[√] Can't You See Me? [END]

By Binbin_Fy

2.8K 647 346

Kisah seorang anak laki-laki yang kini tengah bimbang akan apa yang dia alami saat ini. Masalah kian sering m... More

P r o l o g u e
Begin
What Do You Mean?
All of You Kidding Right?
It's So Hard To Make You Believe - Skors
Incident - Skors day 1
Down
Flasback
Investigation
Father's Friend - Ask for Help
Hate
The Past
Who?
Why?
Odi
Him and The Truth
Hurting
Father
Him
Brother
Really?
Funeral Day
Last Letter
For Him
Mother?
Regret
Our Star
Epilog

Respectively

66 22 6
By Binbin_Fy

"Aku sudah memalsukan semua bukti-bukti itu. Sampah kecil itu tidak akan menyadarinya."

Pria paruhbaya itu berbalik, balik menatap anak muda yang berdiri menatapnya takut.

"Maupun itu hanya sebuah dugaan sementara, dia tidak akan bisa menemukan kebenaran secuil apapun," jelasnya, percaya diri.

Dia menuangkan anggur merah itu ke gelas, lalu meneguknya hingga tandas.

"Kecuali, ada seseorang yang membocorkan rencana ini, dengan alasan dia sahabatnya."

"Cih, untuk apa memulai jika akhirnya mundur? Klise sekali."

"Balas dendam seperti apa jika setengah-setengah? Itu hanya bisa disebut percobaan tanpa arah dan kepuasan. Lebih baik mengakhiri dari pada melanjutkan."

"Maaf, Dad." Si pemuda menunduk, tak berani menatap iris legam yang menatapnya tajam.

"Andai saat itu kau tidak menuruti perkataanku, ck, bisa kau bayangkan sendiri apa yang akan terjadi padamu nanti."

+×+

Yeonjun mendudukkan diri pada kursi yang berada di balkon kamarnya.

Menerawang ke depan, dengan tangan memegang foto yang di ambilnya sewaktu di rumah Doyoung.

Pikirannya melayang pada percakapan beberapa saat lalu.

"Kamu tau mereka siapa?"

"Antara, Kai Kamal Huening ...."

"... dan Lee Beomgyu."

Yeonjun tidak tahu harus percaya atau tidak. Fakta ini benar-benar sangat mengejutkan.

Benarkah?

Ini bagai mimpi buruk baginya, semua bukti mengarah pada para sahabatnya.

Mengapa ini terjadi?

"Om gak salah, kan? Mungkin ada kesalahan saat penyelidikan. Itu gak mungkin, Om. Mana mungkin mereka lakuin itu."

"Tenang dulu. Lagipun, ini hanya dugaan sementara, karna, semua bukti memang saat ini tertuju pada keduanya."

"Bisa saja akan berubah. Ini hanya dugaan sementara."

Bukankah dengan itu tidak membuktikan keduanya bersalah? Penyelidikan masih akan berjalan, dan kebenaran lambat laun akan terungkap juga.

"Untuk sementara ini, lebih baik kau lebih waspada. Yang kau anggap baik belum tentu baik, bisa saja dia memiliki topeng untuk menutupi dirinya yang sebenarnya."

Pria paruhbaya itu menepuk pundak anak muda di sampingnya. "Yang baik bisa jadi jahat, dan yang kau anggap jahat bisa jadi baik."

"Dunia ini penuh tipu muslihat."

Takdir memang sulit di tebak. Hal-hal yang tidak di duga sekalipun, bisa saja terjadi kapan saja.

Badai menerjang, kini meruntuhkan benteng persahabatan mereka. Hanya tersisa puing-puing yang saling berjarak, pertanda ketidak percayaan satu sama lain.

"Arght!" Pemuda itu mengacak rambutnya frustasi, bersamaan dengan butiran liquid bening lolos dari pelupuk, membentuk sungai-sungai kecil di pipinya.

"Tapi, malam itu yang Yeonjun lihat bukan mereka berdua. Tapi, Soobin. Bagaimana bisa, Om menyimpulkan hal itu?"

"Kamu tidak ingat? Bukannya di saat terakhir Yeonji, adikmu pernah berkata bahwa bukan Soobinlah pelakunya. Kamu sendiri, 'kan yang menceritakannya tempo hari?"

"Tapi—"

"Jun, ingat kata-kata, Om tadi. Dunia ini penuh tipu muslihat."

"Kamu menyimpulkan bahwa si pelaku adalah yang tertangkap di indera penglihatanmu, malam itu. Bukan berarti, memang sebenarnya dia pelakunya."

"Jaman sekarang, aksi kejahatan makin licik. Semuanya bisa di lakukan, karna apapun yang mereka butuhkan sudah tersedia."

"Maksud, Om?"

"Kamu tahu kasus yang terjadi beberapa tahun silam? Ada seorang pengedar narkoba yang menyamar menjadi orang lain, untuk mengelabui aparat."

Yeonjun berpikir sejenak, sebelum akhirnya menggeleng. "Itu gak mungkin, Om."

"Yang kamu kira gak mungkin bisa jadi mungkin."

"Dan, Om rasa, kamu tahu apa yang sedang, Om bicarakan ..." Memberi jeda sejenak, sebelum kembali membuka suara, "... topeng silikon yang menyerupai seseorang."

"Si pelaku memakai topeng mirip si terduga, saat itu."

