Devil Psycho

By bloodkills

42.2K 2.2K 169

Ken Ethan Smith. Lelaki culun, pendiam, cupu dan penakut. Sering dibully oleh temannya kini berubah menjadi p... More

Prolog
Bagian 1 : Who Are You?
Bagian 2 : Rindu.
Bagian 3 : Saling Mengenal.
Bagian 4 : Bertahan.
Bagian 5 : Jadi Gimana?
Bagian 6 : Deal.
Bagian 7 : Thea Alexandra.
Bagian 8 : Aksi Ken.
Bagian 9 : Melepas Rindu.
Bagian 10 : Rencana.
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14 : Kehilangan.
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17 : Berubah.
Bagian 18 : Salah Masuk Perangkap.
Bagian 19 : Permainan Thea.
Bagian 20 : Beatiful Moment.
Bagian 21 : Dikeluarkan?
Bagian 22 : Keputusan.
Bagian 23 : Masalah Baru.
Bagian 25 : Im Jealous?

Bagian 24 : Sebenarnya Ada Apa?

1K 56 11
By bloodkills

Halo! Udah lama banget ga ketemu kalian semua! Semoga masih ingat sama Devil Psycho ya!

Jujur.. tadinya kita ada niatan mau berentiin cerita ini karena satu dan lain hal:( Tapi setelah melewati banyak pertimbangan, akhirnya kita tetap mutusin nerusin cerita ini buat kalian sampai nanti end! Dan maaf ya kalo kita baru update lagi setelah berbulan-bulan lamanya :( 😔🙏🏻

Tapi berhubung karena readers juga yang semakin hari semakin bertambah buat cerita ini, akhirnya kita punya semangat lagi untuk terusin cerita ini. Makasih banyak ya! And Luv u All! 😭❤

Tapi jujur aku pengen tahu dari kalian semua yang baca cerita ini, menurut kalian cerita Devil Psycho ini gimana sih? Biar aku dan teman yg lain bisa lihat respon kalian juga buat cerita ini ❤ jawab di kolom komen ya!

Untuk menemani liburan kalian! Akhirnya Devil Psycho sudah mulai bisa dibaca! Enjoy reading yaa semoga suka 😊❤

Sekali lagi maaf dan terima kasih banyak! Love ❤❤

***
"Perasaan yang mendalam sekalipun, bisa hilang lewat proses, proses ketika ia diabaikan dan tidak dihargai."

***

Ken langsung mematikan telfonnya. Ia langsung lari menuju mobil nya untuk tancap gas kembali ke arah rumah sakit yang sudah di beritahu Andrew begitu juga dengan Thea di samping nya.

"Ken, lo tetap tenang ya. Jangan buru-buru, kita tetep berdoa aja yang terbaik buat bokap lo semoga ga ada hal yang serius. Jangan bikin gue takut," ucap Thea panik karena Ken mengendarai mobilnya seperti orang kalang kabut dan membuat beberapa pengguna jalan mengklaksoni mobil mereka terus menerus.

"Iya The, maaf ya gue ga bermaksud bikin lo takut gini. Gue cuman khawatir sama Papa."

"Gapapa Ken, gue ngerti kok. Tapi lo tetep tenang ya. Bokap lo pasti baik-baik aja."

Dari perkataan Thea barusan, mampu membuat Ken luluh. Thea berhasil membuat Ken mengendarai mobil nya dari yang sebelumnya kalang kabut menjadi santai. Hanya Thea dan almarhum nenek nya yang mampu membuat Ken menjadi penurut.

"Makasih ya The, walaupun lo ga suka sama sifat keluarga gue lo tetep baik sama mereka. Gue tuh dari awal percaya, kalo lo tuh orang baik The." Ken tersenyum sambil mengelus punggung Thea.

Thea yang tiba-tiba di perlakukan seperti itu jantung nya langsung berdetak tidak karuan. Pertama kalinya ia merasa sangat dihargai oleh seorang lelaki. Tapi, bukan Thea namanya kalo terlihat salah tingkah di depan Ken. Seperti biasa, ia hanya tersenyum balik ke arah Ken padahal jantung nya sudah tidak bisa di kontrol.

Mungkin kalo Ken tepat berada di dekat jantung nya, ia pasti sudah mendengar detak jantung nya yang tidak beraturan. Tapi untung nya Ken sedang mengendarai mobil.

