BELAMOUR 3.0

By Min_iren

9.6K 1K 9.8K

Bila daksamu terlampau tenat, atma diselimuti masygul muluk-muluk, singgahlah pada tempat yang menurutmu pali... More

Foreword
Letters To A Sacred Soul
Dezamăgire
Woebegone
Continue de t'attendre
Magnolia's Penumbra
Floricide - Smell of the Death from Asphodel
Sacrifice
Trailer
Eccedentesiast - Hides pain behind a smile
Psithurism
Caraphernelia
Endlose Sehnsucht
Lypámai
Absquatulate

엑스트라

430 52 562
By Min_iren

Jung Seoran!

Will You Marry Me?

Bilah penuh yang terbingkai indah di wajah rupawan itu mengutarakan silabel sarat pengharapan yang dibalut denyar kesungguhan dalam kedua obsidian pekatnya.

Sebuah reminisensi indah bagaimana senandika itu mengalun lembut dari bilah sang pria, cerapannya masih saja mengundang sudut birai si wanita mengurva manis.

Kim Seokjin adalah sosok pria sempurna yang melebihi ekspektasi standarnya mengenai pendamping hidup idaman. Pribadi penuh afeksi menyenangkan bak kembang api melesat dan terpecah pada luasan pekat. Indah dan selalu membuat semua orang menatapnya penuh pukau.

Efek seruan itu begitu manis, menggelitik dengan berjuta kupu-kupu mengepak di perut Seoran. Wanita itu mengangguk dengan derai tawa membubung disertai pelupuk mengembun kala sang pria mulai menyematkan cincin berpermata putih di jari manisnya. Hari itu sangatlah indah.

Enam tahun lalu, janji suci itu telah terucap dan mereka menyesap manisnya hidup berumah tangga tanpa kendala, hingga gemuruh petus itu hadir pada terang benderangnya romansa indah yang sukses memantik remai pada sekujur tubuh, mendedah setitik borok yang terlupakan. Lebih tepatnya, borok yang Seoran lupakan.

"Baca!" perintah yang menyapa rungu Seoran begitu tajam, menarik paksa buaian reminisensi itu menjejak masa kini.

Entitas wanita di depannya menyorot galak seolah melontarkan berbagai tuduhan penuh intimidasi padanya.

Well, itulah yang setiap kali ia rasakan jika dirinya duduk bersama dengan Nyonya Kim Sunwoo--mertuanya sendiri. Wanita dengan sanggul cepol yang menjadi ciri khasnya itu memang tidak mempunyai vibe keramahan dan rasa nyaman jika menyangkut Seoran.

Tak ingin membuat sang mertua bertambah murka, tangannya segera membuka amplop yang dilempar itu. Membaca dengan saksama sebuah realitas yang kembali menarik paksa kognisinya hingga ke pemahaman terdasar.

Seoran menatap sang wanita dengan friksi baru di hati, sementara Kim Sunwoo menatapnya penuh kemenangan dan cemooh.

"Kuharap kau cukup tahu diri."

Sejak dulu Sunwoo memang menentang pernikahan Seokjin dengan Seoran, dan hari ini dia berharap wanita di hadapannya itu akan sadar di mana tempat dia semestinya berada.

Luasan bumantara kini berhias mambang kuning di ufuk Barat. Setelah melakukan pertemuan penuh intimidasi itu, daksa ringkihnya berjalan tegak berusaha terlihat kuat meski hantaman kenyataan melampangnya begitu dahsyat.

Tangan lentiknya mengayunkan bilah papan di depan dan mau tidak mau sudut birai Seoran kembali mengurva manis kala entitas Seokjin tertangkap visusnya tengah sibuk di dapur.

"Aku pulang!" seru Seoran ceria.

"Jagi, selamat datang!" ucap Seokjin tak kalah ceria. Pria itu merentangkan kedua tangan menyambut sang wanita untuk membenamkan tubuh di dekapan senyaman rumah miliknya.

"Maaf pulang telat, tadi kafe tiba-tiba saja ramai, jadi mengurusi tiket ke Jeju-nya memakan waktu lama," ucap Seoran mendongakkan wajah menatap lekat pahatan sempurna figur milik sang suami.