+×+

"Sesuai apa yang lo bilang. Dia ada di sana."

"Ya, gue juga tau. Oke."

Pria itu mengantongi benda pipih yang masih terhubung dengan panggilan itu pada saku celana. Berjalan memasuki cafe, menoleh ke kanan dan ke kiri, sebelum kakinya dia langkahkan ke arah seorang pria lainnya yang tengah duduk di sudut ruangan, sembari berkutat dengan laptop di depannya.

"Oi! Jae!" sapanya. "Boleh gue duduk di sini?"

Yang di tanya diam, tampak memperhatikan, sebelum akhirnya mempersilahkan.

"Widih, kesambet apaan, nih gue bisa ketemu, lo," celetuk Suho. "Gimana kabar?"

"Ya, yang lo liat sekarang," jawab pria yang di ketahui bernama Jaehyun itu.

"Lo sendiri?"

"Baik, juga."

"Bisnis lancar, nih," timpalnya.

Seorang pelayan datang, menghentikan pembicaraan mereka. Menanyakan pesanan lalu berlalu pergi dari sana.

"Ya gitu," jawab Jaehyun seadanya. "Lo? Masih jadi kepsek?"

"Ya, masih. Jabatan gue belum berakhir ini."

"Eh, iya. Gimana kabar anak dan istri lo?"

"Hyuna udah gak ada. Kalau anak gue baik, lo tau lah. Orang salah satu anak murid lo sendiri juga."

Suho membelalakkan matanya, nampak terkejut. "Maaf, gue gak bermaksud."

Jaehyun berdehem singkat. "Gak apa."

"Hyuna ... kapan?" tanya Suho ragu, takut pertanyaannya menyinggung.

"Udah lama, kurang lebih enam belas belas tahun yang lalu."

Suho menepuk pundak sahabat lamanya itu. "Gue turut berduka cita, ya."

"Tapi, kenapa lo gak cerita?"

Jaehyun menggaruk kecil kepalanya yang tak gatal. "Gue ... gue lupa," akunya.

"Enam belas tahun lo lupa?" Dan hanya di balas seulas senyum simpul oleh sang lawan bicara.

Suho tercengang, dia menghela napasnya. "Lo udah doyan ngebug, pelupa lagi. Astaga."

Lagi-lagi Jaehyun tersenyum simpul, tak berniat membalas.

Suho menggeleng kepalanya pelan, dia lalu menyeruput kopi pesanannya yang barusan tiba.

"Eh, iya. Mumpung ketemu, lo." Jaehyun mendongak, menatap si lawan bicara yang barusan menyeletuk.

"Tentang anak lo, Beomgyu." Pria itu menaruh cangkir di tangannya ke meja. "Gue perhatiin belakangan ini dia kayak orang ling lung. Lebih pendiem dari biasanya. Kadang juga gue jumpain dia lagi duduk sendiri sambil ngelamun," terangnya.

"Mungkin ada sesuatu yang ganggu dia. Mungkin aja lo tau."

"Sejak ... kapan?"

+×+

Susana di meja makan sangat canggung, tidak ada yang memulai pembicaraan dari keduanya. Hanya terdengar suara dentingan alat makan yang menjadi latar belakang.

Soobin melirik sang Ayah melalui ekor mata. Melihat pria paruhbaya itu yang tidak biasanya mau makan semeja dengannya.

Sebuah kejadian yang sangat langka dan aneh. Ya, memang pada dasarnya Ayahnya itu dari dulu tidak mau makan bersamanya, apalagi duduk berdekatan seperti ini.

Tapi, mau bagaimanapun dan demi apapun, Soobin rasanya ingin melompat-lompat kegirangan, namun, dia tahan. Bahagia, itulah yang di rasakannya sekarang.

Bahagianya memang sesederhana itu.

Lama diam, hingga akhirnya Soobin berniat membuka suaranya, "Ayah mau tambah-"

Belum sempat menyelesaikan ucapannya, sang Ayah bangkit, berlalu pergi dari sana menuju kamar pria paruhbaya itu.

Sang anak tersenyum simpul. Tidak apa, setidaknya dengan pria paruhbaya itu makan malam bersama, itu sudah lebih dari cukup baginya.

"Terima kasih, Yah," gumamnya, menatap sayu pintu berwarna hitam itu.


To Be Continued ...

Continue Reading

You'll Also Like

616K 24.3K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
3.3K 285 15
Tentang 7 orang remaja yang dipertemukan lalu menjalani bersama-sama beratnya cobaan hidup yang diberikan. "Semangat!" ? Halah, basi. Karena masin...
2.1K 86 7
𝙹𝚎𝚗𝚒𝚜 𝚛𝚊𝚜𝚊 𝚜𝚊𝚔𝚒𝚝 𝚝𝚎𝚛𝚋𝚞𝚛𝚞𝚔 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚂𝚊𝚊𝚝 𝚊𝚗𝚍𝚊 𝚝𝚎𝚛𝚜𝚎𝚗𝚢𝚞𝚖 𝚑𝚊𝚗𝚢𝚊 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚑𝚎𝚗𝚝𝚒𝚔𝚊𝚗 𝚊�...
37.6K 4.3K 15
[FINISHED] ft. Hyunjin dan Minho Lee Minho dan Lee Hyunjin adalah saudara kandung, meski begitu, banyak sekali perbedaan diantara mereka, salah satun...