"Gue juga salut sama lo Ken, walaupun dari dulu lo ga pernah diperlakuin baik sama mereka. Lo masih tetep peduli sama mereka. Hati lo terbuat dari apa sih? Lo bahkan ga pernah ngasih tau ke orang-orang kalo lo diperlakukan kaya gitu. Lo tetep keliatan baik-baik aja. Padahal aslinya, ga semua orang kuat jadi lo. Tapi lo? masih bisa bertahan sampai sekarang."

"Gue pura-pura ga ada apa-apa di depan banyak orang, tapi gue kelihatan lemah di depan Ibu gue The, Ibu gue adalah saksi dimana dia ngeliat gue sebagai orang yang juga bisa nangis ga kuat di perlakukan kaya gitu. Beliau juga yang mengajarkan gue semuanya. Dia pergi membawa kenangan dan kata-kata dari dia yang membuat gue bakal selalu inget. Ga akan pernah gue lupain."

"Hebat juga ya Ken kita bisa pakai topeng yang orang lain ga tau apa yang ada di balik topeng kita."

"Ya, topeng yang punya dua sisi," mereka berdua tersenyum pahit.

Mereka berdua sudah sampai tepat tepat di depan Rumah Sakit Cahaya Kasih. Ken langsung menempatkan mobilnya ke parkiran.

"Ayo The, kita masuk."

"Yuk."

"Tapi inget, jangan sampai lo sama Andrew buat keributan ya. Ini di rumah sakit loh," ingat Ken.

"Iya-iya. Gue bakal tahan."

"Good. Gitu dong." Ken mengacak-acak rambut Thea.

"Ihh Ken! Lo mah kebiasaan! Hobi banget kayanya ngacak-ngacak rambut!"

"Hahaha, maaf deh."

Begitu Ken sampai di depan pintu kamar tempat papanya dirawat, tepat sekali dokter yang menangani papanya, keluar untuk menangani pasien yang lain. Ia terkejut karena ternyata dokter yang menangani papanya ialah dokter yang sama waktu Ken mendonorkan darahnya untuk Andrew. Ken hanya bisa berharap, semoga dokter tersebut tidak mengenalinya dan memberitahu hal tersebut.

"Loh, Ken? Kamu disini juga?" sapa dokter tersebut, dan Kintan yang sedang duduk tepat di pintu kamar langsung mendongak.

Ken yang mendengar sapaan dari dokter tersebut, berdiri gugup. Thea yang melihat pergerakan aneh dari Ken mengernyit heran.

"Ken? Lo kenapa?" tanya Thea memastikan.

"Ah, gapapa The."

"Beneran?"

"I...Iya."

Thea tak segampang itu untuk langsung percaya dengan perkataan Ken barusan. Ia pasti tahu, Ken menyimpan sesuatu. Sudahlah, nanti saja ia suruh Ken untuk bercerita yang terjadi sebenarnya.

Kintan yang langsung mendongak sinis ke arah Ken tidak berkata apa-apa. Dirinya sudah tidak mood untuk berdebat dengan seseorang, maka dari itu ia hanya memasang reaksi sinis dan tidak senang dengan kehadiran Ken. Tapi dirinya juga heran, kenapa dokter nya mengenal Ken. Padahal, ia tidak pernah mengenalkan Ken kepadanya. Ia hanya tahu, bahwa dokter yang menangani Bara hanya punya anak satu anak saja.

"Iya dok, saya disini juga. Soalnya kebetulan ada urusan di rumah sakit ini juga." Ken langsung menghampiri dokter tersebut dan mendekati nya diam-diam.

"Oh begitu, saya kira ada urusan untuk And.."

Tepat sekali, saat sang dokter ingin mengatakan nama Andrew, Andrew baru datang dari rooftop rumah sakit. Ia mengernyit heran karena dokter tersebut langsung menoleh ke arahnya dan Andrew juga mendengar samar-samar dokter tersebut ingin menyebut namanya.

Ken yang mendengar dokter nya ingin menyebut nama Abangnya langsung panik. Dengan sopan, ia menarik lembut tangan dokter nya untuk pergi menjauh dari kehadiran Mamanya dan Andrew agar tidak ada yang mendengar.

"Dok, maaf kalo saya lancang narik-narik tangan dokter. Tapi saya mohon ya dok jangan beritahu siapapun tentang saya yang mendonori darah untuk Andrew saat itu. Saya mohon ya dok.."