"Tidak apa-apa, aku jadi bisa memasak makanan kesukaanmu, galbi buatanku enak sekali," ucap Seokjin seraya menyelipkan sejumput rambut ke belakang telinga Seoran, mengeja setiap inci paras cantik sang wanita sebelum berakhir melumat bilah ranum yang selalu menjadi candunya itu.

Bagi Seokjin, Seoran adalah konkretisasi dari kebahagiaan yang Tuhan berikan padanya. Sosok terang benderang yang hadir saat semangatnya mulai lindap tanpa asa, belum pernah dia merasa sejatuh cinta ini pada seorang wanita dan dia berjanji akan menjadi reksa dari kirana hatinya itu.

"Jadi Nyonya Kim, ayo kita mandi dulu sebelum makan," ajak Seokjin sesaat setelah lumatan mereka terhenti dengan membubuhkan desibel sedukif disertai stimulus sensual di balik blus yang dipakai Seoran.

Kalau sudah begini tentu tidak ada jalan lain bagi Seoran selain memasrahkan diri pada setiap sentuhan panas sang suami.

Desahan dan geraman yang terbias erotis di dalam kamar menjadi backsound dari renjana dua insan tanpa sehelai fabric yang kini tengah bersinergi dalam mengeduk kenikmatan marcapada itu.

Setelah satu jam lamanya, deru napas tak beraturan itu mulai tenang kala dua pasang netra bersirobok dalam pendar sayu saling memuja.

"Saranghae, Jung Seoran," ucap Seokjin lirih masih mengunci sang wanita di bawahnya setelah alunan silabel yang menggaungkan nama Seoran terdengar dari bilah penuhnya.

Tangan Seoran masih mengalung di pundak lebar Seokjin kala ucapan sang mertua siang tadi membersit lobusnya.

"Yeobo, maaf. Sudah hampir enam tahun pernikahan kita, tetapi aku belum bisa menghadirkan buntalan-buntalan kecil di rumah ini. Bagaimana kalau--"

Seokjin hanya menggeleng sebelum menghentikan ucapan Seoran dengan kembali memagut bilah sang istri.

"Aku yang bermasalah bukan dirimu, Jagi. Berhentilah berpikiran macam-macam, lagi pula tidak ada wanita yang membuatku jatuh cinta selain dirimu."

Sungguh, kehadiran Seoran dalam hidupnya sudah lebih dari cukup bagi Seokjin.

Perayaan ulang tahun pernikahan yang keenam, kedua insan itu sudah menjejak di atas permukaan konkret di Bandara Jeju. Melakukan PDA seakan kalimat dunia milik berdua dan yang lain mengontrak itu benar adanya.

Seoran sangat puas dengan cottage yang berhasil dipesannya karena berada di tempat strategis dengan lansekap segara Jeju yang memanjakan kedua indra penglihatannya.

Mungkin, semesta mempunyai ketetapannya sendiri terhadap para persona pelakon panggung marcapada yang dia ciptakan karena menjelang makan malam, mereka dikejutkan oleh kehadiran Choi Hana yang tampak menggantung murung di lobi dengan tangan mengeret koper.

Tanpa berpikir panjang, Seoran menyapa sahabat Seokjin itu dengan ceria. "Wow, kebetulan sekali bertemu di sini," serunya ramah.

"Astaga kalian!" pekik Hana merentangkan tangan memberikan sebuah pelukan hangat pada Seoran. "Aku sedang ada pemotretan di sekitar sini dan sayangnya tidak mendapatkan kamar kosong," ucap Hana dengan nada kesal.

"Kau bisa tidur di kamar kami, kebetulan kami memesan cottage dan ada dua kamar di sana," ucap Seoran antusias menatap Seokjin penuh arti agar sang suami mengamini apa yang dia ucapkan. Kedua wanita itu memang dekat sejak pertama kali Seokjin mengenalkan Hana padanya sebagai sahabat kecil.

"Ta-tapi kalian sedang liburan, kan? A-aku tidak enak mengganggu acara kalian."

Seoran menatap Seokjin dengan sorot memohon dan roman keberatan itu melunak selincam cilap mata. "Ya, kau bisa bermalam di cottage kami, Hana-ya. Tidak baik kalau jam segini masih mencari tempat bermalam."

Jadi, di sinilah Hana, merasa salah dengan keputusan yang telah dibuatnya, berbanding terbalik dengan Seoran yang tampak bersemangat.

