Chaeyoung, sebelum wajah cantik yang memandangnya dengan senyum kecil.

"Sudah bangun?" Chaeyoung menyugar rambut tebal Jaehyun yang menempel di dahinya. "Kamu tidur jam berapa semalam? Aku sudah bilang jangan begadang tapi masih aja bandel."

Jaehyun tidak menjawab apapun. Matanya berkedip beberapa kali dan menyipit karena silau matahari.

"Rion sudah rapi dari tadi. Dia nggak sabar ketemu  Ayah dan Ibu kamu."

"Chaeyoung."

"Hm?" Satu alis Chaeyoung terangkat. Ia menunggu beberapa saat untuk Jaehyun melanjutkan kalimatnya. Saat laki-laki itu tidak bersuara lagi, Chaeyoung berdiri untuk keluar kamar.

"Bangun terus siap-siap. Aku sudah buat sa—Jaehyun!" Chaeyoung memekik saat tangannya ditarik hingga tubuhnya menindih Jaehyun. "Kamu kenapa, sih?"

"Biarin begini dulu."

"Jung Jaehyun, jangan macam-macam, ya. Ini masih pagi."

Jaehyun tidak menjawab dan malah berguling hingga membuat Chaeyong tertidur di sampingnya. Pelukan Jaehyun mengerat, dan hidungnya tak henti menghirup wangi rambut Chaeyoung.

"Kamu kenapa, sih?" Chaeyoung menepuk-nepuk punggung Jaehyun minta dibebaskan tapi tidak digubris. "Ayo, bangun. Kasihan Rion sudah nungguin dari tadi. Nanti anaknya ngambek."

"Papa lama banget sih!"

Pucuk dicinta ulampun tiba. Rion membuka kamar orang tuanya sambil menenteng kandang Dudong.

"Rion!" Chaeyoung meronta karena tidak mau Rion melihat keadaannya yang seperti ini. Berbeda dengan perempuan yang ada di pelukannya, Jaehyun malah tidak peduli.

"Mama! Mama kenapa, Ma?" Rion yang mendengar teriakan sang Mama berlari menghampiri dengan panik. Ia taruh kandang Dudong di lantai sebelum memanjat kasur.

"Rion, Mama disekap. Tolongin."

"Lepas!" Tangan kecil Rion mencoba untuk melepas pelukan Jaehyun di tubuh Chaeyoung. "Lepas, Pa! Kasian Mama nggak bisa napas."

Saat tidak juga bisa melepas dengan tangannya, Rion berganti cara dengan menggigit tangan Jaehyun.

"AWW!" Jaehyun memekik dan pelukannya di tubuh Chaeyoung mengendur. Tapi kali ini, bukan untuk melepaskan mangsanya tapi malah untuk membawa Rion untuk ikut dalam pelukan besar miliknya.

"Papa, lepas!"

"Jaehyun, lepas nggak! Ini sudah siang! Nggak boleh di kasur terus."

"Tadi kata kamu masih pagi," bantah Jaehyun dengan suara khas bangun tidurnya.

"Nggak peduli, ya, pokoknya lepas. Nanti bajuku lecek."

"Nanti rambut Rion juga berantakan lagi, Pa. Rion capek nyisirnya."

Jaehyun sama sekali tidak peduli dengan permintaan istri dan anaknya. Ia tetap pada agendanya memeluk dunia yang entah kenapa selalu terasa seperti ingin lepas dari genggamannya.

.

To Be Continued

A/N : scene terakhir latar waktunya setelah chapter 31. Give Me Two.

Continue Reading

You'll Also Like

38.4K 1.7K 29
Ganteng bgini diblang om2, cwe aneh! - Sehun Ini nih, ma cwo yg aku ceritain td! Cwo yg bkin hp aku pecah kebelah dua! - Nancy ⚠ Bahasa Non Baku
106K 18.1K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
69.8K 5.9K 47
Jerry Adelard Carson adalah seorang pria yang separuh kehidupannya itu bisnis. Tidak ada sepintas pun pikiran untuk bersenang-senang, berpacaran apal...
10K 1K 32
Jatuh cinta diatas larangan itu-- Sedikit berbisa.