"Tapi kenapa Ken? Bukannya perbuatan kamu itu sangat mulia? Dan mereka berhak mengetahuinya, agar mereka tahu ada orang yang berhati baik seperti kamu," ucap dokter tersebut.

"Ngga dok, saya gamau aja mengerjakan sesuatu tanpa orang lain tahu biar diri saya aja, dokter dan Tuhan yang tahu. Saya mohon." Ken tetap pada pendiriannya.

"Iya saya tahu Ken, tapi apa salah nya mereka tau itu? Pasti mereka sangat senang ada orang baik seperti kamu yang sangat berjasa menolong hidup mereka."

Kintan dan Andrew di kursi nya sedaritadi mencoba mendengar percakapan mereka tapi nihil. Awalnya, Kintan tidak mau terlalu mengurusi mereka tapi ia merasa Ken dan dokternya membahas tentang keluarga dirinya. Apalagi dari sikap dokter tersebut yang menoleh sedikit-dikit ke arah mereka, itu malah membuat sepasang Ibu dan anak pertama nya penasaran.

"Mah, mereka berdua bahas apa sih? Gatau kenapa perasaan Andrew tuh ngerasa mereka lagi ngomongin kita." Andrew memberanikan diri untuk berbicara ke Kintan setelah daritadi mereka seperti orang asing.

"Gatau mama juga Ndre, tapi mama juga ngerasa gitu. Kamu nyadar ga? daritadi dokternya noleh ke kita terus?"

"Iya Mah, bener. Andrew juga ngerasa banget. Kayaknya ada yg Ken dan dokter itu sembunyiin dari kita deh mah. Andrew kesana aja deh ya mah, samperin mereka." Andrew langsung ingin bangkit dari kursi nya, tapi tiba-tiba tangan Kintan menarik nya untuk duduk kembali.

"Jangan. Justru kalo kamu kesana, nanti bisa-bisa mereka berhenti bicara dan jadi canggung. Kita liatin aja dulu dari sini," perintah Kintan.

Andrew menurut. Padahal dirinya sudah tidak tahan untuk menghampiri mereka. Tapi, disatu sisi ia juga tidak mau lagi berdebat dengan mamanya. Jadi ia memilih menurut saja.

"Saya mohon dok. Biarkan tetap kaya gini. Saya cuman gamau mereka jadi balas budi ke saya. Saya ngelakuin itu semua tulus dari hati saya sendiri dan tanpa mau imbalan apapun dok. Jadi saya mohon banget ya dok jangan beritahu itu ke mereka.."

"Tapi Ken, bukan gitu maksud saya. Saya cuman--"

"Yang dokter itu bilang bener Ken. Mereka berhak tau." Thea tiba-tiba muncul di belakang Ken dan mendengarkan semuanya dari awal sampai akhir.

"Loh Thea? Lo.. denger itu semua?"

"Awalnya gue gamau kepo, tapi keliatan nya pembicaraan lo serius banget jadi gue memutuskan buat dengerin itu di belakang lo diem-diem dari kejauhan. Maaf ya kalo gue lancang. Gue gaada maksud apa-apa kok."

"Denger itu Ken. Teman kamu aja setuju masa kamu tetep kekeh sama keputusan mu itu. Ken, niat saya memberitahu mereka agar mereka lega saja, selama ini orang yang berjasa menyelamatkan hidup nya ada di dekatnya. Dan kalo niat kamu melakukan itu tanpa imbalan apapun, tulus dari hati kamu, itu sangat bagus. Tapi mereka berhak tau itu Ken."

"Berhak tau apa? dan mereka itu siapa?" ucap Kintan di belakang dokter.

Karena semakin kesini pembicaraan mereka semakin serius, akhirnya Kintan memutuskan untuk menghampiri mereka. Ia tidak bisa diam saja. Hatinya mengatakan ada sesuatu tentang keluarga nya dan itu menyangkut Ken.

Mereka yang ada di situ terkejut dan diam semua terutama Ken yang seperti orang kikuk.

"Kenapa semua diam? Saya cuman bertanya dan kenapa tidak ada yang jawab?"

"Dokter? Kenapa dokter bisa kenal dia? Dokter kenal darimana?"

"Loh, jadi Ibu tau Nak Ken ini? Ibu dan Ken sudah saling kenal?" Dokter tersebut terkejut karena nyatanya mereka mengenali Ken.

"Dia Ken dok, teman sekolah saya," sahut Andrew.