"Terima kasih kau bersedia menolongku, Hana-ya," ucap Seoran saat Seokjin sengaja dia suruh membawa minuman dari dalam kamar.

"Kau gila, rencanamu ini gila," jawab Hana menggeleng cepat. Pertemuan itu nyatanya bukan rencana semesta, tetapi rencana Seoran dalam upaya menjadi pembebas pada setiap kelesah hati keluarga Kim.

"Aku tak bisa memercayakan semuanya jika tidak padamu. Tolong aku."

"Seokjin sangat mencintaimu, Seoran."

"Dan kau sangat mencintai Seokjin, Hana-ya. Aku tahu dengan pasti." Ucapan yang Seoran lontarkan sukses membungkam Hana dalam keterkejutan. Mati-matian dia sembunyikan rasa itu dan nyaris mengikhlaskannya, tetapi Seoran menerkanya dengan begitu jitu. "Itulah kenapa aku membutuhkan bantuanmu."

Sejemang, Hana menunduk tampak bimbang dengan apa yang diminta Seoran padanya, kemudian mengangguk dengan otak kelewat bingung.

Sudut birai Seokjin terangkat dengan desibel menggaung keras kala menatap Seoran dan Hana memakan pakaian tidur yang sama persis. Baginya, kedua wanita itu nyaris membuat dia cemburu karena sering kali istrinya terlihat kompak dengan sang sahabat. Hal itu cukup membuat lega lantaran tidak ada bias cemburu pada sikap Seoran. Kalian tahu tentang kalimat tidak ada kata persahabatan di antara dua gender yang berbeda? Beruntung Seoran sangat pengertian.

Lewat permainan yang dengan piawainya Seoran mainkan, akhirnya wanita itu berhasil membuat Seokjin mabuk. Sebuah anggukan disertai pelupuk mengembun dan keteguhan hati yang lapang, Seoran memasrahkan sang suami ke dalam pelukan Hana.

Maka malam itu, kala gemintang bertabur indah pada luasan bumantara pekat di atas sana. Dalam dinginnya angin malam yang menusuk sampai ke tulang. Seoran harus mendekap daksa hampanya dalam tangis teredam kala mendengar suara yang saling menyahut syahdu dari dua insan yang tengah mereguk kenikmatan dunia.

Perayaan ulang tahun pernikahan yang keenam itu berubah menjadi bahala bagi Seokjin, bagaimana manik indah Seoran yang menatapnya dalam getar berawai membuat hatinya mencelus begitu hebat.

Senyum yang tersemat di wajah Seoran tiba-tiba lenyap tatkala netranya menilik begitu intens sang suami dan Choi Hana yang masih tertidur lelap tanpa sehelai benang membalut tubuhnya, bergantian.

Walau ini hanyalah sandiwara, tetap saja, melihat sang terkasih menghabiskan malam dengan orang lain membuat himpitan di rongga dadanya kian terasa menyesakkan.

"A-aku pergi." Hanya itu silabel yang mampu Seoran ucapkan dalam getar hebat yang mati-matian dia sembunyikan.

"Jagi! Ini tidak seperti apa yang kau pikirkan, aku bisa jelaskan," ucap Seokjin tampak kacau. Buru-buru dia menyambar celana yang teronggok di atas lantai dan segera mencekal lengan Seoran yang sudah setengah jalan menutup pintu.

Wanita itu bersikap kelewat tenang, mengulas senyum teduh seraya berkata, "aku tidak apa-apa, ini yang aku mau sejak dulu, Yeobo. Semoga Hana bisa memberikan apa yang seharusnya aku berikan untukmu." Satu likuid bening akhirnya lolos pada sudut mata Seoran sebelum wanita itu melepas paksa cekalan Seokjin di lengannya.

Kosong, Seokjin merasa kosong seolah seluruh hidupnya tercerabut paksa kala denyar yang tersorot penuh luka itu mengikis semua kewarasannya.

Kedua tangannya terulur bergetar berusaha membangunkan Hana, meminta penjelasan dari wanita itu atas apa yang terjadi sebenarnya.

Apakah Seoran keterlaluan melakukan semua ini? Kedua netra itu terpejam sembari menerawang kala tubuhnya kembali bersembunyi dalam dekapan tubuh kekar sang suami. "Aku memaafkanmu, aku tidak ke mana-mana, Yeobo, tetapi kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu."