"Mulut lo enteng banget ya bilang begitu," ucap Thea.

"Udah The, inget yang gue bilang tadi. Jangan sampai ribut disini," ucap Ken berbisik.

"Lah? Emang bener kan dia temen sekolah gue? Lo sama Ken juga temen sekolah. Jadi salah gue dimananya?" ucap Andrew.

"Terserah lo."

"Udah-udah kenapa malah jadi bahas ga jelas kaya gini. Dok? jawab. Dokter kenal Ken darimana?"

"Dari rumah sakit sini juga Bu, dia waktu itu membantu orang membawa ke rumah sakit ini, dan saya kebetulan yang menanganinya," jawab dokter tersebut, karena di sebelahnya Ken memasang muka memohon dan memberi kode agar jangan diberitahu sekarang.

Raut wajah Kintan mengernyit heran. Ia tidak sepolos itu untuk percaya. Dan Andrew pun sama.

"Lalu perihal tadi yang dokter bilang berhak tau apa? Siapa yang berhak tahu?"

Belum sempat dokter tersebut menjawab, tiba-tiba terdapat kegelisahan suster yang berlari menuju ke arah dokter.

"Dokter.. gawat. Pasien kamar tulip nomer 32 kritis, keadaan nya sudah tidak bisa tertolong," ucap suster panik.

Dokter itu sama juga paniknya, ia langsung berlari ke arah kamar tulip dan menyiapkan peralatannya.

"Maaf saya tinggal dulu, saya harus menangani pasien yang lain."

Dan tersisa Kintan, Andrew, Ken dan Thea. Seperti biasa, suasananya jadi seperti orang yang tidak mengenal satu sama lain.

"Mah.. Papa gimana keadaannya? Tadi kenapa Ken telfon ga mama angkat?" Ken memberanikan diri membuka suara dan berbicara ke mamanya.

"Urusannya sama kamu apa? Kenapa kamu kesini? Masih peduli sama papa kamu emangnya?"

Lagi dan lagi jawaban sinis yang di dapatkan Ken. Tapi Ken tetap sabar menghadapi sikap mamanya.

"Biar gimana pun juga, kalian tetap keluarga Ken. Jadi gimana bisa Ken ga khawatir sama keadaan papa yang tiba-tiba begini. Dan Ken kesini wajar aja kan?"

"Kamu seneng kan ngeliat Kakakmu sekarang? Belum lagi keadaan papa yang belum bisa bangun. Kamu kesini tuh pastinya mau ngeledek kita kan?"

"Tante, tante bisa ga setiap liat Ken jangan beranggapan yang buruk-buruk? Ken itu niatnya udah baik."

Karena kesal dengan sikap Kintan yang menuduh Ken terus-terusan. Thea memberanikan diri buka suara. Ia tidak terima kenapa Ken selalu di fitnah terus-terusan? Ibu dan anak sama saja.

"Ini lagi kamu sok-sokan ikut campur! Denger ya, saya ga kenal kamu dan saya ga pernah mengusik kamu. Jadi kamu jangan pernah ikut campur ke hubungan saya dengan Ken! Udah deh, mending kalian berdua pergi aja! Kehadiran kalian malah membuat saya naik darah!"

"Tante emang ga pernah ngusik saya tapi tante ngusik Ken padahal Ken diem ga pernah mulai. Itu berarti sama aja tante ngusik teman saya!"

"Thea, udah jangan diterusin." Ken berusaha menengahi.

"Tapi mereka udah keterlaluan banget sama lo Ken! Padahal niat lo tuh itu kesini baik."

"Gapapa, mungkin mereka juga lagi capek The. Maklumin aja ya?"

Thea diam memutar bola matanya malas.

"Mah, muka mama pucet banget. Mama belum makan ya? Ken beliin makan di kantin aja gimana? Nanti mama makan ya sama Andrew juga."

Mereka berdua tidak menanggapi, malah langsung pergi ke kursi depan pintu kamar seolah-olah tidak ada yang mengajak mereka berbicara.

"The, ayok ke kantin."

"Ngapain?"

"Kok ngapain? Ya beli makan buat mereka lah."

"Mereka aja ga peduli Ken. Noh lihat, mereka malah balik ke kursi dan ngusir kita. Udah lah ayo pulang aja."

"Ngga The, seengganya mereka harus makan dulu walaupun sedikit. Temenin gue ke kantin ya."