Sebutlah Seoran pribadi tak tahu malu seperti halnya sang mertua menyebut dirinya. Wanita itu tetap bertahan di sisi Seokjin sampai kabar itu datang dan kembali memantik lakrimalisnya untuk memproduksi likuid bening.

"Aku hamil," ucap Hana dalam tundukan kepala begitu dalam, relungnya membadai tak tahu apakah kabar yang dibawanya benar-benar kabar baik atau buruk bagi Seoran.

Seharusnya menyakitkan, bukan? Tetapi Seoran justru bersorak dalam deraian tangis yang menganak sungai di kedua pipi.

"Terima kasih, Hana-ya. Aku akan mempersiapkan pernikahan sempurna untuk kalian."

Garis takdir setiap orang mungkin berbeda dan memang tidak selalu mulus, ada yang memerlukan ketabahan ekstra dalam menjalani kehidupannya, seperti Seoran yang harus mati-matian menjaga guratan tinta takdir itu agar garisnya tidak tersara bara.

Tepat satu bulan setelah kabar berita yang Hana bawa mengenai kehamilannya. Seoran harus tersenyum lega kala menatap sang suami bersanding gagah bersama Hana dan cabang bayi di rahimnya. Dua insan itu kini mengikat janji suci di hadapan pendeta dalam upacara pernikahan yang dihelat besar-besaran. Berbanding terbalik dengan pernikahannya dulu.

Acap kali nuraninya berbisik.

Ini yang terbaik untuk Seokjin. Mereka serasi.

Barang kali, orang-orang menatap Seoran iba, tetapi sungguh di balik remuknya hati ada kelegaan yang dia cecap bersama kebahagian keluarga Kim yang sebentar lagi mendapatkan calon penerus.

Dua musim berganti, kali ini dersik angin membawa guguran daun dan hawa dingin yang menelusup ke sela-sela epidermis yang lolos dari tutupan mantel miliknya.

Hana memilih pindah ke rumah yang lebih luas yang diberikan keluarga Kim sebagai hadiah atas kelahiran cucu pertama mereka, seorang bayi tampan dengan mata indah selaiknya Seokjin.

Seokjin masih menjadi suami terbaik untuk Seoran, dan sikapnya tidak berubah sedikit pun, tetapi kelahiran Kim Woobin sedikit banyak menyita waktu kunjungannya.

Tungkai wanita itu menjejak pada luasan rumah mewah di daerah Hannam Hill. Tangannya menggenggam buket bunga sebagai tanda selamat atas rumah baru untuk keluarga kecil suaminya itu.

"Jadi? Kau belum juga membuat dirimu hamil, eoh? Ini sudah tahun ketujuh pernihakan kalian, apa kau masih tidak sadar juga? Lihatlah mereka," ucap Kim Sunwoo penuh penekanan, jemarinya menunjuk Seokjin yang tengah menggendong Woobin dengan Hana di sebelahnya tertawa menyambut para tamu yang datang, "mereka itu keluarga sempurna, Seokjin tidak membutuhkanmu lagi Seoran."

Ibu mertua dengan segala keotoriterannya. Selama ini Seoran selalu mampu meng-handle setiap gempuran silabel sarkas yang terlontar dari bilah wanita itu karena Seokjin pun selalu mencurahkan segala afeksi dan semangatnya pada Seoran, tetapi apa yang terpampang nyata di depannya kali ini benar-benar melampangnya telak.

"Apa kau masih punya jawaban atas apa yang aku kemukakan ini? Sejak awal aku berharap kau cukup tahu diri saat mulai memasuki keluarga Kim." Wanita itu mendecih remeh sebelum melanjutkan, "ternyata aku sampai harus melakukan hal ini agar kau sadar." Kim Sunwoo menyilangkan kedua tangannya di perut dengan sorot semakin mencemooh. "Melihat mereka bahagia seperti itu, kau posisikan apa dirimu sekarang, eoh? Kau tak lebih dari tokoh figuran, kalau ingin kasar, kau tak lebih dari seonggok benalu, parasit! Sudah saatnya kau mundur, Jung Seoran! Menyerah!"