"Gue nunggu di mobil aja deh Ken, gapapa ya? Debat sama mama lo bikin hati sama mental gue capek."

"Serius? Tapi gapapa lo nunggu di mobil sendiri? Lo belum makan juga kan? Ayok kita ke kantin bareng aja," ucap Ken yang masih tidak setuju.

"Gapapa Ken, lo kira gue bayi yang di tinggal sebentar nangis? Masalah gue belom makan atau belum, nanti aja lah males gue sama makanan rumah sakit."

"Huft.. yaudah. Lo tunggu di mobil ya. Nanti abis gue beli makan gue langsung kesana."

Akhirnya Ken mengiyakan permintaan Thea.

"Oke. Jangan lama-lama ya Ken."

"Iya. Takut banget gue ilang sih," cerca Ken bercanda.

"Ck, pede banget lo!"

***

Ken berjalan santai menuju kantin membeli makan untuk Kintan dan Andrew. Ia hanya membeli menu makanan yang sederhana, tidak peduli mereka akan menolaknya atau tidak, yang jelas Ken sudah membelikan mereka makan agar stamina tubuh mereka tetap terjaga.

Saat hendak sudah selesai membayar makanannya, ia di tabrak oleh seorang perempuan yang sepertinya seumuran dengan Ken. Raut wajah nya terlihat panik sampai nasi bungkus yang dipegang Ken jatuh.

"Eh- so-sorry.. aku ga sengaja maaf ya, aku lagi buru-buru makanya ga ngeliat kalo ada kamu."

"I-Iya.. gapapa. Lain kali hati-hati ya," ucap Ken tak mau ambil ribet.

"Sekali lagi maaf ya.. aku lagi buru-buru mau beliin makan buat mamaku, semenjak Papa sakit kritis mama gamau makan soalnya. Aku cuman takut mamaku jadi ikutan drop juga."

"Iya. Santai aja. Cepet sembuh ya buat Papa lo. Gue duluan."

Saat Ken ingin pergi, pergelangan tangan nya di cekal oleh perempuan tersebut. Ken yang mendapatkan perlakuan tiba-tiba seperti itu mengernyit heran, dan langsung menipis pergelangan tangan nya secara halus.

"Maaf, gaada maksud buat pegang-pegang tangan kamu. Aku cuman pengen kenalan, boleh? Nama kamu siapa? Kayanya kita seumuran."

***

Sementara di lain tempat, Thea sudah menggerutu kesal karena Ken tidak datang-datang. Ia ingin langsung menyusun Ken masuk lagi ke dalam rumah sakit, namun malas.

Thea sudah mencoba chat Ken, namun tidak ada balasan sama sekali.

"Duh! Kebiasaan deh Ken, pasti kalo gue chat jarang banget di bales!"

Thea akhirnya mencoba menelfon Ken, pertanda agar Ken jangan terlalu lama.

***

Ken mendengar ponsel nya bergetar di saku celananya, dan langsung merogoh ponsel itu mengecek siapa yang menghubunginya. Tertera nama Thea di layar ponselnya.

"Duh, gue sampe lupa Thea udah nunggu daritadi," batin Ken dan ia tidak menjawab telfonnya.

"Sorry. Gue juga buru-buru." Ken langsung pergi begitu saja di hadapan gadis itu.

***

Ken langsung buru-buru untuk memberikan makanan yang sudah ia beli untuk Mamanya dan Andrew. Tapi, begitu ia sampai di depan pintu kamar Papanya dirawat, yang terlihat hanya Andrew.

"Ndre? Mama mana?"

"Di dalem. Ngobrol sama dokter. Mau ngapain lagi lo? Belom pulang juga?"

Seperti biasa, jawaban sinis dari Andrew yang Ken dapatkan. Tapi Ken tak mempersalahkan itu.

"Oh.. yaudah. Gue titip makanan ini ya, buat lo sama mama."

Tak ada jawaban apapun dari Andrew. Ken langsung saja menaruh makanan tersebut di sebelah kursi Andrew. Tak peduli diterima atau tidak, yang penting Ken sudah berniat baik.

"Gue taro sini ya. Jangan lupa dimakan." Ken langsung melengos pergi.

***

"Ish! Di telfon ga di angkat pula! Ini pasti sengaja nih ga diangkat, tau banget gue kelakuan dia!"

Tak lama, di kursi pengemudi, Ken muncul membuka pintu mobil.

"Dih bener-bener lo ya! Udah nyusulnya lama, sekarang main masuk-masuk aja lagi kaya ga ada rasa salah!"

"Duh Thea terus gue harus ngapain? Ga boleh masuk? Oh yaudah gue keluar."

"Ih! Maksud gue ga gitu! Lo tadi kenapa coba gue chat, gue telfon gaada satu pun respon? Lama banget lo, abis ngapain? Berantem dulu ya sama kaleng rombeng lo itu? Iya kan?!"

"Hah? Siapa kaleng rombeng? Ngaco lo The."

"Nyokap lo!"

"Hahaha, yang bener aja. Masa nyokap gue dibilang kaleng rombeng? Duh The-The ga boleh gitu."

"Abisan persis kelakuannya." Thea menggumam kecil.

"Hah gimana The? Tadi lo ngomong apa?"

"Ngga! Gajadi! Sekarang gue tanya, kenapa lama?!" cerca Thea.

"Santai kali The, gue ga bakal ilang juga. Hahaha."

"Ih serius Ken!"

"Ya gue juga serius The! Tadi tuh gue lama gegara nyariin mama, mama gaada. Terus kata Andrew, lagi ngobrol sama dokter."

"Oh."

"Lah 'Oh' doang? Tadi aja marah-marah."

"Terus gue harus ngomong apa? Ga mood gue kalo bahas mereka tuh."

"Hahaha. Yaudah. Sekarang kita mau kemana? Makan dulu yuk? Belom makan kan lo."

"Terserah."

"Kebiasaan kan kalo udah marah, pasti bilangnya terserah! Gemes gue sama lu The, pengen gue cincang rasanya!"

"Sebelum lu bilang gitu, kayanya lu yang bakal gue cincang!"

Seketika bulu kuduk Ken merinding mendengar ancaman Thea.

"Serem amat."

"Apa lo?!"

"Galak banget sih lo daritadi! Ih gemes!"

Kebiasaan baru Ken sekarang ketika meledak Thea adalah mengacak-acak rambut Thea.

"Ish Ken! Stop ya ngacak-ngacakin rambut gue! Rambut gue jadi berantakan tau ga!"

"Rambut yang berantakan, apa hati juga ikutan berantakan?" ledek Ken dengan nada menggoda.

"Ih! Lo tuh ya! Lama-lama beneran gue cincang lo!"

"Iya deh iya! Serius banget lo! Gini nih kalo seorang psikopat bercanda! Mainannya cincang-cincangan!"

"Tuh lo tau."

"Yaudah-yaudah. Nih kita daritadi ga jalan-jalan. Jadinya mau kemana?"

"Kok jadi nanya gue? Ya lo lah pikir sendiri."

"Sabar banget gue The. Oke fine! Berarti langsung pulang aja gimana?"

"Kok pulang?! Ken, gue tuh laper. Kemana kek gitu, masa langsung pulang??"

"Nah kan. Salah lagi gue. Oke! Tapi nanti jangan protes ya!"

Setelah melewati perdebatan panjang antara Ken dan Thea, akhirnya mereka melajukan mobil mereka membelah jalanan Ibukota.

***

See u on the next chapter!

Part selanjutnya akan kami up secepatnya ya, agar bisa menemani liburan kalian❤

Klik bintangnya di pojok kiri jangan lupa! Thank you 🙆🙆

Continue Reading

You'll Also Like

Khalifa By laiba

Mystery / Thriller

2.1M 118K 56
✵ featured ~ ❝Once upon a time in Baghdad, a street girl teaches the Khalifa of the kingdom why a king needs a queen.❞ ✵ Started: June 5, 2021. Comp...
631K 9.7K 48
Lost, Lose (Loose Trilogy #1) She's a girl of hope, Lisianthus Yvonne Vezina. A teen-year-old girl who focused on her goal... to strive. But everyth...
7K 411 6
"𝘿𝙤𝙣'𝙩 𝙩𝙤 𝙩𝙝𝙞𝙨 𝙥𝙡𝙯 , 𝙄 𝙖𝙢 𝙨𝙤𝙧𝙧𝙮" She cried but her 𝙨𝙩𝙚𝙥 𝙢𝙤𝙩𝙝𝙚𝙧 didn't show any mercy and beat her from 𝙄𝙧𝙤𝙣 𝙧𝙤𝙙...
6.1K 94 9
Now you gotta ask yourself. What would it be like to find out that the people you love and would die for, turn out to be self centered assholes who w...