Mungkin memang seharusnya Seoran menyerah sejak lama, terlebih kesehatan rahimnya yang ternyata mengalami masalah selama ini.

Diam-diam Seoran memilih pulang dari pesta tersebut setelah sebelumnya memberikan kabar lewat chat pada Seokjin perihal dirinya yang tiba-tiba saja merasa lelah. Tidak, Seoran tidak mengabarkan bahwa dia sakit, karena sang suami pasti akan heboh dah meninggalkan acara tersebut demi dirinya.

Setiap untaian silabel yang terlontar dari bilah Kim Sunwoo menyadarkan Seoran begitu rupa. Seokjin memang tidak pernah berubah, tetapi apakah Seoran pernah bertanya seberapa membebaninya dia selama ini? Seokjin itu lelaki sempurna tidak selayaknya terus ditempeli benalu seperti dirinya.

Sampai di apartemen, Seoran segera menarik koper biru yang selama ini tersimpan rapi di sudut ruangan, menyimpan sebuah surat perpisahan dan segera menggeret kopernya entah menuju ke mana, dia sendiri tidak tahu.

Dear Yeobo,

Kau tahu? Bahwa setiap apa pun di dunia ini memiliki dua sisi? Maka aku akan menjelaskan tentang suatu kisah tentang pertemuan dan perpisahan.

Sampai saat ini, aku masih berterima kasih pada Tuhan karena dipertemukan dengan lelaki sempurna seperti dirimu.

Terima kasih pada serangga terbang yang membuatmu histeris hingga mempertemukan dan membuat kita lebih dekat. Percayalah, itu tidak membuat kemaskulinanmu berkurang di mataku. Kau tetap menjadi pria terhebat yang pernah aku temui di dunia ini. Terlebih pada kenyataan yang kau simpan rapat-rapat dariku.

Akhirnya aku mengetahui bahwa kau menyembunyikan tentang keadaan rahimku yang sulit untuk mempunyai keturunan. Kau bersikukuh bahwa dirimulah yang mengalami masalah. Bodohnya aku karena tidak menyadarinya dan sibuk dengan berbagai macam usaha, seperti dua kali gagal memprogram bayi tabung itu. Kau terlalu sabar, Yeobo.

Di balik rasa sakit, aku bersyukur atas apa yang terjadi di antara dirimu dan Hana hari itu. Hana wanita baik dengan denyar penuh cinta setiap kali dia memandangmu. Aku mengetahuinya dengan baik.

Akhirnya aku menyadari saat menatap kalian di pesta hari ini. Kau sudah memiliki keluarga kecil yang bahagia, Yeobo, dan keberadaanku di antara kalian hanyalah sebagai seorang pemain figuran tak tahu malu yang merebut scene female lead dalam kehidupanmu.

Maka biarlah aku mengakhirinya dengan mundur seperti ini. Berjanjilah kau akan hidup dengan baik dan membahagiakan keluarga kecilmu.

Maafkan aku.

-Jung Seoran-

"Apa kau tidak bertanya bagaimana perasaanku, Jung Seoran!" teriak Seokjin pada dinding bisu dan di dingin di luasan kamar itu. "Kau tetap hidupku, cahayaku, apa kau tidak bisa dengar! Kau egois!"

Satu minggu setelah dirinya memilih pergi, Seoran mendapati dirinya terbaring di atas brankar di sebuah klinik kecil di Busan.

"Nyonya, sebaiknya Anda tidak melakukan pekerjaan berat karena kehamilanmu baru menginjak lima minggu."






--THE END—



Gak pandai berkata-kata. Tapi terima kasih buat semuanya. Thanks Iren sebagai tuan rumah, temen-temen Belamour, pembaca juga. Sehat-sehat semuanya.

See you di Belamour 4.0































🧚RanEsta13🧚







last chapter in belamour 3.0
See you at belamour 4.0
💋

Continue Reading

You'll Also Like

43.1K 5K 14
Demian yang saat itu merasa putus asa karena ditinggal pergi sang Istri serta Putranya yang meninggal dalam kecelakaan akhirnya mengakhiri hidupnya d...
26.1K 2K 22
yang ada saja belum tentu dianggap,, apalagi aku yang hanya orang baru?
739K 1.8K 25
jalang pribadi pacar sendiri
627K 1.2K 33
Kumpulan cerpen bertema dewasa